Bendera putih dan bendera lambang kebesaran Xiao Wangfu terpajang di seluruh penjuru Kekaisaran Timur. Kematian sang legenda dan pilar Kekaisaran, Xiao Wangye, Xiao Muqing, telah tersebar sangat luas. Xiao Muqing menyusul istrinya, Xiao Wangfei, Huang Mingxiang yang telah meninggal satu tahun lalu.
Generasi-generasi senior Kekaisaran sebelumnya satu persatu pergi, memberikan kesempatan dan ruang agar generasi muda berikutnya dapat melanjutkan kemakmuran Kekaisaran mereka.
Xiao Mingyui, wanita itu duduk dengan tatapan hampa dan dingin sambil membakar kertas dupa di hadapan makam besar ayahnya. Anak kecil yang dulunya sangat dimanja kini benar-benar kehilangan dua pelindungnya. Kematian ibunya, Huang Mingxiang satu tahun lalu masih meninggalkan bekas menyakitkan, namun tahun ini ayahnya pun menyusul.
Xiao Mingyui tidak memiliki saudara kandung lagi selain adiknya, Xiao Xiangqing. Adiknya akan meneruskan gelar 'Xiao Wangye' milik mendiang ayahnya setelah acara berkabung selesai nanti, namun jalannya tidak semulus apa yang dipikirkan.
Pasukan besar milik ayahnya kemungkinan akan menjadi bahan perdebatan besar di Istana seperti belasan tahun silam, posisi Xiao Wangfu kembali memanas. Sebagai putri tertua Xiao Wangfu, Xiao Mingyui tidak mungkin membiarkan ratusan ribu pasukan itu jatuh ke tangan orang yang salah dan lepas dari Xiao Wangfu. Dia harus memikirkan cara agar Xiao Xiangqing dapat dengan mudah mempertahankan pasukan Xiao Wangfu.
Kini di pemakaman itu hanya tersisa dirinya sendiri, Xiao Xiangqing sudah pulang lebih dulu karena harus melakukan rapat dengan para kolega bangsawan terdekat.
"Putri Mingyui? Tidak sangka anda masih berada di tempat pemakaman sendiri." Suara berat yang terdengar sangat menggoda namun mengerikan terdengar.
Xiao Mingyui menoleh dengan tenang, matanya yang teduh namun tajam benar-benar menarik perhatian. Wanita berumur delapan belas tahun itu kemudian tersenyum tipis setelah melihat sosok yang menyebutnya tadi. Xiao Mingyui dengan tenang berdiri, lalu membungkuk. "Mingyui memberi salam kepada Putra Mahkota."
Xiao Jiwang, Putra Mahkota Kekaisaran Timur, anak dari Kaisar Xiao Jihuang dan Wu Guifei. Walaupun anaknya mendapatkan gelar 'Putra Mahkota', namun Wu Guifei tidak memiliki gelar 'Huanghou'. Menurut rumor yang beredar, salah satu alasannya adalah janji sang Kaisar kepada Huanghou sebelumnya yang diceritakan dieksekusi mati.
Putra Mahkota Xiao Jiwang memiliki julukan kasar sebagai 'Serigala gila Kekaisaran'. Pria itu bengis dan suka semena-mena. Dia tidak peduli pada rakyat miskin atau kaya, jika dia ingin sebuah gunung dihancurkan, maka gunung itu harus hancur. Bahkan Wu Guifei yang menjadi ibunya pun kesulitan mengendalikan sifat liar anaknya sendiri.
"Tidak perlu terlalu formal, saya kemari sebagai cucuk keponakan mendiang Xiao Wangye, bukan Putra Mahkota." Xiao Jiwang berkata sambil tersenyum, walaupun kalimatnya terdengar sangat ramah dan hangat, namun senyum pria itu terlihat seperti rubah.
"Mingyui sangat senang karena yang mulia menyempatkan diri di pemakaman ayah saya di tengah-tengah kesibukan padat anda. Maafkan Mingyui karena tidak--" Saat Xiao Mingyui sedang bicara, tiba-tiba Xiao Jiwang berjalan melewatinya dan berlutut menghadap pemakaman Xiao Muqing.
Xiao Mingyui sedikit terkejut, karena tidak biasanya Xiao Jiwang terlihat sangat patuh seperti ini. Dia bahkan berlutut di makam besar ayahnya. Hubungan Xiao Mingyui dan Xiao Jiwang adalah senior dan junior Kekaisaran. Walaupun Xiao Mingyui lebih tua dua tahun dibanding Xiao Jiwang, namun dengan jarak sedekat itu posisi mereka sebagai senior dan junior Kekaisaran sangat jelas. Karena mendiang ayahnya adalah paman dari Kaisar Xiao Jihuang, maka Xiao Mingyui dapat dikatakan sebagai sepupu Kaisar sekaligus bibi Putra Mahkota saat ini.
"Bukankah sudah aku katakan agar tidak terlalu formal?" ucap Xiao Jiwang setelah selesai berlutut dan membakar tiga kertas dupa. Pria itu kembali berdiri dan menatap lekat wajah polos tanpa riasan milik Xiao Mingyui.
Xiao Mingyui memaksakan senyum tipis. "Bagaimana mungkin saya boleh bersikap santai di hadapan penerus takhta?"
Xiao Jiwang tersenyum dingin. "Putri Xiao Mingyui benar-benar sangat patuh dengan aturan. Sikap anda sangat mirip dengan kakek paman Kekaisaran, hal ini membuat saya menjadi sangat penasaran ...."
"Penasaran? Tentang apa?" tanya Xiao Mingyui, dia tidak takut untuk berterus terang kepada Xiao Jiwang.
Xiao Jiwang tersenyum lebih dalam, senyumannya semakin terlihat licik. "Anda tentu tahu badai besar apa yang menunggu Xiao Wangfu di depan sana, bukan? Ratusan ribu pasukan mendiang Xiao Wangye, itu bukan sesuatu yang biasa. Sebagai Putri tertua Xiao Wangfu yang memiliki hak khusus dari Kaisar untuk ikut campur dalam urusan pemerintahan, anda tentu tidak akan berdiam diri."
Benar. Dia memiliki hak khusus dari Kaisar untuk bergabung dalam urusan pemerintahan Kekaisaran, namun hak-nya yang satu ini tidak sering dia gunakan. Hal ini dia jaga agar tidak membahayakan keluarga dan dirinya sendiri. Yang dia pelajari dari lingkungan sekitar, semakin tinggi dan bercahaya, maka akan semakin berbahaya. Oleh karena itu, Xiao Mingyui hanya menggunakan hak-nya ini di keadaan genting tertentu. Dia hanya akan bercahaya dan tinggi di beberapa keadaan dan itu hanya untuk Xiao Wangfu.
Xiao Mingyui tidak terkejut sama sekali saat Xiao Jiwang tiba-tiba mengungkit topik ini. Sejak dulu, Putra Mahkota memang tidak pernah mencari keributan secara serius dengan Xiao Wangfu, namun setiap ada masalah yang menimpa Xiao Wangfu, Putra Mahkota selalu menambahkan sedikit 'garam' untuk membuat keadaan menjadi mendidih. Hal inilah yang membuat Putra Mahkota memiliki perselisihan dingin dengan Xiao Xiangqing.
"Sepertinya yang mulia sangat memperhatikan kondisi Wangfu kami, ya?" tanya Xiao Mingyui, bibirnya menunjukkan senyum yang serupa dengan Xiao Jiwang. Senyum rubah.
Raut wajah Xiao Jiwang berubah, dia jarang bertemu dan menjalin interaksi dengan Xiao Mingyui. Dia hanya mendengar segelintir cerita tentang wanita di hadapannya ini, bahwa Xiao Mingyui adalah wanita yang bijaksana blablabla. Tetapi, dia tidak menyangka bahwa wanita itu terlihat sangat tajam dan kini pun berani menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan.
Xiao Jiwang terkekeh pelan, lalu menjawab,"Tentu saja, kita adalah kerabat. Terlebih Xiao Wangfu sebelumnya adalah pilar kuat Kekaisaran."
Xiao Mingyui mengerutkan keningnya sekilas saat mendengar kata 'sebelumnya'. Kalimat Xiao Jiwang terdengar sedang mengejeknya, namun Xiao Mingyui memiliki kontrol diri yang baik. Dia tidak terpancing dengan cetusan Xiao Jiwang.
"Tentu saja, kita adalah kerabat. Sejak dulu Xiao Wangfu selalu melindungi serta berperang dan memasang nyawa mereka sendiri sebagai perisai Kekaisaran. Lalu Kaisar dan bangsawan lain berada di dalam dan mengatur kehidupan Kekaisaran. Anda tentu mengerti hubungan erat ini, bukan? Saya pernah mengunjungi salah satu perbatasan yang pernah menjadi lokasi peperangan terakhir empat tahun belakangan ini, satu hari berada di sana sudah berhasil membuat saya lupa seperti apa rasa daging tumis mentega dan makanan lezat lainnya." Xiao Mingyui menekan kata 'memasang nyawa' dan penggalan kalimat para bangsawan lain yang hidup di dalam Kekaisaran.
Walaupun kalimat itu terdengar baik-baik saja dan terdengar tidak ada sindiran apa pun, namun sebenarnya kalimat itu penuh dengan provokasi emosi yang besar. Kalimat itu diam-diam mengatakan bahwa Xiao Wangfu memiliki pengorbanan besar sampai bertumpah darah, sedangkan keluarga Kekaisaran dan bangsawan lain menghabiskan waktu mereka dengan nyaman di dalam Kekaisaran yang aman. Mereka tertawa riang dan menuntut kemenangan, sementara pasukan Xiao Wangfu kedinginan dan bersimbah darah mengusahakan kemenangan. Tindakan itu benar-benar tidak tahu malu.
Xiao Jiwang menyeringai tipis, dia sekali lagi terkejut kecil karena Xiao Mingyui sangat berani. Walaupun Xiao Mingyui adalah bibi Kekaisarannya, namun dia adalah Putra Mahkota. Bahkan sekelas Adipati seperti Xiao Muqing, harus memperlakukannya dengan hati-hati. Walaupun semasa hidup Xiao Muqing juga gemar seenaknya, namun setidaknya Adipati lain tidak berani semena-mena padanya. Terlebih lagi dia memiliki rumor ganas yang mengerikan, bagaimana mungkin seorang wanita dengan kondisi latar belakang yang saat ini sedang tidak baik-baik saja tidak gentar berhadapan dengannya?
Xiao Jiwang maju beberapa langkah untuk mendekatkan jarak mereka, membuat Xiao Mingyui reflek mundur sambil mengerutkan keningnya tidak mengerti.
Xiao Jiwang mencondongkan tubuhnya ke arah Xiao Mingyui, membuat Xiao Mingyui memundurkan kepalanya karena jarak wajah mereka yang semakin dekat.
"Anda memang memiliki hak berpolitik, namun anda tidak memiliki hak untuk melempar sarkas seperti itu kepadaku." Senyum Xiao Jiwang perlahan hilang, wajah pria itu menjadi sangat dingin.
Xiao Mingyui tidak gentar, keningnya hanya terlipat karena gerakan tiba-tiba Putra Mahkota barusan. Wajah Xiao Mingyui sama dinginnya dengan Xiao Jiwang, tak lama bibir wanita itu tersenyum tipis lagi dan berkata,"Apa yang saya katakan sebuah kebenaran?"
Xiao Jiwang mengerutkan keningnya, bahkan di titik ini wanita itu berani membalas ucapannya? Astaga, dia benar-benar sudah meremehkan Xiao Mingyui!
Xiao Jiwang menyentuh pelan tusuk rambut batu giok putih polos milik Xiao Mingyui, kemudian mencabutnya, membuat sanggulan Xiao Mingyui terurai bebas. Rambut panjang hitam berkilau milik wanita itu terlihat sangat indah.
Xiao Jiwang menempelkan ujung tusuk rambut itu di kepala Xiao Mingyui. "Walaupun kamu adalah senior Kekaisaran, namun aku tidak segan untuk melubangi kepala ini."
Xiao Mingyui melirik dingin lengan kanan Putra Mahkota yang menempelkan ujung tusuk rambut ke kepalanya. Wanita itu tetap terlihat sangat tenang, kemudian tangannya diam-diam menyentuh gagang pedang Putra Mahkota yang bertengger di pinggang pria itu.
"Jika anda tidak ikut campur, maka saya akan sungkan untuk menghunuskan pedang. Tetapi jika anda ikut campur, maka ..." Xiao Mingyui menatap mata dingin Xiao Jiwang, kedua mata mereka bertemu dan saling melempar tatapan dingin. "Saya tidak akan ragu."
Xiao Jiwang tertegun. Apa-apaan barusan? Dia diancam oleh seorang wanita? Ini adalah pengalaman pertama diancam wanita yang pernah ia dapatkan!
Xiao Jiwang terkekeh, lalu mundur dua langkah kecil dan menarik tangan Xiao Mingyui yang menggenggam gagang pedang miliknya. Pria itu meletakkan tusuk rambut Xiao Mingyui di telapak tangannya.
"Anda tahu, saya tidak pernah tertarik dengan ratusan ribu pasukan itu. Selama pasukan itu tidak menghunuskan pedangnya ke arahku dan mengancam posisiku, maka aku tidak akan peduli. Kepercayaanku kepada mendiang Xiao Wangye sangat tinggi, pemberontakan adalah sesuatu yang tidak akan pernah dilakukan oleh Xiao Wangfu. Tetapi sayangnya, bukankah sekarang gelar Xiao Wangye dan pasukan Xiao Wangfu akan berpindah kepemilikan? Anda juga tahu betul bagaimana hubunganku dengan adik anda, Pangeran Xiao Xiangqing. Bagaimana bisa saya percaya bahwa pria itu tidak akan menghunuskan pedang ke arahku?" Xiao Jiwang menatap lekat Xiao Mingyui.
Xiao Mingyui menangkap garis besar permasalahan Putra Mahkota. Wanita itu tidak menjawab apa pun karena sibuk dengan pikirannya sendiri begitu Xiao Jiwang mengatakan itu semua.
Tak lama, Xiao Jiwang menoleh ke makam besar Xiao Muqing dan kembali menatap Xiao Mingyui. "Saya yakin rumor baik dan hak istimewa luar biasa dari Kaisar bukan sesuatu yang akan didapatkan oleh wanita biasa. Oleh karena itu, saya akan menunggu dan melihat cara apa yang akan anda lakukan kali ini untuk menyelamatkan Xiao Wangfu, bibi Kekaisaran, Putri Xiao Mingyui?"
Xiao Mingyui lagi-lagi tidak menjawab, dia hanya menatap dingin Putra Mahkota. Pria di hadapannya ini benar-benar sangat berbisa, dia merasakan tekanan besar saat berhadapan dengan Xiao Jiwang.
Xiao Jiwang tiba-tiba membungkuk ke makam besar Xiao Muqing dan berbalik memunggungi Xiao Mingyui. Sebelum benar-benar pergi, pria itu berkata,"Aku memang manusia, namun hatiku tidak sebaik manusia. Jadi, jangan sampai anda memilih keputusan yang salah."
Xiao Mingyui menatap punggung dingin Xiao Jiwang yang perlahan menjauh darinya, wanita itu segera menghela napas tipis dan kembali menatap makam besar ayahnya. Dia membungkuk, kemudian berdiam diri sambil menatap kosong makam ayahnya lagi. Ada banyak sekali beban pikiran saat ini.
"Putri, anda harus kembali. Langit sebentar lagi akan gelap, cuaca mulai semakin dingin." Pelayan pribadi Xiao Mingyui, Bingbing, yang sedari tadi hanya diam di belakang Xiao Mingyui sambil memperhatikan semuanya pun kini memberanikan diri untuk membujuk majikannya agar kembali setelah sebelumnya selalu ditolak.
Xiao Mingyui melirik Bingbing, mengangguk. Ya, lebih baik dia kembali sekarang dan melakukan diskusi dengan Xiao Xiangqing. Seharusnya rapat dengan para kolega itu telah selesai.
Dengan perasaan hati yang berat, Xiao Mingyui berjalan pergi dan menjauh dari makam besar ayahnya. Wanita itu naik ke dalam kereta Xiao Wangfu dengan tenang, sepanjang jalan matanya hanya menatap hampa ke bendera-bendera putih.
"Walaupun Putra Mahkota tidak pernah mengganggu ketenangan Xiao Wangfu secara nyata, namun sekarang dia terlihat jelas juga sangat memperhatikan pasukan Xiao Wangfu. Bahkan saat mendiang Xiao Wangye masih berbaring sakit, dia sudah melakukan pergerakan kecil yang menunjukkan bahwa dia berada di posisi yang berlawanan dengan Xiao Wangfu."
"Jika lawan kita hanyalah para pejabat bangsawan, pihak Xiao Wangfu ada kemungkinan besar untuk menang. Tetapi ... jika Putra Mahkota ikut campur, kondisinya akan semakin rumit ...."
"Benar. Bahkan semasa mendiang Xiao Wangye masih hidup pun, Putra Mahkota sudah selalu menentang langkah anda, Pangeran."
Para kolega bangsawan Xiao Wangfu itu melakukan rapat tertutup, tepat saat pemakaman Xiao Muqing selesai. Rapat itu tidak bisa ditunda, karena memang persoalannya sangat genting. Telat atau salah mengambil langkah sedikit, maka jutaan nyawa taruhannya.
Xiao Xiangqing duduk di kursi tempat biasa mendiang ayahnya dulu memimpin rapat. Anak kecil pembuat onar itu tumbuh menjadi pria dewasa yang sangat cekatan di bawah didikan Huang Mingxiang dan Xiao Muqing. Latihan keras yang diberikan Xiao Muqing dan kasih sayang hangat yang diberikan Huang Mingxiang telah membangunnya menjadi pria sejati yang jantan. Ketampanannya semakin mirip sempurna dengan Xiao Muqing, namun sifat pembawaannya persis dengan Huang Mingxiang, membuat dia terlihat seperti naga yang penuh api, berbeda dengan ayahnya yang terlihat seperti naga penuh rasa acuh sedingin salju.
"Hanya ada satu cara untuk mencegah Putra Mahkota mengusik Xiao Wangfu." Gu Lingchu, Putra dari Gu Sinjie dan Baili Mingxiang yang sudah sejak kecil berada di samping Xiao Xiangqing lalu kini mengikuti jejak kedua orang tuanya untuk mengabdikan dirinya kepada Xiao Wangfu. Jika Xiao Xiangqing resmi meneruskan gelar 'Xiao Wangye', maka Gu Lingchu otomatis akan meneruskan posisi ayahnya.
"Katakan." Xiao Xiangqing melirik Gu Lingchu, dia sendiri juga sedikit bingung di kondisi ini.
"Pernikahan, yang mulia. Jika Putri Xiao Mingyui--" Belum selesai Gu Lingchu bicara, Xiao Xiangqing langsung memotong tajam.
"Aku tidak akan membiarkan saudari perempuanku menikah dengan pria seperti itu! Terlebih lagi, sifat mereka sangat bertolak belakang. Kakakku adalah wanita yang tenang dan terhormat, sedangkan dia pria gila yang bengis!" Xiao Xiangqing menatap tajam Gu Lingchu, dia sangat menentang ide itu.
Para bangsawan diam, hingga salah satu di antara mereka, mantan Perdana Menteri Huang, ayah dari Huang Mingxiang, ibu Xiao Xiangqing pun angkat bicara. "Tidak ada cara lain, Pangeran. Hanya itu solusi yang paling masuk akal. Kita tidak mungkin bertarung keras melawan para bangsawan lain dan Putra Mahkota, bukan? Terlalu berisiko."
Xiao Xiangqing mengerutkan keningnya, menatap kakek dari pihak ibunya sulit. "Tetapi, kakek. Anda tahu, Putra Mahkota--"
"Saya tahu jelas kekhawatiran anda, pangeran. Saya pernah memiliki kekhawatiran seperti itu, namun ... lihat, kini anda dan Putri Xiao Mingyui hadir di sini." Huang Dajie menatap penuh perhatian ke cucuk laki-laki semata wayangnya. Bibirnya tersenyum meyakinkan Xiao Xiangqing.
"Tetapi--" Saat Xiao Xiangqing hendak melempar ketidaksetujuan lagi, tiba-tiba pintu ruangan terbuka, lalu suara tegas yang jernih terdengar.
"Apa yang dikatakan kakek benar, Xiangqing."
Seluruh mata segera menatap ke arah pintu, semuanya segera berdiri dan membungkuk ke arah Xiao Mingyui. Xiao Mingyui, wanita itu masuk dan berjalan mendekati adiknya dengan tenang.
"Lebih baik aku mengorbankan diriku sendiri dari pada aku secara egois mundur dan mencari aman, sedangkan kondisi di luar saling baku hantam dan menumpahkan darah. Bagaimana, Xiangqing? Bukankah lebih baik seperti itu? Kehilangan satu lebih baik dari pada jutaan, bukan?" Xiao Mingyui menatap adiknya serius, keningnya sedikit terlipat.
Xiao Xiangqing menggeleng pelan. "Mengapa harus Jiejie yang berkorban jika aku bisa? Jiejie, anda tidak tahu seberapa penting peran anda di hiduku."
PAA!!
Xiao Mingyui mengangkat tangan kanannya dan melayangkan tamparan empuk di pipi adiknya. Para bangsawan melongo, mereka terkejut. Xiao Mingyui kemudian menunjuk dada bidang Xiao Xiangqing keras dengan jari telunjuknya.
"Jika pola pikirmu seperti itu, maka jangan pernah membayangkan gelar 'Xiao Wangye'! Kamu tidak pantas menggantikan posisi ayah!!" Xiao Mingyui membentak adiknya, berusaha membangkitkan kesadaran Xiao Xiangqing yang sedang lemah.
Xiao Mingyui beralih menatap tajam para pejabat, lalu menggebrak meja rapat.
Brak!!
"Tugas kalian adalah membantu adikku agar bisa menjadi pemimpin yang sempurna! Jika dia lemah, sadarkan dia! Aku mengizinkan kalian menampar pipi adikku jika dia bersikap lemah dan bodoh! Pemegang gelar 'Xiao Wangye' tidak boleh lemah, camkan itu!" Xiao Mingyui berhenti sejenak untuk menatap adiknya yang masih diam menatap sedih dirinya, setelah itu kembali menatap para bangsawan dan berkata,"Jalankan rencana apa yang dikatakan oleh mantan Perdana Menteri Huang sebelumnya. Buat Kaisar menurunkan dekrit pertunanganku dengan Putra Mahkota, jika nanti Putra Mahkota diam-diam memberontak untuk menolak, aku sendiri yang akan mengurusnya."
Para bangsawan itu saling pandang, mereka sebenarnya khawatir dengan keputusan ini. Tetapi saat Huang Dajie membungkuk dan bersedia, mereka tidak punya pilihan lain untuk setuju.
Rapat tertutup itu selesai dengan kondisi dingin penuh kekhawatiran. Xiao Xiangqing langsung kembali ke kediamannya tanpa bicara apa pun kepada Xiao Mingyui, pria itu tidak marah kepada kakaknya, dia hanya marah kepada dirinya sendiri. Dia masih terlalu lemah untuk melindungi kakaknya, dia marah karena kakaknya harus berkorban di masalah ini, dia marah atas ketidak berdayaannya.
Xiao Mingyui juga tidak bisa berbuat apa pun di situasi ini. Dia juga tidak membayangkan bahwa pada akhirnya dia menjalankan rencana untuk menikahi pria yang sebelumnya ingin membunuhnya tepat di depan makam besar Xiao Muqing. Ide itu baru muncul saat dia menguping diskusi rapat sebelum masuk dan menampar pipi adiknya.
Malam yang sunyi pun tiba, Xiao Xiangqing tidak hadir di makan malam hari ini. Pelayan dapur berkata bahwa pria itu menolak untuk makan malam bersama dengannya karena sedang mengurus beberapa pekerjaan. Omong kosong, anak itu pasti berbohong.
Xiao Mingyui dengan cepat menyelesaikan makan malamnya dan menuju kediaman adiknya. Malam ini adalah yang terakhir kalinya mereka makan daging, karena satu bulan ke depan nantinya seisi Xiao Wangfu dan Kekaisaran ini secara kompak akan melaksanakan tradisi berduka, yaitu berpuasa dari makanan serta minuman gurih, manis. Mereka hanya diperbolehkan makan makanan hambar, seperti nasi putih dan air putih biasa.
Baru sampai dan melangkah masuk ke halaman kediaman adiknya, dia sudah mendengar suara pedang yang menebas angin kosong. Terus maju, dia melihat adiknya sedang sibuk bermain pedang dengan bertelanjang dada. Keringat deras membasahi tubuh pria itu.
Xiao Mingyui menatap dingin adiknya yang sangat fokus, tanpa sadar bibirnya tersenyum tipis. Dia memikirkan betapa cepatnya waktu berlalu. Dulu, mereka selalu berlatih pedang bersama satu keluarga, hingga akhirnya terus berkurang. Dari berempat menjadi bertiga, dari bertiga menjadi berdua, dan sedikit lagi yang berdua akan berpisah katena harus menempuh jalan kehidupan dewasa masing-masing.
Xiao Mingyui duduk di batu besar yang ada di halaman luas kediaman Xiao Xiangqing, matanya terus memperhatikan adiknya.
"Apakah ini pekerjaan yang kamu maksud sehingga menolak makan malam bersama Jiejie-mu ini?" tanya Xiao Mingyui, suara wanita itu sukses membuat Xiao Xiangqing berhenti dan menoleh ke belakang.
Xiao Xiangqing mengerutkan keningnya kesal, dia sepertinya masih memendam emosi tersembunyi di hatinya.
"Kemari, Xiangqing. Beristirahat lah. Lihat, makan malammu belum sepenuhnya habis." Xiao Mingyui melirik alat makan adiknya yang tergeletak di atas meja kayu jati berkualitas tinggi.
Xiao Xiangqing menancapkan pedangnya di tanah, lalu menghela napas tipis dan berjalan mendekati kakaknya. Pria itu duduk tepat di samping Xiao Mingyui, lalu mengelap tubuhnya yang basah oleh keringat dengan kain bersih.
"Untuk apa Jiejie kemari? Sudah larut, seharusnya Jiejie beristirahat." Xiao Xiangqing bicara tanpa menatap Xiao Mingyui.
"Kamu masih tidak puas dengan keputusan rapat tadi?" tanya Xiao Mingyui.
"Ck, Jiejie sudah tahu apa jawabanku, kenapa masih harus terus bertanya dan memperburuk suasana hatiku?" jawab Xiao Xiangqing, lalu tangannya bergerak mengambil cangkir dan meneguk air putih dengan sekali teguk karena emosinya.
Xiao Mingyui mengangguk singkat. "Baiklah, maafkan aku. Tetapi, Xiangqing. Jika tidak solusi ini, apa kamu memiliki solusi yang lebih baik?"
Xiao Xiangqing diam, tentu saja tidak. Jika ada dia sudah langsung membicarakannya di rapat sebelumnya.
Xiao Mingyui tersenyum tipis, lalu mengelus rambut basah adiknya dan berkata,"Xiangqing, apa kamu pernah mendengar kisah cinta mendiang Fu qin dan Mu qin? Kakek Huang juga dulu sangat khawatir Mu qin menikah dengan Fu qin, karena Fu qin memiliki rumor mengerikan dan reputasi sebagai 'Wangye cacat'. Tetapi, lihat ... Mu qin berhasil meluluhkan Fu qin, mereka memiliki rumah tangga dan keluarga yang baik, itulah alasan kita ada di sini sebagai anak mereka."
Xiao Xiangqing melirik kakaknya. "Jiejie, anda bukan Mu qin. Jangan samakan dongeng cinta klasik kuno itu dengan masa kini. Fu qin memang seorang tiran yang mengerikan, namun dia masih memiliki moral. Tetapi Putra Mahkota? Pria itu bahkan tidak memiliki moral dan akal sehat, seperti maniak tiran pembunuh gila."
Xiao Mingyui terkekeh, lalu menjawab,"Kamu terlalu meragukan Jiejie-mu, Xiangqing. Apa kamu lupa siapa Jiejie-mu ini?"
Xiao Xiangqing diam, dia tahu. Dia tahu kakaknya adalah perempuan tangguh hebat yang sempurna. Dia tahu kakaknya sangat pandai bela diri, bahkan ilmu perang pun dia kuasai. Dia tahu kakaknya pandai menjadi wanita anggun yang lembut sekaligus wanita perkasa yang berani menghunuskan pedang, tetapi ... tetap saja! Dia tidak akan rela kakaknya menikah dengan pria dengan reputasi buruk seperti Putra Mahkota!
Xiao Mingyui berdiri, sedangkan Xiao Xiangqing tidak bergeming dan hanya memperhatikan kakaknya. Xiao Mingyui memaksakan senyum tipis, matanya menatap lekat ke atas langit gelap yang memiliki jutaan hamparan bintang.
"Salah satu bintang itu pasti adalah Fu qin dan Mu qin. Xiangqing, keturunan Xiao Wangye dan Xiao Wangfei hanya ada kita berdua. Kamu tidak boleh egois, jangan hanya karena kamu seorang laki-laki dan aku wanita, kamu menganggapku harus dilindungi dan tidak melakukan apa pun. Sebagai keturunan mereka aku memiliki hak untuk melindungi Xiao Wangfu dengan jantung dan darahku, serta sebagai kakakmu, aku memiliki hak untuk melindungimu. Dari pada berdebat siapa melindungi siapa, bukankah lebih baik kita saling melindungi?" Di akhir kalimat, Xiao Mingyui menoleh dan melemparkan senyum hangat ke arah Xiao Xiangqing.
Xiao Xiangqing tertegun melihat kakaknya tersenyum, karena kakaknya jarang tersenyum sehangat dan setulus tadi. Dan kalimat yang diucapkan kakaknya barusan baru saja menyadarkannya.
Benar. Saling melindungi. Xiao Xiangqing tak lama ikut berdiri, bibirnya tersenyum. Pria itu ikut memandang ke atas langit.
"Tak terasa ... generasi sudah harus berganti, ya?" ucapnya, lalu melirik kakaknya yang mengangguk singkat dengan senyum tipis.
Hari berkabung secara serentak dilaksanakan. Seluruh penjuru Kekaisaran Timur, bahkan termasuk para tentara yang berada di perbatasan, mereka semua ikut berpuasa untuk menjalani tradisi berduka sang Xiao Wangye.
Tradisi berpuasa itu berlangsung selama satu bulan penuh, mereka tidak pernah sekalipun menyentuh daging atau arak. Hingga akhirnya puasa duka itu selesai, kehidupan Kekaisaran pun berjalan normal seperti biasa.
Xiao Mingyui duduk di depan meja riasnya, Bingbing membantunya bersiap. Penampilannya benar-benar sempurna dan siap begitu Bingbing meletakkan sebuah tusuk rambut berbentuk mawar putih yang terbuat dari 100% giok putih asli yang sangat langka. Tusuk rambut giok putih mawar ini sebelumnya adalah milik ibunya, Huang Mingxiang. Huang Mingxiang mendapatkan tusuk rambut ini saat berpergian ke gunung Lang Tao untuk mendapatkan obat kaki Xiao Muqing. Utusan Agung memberikan tusuk rambut itu sebagai hadiah istimewa, kono katanya tusuk rambut ini membawa keberuntungan yang sangat besar.
Xiao Mingyui tidak terlalu mempercayai cerita bahwa tusuk rambut ini membawa keberuntungan yang sangat besar, dia gemar memakainya karena ini adalah aksesoris yang diwariskan secara langsung dari mendiang ibunya.
"Putri, anda sudah siap." Bingbing tersenyum saat mengatakan ini, matanya menatap bayangan majikannya di cermin yang sangat indah.
Xiao Mingyui mengangguk singkat, kemudian segera berdiri. "Berangkat sekarang."
"Baik."
Hari ini, tepat setelah puasa duka selesai, Xiao Mingyui memutuskan untuk langsung menjalankan rencananya. Dia berniat mendekati Putra Mahkota sebelum dekrit Kekaisaran atas pertunangannya diturunkan. Hal ini dia lakukan untuk mencegah penolakan kasar dari pria itu. Mengingat Putra Mahkota merupakan 'serigala liar' Kekaisaran, dia pasti tidak akan ragu atau segan untuk menepis dekrit tersebut.
"Yang mulia."
Sebuah wanita berpakaian serba hitam dengan dua pedang yang bertengger di punggung belakangnya itu membungkuk ke arah Xiao Mingyui begitu wanita itu keluar dari ruangannya.
"Di mana posisi Putra Mahkota sekarang?" tanya Xiao Mingyui, raut wajahnya terlihat sangat tenang.
"Menjawab, yang mulia. Putra Mahkota saat ini tengah berada di gedung bordil Fu Chenwu atas perintah Kaisar secara diam-diam. Saya juga sempat mendengar kabar bahwa tujuan Putra Mahkota ke sana untuk menangkap pelaku penculikan yang baru-baru ini meresahkan masyarakat Ibu Kota." Da Xuan, dia merupakan pengawal bayangan pribadi Xiao Mingyui yang diberikan oleh mendiang ayahnya, Xiao Muqing.
Da Xuan dan Bingbing memiliki peran yang sama penting, yaitu melayani dan menjaga Xiao Mingyui. Bedanya, Bingbing adalah pelayan pribadi yang akan selalu mendampingi Xiao Mingyui secara langsung di sampingnya. Sedangkan Da Xuan, wanita itu tetap selalu mengikuti Xiao Mingyui, namun dengan jarak yang tidak terlalu dekat. Seperti di atas pohon atau di tempat tak terlihat lainnya. Dia hanya akan muncul dan berdiri di dekat Xiao Mingyui jika ada serangan kekerasan nyata yang mendekati Xiao Mingyui.
"Rumah bordil?" Bingbing mengerutkan keningnya sulit, lalu menatap Xiao Mingyui.
Xiao Mingyui tetap terlihat tenang, kemudian dia mengangguk tipis. "Tetap ke sana." Kemudian matanya melirik Bingbing. "Ambilkan kain penutup wajah untukku, Bingbing."
Bingbing terlihat ragu, Xiao Mingyui mengerti perasaannya. Rumah bordil adalah tempat para pelacur berkumpul dan orang-orang yang hanya mengincar kesenangan dunia. Rumah bordil biasanya digunakan untuk menikmati wanita, berjudi, atau bahkan ada juga rumah bordil yang membuka pelelangan terlarang. Bagi seorang wanita bangsawan berdarah Kerajaan untuknya, tempat itu terlalu hina dan memalukan. Jika kehadiran Xiao Mingyui diketahui oleh bangsawan atau orang lain, maka reputasinya kemungkinan besar akan tercoreng.
Tetapi Xiao Mingyui tidak peduli akan semua itu, dia pergi ke sana untuk menyelamatkan keluarganya. Lagi pula dia tidak terlalu bodoh untuk dengan mudah membocorkan identitasnya sembarangan.
Tak berselang lama, Bingbing kembali dengan membawakan kain penutup wajah. Dengan melewati pintu belakang Xiao Wangfu dan naik kereta kuda yang tidak menggunakan lambang Xiao Wangfu, Xiao Mingyui kini benar-benar akak mengunjungi rumah bordil.
Bingbing ikut mengenakan penutup wajah, wanita itu juga harus berhati-hati karena dia sering muncul dan berpergian bersama Xiao Mingyui. Wajahnya juga pasti tidak akan asing di antara para bangsawan.
Sesampainya di sana, Xiao Mingyui dan Bingbing turun dengan cepat. Baru menapakkan satu kaki di ruangan dalam rumah bordil, sebuah belati meluncur keluar melewati pintu yang mereka masuki.
Xiao Mingyui dengan gesit menghindar, begitu juga dengan Bingbing. Mata Xiao Mingyui melirik dingin dengan sangat cepat ke dalam, ternyata kondisi di dalam sudah sangat berantakan. Sepertinya Putra Mahkota sudah menemukan pelaku penculikannya dan saat hendak ditangkap, pelaku memberontak dan ... terjadilah keributan besar ini.
Tak lama, seorang pria dengan pakaian hijau muncul dan berlari ke arahnya. Pria itu menarik kencang tangannya, lalu membawa Xiao Mingyui secara kasar ke tengah-tengah ruangan.
"JIKA KALIAN BERANI MENARIK PANAH, MAKA GUNNIANG INI AKAN AKU BUNUH!!" Pria berpakaian hijau itu berteriak mengancam lantang. Tangan kirinya mencengkeram erat lengan Xiao Mingyui, lalu tangan kanannya memegang sebuah pil berwarna hitam.
Xiao Mingyui mengerutkan keningnya, dia sedikit terkejut dengan situasi ini. Ini di luar prediksinya. Xiao Mingyui melirik dingin pria yang mencengkeramnya, sepertinya dia adalah pelaku penculikan yang sedang dikejar Putra Mahkota. Lalu Xiao Mingyui melirik ke arah pil hitam yang dipegang pria itu, dan ... sepertinya pil itu adalah racun yang akan dimasukkan paksa ke dalam mulutnya jika Putra Mahkota nekat menangkap sang pelaku.
Xiao Mingyui tersenyum samar sekilas, tidak ada yang menyadari senyum liciknya ini. Ah ... walaupun situasi ini di luar prediksinya, namun sebenarnya ini sangat bagus.
Xiao Mingyui menatap Bingbing, wanita itu hendak mengeluarkan belati yang dia simpan secara diam-diam di bawah rok hanfu-nya. Sepertinya Bingbing hendak menyelamatkan Xiao Mingyui, namun Xiao Mingyui dengan cepat menggeleng.
Bingbing mengerutkan keningnya bingung, namun akhirnya dia menurut.
"Bodoh. Kau pikir aku peduli?" Suara pria yang terdengar sangat dingin dan acuh muncul, membuat seluruh mata dengan cepat menatap ke arahnya. Dia adalah Xiao Jiwang, Putra Mahkota.
"Yang mulia, jangan seperti itu. Jika ada korban di penangkapan kali ini, para bangsawan akan mengkritik dan Kaisar pasti tidak akan puas." Pria dengan pakaian berwarna cokelat bercampur hitam muncul dan berbisik ke telinga Xiao Jiwang.
Xiao Jiwang tersenyum dingin, raut wajahnya terlihat kesal. Saat Xiao Jiwang hendak mengatakan sesuatu, Xiao Mingyui dengan cepat mengambil kesempatan ini dan berkata,"Yang mulia! Jangan hiraukan saya! Tembak kepala pelaku dengan anak panah!"
"KAU-?!!" Penculik itu menatap tajam Xiao Mingyui dan mendekatkan pil itu ke mulutnya yang terhalang kain penutup wajah.
Xiao Jiwang mengerutkan keningnya saat mendengar suara Xiao Mingyui. Dengan mengenali suara ini, namun tidak yakin dengan apa yang dia pikirkan.
"Tidak, jangan Yang mulia!" Pria berbaju cokelat hitam itu menahan, dia adalah pengawal pribadi, sekaligus tangan kanan Xiao Jiwang, Chen Qi.
Xiao Jiwang diam, dia sedang berpikir keras mana yang harus dia pilih. Jika dia menembak tanpa memikirkan nyawa wanita yang sedang disandera itu, maka Kaisar pasti akan marah dan para bangsawan akan dengan mudah mengkritik habis-habisan lalu lagi-lagi berusaha menurunkan dirinya dari gelar Putra Mahkota.
Tetapi jika dia sangat mempedulikan nyawa wanita yang sedang disandera, itu tidak seperti dirinya. Selain itu, dia akan kehilangan pelaku penculikan. Jika dia gagal menangkap pelaku, maka situasinya akan semakin rumit.
"Yang mulia! Percaya kata-kata saya! Saya akan baik-baik saja! Jadi, tembak kepala sang penculik sekarang juga!!" Xiao Mingyui sekali lagi berseru lantang, matanya menatap serius ke arah Xiao Jiwang.
Xiao Jiwang menatap mata wanita yang disandera tersebut, dia tidak mengenali Xiao Mingyui. Saat mata mereka bertemu, Xiao Jiwang merasakan sebuah semangat dan tekad yang sangat besar dari mata tersebut. Seolah wanita itu tidak ada rasa takut atau keraguan sama sekali berada di belenggu sang pelaku kejahatan.
Xiao Jiwang mencengkeram busur panah yang ada di tangannya, lalu perlahan mengangkatnya dan menarik satu busur panah sambil membidik kepala pelaku.
"Tidak, yang mulia! Jangan! Wanita itu bisa dalam bahaya!" Chen Qi berusaha mencegah, namun Xiao Jiwang tidak bergeming. Tanpa alasan yang jelas, pria itu tiba-tiba memiliki keyakinan penuh terhadap ucapan wanita yang tidak dia kenali.
"KAU MENANTANGKU?!" Buronan itu berseru lantang lagi, lalu mulai secara kasar menyingkap kain penutup wajah Xiao Mingyui, namun tidak sampai lepas secara utuh. Pil racun itu kemudian dimasukkan paksa ke dalam mulut Xiao Mingyui.
Xiao Mingyui tidak melawan, dia melahap pil racun itu dengan suka rela. Ini adalah bagian dari rencananya, hal mudah baginya untuk mematahkan tangan buronan.
SHHIUUU!!
SRAK!!
TAK!!
Anak panah itu menancap tepat di kepala sang buronan, Xiao Mingyui berlari cepat agar lepas dari cengkeraman sang buronan begitu ia melemah. Kening Xiao Mingyui terlipat kala menyadari busur panah itu menggores kait ikatan kain penutup wajahnya. Tanpa peduli lagi, dengan cepat wanita itu sengaja menginjak rok hanfu-nya dan menjatuhkan dirinya tepat di pelukan Xiao Jiwang.
Xiao Jiwang menjatuhkan busur panahnya, keningnya tanpa sadar terlipat karena wanita yang tidak ia kenali ini tiba-tiba jatuh ke dalam pelukannya.
Kain penutup wajah Xiao Mingyui jatuh, dia menunduk dalam di pelukan Xiao Jiwang. Xiao Jiwang menatapnya bias, namun begitu Xiao Mingyui mendongakkan kepalanya, wajah pria itu terlihat terkejut.
Xiao Mingyui mencengkeram kain hanfu Xiao Jiwang, sepertinya racun itu bekerja dengan sangat cepat. Dadanya tiba-tiba terasa sesak, bibirnya pun terlihat sangat pucat. Jantungnya seperti ingin meledak.
Xiao Jiwang menatap sulit ke arah Xiao Mingyui, kemudian menggertakkan giginya kesal dan memeluk erat Xiao Mingyui. Pria itu menggunakan kain lengan pakaiannya untuk melindungi wajah Xiao Mingyui.
"Seret bedebah itu keluar!!" Perintah Xiao Jiwang, kemudian membawa Xiao Mingyui ke dalam gendongannya dan segera naik ke lantai atas rumah bordil tersebut.
Xiao Jiwang meletakkan Xiao Mingyui secara terburu-buru di atas kasur, matanya masih menatap penuh kebingungan, kekesalan, dan amarah. Dia tidak mengerti mengapa tiba-tiba Xiao Mingyui muncul di rumah bordil dan rela berbuat sejauh ini untuknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!