Erina adalah ibu rumah tangga yang berusia 25 tahun, namun selama dia menjalani rumah tangga dengan Bram selama 5 tahun terakhir ini hidup Erina sama sekali merasa tidak pernah bahagia.
Apa lagi Erina dan Bram sama sekali belum dikaruniai keturunan selama 5 tahun pernikahan mereka, tentunya ini adalah hal yang sangat berat untuk mereka berdua.
"Erina!! kamu itu kapan mau kasih mamah cucu soalnya anak mama itu engga mungkin mandul, pasti kamu yang punya masalah tentang kesuburan kamu."
Dengan suara yang lantang dan juga nyaring, Erni selaku mertua selalu saja mendesak menantunya untuk memberikan dirinya cucu. Walaupun seperti ini namun rasanya Erina sangat tertekan sekali dengan sikap yang diberikan oleh mertuanya tersebut.
"Selama ini aku juga pengen punya anak dan ngasih mamah cucu, tapi mau dikata apa lagi kalau semua itu adalah kehendak Tuhan yang belum aku anak sampai detik ini."
Lantas Erina mencoba untuk marah kepada mertuanya seolah tidak ada satu orangpun juga yang bisa mengerti perasaan dirinya pada saat ini, namun bagaimana lagi dia hanya bisa berpasrah diri dengan semua keadaan.
Bahkan untuk melawan saja rasanya Erina sama sekali tidak berdaya, karena dia tidak memiliki keberanian untuk melawan kepada mertuanya yang sangat galak sekali.
"Mengapa wajah kamu terlihat sangat muram sekali??"
Bram mencoba bertanya kepada istrinya karena melihat wajah istrinya yang sejak dari tadi cemberut, bukannya seharusnya disambut dengan senyum atau bahkan dengan segelas kopi. Tetapi sekarang malah Bram disambut dengan wajah masam istrinya.
"Aku hanya kesal aja dengan semua apa yang ibu kamu katakan sama aku, rasanya kaya orang engga punya perasaan sama sekali. padahal dia juga seorang istri dan seorang perempuan tetapi rasanya mengapa sampai hati bicara kaya begitu." ucap Erina dengan mata yang berkaca ketika bercerita kepada suaminya tentang semua perlakuan mertuanya.
"Ya sudahlah engga udah kamu ambil hati semua apa yang mamah katakan sama kamu, karena kamu tau sendiri walaupun mulut mamah kaya begitu tapi sebenarnya hati mamah itu benar-benar baik. Dia sangat perduli dan juga sayang sama kita."
"Tetapi tetap saja mas, aku sakit hati dengan apa yang ibu kamu katakan."
Bram mencoba untuk menenangkan hati dan perasaan istrinya pada saat ini karena dia tau kalau sepertinya Erina pada saat ini sangat amat bersedih sekali, apa lagi dia merasa kalau belum menjadi perempuan yang seutuhnya sehingga mau dikata bagaimana lagi.
"Lagian kita hanya bisa berdoa bagaimana nanti kedepannya, semoga saja kamu dan aku cepat diberikan keturunan setelah ini dan kita bisa menyenangkan hati mamah dengan memberikan cucu."
"Lagian aku juga tau, kalau mamah kamu itu sangat menginginkan punya cucu dari kita untuk meneruskan keturunan. Apa lagi kamu ini anak satu-satunya, mesti mamah engga pingin kalau kamu engga bisa punya anak."
"Yang penting aku selalu sayang sama kamu, apapun yang terjadi mau kamu ngasih aku anak ataupun engga karena bagi aku itu semua bukan masalah yang besar."
Selama ini Bram tidak pernah mempermasalahkan semuanya, mau Erina memberikan dia buah hati atau tidak karena yang terpenting pada saat ini hubungan rumah tangga dirinya dengan Erina baik-baik saja.
Tetapi sepertinya Erina sangat dendam kepada mertuanya, dan tidak pernah suka kalau Erni selaku mertua terlalu ikut campur dalam semua urusan rumah tangga yang dia jalani.
"Tolong aku mohon sama kamu jangan sakit hati apa yang telah kamu dengar dari mulut mamah, karena kamu tau sendiri kalau sampai itu terjadi maka nantinya kamu sendiri yang akan tidak kuat."
"Ya jelas mas, kalau aku sangat amat tidak kuat dengan semua sikap ibu kamu. Ini Sudah sangat kelewatan karena setiap yang diomongin kalau ketemu aku mesti selalu saja tentang anak."
Sebagai seorang istri tentunya Erina hanya meminta keadilan kepada suaminya, agar membela dirinya karena dia merasa risih kalau terus menerus mendapatkan pertanyaan kapan hamil.
Manusia hanya bisa berusaha sedangkan Tuhan yang menentukan semuanya, sebagai seorang istri semua usaha sudah Erina lakukan selama lima tahun ini tetapi sama sekali tidak pernah dipandang oleh ibu mertuanya sendiri.
"Aku engga mau tau mas, kamu sekarang juga harus ngobrol dan bicara kepada ibu kalau mau aku betah tinggal di rumah ini jangan lagi menyinggung perasaan aku kaya gini."
Pinta Erina kepada Bram, kalau misalnya dia harus mengingatkan Erni tentang semua prilakunya kepada Erina yang sangat tidak menyenangkan sekali pada saat ini.
"Tapi!!"
"Tapi apa mas? apa jangan-jangan kamu engga berani ngomong sama ibu kamu sendiri untuk bilang jangan pernah tanya hal yang menyakitkan lagi soal masalah anak."
"Bukan begitu Erina, tapi kamu tau sendiri kalau itu lebih galak dari pada apapun juga kalau misalnya aku bicara kaya begitu apakah nanti mamah engga marah balik sama aku."
"Kalau begitu kamu sama saja membela ibu kamu mas, dan tidak menghargai perasaan aku. Lagian kita berdua juga belum cek ke dokter siapa diantara kita berdua yang mandul kamu atas aku."
"Terus kamu salahkan aku, kalau sekarang kalau ternyata aku yang mandul dan engga bisa ngasih kamu keturunan?"
"Kamu sendiri aja jengkel banget ketika kita berdua bahas masalah ini, lagian semuanya belum pasti kita juga sudah berusaha mendingan sekarang juga kamu keluar dari kamu dan kasih tau ibu kamu sekarang juga."
"Tapi aku engga mau!!"
"Dasar kamu ini pengecut mas, sama ibu kamu sendiri aja takut dan engga berani. padahal aku ini adalah istri kamu yang harus kamu bela dan juga lindungi, coba seharusnya kamu bisa mikir."
"Ya sudah kalau begitu, sekarang juga aku akan luar kamar lalu temui ibu. Sesuai apa yang kamu inginkan selama ini agar kamu bisa puas."
Dengan perasaan yang sangat gugup sekali akhirnya Bram keluar dari kamar, dan mencoba untuk bicara kepada ibunya dari hati ke hati.
Apa lagi pada saat ini semua posisi yang dialami oleh Bram rasanya sangat serba salah, dia tidak akan pernah bisa membela salah satu diantara mereka antara istri dan juga ibunya karena sangat amat mustahil.
Dua orang ini sangat keras kepala sekali sehingga sangat susah kalau Bram yang menjadi penengah diantara mereka berdua, apa lagi pada saat ini posisinya mereka semua tinggal satu rumah yang pastinya akan bertemu setiap saat yang pastinya kalau seperti ini.
Bagaimanakah Erina nanti menyikapi semua sikap mertuanya, apakah dia bisa sabar atau malah ingin menyudahi semuanya karena merasa sudah tidak tahan lagi???
Setelah merasa semua keadaan jauh lebih baik akhirnya Bram keluar dari kamar, karena memang mereka semua masih tinggal satu rumah dengan ibu Erni.
Bukan karena Bram tidak mampu untuk memberikan Erina istrinya tempat tinggal yang layak, tetapi memang Erni sangat tidak bisa jauh dari anaknya sehingga dia memohon dan juga meminta kepada Bram agar tidak keluar dari rumah.
"Mah, kenapa sih selalu saja ribut dengan Erina?? apa engga malu sama tetangga sekitar rumah kita kalau kedengaran orang rasanya malu mah."
"Bukan maksud mamah untuk membuat istri kamu seperti terlihat orang yang nampak tidak berguna di rumah ini, sedangkan kamu tau sendiri kalau mamah ini sudah tua. Kalau misalnya kamu melihat mamah nantinya meninggal dunia tanpa melihat kamu menimang anak apa mamah sanggup??"
Bram mencoba untuk memberi tahu ibu Erni kalau apa yang dia lakukan dengan cara mendesak Erina menantunya tersebut adalah cara yang sangat amat salah, tetapi sayangnya Erni selalu saja lebih pandai dalam bicara dan juga berkata-kata.
Bram tidak akan mungkin sanggup untuk berkutik ketika dia harus bicara panjang lebar seperti ini kepada ibunya, sedangkan Erni selalu saja bicara kalau apa yang dia lakukan selama ini demi kebaikan anaknya.
"Tapi mah, kalau terus menerus seperti ini mental Erina bisa terganggu dia bisa setres karena mengalami tekanan hebat dalam batinnya. Lagian mamah juga sesama perempuan seharusnya bisa mengerti kalau perasaan Erina benar-benar terpukul pada saat ini."
"Terus saja kamu bela istri kamu yang sama sekali engga ada gunanya itu, lagian untuk apa lagi mamah ngomong panjang lebar di rumah ini kalau misalnya di mata kamu mamah selalu aja salah. sekarang coba kamu pikir untuk apa melanjutkan pernikahan ini dengan istri kamu yang mandul itu."
Erni mulai menegaskan sepertinya menantunya tersebut bukan wanita yang dia harapkan pada saat ini, karena sudah sangat jelas, kalau dia ingin cepat punya cucu dari Bram. Tetapi kenapa sekarang Erni yang disalahkan seperti ini, seolah-olah Erina yang paling tersakiti di dunia ini.
"Lagian belum tentu juga mah, kalau misalnya Erina yang mandul. Tetapi bisa saja aku!!"
"Apa kamu??"
"Semua kemungkinan bisa saja terjadi mah, tetapi aku mohon sama mamah jangan terus menyalahkan Erina seperti ini kasian dia."
Erni tidak percaya kalau anaknya mandul, karena tubuh Bram ini tinggi dan juga besar sehingga pikirnya kalau Bram ini sangat sehat dan tidak mungkin mandul. Sangat mudah untuk Bram memiliki keturunan kalau memang Erina yang mandul dengan cara menikah dengan wanita lain.
"Sebaiknya kamu menikah lagi saja."
"Apa menikah lagi??"
"Iya menikah lagi, kenapa kamu kaget memangnya keberatan??"
Tanpa memikirkan perasaan dari menantunya seenaknya Erni menyuruh Bram untuk menikah lagi pada saat ini, padahal di dunia ini mana ada wanita yang mau berbagi suami dengan wanita lain.
Tetapi memang dasarnya saja, Erni sama sekali tidak memperdulikan menantunya. Karena yang dia ketahui sekarang ini bagaimana caranya agar Bram bisa memiliki anak dan darah daging sendiri.
Bukan anak dari hasil adopsi atau yang lainnya, karena yang diinginkan oleh Erni dia hanya cucu kandung. Itu saja tidak ada yang lain karena lima tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menunggu.
"Lagian mendapatkan anak bisa dengan cara apa saja, tidak perlu harus Erina hamil lalu dia melahirkan."
"Terus mau dengan cara apa lagi?"
"Bisa adopsi anak di panti asuhan, lagian anak di sana banyak yang terlantar dan juga banyak yang tidak punya orang tua."
"Sampai kapanpun ibu engga akan pernah mau setuju dengan rencana kamu yang konyol." gumam Erni yang tidak setuju dengan rencana Bram anaknya untuk mengadopsi anak di panti asuhan.
"Lebih gila lagi ketika aku harus menikah lagi, karena itu sama sekali bukan ide yang membuat kita semua memiliki jalan keluar."
Sampai detik ini mereka semua tidak menemukan solusi dari semua permasalahan yang ada, karena Erni masih keras kepala ingin memaksa anaknya untuk menikah lagi hingga detik ini.
"Kalau misalnya kamu bingung mau menikah dengan perempuan yang mana, biar nanti mamah yang carikan kamu istri kedua untuk menikah lagi. Pokoknya kamu serahkan saja sama mamah dan kamu juga tau tinggal beres aja Bram."
"Bukan masalah wanita yang ingin aku nikahin sebagai istri kedua, tetapi yang menjadi pertimbangan pada saat ini aku masih mencintai Erina."
Begitu besar sekali rasa cinta Bram kepada Erina, sampai dia berani berkata tidak ketika Ibu Erni menyuruh untuk menikah lagi pada saat ini.
Membagi cinta dan kasih kepada wanita lain rasanya begitu berat dan juga tidak mudah, banyak pertimbangan yang harus dia pikirkan selain itu juga yang pastinya dia harus bisa adil sebagai seorang suami.
Tetapi Bram tidak akan pernah bisa sanggup untuk berlaku adil kalau sampai dia memiliki dua orang istri.
"Tolong Bram, kamu pertimbangkan semua apa yang mamah katakan pada saat ini. karena harapan mamah untuk menimang cucu cuman kamu saja tidak ada yang lain."
"Mah, aku mohon jangan paksa aku dengan semua apa yang menjadi keinginan dan juga kemauan mamah pada saat ini, karena kalau sampai mamah seperti itu namanya sangat egois dan hanya mikirin diri sendiri."
Bram mencoba untuk menyadarkan mamahnya, kalau pada saat ini kebahagiaan yang dia inginkan bukan memiliki buah hati.
Tetapi lebih tepatnya ketika memiliki rumah tangga yang harmonis dan juga bahagia, tentunya itu semua sudah lebih dari cukup bagi Bram pada saat ini.
"Mamah engga habis pikir sama kamu, kenapa bisa-bisanya lebih nurut sama istri kamu yang tidak ada gunanya tersebut. Dari pada sama mamah yang selama ini melahirkan dan membesarkan kamu."
Keinginan seorang ibu hanya ingin ketika anaknya bahagia, lalu Erni sudah merasa kebahagiaan anaknya pada saat ini tidak lengkap, ketika belum memiliki buah hati di dalam pernikahan yang dia jalani sekarang ini bersama dengan Erina.
"Bukannya aku mau ngelawan sama mamah, tapi aku hanya ingin mempertegas kalau pada saat ini aku sudah besar dan juga sudah menikah. Mamah sudah tidak bisa untuk terlalu ikut campur dalam rumah tangga aku pada saat ini."
mendengar ucapan Bram seperti itu, tentunya Erni begitu sangat kesal sekali. Apa lagi pada saat ini pikirnya kalau sampai menantunya itu mendengar semua apa yang Bram ucapkan kepada ibu kandungnya bisa-bisanya Erina akan besar kepala nantinya kalau seperti itu.
Apakah Bram akan luluh dan mau menerima semua tawaran yang diberikan oleh Ibu Erni untuk menikah lagi???
Ternyata Erina pada saat itu ada di balik pintu, mendengarkan semua apapun yang telah dibicarakan oleh mertua dan juga suaminya.
Rasanya tidak mungkin dia salah dengar kalau pada saat ini mertuanya sudah menyuruh suaminya untuk menikah lagi pada saat ini, tentunya ketika mendengar semuanya secara langsung Erina merasa kalau perasaan dan hatinya sangat hancur.
Bagaikan seperti tertusuk duri yang sangat begitu tajam tidak bisa untuk dijelaskan lagi, karena memang benar ketika mertuanya begitu tega menyuruh Bram harus menikah lagi. Lalu setelah ini Erina tentunya sebagai seorang istri sah harus melakukan apa??
Apakah dia harus diam saja ketika mertuanya, malah menyuruh suaminya membagi cinta dan kasih sayang kepada wanita lain. Menurut Erina ini semua tidak bisa dibiarkan, semakin lama Erina diam makan semakin tersiksa pula jiwa dan juga batinnya.
"Cukup mah!! apa yang mamah lakukan pada saat ini, benar-benar menyakiti hati dan juga perasaan aku banget."
Teriak Erina yang ingin menghentikan semua pembicara antara mertua dan suaminya, karena dia sudah sangat tidak tahan dengan semua apa yang telah terjadi pada saat ini.
"Baguslah kalau misalnya kamu dengar semuanya, karena saya malah suka ketika kamu sudah berani mulai seperti ini sangat terang-terangan menantang saya di rumah ini."
"Bukan maksud aku untuk menentang mamah di rumah mamah sendiri, tetapi mana ada istri yang terima kalau suaminya disuruh nikah lagi pada saat ini."
Erina hanya mengutarakan semua perasaan yang saat ini dia rasakan kepada Erni sang mertua, karena menurut Erina ini sudah sangat keterlaluan dan juga melampaui batas kesabaran lagi.
"Wajar kalau saya menyuruh anak saya menikah lagi, karena pada saat ini kamu yang bersalah tidak dapat memberikan anak saya keturunan. Lalu sekarang dia bisa memilih apakah dia ingin menceraikan kamu atau berpoligami??"
Tentunya pilihan yang ada pada saat ini begitu sangat berat sekali, karena memang Bram sendiri tidak dapat melakukan apapun untuk mentang kemauan dari ibunya. Tetapi Bram juga tidak bisa menyakiti wanita yang paling dia sayangi yaitu Erina istrinya sendiri.
"Sekarang kamu tinggal pilih aja mas, kamu mau mengikuti semua kemauan ibu kamu yang benar-benar gila itu. Atau bahkan kita bisa pergi dan keluar dari sini mas!!"
Dengan sangat tegas sekali tentunya Erina tidak ingin lagi semua urusan rumah tangganya diikut campuri oleh mertuanya sendiri, dan dia malah mengajak suaminya untuk pergi dari rumah mertuanya.
"Tolong dong kalian berdua jangan bersikap kaya begini, karena antara mamah dan juga Erina adalah dua wanita yang sangat amat terpenting di dalam kehidupan aku."
Kalau seperti ini rasanya, Erina sama sekali tidak mampu untuk bertahan dari rumah ini tinggal satu atap dengan mertua yang sama sekali tidak mau memikirkan perasaan dirinya sebagai seorang menanti. Lalu yang akhirnya hanya akan membuat Erina tersiksa secara lahir dan juga batin.
"Kalau kamu engga mau memilih antara aku dan juga ibu kamu, mendingan aku yang pergi sekarang juga dari sini mas karena rasanya aku sudah engga sanggup dan juga engga kuat kalau seperti ini terus menerus."
Sambil meneteskan Air mata, Erina menegaskan untuk pergi dari rumah karena dia merasa kalau Bram sama sekali tidak bijak dalam mengambil keputusan.
"Kamu mau kemana sayang? aku mohon sama kamu tolong jangan gegabah dalam mengambil tindakan dan juga keputusan seperti ini, karena aku engga mau kehilangan kamu."
"Biarkan aku saja yang pergi dari sini mas, biar mamah bisa puas ketika melihat kita berdua pisah. Lalu nanti mamah bisa menyuruh kamu untuk menikah lagi dengan wanita lain."
Akhirnya Erina dengan cepat membereskan semua pakaian miliknya, karena sudah tidak tahan dengan semua tingkah laku yang diberikan oleh mertuanya.
Apa lagi selama lima tahun pernikahan ini sama sekali Erina tidak pernah mendapatkan perlakuan baik sama sekali dari mertuanya, yang selalu saja membenci dirinya.
Tanpa ada hujung dan juga akhirnya sama sekali, sampai nantinya keinginan Erni untuk punya cucu bisa terkabulkan barulah dia akan bisa menyayangi menantunya sepenuh hati.
"Untuk apa kamu coba tahan dia, agar tidak keluar dari rumah ini??"
"Walau bagaimanapun juga dia tetap istri aku mah, tolong dong mamah jangan memperkeruh suasana seperti ini dan coba untuk tahan Erina agar tidak pergi dari rumah."
"Ogah rasanya mamah kalau harus tahan dia agar tidak pergi dari sini, lagian kalau misalnya dia mau pergi silahkan saja. Mamah sama sekali engga pernah melarang itu semua karena Erina memiliki hak untuk keluar dan pergi dari sini."
Merasa kalau keberadaan dirinya sudah tidak dibutuhkan lagi di rumah ini akhirnya Erina memutuskan untuk pergi dari rumah saja, karena dia berpikir mertuanya sudah sangat amat keterlaluan dan tidak pernah menyukai dirinya.
"Baiklah kalau begitu, kalau memang mamah engga pernah suka aku tinggal di sini sekarang juga aku akan pergi dari sini."
"Kamu bicara apa sih, mendingan sekarang kita masuk kamar aja."
"Engga mas!! aku sudah muak dengan semua apa yang terjadi saat ini, karena ulah mamah kamu yang sangat membuat aku merasa menjadi wanita yang sangat tidak berguna di mana dia."
Akhirnya tanpa pikir panjang sama sekali Erina yang sudah membereskan semua pakaian miliknya, mencoba untuk pergi dari rumah mertuanya yang selama ini dia tempati.
Meskipun dengan sangat sekuat tenaga Bram mencoba untuk menghentikan Erina pada saat ini, tetapi sama sekali apa yang Bram katakan tidak di dengarkan oleh istrinya.
Karena Erina sendiri benar-benar keras kepala, dia hanya mengikuti kata hatinya yang pada saat ini merasa sangat tersakiti bukan menuruti apa yang suaminya bicarakan kepada dirinya.
"Ya ampun, ngapain kamu harus sedih kaya begini selaga? kalau hanya kehilangan istri kaya begitu."
"Bukannya begitu mah, tapi aku sangat mencintai Erina."
"Lupakan Erina, nanti mamah akan mencarikan wanita atau istri pengantin untuk kamu yang bisa memberikan kamu keturunan, tetapi asalkan kamu tidak mengemis dan juga memohon untuk meminta dia pulang lagi ke rumah ini."
Mendengar semua apa yang mamahnya katakan Bram juga pusing, tetapi dia sendiri tidak punya kekuatan apapun untuk melawan ibunya yang ingin mencarikan Bram seorang istri kedua.
"Aku udah engga tau, mau ngomong apa lagi sama mamah karena yang aku pikirkan pada saat ini cuman satu gimana caranya agar Erina bisa balik lagi ke rumah ini."
"Jangan harap dia akan kembali lagi ke rumah ini!!"
Apakah Bram akan bisa menentukan untuk mengambil keputusan, nantinya siapa yang akan dia pilih. Antara istri yang dia sayang atau mamah yang dia cinta??
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!