NovelToon NovelToon

Acha Dan Tiga Cogan

Bab 1 - Pacar Khayalan

...༻〇༺...

Jujur saja, setiap gadis pasti punya cowok idaman. Terkadang cowok seperti itu mereka ciptakan sendiri dalam pikiran dan juga bayangan. Ya, itulah yang dilakukan Natasha Fernandi atau biasa sering dipanggil Acha.

Acha punya pacar khayalan dalam pikirannya. Saat benci melihat bagaimana cowok di kenyataan, maka dirinya memuaskan diri dengan cowok khayalan yang seolah dianggapnya seperti pacar.

Hari ini adalah hari pertama Acha menjalani masa orientasi siswa atau yang sering disebut orang dengan MOS.

Dengan topi yang terbuat dari karton serta papan nama kardus, Acha berbaris bersama murid baru lainnya. Mereka menunggu rombongan OSIS datang.

"Psst! Hai!" Seorang gadis dengan rambut ikal menyapa Acha. "Kayaknya kita sengaja dijemur begini," sambungnya.

Jujur saja, karena hari pertama, Acha belum mendapatkan satu pun teman. Dia merasa gadis yang menyapanya sekarang bisa menjadi teman dekatnya.

"Iya, lagian ini juga masih hari pertama." Acha menanggapi sapaan gadis ikal itu.

"Tapi tenang aja. MOS zaman sekarang nggak separah dulu," sahut gadis tersebut. "Oh iya, kenalkan nama gue Sitha," sambungnya.

"Gue Natasha. Tapi gue sering dipanggil Acha." Acha tersenyum. Sitha lantas membalas senyumannya dengan senang hati.

Tak lama kemudian, terdengar suara sorakan heboh dari semua orang. Pembicaraan Acha dan Sitha seketika berakhir. Mereka segera melihat ke depan.

Di sana para anggota OSIS berdatangan. Acha langsung terpaku pada salah satu anggota OSIS. Bagaimana tidak? Cowok yang dilihatnya sekarang sangat mirip dengan pacar khayalannya.

Tampan dan berkharisma. Itulah aura yang dipancarkan cowok tersebut. Saking terpesonanya, Acha sampai melihat cowok itu dalam mode slow motion.

"Gila! Kakak yang itu ganteng banget." Ternyata bukan Acha seorang yang terpesona. Sitha dan siswi lain juga banyak yang terpikat akan aura kuat dari kakak OSIS itu.

"Halo semua! Kenalkan gue Citra. Gue ketua OSIS di sini. Sebelumnya gue pengen ucapkan selamat datang di SMA Gisatya!" ujar Citra yang langsung disambut tepuk tangan oleh para murid baru.

Setelah melakukan penyambutan, Citra memperkenalkan anggota OSIS lain. Termasuk cowok yang sudah menarik perhatian banyak orang. Nama cowok itu ternyata adalah Bimo Prayoga.

Semua orang sangat heboh saat Citra memperkenalkan sosok Bimo.

"Saat sudah masuk masa belajar nanti, gue jamin lo semakin jatuh cinta sama Kak Bimo. Karena selain pintar, dia juga anggota klub basket sekolah!" puji Citra. Membuat Bimo langsung merebut mikrofonnya.

"Berhenti nggak?" timpal Bimo.

"Gue bicara fakta kok," balas Citra. Dia sama saja seperti cewek lain. Juga tertarik untuk mendapat perhatian Bimo. Tidak heran Citra memberikan pujian besar-besaran.

Bimo sendiri sampai sekarang diketahui masih jomblo. Statusnya itu semakin membuat banyak cewek saling bersaing untuk bisa menjadi pacar Bimo.

Hari itu MOS berjalan lancar. Meskipun semuanya harus dilakukan selama seharian penuh. Aktifitas terakhir adalah mendapatkan tanda tangan dari semua anggota OSIS.

Kebetulan Acha sudah mendapatkan semua tanda tangan anggota OSIS. Kecuali Bimo. Dia sengaja menyisakan Bimo di bagian terakhir. Mengingat juga sejak tadi murid baru yang ingin meminta tanda tangannya ada banyak sekali.

"Lo sudah dapat semua?" Sitha datang dan langsung memperhatikan list tanda tangan milik Acha. "Loh, tinggal Kak Bimo. Cepetan deh! Kak Bimo katanya mau pergi!" ujarnya sambil menunjuk ke arah Bimo.

Mata Acha terbelalak. Dia melihat Bimo sudah beranjak sembari membawa tas ransel.

Acha berlari secepat mungkin. "Kak Bimo!" pekiknya. Tepat saat Bimo hampir menuju parkiran. Untung saja cowok itu berhenti kala mendengar panggilan Acha.

Tanpa pikir panjang, Acha datangi Bimo. Nafasnya tersengal-sengal. Walaupun begitu, mata Acha tampak berbinar-binar. Sungguh, Acha merasa tidak percaya ada cowok yang sangat mirip dengan pacar khayalannya selama ini.

"Gue nggak mimpi kan?' batin Acha tak percaya. Terus memperhatikan Bimo dengan penuh kekaguman.

"Lo tadi kemana aja emang?" tukas Bimo yang tahu maksud tujuan Acha memanggilnya. Dia mengambil buku list Acha dan langsung tanda tangan di sana.

Acha hanya diam. Membuat Bimo mengerutkan dahi. Cowok itu segera pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi.

"Makasih, Kak..." ungkap Acha terlambat.

Kegiatan MOS telah berakhir. Sekarang Acha dalam perjalanan pulang ke rumah. Dia dijemput oleh ibunya.

"Gimana tadi?" tanya Mira.

"Lancar. Banget malah. Aku juga dapat teman, Mah," jawab Acha. Senyum-senyum sendiri karena kesenangan melihat pacar khayalannya ada di dunia nyata.

"Syukurlah. Kamu capek?"

"Iyalah, Mah. Setelah ini aku mau mandi terus tidur!"

Mira tampak melirik Acha beberapa kali. Dia sebenarnya ingin mengatakan sesuatu.

"Cha, Mamah punya kabar terbaru tentang Rizal." Mira membicarakan lelaki yang sedang menjalin kasih dengannya. Acha sendiri sudah tahu tentang hal tersebut. Cewek itu bahkan tak pernah mempermasalahkannya.

"Kenapa? Om Rizal melamar Mamah?" tebak Acha.

Mata Mira membulat. "Gimana kau tahu?" tanggapnya.

"Bisa ketebak kok. Akhir-akhir ini Mamah juga terlihat kayak anak muda yang kasmaran. Aku aja sampai kalah," komentar Acha.

"Hehe... Begitulah cinta, Cha. Makasih ya sudah ngertiin Mamah. Nanti jam 8 malam kita akan makan malam sama Rizal. Ngomong-ngomong kali ini Rizal akan membawa putranya. Kamu bisa kan gabung?"

"Bisa. Tidur dua jam cukup buat aku. Putranya Om Rizal itu umurnya berapa?"

"Katanya lebih tua darimu. Jadi kalau Mamah nikah sama Rizal, otomatis dia jadi kakakmu."

Acha menganggukkan kepala beberapa kali. Selang sekian menit, dia dan ibunya tiba di rumah. Acha langsung mandi dan istirahat.

Saat waktu menunjukkan jam 07.30 malam, Acha bangun. Dia bersiap-siap untuk makan malam. Acha juga tak lupa membantu ibunya menyiapkan makanan di meja makan.

Rizal dan putranya datang sekitar jam delapan lewat lima menit. Mira yang membukakan pintu, langsung mempersilahkan Rizal dan putranya masuk.

Sementara Acha telah siap menunggu di meja makan. Ketika Rizal dan putranya masuk, dia kaget bukan kepalang.

Senyuman Acha yang tadinya begitu lebar, seketika pudar karena melihat putra Rizal. Ya, dia tidak lain adalah Bimo. Kakak kelas sekaligus cowok yang sangat mirip dengan pacar khayalan Acha.

'Sial! Takdir macam apa ini?' rutuk Acha dalam hati.

Bab 2 - Pernikahan Mamah

...༻〇༺...

Berbeda dengan Acha, Bimo hanya sedikit terkejut. Dia langsung tersenyum saat melihat Acha.

"Halo, Acha... Makin cantik aja kamu," sapa Rizal sambil mendekat ke meja makan. Acha lantas mencium punggung tangannya.

"Oh iya, kenalkan ini anak Om. Namanya Bimo. Dan Bimo, ini Acha. Adik cantik yang sering Papah bicarakan." Rizal memperkenalkan Acha dan Bimo secara bergantian.

"Hai, Cha. Ketemu lagi kita." Bimo mengulurkan tangan ke arah Acha.

"I-iya, Kak." Dengan canggung Acha menyambut tangan Bimo untuk bersalaman.

"Ketemu lagi?" Mira jadi penasaran saat mendengar perkataan Bimo.

"Oh iya, aku lupa kasih tahu. Acha kan melanjutkan sekolah ke SMA Gisatya. Nah... Kebetulan Bimo juga sekolah di sana. Iyakan, Bimo?" ujar Rizal menjelaskan yang langsung di-iyakan oleh sang putra.

"Benarkah? Itu bagus. Apa kalian sudah bertemu, Cha?" Mira lantas bertanya pada Acha.

"Sudah, Mah." Acha menjawab dengan senyuman dan anggukan.

"Bisa kebetulan gitu ya. Ini bagus dong. Itu berarti Bimo bisa jagain Acha pas di sekolah," ucap Mira. "Ayo kita duduk! Malah keterusan ngobrol," sarannya. Dia dan semua orang segera duduk ke kursi masing-masing.

"Atau sebaliknya, Mir. Acha juga bisa jagain Bimo. Dia cukup sering bikin ulah soalnya," ucap Rizal.

"Papah!" Bimo langsung menegur. Rizal dan Mira sontak tergelak.

Sedangkan Acha hanya tersenyum. Dia sejak tadi tak bisa mengalihkan pandangan dari Bimo. Namun Acha menundukkan kepala saat Bimo melihat ke arahnya.

Makan malam berjalan lancar. Rizal dan Mira menjadi orang yang lebih banyak bicara. Karena itu mereka menyarankan Bimo dan Acha menghabiskan waktu ke depan televisi.

"Aku mau bantu Mamah dulu beres-beres," ujar Acha yang terbiasa membantu sang ibu.

"Nggak usah, Cha. Kali ini biarin Rizal yang bantuin Mamah," tolak Mira. "Kamu sama Bimo duluan aja ke ruang tengah," sarannya.

"Udah, Cha. Kita harus peka. Papahku sama Mamahmu sedang pengen berduaan. Ayo kita pergi!" ajak Bimo.

"Bimo! Kamu kenapa ngomong begitu? Tapi itu benar sih," canda Rizal. Dia langsung mendapat pukulan pelan dari Mira. Wajah perempuan itu memerah malu. Keduanya memang seperti pasangan anak muda yang kasmaran.

"Ish! Mamah sama Om Rizal mulai nggak tahu malu deh," komentar Acha. Dia dan Bimo segera beranjak dari meja makan. Keduanya melangkah beriringan. Lalu duduk ke sofa yang ada di depan televisi.

Acha membisu. Dia sesekali mencuri pandang pada Bimo yang terlihat mencari channel di televisi.

'Sumpah! Gue nggak bisa bayangin dia jadi kakak tiri. Gue sama Kak Bimo akan tinggal bareng kan? Otomatis kami akan ketemu setiap hari. Aaarghhh! Ini gila!' Acha greget sendiri. Dia memegangi wajahnya karena merasa malu memikirkan sesuatu yang belum terjadi.

"Gimana sama MOS tadi? Seru nggak menurut lo?" celetuk Bimo. Memulai pembicaraan.

Acha tersentak kaget. Dia bergegas merubah posisi tubuh dalam keadaan normal.

"Seru kok, Kak! Banget malah," sahut Acha.

"Bagus deh. Sekarang masa orientasi memang nggak boleh siksa menyiksa kayak zaman dulu. Karena kami diawasi sama guru juga," jelas Bimo.

Acha menanggapi dengan anggukan sambil melantunkan oh yang panjang.

"Kak Bimo ngambil jurusan apa?" tanya Acha.

"IPA, kalau kau?" tanggap Bimo.

"Sama, Kak." Acha tersenyum lebar. Dia merasa senang Bimo bicara sopan kepadanya. Tidak menggunakan bahasa gaul seperti sebelumnya. Mungkin Bimo melakukan itu setelah mengetahui Acha adalah calon adik tirinya.

Bimo membalas tatapan Acha. Dia berkata, "Kalau begitu, kau harus hati-hati sama Bu Fisyah. Dia guru Fisika yang killer."

"Siap, Kak!" Acha bersemangat sembari mengacungkan jempol.

"Lucunya." Bimo mengusap lembut puncak kepala Acha.

Deg!

Jantung Acha seketika berdebar lebih kencang. Dia semakin terpesona akan sosok Bimo.

Bimo berhenti mengusap puncak kepala Acha ketika acara televisi yang disukainya dimulai. Cowok itu segera fokus untuk menonton.

"Kak! Aku ke toilet dulu," imbuh Acha.

"Iya," sahut Bimo.

Acha lantas beranjak. Setibanya di toilet, dia menyandar ke pintu. Tubuhnya meluncur ke lantai. Dia terduduk di sana.

"Ya ampun! Hati gue meleyot. Kak Bimo benar-benar mirip banget sama Rasya. Nggak hanya dari wajah, tapi sikapnya juga..." gumam Acha. Rasya sendiri adalah nama yang diberikannya pada pacar khayalan.

Acha tak berhenti memegangi dada. "Ah kalau begini kehidupan gue bakalan nggak karuan..." ucapnya lagi.

Puas melampiaskan perasaan bahagianya, Acha kembali ke depan televisi. Duduk ke sebelah Bimo.

Selain makan malam, kala itu Rizal dan Mira juga membahas soal pernikahan mereka. Keduanya juga tak lupa membicarakannya pada Bimo dan Acha.

Bimo setuju-setuju saja dengan rencana ayahnya dan calon ibu tirinya. Kini Rizal dan Mira tinggal menunggu jawaban Acha. Sebab sejak tadi gadis itu hanya terdiam.

Acha tentu sedang berpikir. Mengingat dia baru mengetahui kalau calon kakak tirinya adalah Bimo. Cowok yang sekarang disukai Acha.

"Cha? Kau setuju kan kalau kita semua bersatu jadi keluarga?" tanya Mira. Dia bingung kenapa Acha terkesan ragu. Sebab putrinya tak pernah begitu sebelumnya.

Semua orang sekarang menatap Acha. Termasuk Bimo sendiri. Mereka menunggu jawaban dari cewek itu.

"Iya. Aku setuju." Acha memilih setuju. Dia terpaksa karena tidak mau mengecewakan semua orang. Acha juga sadar diri kalau Bimo tidak menyukainya seperti dirinya menyukai cowok itu.

"Kena kalian. Tegang banget ya." Acha berlagak kalau apa yang dilakukannya tadi adalah candaan.

"Astaga, Cha. Tega ya kamu ngeprank Mamah sama Om Rizal," tukas Mira. Dia dan Rizal terkekeh senang bersama.

Beberapa hari kemudian, pernikahan Mira dan Rizal terjadi. Acara resepsi dilakukan secara sederhana. Hanya dihadiri keluarga dan kerabat dekat.

Teman-teman sekolah Bimo dan Acha juga ada yang datang. Karena itu, semua orang tahu Bimo dan Acha adalah saudara tiri. Tidak ada yang menutupi perihal hubungan tersebut.

Hanya satu hal yang sekarang berusaha ditutupi serapat mungkin. Yaitu perasaan cinta Acha kepada Bimo. Mulai besok, Acha harus menerima kehadiran Bimo yang akan tinggal satu atap dengannya.

Bab 3 - Pindahan

...༻〇༺...

Sebelum menikah, Rizal dan Mira sudah jauh-jauh hari membeli rumah. Mereka berniat akan menempati rumah itu setelah menikah.

Sekarang baik itu Rizal maupun Mira, keduanya sedang sibuk melakukan pindahan. Tentu saja dibantu oleh Acha dan juga Bimo. Mobil mereka baru saja tiba di rumah baru.

"Ini rumahnya, Mah?" tanya Acha. Dia melihat tampilan rumah yang akan ditinggalinya cukup besar. "Gede juga ya," komentarnya.

"Kamu suka kan?" tanya Mira.

"Suka!" Acha tersenyum lebar. Dia dan ibunya keluar dari mobil. Segera bergabung bersama Rizal dan Bimo yang datang menggunakan mobil mereka sendiri.

"Ayo kita lihat ke dalam dulu! Sambil menunggu truknya datang," ajak Rizal. Dia membuka pintu rumah. Masuk lebih dulu ke sana.

Mira mengiringi Rizal. Keduanya sesekali bicara. Mereka juga menyebutkan kamar yang akan di tempati.

"Kalian pilih sendiri kamarnya! Jangan berantem ya!" ujar Mira. Menyuruh Acha dan Bimo memilih kamar.

"Kau bisa pilih duluan."

"Kak Bimo duluan deh."

Bimo dan Acha berucap di waktu bersamaan. Bimo langsung tergelak. Berbeda dengan Acha yang tersenyum malu-malu.

"Mending kita lihat-lihat dulu." Bimo merangkul pundak Acha.

Jantung Acha seketika berdebar-debar. Saat Bimo sangat dekat, dia bisa mencium aroma maskulin dari cowok itu. Sungguh, Acha sangat menyukai segala hal yang ada pada Bimo.

'Kalau di rumah ada Kak Bimo, disuruh tinggal seribu hari pun gue mau,' batin Acha.

"Mulai sekarang, aku nggak pengen lihat kau malu-malu lagi. Kita kan sekarang adik kakak," imbuh Bimo sembari membimbing Acha melangkah menaiki tangga.

"Aku usahakan deh," sahut Acha.

"Masa usaha, harus dong!" balas Bimo.

"Aku soalnya bukan tipe orang yang bisa langsung akrab, Kak. Harus adaptasi dan terbiasa."

"Kalau begitu, aku akan bikin kau terbiasa." Bimo mengusap puncak kepala Acha sambil tersenyum simpul. Membuat Acha kian terpana pada cowok itu.

Bimo melepas rangkulannya saat melihat sebuah kamar. Dia mendatangi kamar tersebut lebih dulu.

"Kayaknya kamar ini cocok untukmu," ucap Bimo.

"Kenapa bisa begitu?" tanya Acha.

"Lihat cat di dalam kamar." Bimo menyuruh Acha melihat ke dalam kamar. Benar saja, kamar itu memiliki cat warna pastel. Seperti warna sebuah es krim.

"Kak Bimo benar. Kalau begitu aku akan pilih kamar ini." Acha langsung memutuskan begitu saja.

"Yakin? Nggak mau lihat kamar lainnya dulu?" tanggap Bimo.

"Enggak deh. Lagian kamar ini posisinya dekat sama tangga. Mirip kamar di rumahku dulu."

"Oke." Bimo beranjak. Dia berjalan melihat kamar sebelah. Bimo meletakkan tas ranselnya di sana. Sepertinya dia akan memilih kamar itu.

Ketika Bimo beranjak, Acha langsung mengintip dari balik pintu. Ia mengamati Bimo. Acha hanya ingin melihat kamar yang dipilih cowok tersebut.

"Kamarnya ada di sebelah gue..." gumam Acha seraya menyandarkan dirinya ke depan pintu.

"Achaaaa! Bimoo! Cepat kemari! Truknya sudah datang!" Mira memekik dari lantai bawah.

Acha tersentak kaget mendengar panggilan sang ibu. Dia reflek memegangi dada. Lalu menghembuskan nafas dari mulut. Acha merasa harus lebih berhati-hati dalam menunjukkan kekagumannya terhadap Bimo.

"Ayo, Cha! Kita ke bawah!" Bimo keluar dari kamar.

Acha mengangguk. Dia segera berderap dari belakang Bimo. Mereka saling membantu untuk mengangkut barang. Terutama barang pribadi mereka masing-masing.

Acha, Bimo, Mira, dan Rizal saling berbagi tugas. Bimo dan Rizal bertugas mengangkut barang dari truk ke rumah. Sementara Acha dan Mira, merapikan atau menata barang yang diangkut oleh Bimo dan Rizal.

Bimo dan Rizal memilih mengangkat barang-barang yang berat lebih dulu. Keduanya sekarang baru saja selesai mengangkut semua barang berat. Hanya tersisa barang berukuran sedang dan kecil yang tersisa.

"Papah istirahat aja. Biar aku yang selesaikan semuanya. Nanti encok lagi pinggangnya," saran Bimo.

"Ini udah encok," sahut Rizal sambil memegangi pinggang. Dia perlahan duduk ke teras. "Ya sudah. Kau lanjutkan dulu. Nanti kalau tenagaku sudah terkumpul, kubantu lagi," sambungnya.

"Oke, Pah." Bimo beranjak menuju truk. Namun harus terhenti saat Rizal kembali bersuara.

"Ini bukan berarti aku melupakan kesalahanmu. Kau juga berhutang penjelasan padaku. Kau ingat kan?" tukas Rizal.

"Pah, sudah kubilang aku memakai uang itu untuk memperbaiki motorku," tanggap Bimo.

"Benarkah? Memperbaiki motor sampai hampir lima puluh juta? Kau apakan motor itu? Bukankah itu sama saja membeli motor yang baru?"

"Sudah, Pah. Aku nggak mau berdebat sekarang!" Bimo segera berjalan menjauh dari sang ayah. Dia memang akhir-akhir ini sering menghabiskan uang. Tidak heran Rizal marah dan curiga. Takut Bimo melakukan hal-hal yang buruk.

Rizal mendengus kasar. Tiba-tiba sebuah tangan menyodorkan sebotol cola untuknya. Dia tidak lain adalah Mira.

"Sudahlah. Percaya saja sama Bimo. Kalau kau terus menekannya seperti itu, maka hubungan kalian akan memburuk," ujar Mira. Sebagai istri Rizal, dia tentu tahu masalah yang dialami sang suami baru dengan Bimo. Mengingat mereka juga sering menceritakan masalah masing-masing pada satu sama lain.

"Mau bagaimana lagi? Ini sudah sekian kalinya dia menghabiskan banyak uang! Kau tahu aku tidak sekaya itu! Aku juga tidak akan bisa membeli rumah ini kalau bukan karena kau yang membayar lebih," ungkap Rizal.

"Tenanglah... Kita hadapi semuanya bersama mulai sekarang. Sebagai ibunya Bimo, aku akan mencoba dekat dengannya dan mencari tahu kenapa dia menghabiskan uang-uang itu," tutur Mira sembari mengusap pundak suaminya.

"Terima kasih... Mungkin saja dia bersedia mengatakannya padamu," tanggap Rizal. Setelah minum dan beristirahat cukup, dia kembali bergerak untuk mengangkut barang.

Pengangkutan barang dilakukan lebih dari satu jam. Kini semua barang sudah diangkut ke dalam rumah.

Mira sibuk membenahi kamar mereka. Sementara Rizal tampak duduk di tepi ranjang sambil meminum minuman dingin. Lelaki itu kelelahan.

Acha sendiri baru selesai membenahi kamarnya. Dia turun ke bawah dan melihat apa yang dilakukan sang ibu dan Rizal.

"Kak Bimo sekarang pasti kelelahan juga." Acha yang melihat Rizal, segera mengambil sebotol minuman segar. Dia berniat memberikan itu pada Bimo.

"Kak Bimo dimana ya?" Acha memeriksa berbagai sudut rumah. Sampai dia memeriksa kolam renang. Acha bisa melihat kolam dari dalam rumah. Sebab dinding yang menghelat berupa kaca.

Acha mematung di tempat. Terpaku melihat ke arah Bimo. Bagaimana tidak? Cowok itu melepas kaos baju atasannya. Hingga bentuk badan Bimo yang cukup atletis terlihat. Sebagai cowok, dia juga memiliki kulit putih bersih.

Acha menggelengkan kepala sambil memejamkan mata. Dia berusaha menyadarkan diri. Karena lagi-lagi dirinya melihat Bimo bergerak dalam mode slow motion.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!