NovelToon NovelToon

Baby Berondongku

Bab 1. Penipu

"Wah, inikah karyawati yang memiliki loyalitas tinggi di perusahaanmu, Helen?" tanya Thanos Shem.

Thanos Shem adalah pria 36 tahun yang merupakan mantan dari Abbey Florence, Senior Sekretaris di sebuah perusahaan. Kebetulan perusahaan itu adalah milik suami Helen Madison, yaitu Van Willard.

Helen tertawa. "Bukan perusahaanku, Thanos! Perusahaan suamiku."

"Pantas saja, Helen. Kurasa kau harus lebih hati-hati lagi. Bisa saja dia mengincar suamimu," tuduh Thanos.

Inilah yang paling tidak disukai Abbey. Datang ke reuni teman-teman Senior High School yang pada akhirnya akan membuat dirinya frustasi. Dari sekian banyak temannya, cuma dia yang belum menikah. Padahal Abbey sudah berkarier sejak berusia 21 tahun.

"Cukup, Thanos! Kalau kau memang tidak suka kehadiranku di sini, tidak masalah. Aku akan pergi, tetapi tolong jangan hina aku!" balas Abbey.

"Makanya cepat menikah! Oh, atau kamu tidak bisa move on dariku? Iya?" Thanos terus saja menyudutkan Abbey.

Mantan kekasihnya itu telah menikah dengan seorang model cantik yang sedang naik daun, yaitu Anne Tiffany. Setiap menghadiri reuni, Thanos selalu membanggakan istrinya di depan semua temannya.

"Kamu pikir aku sebodoh itu masih menyukai suami orang, Thanos." Abbey mencoba menepis semua ucapan mantannya.

Thanos tidak menjawab. Justru dia malah menunjukkan kemesraan bersama sang istri di hadapan semua orang, termasuk Abbey. Bahkan Abbey pun tak bergeming sedikit pun atau merasa cemburu.

"Lihatlah kami, Abbey! Aku sangat mencintai istriku." Tanpa malu, Thanos mencium Anne di hadapan Abbey seolah memancing hasrat wanita itu.

Nyatanya itu tidak membuat Abbey terpengaruh. Dia tetap tenang, tetapi mengepalkan tangannya. Rasanya ingin sekali meninju Thanos kemudian menyumpal mulut Helen.

Mungkin Helen lupa kalau peraturan perusahaan suaminya selalu mengedepankan loyalitas tanpa batas. Itulah yang menyebabkan Abbey tidak punya banyak waktu untuk menjalin hubungan dengan siapa pun.

Keesokan harinya, Abbey sudah memutuskan keputusan yang terbesar di dalam hidupnya. Dia harus resign dari perusahaan toxic milik Van Willard.

"Ada apa, Abbey? Bukankah hari ini aku tidak ada meeting?" tanya Van saat tahu sekretaris kebanggaannya itu masuk ke ruangan.

"Aku hanya ingin menyerahkan ini pada Anda, Tuan." Abbey meletakkan satu map berisi surat pengunduran diri.

Van mengambil map itu lalu membacanya. Sekilas dia tahu bahwa itu adalah surat pengunduran diri.

"Kenapa, Abbey? Apa kamu sudah lelah bekerja di perusahaanku? Oh, atau mungkin kamu memiliki pekerjaan lain dengan gaji yang cukup fantastis? Apa kamu tidak akan menyesal meninggalkan perusahaan ini setelah 15 tahun?"

Van Willard adalah sosok Bos mata keranjang yang takut pada istrinya, Helen. Pernah sekali waktu Van merayu Abbey, tetapi ditolak karena Abbey sadar diri bahwa Van adalah suami teman sekelasnya.

Sejak penolakan itu, Van seolah menekan Abbey untuk hidup di dalam perusahaannya dengan satu kalimat yang membuat semua orang menggiring opini bahwa Abbey adalah wanita bodoh. Van selalu mengedepankan loyalitas untuk perusahaan. Terlebih kepada Abbey yang merasa sudah menolaknya.

"Aku ingin kehidupanku, Tuan Van! Aku tidak butuh lagi loyalitas atau bualanmu yang menyulitkan itu."

"Makanya kamu harus jadi wanita penurut. Terimalah aku, maka aku akan meratukan dirimu."

"Maksudmu menjadi wanita simpanan yang akan bersaing dengan Helen? Maaf, harga diriku tidak serendah itu, Tuan! Permisi!"

"Gajimu bulan ini tidak akan dibayarkan, Abbey! Pesangonnya pun tidak!" teriak Van membanting map itu.

Abbey tidak peduli. Selama dia bekerja, sudah banyak hal yang dimiliki. Dia sosok yang rajin menabung dan melakukan semuanya sendiri.

Beberapa barang penting dimasukkan ke dalam mobilnya. Mobil yang dibeli saat bekerja dibantu oleh orang tuanya. Sebenarnya Abbey diminta untuk kembali ke negara orang tuanya untuk dinikahkan, tetapi dia menolak.

"Lebih baik aku hidup sendiri daripada terus bekerja di perusahaan toxic seperti ini. Lalu, aku juga tidak akan pernah lagi datang ke reuni sekolah. Thanos sudah keterlaluan! Mungkin dia lupa kalau sebenarnya dialah pengkhianat itu. Ah, biarkan saja. Itu juga tidak penting. Hanya sampah yang cocok dibuang. Sama halnya dengan Thanos. Dia sampah! Jadi, untuk apa aku memikirkan kata-katanya?" gumam Abbey.

Nyatanya itu tidak mudah. Selama dalam perjalanan, Abbey mengingat bagaimana Thanos, Helen, dan beberapa teman lainnya menghina. Sebenarnya Abbey adalah sosok wanita yang cantik, pekerja keras, tetapi tidak percaya dengan pria.

Menurutnya semua pria itu pengkhianat. Wajar kalau dia sering kali mengumpat kata-kata seperti itu. Ingatannya kembali pada 10 tahun yang lalu di mana Abbey ingin memberikan kejutan anniversary-nya yang ke-2. Kenyataannya Abbey menemukan Thanos sedang bercinta dengan Anne yang saat itu masih belia sekali. Bahkan seragam gadis itu berserakan di mana-mana.

Mengingatnya membuat Abbey frustasi. Namun, suara teriakan banyak orang membuatnya menghentikan laju kendaraan. Dia hampir menabrak laki-laki yang menggunakan jaket Hoodie berwarna gelap.

Abbey terkejut sehingga membuat orang-orang mengetuk kaca mobilnya. Meminta keluar untuk bertanggung jawab. Abbey gugup, tetapi dia tetap keluar.

"Apakah kamu sedang mabuk? Lihatlah laki-laki itu hampir kamu tabrak!"

"Tanggung jawab, Nona!" sahut yang lainnya.

"Aku minta maaf. Aku akan bertanggung jawab. Ayo, ikutlah denganku!" pinta Abbey pada laki-laki itu.

Laki-laki yang menurut Abbey sangat muda itu segera naik ke dalam mobil tanpa perlawanan. Sementara reaksi orang-orang sudah kembali tenang.

"Aku akan membawanya ke klinik," pamit Abbey.

Dia segera masuk ke mobil lalu meninggalkan jalan itu. Awalnya, Abbey diam sampai laki-laki itu berbicara.

"Kamu hampir saja menabrakku, Tante!" ucap laki-laki itu.

"Jangan panggil Tante! Aku belum menikah," balas Abbey.

Melihat ke jok belakang, sepertinya wanita itu baru saja resign dari perusahaan. Ada beberapa box buku, dokumen, dan laptop.

"Apa kamu dipecat?"

"Jangan sok peduli padaku! Jadi, aku harus membawamu ke klinik mana?"

"Tidak perlu! Aku hanya butuh uang untuk membelikan hadiah kekasihku yang sedang ulang tahun hari ini," jawab laki-laki itu asal.

"Apa? Jadi, kamu sengaja melakukan itu demi uang?" Abbey segera sadar bahwa laki-laki itu ternyata berpura-pura ditabrak hanya untuk mendapatkan uang.

"Iya."

Abbey menepikan mobilnya. Cukup sial rasanya karena hampir saja dia dihajar massa karena lalai dalam mengemudi. Namun, dia tidak menyangka bahwa laki-laki itu ternyata hanya berniat untuk menipunya.

"Turun!" bentak Abbey.

"Tidak, sebelum aku mendapatkan uang!" tolak laki-laki itu.

"Aku tidak akan memberikan sepeser pun uang untukmu. Jadi, jangan harap kamu akan mendapatkannya dengan hasil menipu."

"Kalau begitu aku akan berteriak! Tidak sulit bagiku, Tante. Sepanjang jalan ini ada CCTV yang terhubung dengan kepolisian. Jadi, itu akan lebih mudah untuk memerasmu." Laki-laki itu membuat Abbey berada dalam posisi sulit.

Spontan Abbey membekap mulut laki-laki itu yang sudah siap berteriak untuk melemahkan mangsanya.

Bab 2. Tubuh Rylee

Abbey merasa terlalu berani pada laki-laki yang belum jelas asal-usulnya itu. Namun, demi mempertahankan uangnya, apa pun akan dilakukan. Ancaman Van pasti tidak main-main dengan menahan gajinya.

"Siapa namamu?" tanya Abbey setelah melepaskan tangannya.

"Rylee."

"Oh, oke. Rylee, aku mohon turun dari mobilku! Kalau mau menipuku, kamu salah orang. Aku bukan konglomerat atau wanita kaya," jelas Abbey.

"Berikan aku sedikit uang. Aku akan segera turun." Rylee masih saja memaksa.

"Tidak ada uang, Rylee! Aku baru saja dipecat!" bentak Abbey saking kesalnya.

"Kalau aku tidak mendapatkan uang, itu artinya aku putus dengan kekasihku," balas Rylee.

"Aku tidak peduli! Itu urusanmu, bukan urusanku!"

Rylee terlihat sangat polos, padahal sebenarnya laki-laki muda yang berusia 25 tahun itu adalah seorang playboy. Dia juga memiliki gaya hidup yang tidak normal. Suka sekali berganti pasangan dan berfoya-foya. Kehidupannya sangat misterius dan suka sekali mempermainkan wanita. Setiap targetnya harus benar-benar berhasil didapatkan.

"Kalau begitu, aku ikut denganmu. Jadikan aku kekasihmu," jelas Rylee.

"Apa? Memangnya kamu siapa berani mengaturku?"

Tanpa pikir panjang, Abbey turun dari mobil. Dia berniat mengeluarkan Rylee secara paksa. Jika dengan cara halus masih tidak mempan, maka ini solusi terakhir. Dia membuka pintu di mana Rylee duduk.

"Keluar!" perintah Abbey.

"Tidak!"

Abbey menarik tangan Rylee. Dia segera menyilangkan tangan di depan dadanya. Berharap dengan cara itu, wanita yang ditemuinya tidak mudah mengeluarkannya dari mobil.

"Rylee!" pekik Abbey.

"Sudah kubilang kalau tenaga Tante tidak sekuat yang kubayangkan. Tante lemah!"

Abbey gemas. Ingin rasanya mencakar mulut laki-laki muda yang sok tahu itu. Gara-gara Abbey terlihat gemas, sontak Rylee menarik tangannya. Posisinya begitu dekat, tetapi tidak sampai bersentuhan karena Rylee menahan bobot tubuh Abbey dengan baik.

"Jangan panggil aku dengan sebutan Tante!" maki Abbey setelah dia mundur dan memposisikan dirinya dengan baik.

Abbey kembali ke tempat semula. Agaknya memang sulit sekali mengeluarkan Rylee dari mobilnya. Terpaksa dia pun melanjutkan perjalanan menuju ke apartemen.

"Nah, begini kan enak. Bawa aku ke mana pun. Aku laki-laki baik dan tidak nakal. Oh, ya, siapa nama Tante?"

Abbey rasanya ingin mencubit ginjal Rylee karena kesal. Tidak henti-hentinya laki-laki itu memanggilnya tante.

"Abbey, tanpa tante!" balasnya ketus.

"Pantas saja kamu tak kunjung menikah. Kelakuanmu saja seperti itu. Bagaimana pria bisa mendekat kalau kamu saja galak?" Rylee memberanikan diri untuk membuat suasana hati Abbey kesal. Kalau sudah kesal, apa pun akan dilakukan Rylee. Termasuk meminta uang.

Mulai memasuki tempat parkir apartemen, Rylee mulai berkomentar macam-macam. Wajar sebenarnya, tetapi kenyataannya dia bertemu wanita yang tepat.

"Kamu pembohong, Abbey! Ini apartemen elit. Siapa yang tidak tahu tempat ini? Itu artinya kamu punya banyak uang. Baiklah, kalau kamu tidak mau jujur. Adopsi aku!" pinta Rylee memaksa.

Abbey tidak peduli. Sesampainya di basemen, segera mungkin dia mengeluarkan barang-barang untuk dibawa masuk ke unit apartemennya. Berhubung banyak dan tidak mampu dibawa sendiri, Rylee membantu tanpa diminta.

Sesampainya di depan unit apartemen, Abbey menurunkan barang bawaannya untuk membuka sandi akses masuk ke unit apartemennya.

"Sandinya berapa?" tanya Rylee.

"Kamu gak perlu tahu! Ini apartemen punyaku, bukan milik moyangmu!" maki Abbey.

"Baiklah, tak masalah untukku. Asalkan aku masih diizinkan untuk masuk. Tak bisa keluar pun tak masalah."

"Eh, siapa bilang? Kamu dilarang masuk! Ini apartemen wanita." Abbey berkacak pinggang di depan pintu untuk menghalangi Rylee.

"Barangmu masih banyak. Kalau aku tidak membantu, kamu pasti lelah." Ini hanya alasan Rylee saja untuk bisa masuk dan tinggal di sana.

Pada akhirnya, Abbey pun mengalah. Memang semua barangnya masuk ke unitnya, tetapi setelah itu Rylee malah duduk manis di sofa ruang tamu sambil melihat sekeliling ruangan.

"Tugasmu sudah selesai. Keluarlah dari unitku!" Abbey mengusirnya.

"Tidak mau! Aku sudah putus dari kekasihku. Sekarang kamu mengusirku. Enak saja. Tidak bisa!" tolak Rylee.

Abbey menarik napas panjang. Rasa sesal memang tidak bisa diputar ulang, tetapi mau bagaimana lagi. Abbey terjebak dengan laki-laki muda itu.

"Oke. Berapa yang kamu minta?"

Saat Abbey memberikan kemudahan, agaknya ini menjadi kesempatan emas untuk Rylee. Sayang, Rylee tidak semudah itu mau mengikuti permintaan Abbey.

Rylee membuka penutup kepalanya. Terlihat sekali kalau Rylee adalah laki-laki yang tampan. Dia memamerkan senyum dengan deretan gigi putih bersih dan sangat terawat. Jika menelisik, Rylee seperti bukanlah laki-laki biasa. Namun, mengingat kelakuannya yang mencoba menipu Abbey, wanita itu yakin kalau Rylee bukanlah laki-laki baik.

"Cuma wanita beruntung yang bisa melihat ketampanan wajahku," ucap Rylee sambil memandang lekat wajah Abbey.

"Apa maksudmu?" Abbey sudah kehilangan kesabaran.

"Ya, kamulah satu-satunya wanita beruntung yang akan melihatku dari ujung rambut hingga ujung kaki. Aku suka dan aku tidak mau menerima sogokanmu. Aku tidak butuh uang, tetapi butuh kasih sayang," canda Rylee.

"Lelucon macam apa ini, Rylee? Keluar!" Abbey menarik tangan Rylee dan berharap bahwa laki-laki itu segera keluar dari unitnya.

Sekuat apa pun Abbey berusaha mengeluarkan Rylee, laki-laki itu tetap duduk kokoh di sofa. Malah Abbey yang jatuh ke dalam pelukannya. Sesaat keduanya saling bertukar napas. Rylee bersikap biasa karena sudah terbiasa menjadi playboy, tetapi Abbey merasa ada sesuatu yang aneh masuk ke dalam dirinya. Rasa yang tidak pernah dimiliki saat dekat dengan pria lain.

"Lepaskan aku! Jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan!" tegas Abbey yang memposisikan tubuhnya kembali.

"Berapa usiamu?" tanya Rylee. Ini adalah pertanyaan penting sebelum menjalin hubungan lebih jauh lagi.

"Apakah itu penting untukmu?"

"Tidak juga, tetapi terlihat sekali kalau kamu sangat kaku. Tidak berpengalaman menjalin hubungan. Juga terlihat kalau kamu pernah patah hati," ujar Rylee mencoba menebak sekenanya.

Abbey merasa malu. Seolah kehadiran Rylee mencoba menguliti dirinya yang sangat tertutup. Entah ini sebuah keberuntungan atau kesialan.

"Kalau begitu, jawab saja pertanyaanku. Berapa usiamu?" Kini giliran Abbey yang penasaran.

"Ck, sungguh tidak kreatif sekali. Cobalah untuk bertanya padaku, tetapi tidak meniru pertanyaanku padamu."

"Jawab atau tidak!" Abbey menonjolkan sisi galaknya.

Rylee bukannya menjawab, dia malah prefer untuk membuka Hoodie-nya. Abbey pikir kalau laki-laki itu menggunakan kaos di dalamnya, tetapi dia salah. Tubuhnya yang dikira polos, ternyata terpampang jelas di hadapan Abbey.

Berotot, berkulit putih, dipenuhi tato di dada, perut perbatasan antara pusar dan aset kehidupan, serta di kedua lengannya. Abbey hampir tidak bisa bernapas karena keindahan tubuh Rylee. Seketika dia membeku.

"Sudah kuduga kalau para wanita akan senang melihat tubuhku yang luar biasa ini. Jadi, berapa usiamu?" Rylee masih mengulang pertanyaan yang sama, tetapi Abbey mencoba tetap tenang dan berusaha mengambil Hoodie itu agar dipakai kembali.

Bab 3. Berekspektasi

Sebenarnya jantung Abbey sedikit bermasalah kali ini. Tubuh Rylee sungguh menggoda. Bahkan sosok Thanos saja tidak seberotot itu. Terbersit pikiran nakal di benak Abbey, tetapi dia sempat ragu.

"Apakah aku harus berkompromi dengannya?" gumam Abbey.

"Abbey?" Suara Rylee mengejutkan.

"Baiklah, Rylee. Aku malas berdebat kali ini. Kamu bisa meminta apa pun dariku, tetapi aku butuh bantuanmu. Pertama, pakai kembali Hoodie-mu. Baru aku akan menjelaskan bantuan apa yang kuinginkan darimu."

Rylee tersenyum. Rupanya gayung mulai bersambut. Tidak sulit untuk Rylee melakukan apa pun permintaan Abbey. Walaupun dia belum tahu apa itu?

"Aku tidak akan memakainya sebelum ada kata sepakat di antara kita. Aku tidak mau hanya menguntungkan dirimu saja. Aku juga perlu tahu keuntungan apa saja yang akan kudapatkan." Rylee mencoba bernegosiasi.

"Baiklah. Terserah apa pun maumu, Rylee. Aku ingin kamu membantuku mendapatkan sisa gaji dan pesangon yang belum keluar dari tempatku resign. Alasanku resign adalah tidak tahan dengan sikap bosku yang selalu memaksakan kehendak dan sering kali merayuku. Padahal istrinya adalah temanku saat di Senior High School."

"Lalu?" Rylee menunggu perintah selanjutnya.

"Maukah kamu menjadi pasangan kencanku? Aku ingin membuktikan pada mantanku bahwa keputusanku untuk resign adalah tepat. Aku bisa mendapatkan laki-laki yang lebih baik darinya," jelas Abbey.

Rylee jelas tidak langsung menyetujui permintaan Abbey. Ada beberapa syarat yang harus dilakukan wanita itu untuk menjamin bahwa kehidupannya terjamin.

"Aku akan setuju setelah kamu menyetujui beberapa syarat yang kuajukan. Pastikan kehidupanku tidak kekurangan apa pun. Mulai dari makanan, pakaian, tempat tinggal, dan kenyamanan. Kalau kamu setuju, apa pun akan kulakukan. Selain itu, aku juga ingin tahu, berapa usiamu saat ini?"

Abbey tidak paham. Mengapa Rylee terus saja mengejar usianya. Apakah dia terlihat aneh atau keriput di matanya?

"Aku 36 tahun."

"Janda atau–"

"Sudah kukatakan sejak awal kalau aku belum menikah," ucap Abbey memotong pembicaraan.

"Oh, maaf. Korban patah hati yang gagal move on. Sabar, ya! Kamu jangan khawatir. Aku bisa melakukan apa pun," cibir Rylee.

"Lalu, usiamu?" Abbey ternyata juga sama penasaran.

"Jauh lebih muda darimu. Aku 25 tahun."

Abbey merasa minder harus berkencan dengan berondong. Bahkan jarak usianya tidak tanggung-tanggung, yaitu 11 tahun.

"Apakah aku terlihat tua?"

"Tidak. Bahkan kamu terlihat jauh lebih muda dari usia aslinya. Tidak masalah untukku. Asalkan semuanya sudah disetujui. Saat ini pun aku siap."

Setelah kesepakatan itu terjadi, Abbey membelikan Rylee pakaian, aksesoris, dan beberapa yang dibutuhkan. Pengeluarannya cukup banyak karena permintaan laki-laki itu sangat berkelas. Sungguh di luar dugaan Abbey.

Setelah itu, timbul masalah baru lagi. Unit yang ditempati Abbey adalah 1 bedroom. Itu artinya, hanya ada 1 kamar di sana.

"Selama kamu bersamaku, aku tidak bisa memberikan kamar untukmu. Kamu bisa tidur di sofa ruang tamu," ujar Abbey.

"Tidak bisa. Solusinya cuma 1, yaitu berbagi ranjang denganku. Aku tidak biasa tidur di sofa. Tubuhku bisa pegal-pegal," tolak Rylee.

Tentu saja ini menjadi masalah serius untuk Abbey. Dulu, saat menjalin hubungan dengan Thanos, dia bahkan belum pernah tidur sekamar dengan pria itu. Sampai kejadian yang memilukan dan membuat Abbey patah hati.

"Aku tidak bisa!" tegas Abbey.

"Apa kamu takut denganku? Jangan khawatir! Aku tidak akan meniduri wanita yang tidak memiliki kesepakatan denganku. Aku juga tidak akan memerkosa klienku tanpa izin."

"Apa katamu?" tanya Abbey dengan suara yang bergetar.

"Sudahlah, Abbey. Kita sudah sama-sama dewasa. Kamu pasti sudah pernah melakukannya dengan mantanmu dulu. Pantas saja kamu susah move on. Hanya karena sulit melupakan desahannya, bukan?"

Jika bukan karena kesepakatan, Abbey pasti sudah melempar Rylee ke jalanan. Namun, tidak kali ini. Cuma dia satu-satunya yang bisa dijadikan pion untuk menghadapi musuh-musuhnya.

Akhirnya, mereka tinggal di dalam kamar yang sama. Di ranjang yang sama, tetapi diberikan pembatas. Abbey sudah memberikan peringatan bahwa Rylee tidak boleh melewati batas. Kalau sampai itu terjadi, Abbey tidak segan menagih biaya yang sudah dia keluarkan.

Keesokan harinya, Abbey harus kembali ke kantor Van. Hari ini dia harus mendapatkan uangnya. Lumayan untuk bersenang-senang dan menghibur diri.

"Jadi, apakah aku harus mengaku menjadi calon suamimu?" tanya Rylee saat sarapan.

"Terserah peranmu apa. Asalkan uangku keluar."

"Aku mendapatkan bagian berapa persen?" tanya Rylee. Otaknya yang dipenuhi dengan kata foya-foya tidak puas tanpa uang di tangannya.

"Aku heran. Kenapa isi otakmu hanya uang, barang branded, lalu semua kemewahan. Apakah seperti ini caramu berkencan dengan para wanita?"

"Tidak juga. Lebih dari itu. Bahkan mereka membayarku dengan cara tidur bersama. Ya, kamu tahulah apa maksudku."

Seketika Abbey mendelik. Dia tidak mungkin terlena dan menyerahkan seluruh hidupnya pada laki-laki muda yang sama sekali tidak jelas asal-usulnya.

"Ah, terserah apa pun itu. Kamu sudah siap? Kalau siap, kamu harus mengemudikan mobilku. Kita akan pergi ke kantor bersama-sama."

"Aku?" Rylee terheran. "Kenapa bukan kamu saja?"

"Peranmu sebagai calon suami harus lebih dewasa dan perhatian pada wanita. Tidak hanya itu, kamu juga harus membukakan pintu untukku saat sampai di sana. Aku akan mengganti pakaianku sebentar. Tunggu di sini!"

Tidak lama, Abbey kembali. Penampilannya terlihat sangat cantik di mata Rylee sehingga laki-laki itu tidak berkedip sama sekali. Jika orang lain tahu, sudah bisa dipastikan tidak akan bisa menebak usianya yang hampir 40 tahun.

"Kamu cantik, Abbey!" Pujian itu lolos begitu saja dari mulut Rylee.

Pikiran dan kenyataan tidak sejalan. Selama ini Rylee selalu berhubungan dengan para gadis muda. Sedangkan pertemuannya dengan Abbey membuatnya semakin tertantang untuk menaklukkan wanita berumur itu.

Sementara Van terlihat kesal saat Helen menemaninya ke kantor. Dia tidak tahu apa yang terjadi saat reuni sehingga membuat Abbey memutuskan untuk resign.

"Sayang, apakah kamu dan Abbey bertengkar?" tanya Van.

"Memangnya kamu pikir akulah penyebab dia resign? Oh, atau diam-diam kamu naksir padanya?" tuding Helen.

Jelas saja Van mengelak. Walaupun memiliki ketertarikan khusus pada Abbey, tetapi kalau sampai Helen tahu, bisa kacau semuanya.

"Bukan seperti itu, Sayang! Abbey memutuskan resign secara sepihak. Kamu tahu kan kalau dia itu sekretaris senior di perusahaanku. Dia sudah menguasai seluruh pekerjaan di sini. Bagaimana kalau dia memilih bekerja di tempat lain?" Padahal Van semangat bekerja karena ada Abbey yang sangat menarik untuknya.

"Nanti kubantu mencari kandidat sekretaris senior. Banyak di luaran sana yang jauh lebih kompeten ketimbang Abbey. Apalagi dia itu sudah berumur. Jelas kalah dengan yang muda-muda, Sayang. Kantormu ini harus ada masa transisi untuk memberikan kesempatan pada kaum muda untuk menunjukkan dedikasinya," jelas Helen yang memang sejak awal tidak menyukai Abbey.

Saat sepasang suami istri itu berbincang, rupanya resepsionis memberitahukan bahwa Abbey kembali. Hal itu membuat Van berekspektasi cukup tinggi.

"Sudah kubilang kalau kamu akan kembali padaku. Cuma aku satu-satunya pria yang bisa membuatmu nyaman dan akan meratukanmu seumur hidupku," gumam Van.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!