Di sebuah desa terpencil bernama Aboga, di selenggarakan sebuah sayembara tepat di tengah desa. Barang siapa yang bisa mengalahkan seorang pria dengan tubuh sangat besar bernama Pragos dia akan mendapatkan sekantung koin emas.Tapi sebelum melawan si pria dengan tubuh besar itu para peserta harus membayar tiga koin emas kepada panitia.
Karena tergiur dengan hadiah yang di berikan, beberapa orang di sana sudah mencoba sayembara ini tetapi tidak ada yang berhasil mengalahkan Pragos. Tiba - tiba seorang pria dari kerumunan langsung maju ke depan. Bersamaan dengan itu, sorak sorai dari warga yang ada di sana semakin membuat meriah sayembara yang di laksanakan. Peraturan dari sayembara ini adalah peserta harus mengalahkan Pragos dengan cara apapun. Peserta juga bisa menggunakan senjata apapun semau mereka, jika peserta menyerah atau mengaku kalah maka peserta dianggap gagal. Jika peserta terluka atau bahkan kehilangan nyawa itu bukanlah tanggung jawab dari panitia.
Dengan memegang sebuah gada Pragos tertawa menatap orang yang ada di hadapannya. Peserta itu tidak terpengaruh dengan apa yang di lakukan oleh si Pragos, ia tetap fokus dengan pedang di tangan kanannya. Saat persiapan selesai, seorang panitia dengan kumis panjang, membunyikan lonceng tanda dimulainya sayembara.
"Apakah kamu yakin bisa melawanku." Ucap Pragos dengan nada rendah.
"Perkenalkan namaku adalah Kairo, orang pertama yang akan mengalahkan mu." Jawab si pria bersamaan dengan mengayunkan pedang di tangannya.
"HUhuhuhahahaha lucu sekali."
Suara senjata keduanya yang saling bertabrakan membuat suasana semakin meriah. Teriakan para warga semakin menjadi jadi saat Kairo berhasil mendaratkan sabetan pedang di tangan si Pragos. Tapi sabetan pedang itu tidak berpengaruh apapun kepada Pragos selain memberikan goresan kecil di tangannya.
Dengan gada besarnya Pragos berhasil membalas Kairo dengan sebuah hantaman ke tangan kanan Kairo. Hantaman gada itu membuat pedang yang ada di tangan Kairo terjatuh. Sorakan para warga kembali terdengar sangat keras.
"Habisi, habisi, habisi, habisi, habisi." sorak para warga yang melihat sayembara itu.
"Ambilah pedang mu, aku tidak akan menyerang seorang dengan senjata." ucap Pragos dengan nada mengejek.
Kairo dengan cepat mengambil pedangnya yang tergeletak di tanah. Terlihat ekspresi kemarahan terpasang di wajah Kairo. Melihat itu Pragos kembali mengejeknya dengan berkata.
"Sebaiknya kamu pulang dan tidur, atau aku yang akan membuatmu tidur untuk selama - lamanya. "
"Hiaaaaaaa." teriak Kairo.
Dengan pedang di tangannya Kairo melancarkan serangan dengan membabi buta. Tapi dengan mudah Pragos bisa menangkis semua serangan yang Kairo lancarkan. Hingga akhirnya sebuah hantaman gada yang Pragos layangkan mengenai Kairo tepat di kepala.
Serangan telak itu membuat kepala Kairo berdarah dan membuatnya tidak sadarkan diri terkapar di tanah. Dengan ini panitia mengumumkan bahwa Pragos lah pemenangnya. Seketika para warga yang ada di sana meneriaki nama Pragos berulang kali.
"Pragos, Pragos, Pragos, Pragos, Pragos.... "
"Apakah ada lagi, yang ingin menantang Pragos? " ucap si panitia kepada semua orang yang ada di sana.
Tiba - tiba dari kerumunan, seorang pria bernama Hesa mengangkat tangannya. Dengan nada lantang ia berkata.
"Aku, ingin menantangnya."
"Silahkan maju ke depan."
Membawa sebuah pedang kayu di tangan kanannya Hesa maju ke depan dan berkata:
"Aku hanya punya dua koin emas, apakah tidak apa apa? "
"Tentu saja tidak bisa, peraturannya adalah kamu harus memberikan tiga koin emas." jawab si panitia.
"Adakah dari kalian yang ingin memberikanku satu koin emas, aku akan memberikan satu pertiga hadiahku untuk kalian."
Para warga yang ada di sana tentu saja tidak ingin membuang satu koin emas mereka untuk seorang pria yang membawa pedang kayu untuk bertarung. Apalagi setelah mereka semua melihat Pragos dengan mudah menghabisi Kairo yang membawa sebuah pedang asli. Tentu saja para berpikir bahwa Hesa yang membawa sebuah pedang kayu akan dengan mudah dikalahkan oleh Pragos.
"Tidak ada yang ingin memberikanmu satu koin emas, jadi bagaimana?" tanya si panitia.
"Aku akan memberikanmu satu koin emas." seru seorang pria tua dari kerumunan.
Pria tua itu maju ke depan dan memberikan koin emas nya. Tentu saja semua yang ada di sana berpikir bahwa si pria tua hanya menyia - nyiakan koin emasnya itu. Dan akhirnya pertandingan antara Hesa dan Pragos pun di mulai.
"Huhuhuhahaha apa yang kamu bawa itu adalah sebuah pedang kayu. Apakah kamu tidak melihat seorang yang membawa pedang tadi aku habisi dengan mudah." ucap Pragos dengan maksud memprovokasi seperti biasanya.
" Maaf tapi aku tidak bermaksud meremehkanmu, pedang ku sedang di perbaiki. Jadi aku hanya bisa menggunakan pedang kayu ini untuk melawan mu. Tapi tenang saja aku akan mengalahkan mu dengan mudah." Jawab Hesa.
" Kuranga ajaaarrr."
Pragos berteriak sembari melayangkan serangan gadanya. Untung saja Hesa bisa bisa menghindari itu dengan menunduk. Dan saat itu juga Hesa memanfaatkan situasi dengan menyerang tulang kering kaki kiri Pragos menggunakan pedang kayunya. Seketika pedang kayu Hesa patah, sesaat setelah mengenai Pragos.
Serangan itu membuat Pragos terbaring di tanah dan kesakitan. Karena tubuhnya yang sangat besar Pragos kesulitan untuk berdiri, apalagi sekarang tulang keringnya sepertinya retak. Dan dengan terpaksa panitia menyatakan bahwa Hesa adalah pemenangnya.
Para warga yang melihat itu sempat tidak percaya apa yang mereka lihat. Tapi mereka tiba tiba bersorak sesaat setelah panitia mengumumkan bahwa Hesa adalah pemenangnya. Melihat Hesa membawa sekantung emas dan memberikan satu pertiga bagian kepada si pria tua yang memberinya satu koin emas, para warga berpikir bawah mereka sudah menyia - nyiakan kesempatan emas.
Si panitia kembali menghampiri Bisa dan berkata:
"Hei, kamu sangat berbakat apakah kamu mau ikut dengan ku."
"Aku tidak tertarik dengan itu, aku hanya ingin koin emas ini untuk membayar biaya perbaikan pedang ku_"
"Dan aku sedikit tersinggung dengan perkataan mu yang mengatakan bahwa aku berbakat. Aku hampir mati beberapa kali untuk sampai di titik ini, jika kamu mengatakan bahwa aku berbakat itu terdengar seperti aku tidak berbuat apa apa dan semuanya terjadi begitu saja." lanjut Hesa bersamaan dengan ia pergi meninggalkan tempat itu.
Kerajaan Enjuba adalah Kerajaan yang sangat makmur, dipimpin oleh seorang raja yang sangat bijak sana bernama Eduward. Suatu ketika sang raja bersama istrinya yang bernama Ammaya dan anak laki laki mereka bernama Hesa pergi berkunjung ke Kerajaan tetangga Kertasena. Maksud dari kunjungan itu adalah membahas tentang kerjasama perdagangan antar kedua negara.
Pertemuan berjalan lancar tanpa kendala sedikitpun. Dan setelah menginap dua hari dua malam, keluarga kerajaan Enjuba memutuskan untuk pulang ke negara mereka. Rombongan kerajaan Enjuba memilih jalur air dengan menggunakan kapal dari pada harus memutari danau yang menjadi pemisah antara kerajaan Enjuba dan kerajaan Kertasena.
Awalnya mereka sudah diperingatkan untuk tidak menggunakan jalur air karena belakangan telah terjadi banyak perampokan. Tapi karena percaya diri dengan pasukannya raja Eduward tetap memilih jalur air untuk dilewati. Kerajaan Kertasena mengutus beberapa pasukan untuk mengawal keluarga Kerajaan Enjuba.
Tiga kapal berlayar pada hari itu, satu kapal kerajaan Enjuba dan dua kapal pengawal kerajaan Kertasena. Beberapa saat berlalu dan sekarang mereka berada di tengah danau. Di atas kapal kerajaan Enjuba Raja Eduward sedang berjalan bersama putra kecilnya.
"Sekarang berapa umurmu Hesa?" ucap Raja Eduward kepada putranya.
"Umurku sekarang tujuh tahun ayah, apakah ayah lupa dengan umurku." Jawab Hesa kecil dengan wajah cemberut.
"Jangan cemberut seperti itu, ayah hanya sedikit lupa karena terlalu banyak pekerjaan akhir - akhir ini."
"Aku tidak ingin menjadi raja, sepertinya menjadi seorang raja sangat membosankan." ucap Hesa dengan polosnya.
Raja Eduward mencolek hidung putranya itu dan kemudian mengangkat putranya itu dengan kedua tangannya tinggi tinggi. Wajah Hesa yang awalnya cemberut seketika menjadi senang setelah ia di angkat oleh ayahnya. Bersamaan dengan itu, angin yang berhembus membuat rambut Hesa berantakan.
"Kamu tidak boleh mengatakan seperti itu, kelak kamulah yang akan menjadi raja dan memimpin kerajaaan Enjuba. Hesa kamu harus menjadi raja yang lebih hebat dari pada ayah. Apakah kamu mengerti Hesa." ucap Raja Eduward bersamaan dengan menggelitiki putranya.
"hehe Iya ayah hehe aku mengerti." Jawab Hesa sembari menahan geli.
"Ayah di sana ada kapal." Ucap Hesa menunjuk ke depan sesaat setelah ia diturunkan oleh Raja Eduward.
Seketika Raja Eduard menoleh ke arah yang Hesa tunjuk dan ternyata benar ia melihat beberapa kapal kecil menuju ke arahnya. Mungkin saja itu adalah kapal milik para perampok yang dibicarakan di kerajaan Kertasena tadi. Dengan santai Raja Eduward meminta Hesa untuk masuk ke dalam kapal tanpa membuatnya panik sedikit pun.
"Hesa sepertinya angin mulai bertiup kencang, kamu masuk ke kapal dan temui ibumu ya, ayah masih ada urusan disini."
"Iya baiklah Ayah."
Setelah memastikan bahwa Hesa sudah masuk ke kapal, Eduward memanggil Leonardo orang kepercayaannya. Selain Leonardo Raja Eduward juga memanggil beberapa orang dari dua kapal sebelah untuk menghadap kepadanya. Dengan penuh wibawa ia mengatakan kepada semua yang ada di sana untuk bersiap dengan kapal yang menghadang jalan mereka.
Tidak lama setelah itu suara meriam terdengar dari arah kapal yang menghadang rombongan kerajaan Enjuba. Itu adalah suara meriam kosong yang ditembakkan sebagai tanda peringatan untuk tidak melawan. Raja Eduward kemudian memerintahkan bawahan nya untuk membalas tembakan meriam kosong itu sebagai tanda bahwa mereka tidak melawan dan ingin menyelesaikannya dengan damai.
Sementara itu di dalam kapal, Hesa sedang ketakutan dan memeluk ibunya dengan sangat erat setelah ia mendengar suara dentuman meriam. Ratu Ammaya berusaha menenangkan Hesa dengan terus mengusap rambutnya dan berkata bahwa semuanya baik - baik baik saja.
"Ibu apa yang sedang ayah lakukan di luar sana, suaranya sangat menakutkan." ucap Hesa dengan polosnya.
"Tenang saja, itu hanya suara sebuah meriam untuk menyambut kedatangan kita ke kerajaan." jawab Ratu berusaha meyakinkan Hesa bahwa semuanya baik - baik saja.
"Benarkah, kalau begitu apakah aku boleh keluar bertemu ayah."
"Tentu saja, nanti saat kita sudah sampai kamu bisa keluar bertemu ayah, saat ini kamu disini menemani ibu ya."
"Baiklah ibu."
Tiba - tiba saja kapal terguncang dengan sangat kuat. Hesa yang melihat ibunya sedang lengah memanfaatkan kesempatan itu untuk keluar dari ruangan. Dengan sangat panik Ratu Ammaya memanggil dan mengejar Hesa sesaat setelah ia melihat bahwa anaknya keluar dari ruangan.
" Hesa berhenti."
Hesa kecil yang sangat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi di luar kapal terus berlari tanpa menghiraukan teriakan ibunya. Hingga akhirnya ia sampai di pintu geladak kapal. Ratu Ammaya memperingatkan Hesa untuk tidak membuka pintu tapi Hesa yang penasaran tetap membukanya.
Saat Hesa membuka pintu, betapa terkejutnya dia setelah percikan darah mengenai wajahnya. Bersamaan dengan itu ia melihat dengan mata kepalanya sendiri ayahnya Raja Edward ditusuk oleh paman nya sendiri (adik Raja Eduard) Richard. Ratu anya yang melihat hal itu langsung berlari ke arah suaminya sembari berteriak.
"Richard apa yang sudah kamu lakukan."
Tapi saat Ratu Amaya berlari ke arah suaminya. Dengan pedang sama yang digunakan untuk menusuk Raja Eduward, Richard menghunus kan pedangnya ke arah dada Ratu Ammaya dan membunuhnya saat itu juga. Dengan menarik pedangnya Richard berkata.
"Aku tidak suka dengan orang yang berteriak kepadaku."
Sementara itu Hesa yang melihat kedua orang tuanya mati di depan matanya sendiri hanya bisa terdiam dan kemudian menangis. Ia bingung dengan apa yang sedang terjadi, semua orang terbarunya satu sama lain dan kedua orang tuanya di tusuk oleh paman nya sendiri. Tapi melihat Hesa yang sedang menangis Richard menghampiri Hesa dan meledek nya.
"Hiaaaa heaaaaa huaaaaa." Richard menirukan Hesa yang sedang menangis dengan maksud meledek nya.
Dengan kedua tangannya, Richard mengangkat Hesa seperti apa yang dilakukan oleh Raja Eduward. Hesa tidak bisa berbuat apa apa dan hanya bisa terus menangis saat Richard mengangkatnya. Sembari berjalan Richard berkata:
"Pangeran Mahesa, putra mahkota kerajaan Enjuba. Lihatlah kedua orang tuamu yang menyedihkan itu, lihatlah siap yang sudah membuat mereka seperti itu. Tentu saja itu adalah aku dan sebentar lagi kamu juga akan bernasib sama hahahaha."
"Huaaaa, hueaaaa, heahhhh." Hesa hanya terus menangis tanpa menjawab apa yang Richard katakan.
Hesa yang terus saja menangis membuat Richard semakin marah. Dengan sangat sengaja Richard melempar Hesa ke danau dan berkata:
"Maaf tanganku terpeleset. "
Hesa jatuh ke dalam danau dan tenggelam karena ia tidak bisa berenang. Ia berusaha menggerakkan semua tubuhnya tapi itu semua dia sia. Hesa terus menggerakkan tubuhnya hingga akhirnya ia kehilangan tenaga dan tenggelam.
"Hahahaha sekarang akulah Raja dari Kerajaan Enjuba. Panggil aku Raja Richard. "
Di sebuah danau yang berada di perbatasan antara kerajaan Enjuba dan kerajaan Kertasena. Sebuah kapal yang dinaiki oleh para bandit sedang berlayar mencari mangsa. Tiba - tiba salah satu bandit yang ada di sana berlari dan berteriak sembari membawa sebuah teropong di tangan kanannya.
"Boss, Boss, Boss, lihatlah di sana kapal kerajaan Enjuba." Ucap bandit itu dengan nafas terengah - engah.
"Bukankah sudah aku katakan Eddy bahwa kita tidak akan menyerang mereka, jika kita menyerang mereka kita yang akan tertangkap." Jawab Roby ketua dari para perompak.
"Lihatlah dengan ini bos, kapal itu sedang di serang." udah Eddy dengan memberikan teropong di tangan kanannya.
Menggunakan teropong itu, Roby melihat ke arah kapal keluarga kerajaan Enjuba dengan teropong itu. Seakan tidak percaya Roby kaget dengan apa yang ia lihat. Dari teropong itu ia melihat tiga kapal dari kerajaan Enjuba sedang di serang oleh lima kapal lainnya.
Setelah cukup lama melihat dengan teropong nya, Roby mulai bergerak. Ia memerintahkan semua bawahannya untuk bersiap. Dengan wibawa seorang pemimpin ia memberikan perintah.
"Arahkan kapal ke arah timur laut, sepertinya kita akan berpesta malam ini."
"Siap Bos!!! " Jawab bawahan Roby serentak.
Dengan cepat semua yang ada di kapal bahu membahu bekerja sama untuk mengarahkan kapal ke arah yang Roby perintahkan. Dengan layar yang terbentang kapal yang Roby naiki meluncur ke arah kapal keluarga kerajaan Enjuba.
Seperti yang sudah Roby prediksi, saat mereka sampai semua pertarungan itu sudah selesai. Dan Roby semakin dibuat kaget karena kapal keluarga kerajaan Enjuba mengalami kekalahan dan tenggelam. Kerajaan Enjuba akan benar - benar kacau.
Sebenarnya Roby penasaran dengan kelompok yang menyerang kapal keluarga kerajaan Enjuba. Tapi ia berpikir bahwa itu bukanlah urusan nya kerena ia hanyalah seorang perompak kapal. Dengan wibawa seorang ketua, Roby kembali memerintahkan bawahannya.
"Semuanya, ambil semua barang berharga yang tersisa dan bawa ke kapal. "
"Siap Bos!!! " Jawab para bawahan Roby.
Mematuhi ketua mereka, para bawahan Roby mulai menjarah barang barang yang tersisa dari kapal yang hancur. Mereka sempat kaget dengan mayat mayat yang mengambang, tapi mereka menghiraukan semua itu karena barang barang berharga yang mereka temukan.
Dari atas kapal Roby kembali memikirkan siapa yang sebenarnya melakukan ini semua. Ia berpikir mungkinkah ada campur tangan dari kerajaan lain, karena tidak mungkin ada kelompok perampok besar selain dirinya di area kerajaan ini. Saat sedang memikirkan itu Roby dibuat kaget kembali oleh bawahannya.
"Bos, bos lihatlah apa yang kami temukan." ucap salah satu bawahan Roby.
Roby sangat kaget dengan apa yang anak buahnya bawa ke atas kapal. Mereka membawa seorang anak laki laki yang pingsan. Dengan ekspresi panik Roby berkata berkata:
"Cepat panggil Vella kesini."
Seorang perompak perempuan bernama Vella datang dan memeriksa anak itu. Vella mulai menekan dada anak itu beberapa kali dengan kedua tangannya. Dan tiba tiba air keluar dari mulut anak itu dan membuatnya terbangun.
Roby menghampiri anak itu yang terlihat sangat kebingungan. Dengan nada lembut ia berkata:
"Hey nak, siapa namamu? "
"Namaku Hesa."
"Apakah kamu tahu dengan apa yang sudah terjadi."
" Paman Richard, Paman Richard menusuk ayah dan ibu." Ucap Hesa sesaat sebelum ia menangis karena teringat dengan ayah dan ibunya yang sudah meninggal.
"Richard?, Ayah?, Ibu?, Hesa?. Hah jangan - jangan kamu adalah anak dari Raja Eduward, pura mahkota kerajaan Enjuba Pangeran Mahesa." Ucap Roby mengagetkan semua yang ada di sana.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!