...Lana Pov...
Aku memiliki pengakuan untuk dibuat, aku telah menyimpan rahasia ini selama aku bisa ingat. Begitu banyak yang telah terjadi sehingga aku pikir ini adalah waktu yang tepat untuk akhirnya aku harus mengaku. Aku pernah mendapatkan pele*cehan seksual oleh kakak kandungku ketika aku masih sangat muda. Sulit dipercaya karena aku masih mengingatnya dengan sangat jelas, bisa dibilang aku didewasakan oleh keadaan.
Bahkan meskipun aku masih sangat muda kala itu, aku sudah tahu kalau apa yang dilakukan oleh kakakku salah, akan tetapi saat itu aku terlalu takut dan malu untuk menjangkau siapapun jadi aku lebih memilih untuk menguburnya. Tumbuh dengan bayang-bayang suram seperti itu sulit, terutama jika aku kembali ke rumah dimana hal semacam itu adalah suatu hal yang sangat begitu terlarang.
Dan hal itu adalah poin utama mengapa setelah aku menginjak remaja, aku memutuskan untuk menarik diriku dari keluarga, kampung halamanku, dan dari semua orang disekelilingku karena aku tahu bahwa orang-orang dekat jauh lebih berbahaya.
Aku pergi jauh tanpa ada satupun dari mereka yang tahu kemana aku akan pergi, dengan harapan aku bisa melupakannya agar aku masih bisa melanjutkan hidup.
Aku tak bisa menyangkal ataupun berkelit bahwa hal itu sangat begitu mempengaruhiku 180 derajat, aku melampiaskan semuanya pada alkohol, obat-obatan, dan juga menjual diriku sendiri. Jika aku mengingat semua itu, rasanya sama sekali tak ada gunanya lagi untuk aku menjaga mahkotaku sebab mahkotaku sudah direnggut iblis yang sama sekali tak bertanggung jawab.
Mabuk, merokok, sedikit doping dari obat-obatan membuatku jauh lebih baik dan tenang hingga membuatku merasakan sesuatu. Jelas aku sama sekali tidak bangga akan hal itu, tapi aku bercerita apa adanya. Aku kacau dan berantakan, tak ada satu hal apapun yang bisa kuraih karena semangat hidupku sudah surut dari sejak lama. Aku sangat benci iblis berwujud iblis itu, aku benci dia karena kami sedarah dan dia telah membuatku seperti ini.
Rasa sakit yang kualami menyebabkan lebih banyak rasa sakit ketika aku jatuh pada depresi yang sangat begitu berat untuk waktu yang lama, hingga membuatku terjebak dan aku berubah menjadi wanita yang tak punya hati untuk cinta.
Dan aku sama sekali tak pernah percaya siapapun, aku sangat begitu membenci diriku sendiri sehingga aku tak bisa menerima cinta ataupun bantuan dari siapapun. Jika aku punya pacar itu bukan karena cinta, aku hanya ingin mengalihkan kepedihanku dengan kesenangan akan tetapi aku malah sial karena mendapatkan pasangan toxic dan aku terjebak hingga membuatku tak bisa dengan mudah lepas darinya.
Aku sudah rusak dari sejak lama, berkali-kali aku melakukan percobaan bunuh diri tapi selalu gagal, bunuh diri terdengar egois bagi orang awam tapi bagi orang sepertiku lain ceritanya. Aku menderita begitu lama dan sekali lagi aku tak tahu akan berakhir seperti apa hidupku jika aku terus melanjutkan.
Tok!
Tok!
Tok!
"Lana, buka pintunya cepat!"
Aku yang sedang mencurahkan seluruh isi hatiku di kertas seketika saja langsung terkesiap hingga membuat pulpen yang sedang ku genggam jatuh saat aku mendengar suara pintu diketuk, ralat bukan suara pintu yang diketuk melainkan suara pintu yang sedang di gedor-gedor. Aku tahu, itu pasti Tomi dan ia adalah pacarku sekaligus mucikariku. Aku yakin ia datang pasti hanya ingin meminta jatahnya untuk melayaninya diatas ranjang, karena aku tahu kalau Tomi adalah pria hiper se**x yang sangat begitu serakah.
Cklek!
Akhirnya aku membuka pintu apartemen seraya menyambutnya dengan wajah datar dan bercampur malas, karena melihatnya saja sudah membuatku kesal. Tomi datang dengan keadaannya yang mabuk sementara satu tangannya menggenggam botol bir, ia tertawa semaunya lalu seperti biasa ia akan mengoceh sambil mencaci maki.
Njeblug!
Tomi membanting daun pintu sembarangan hingga membuatku langsung mendengus kesal. "Jangan kemari kalau sedang mabuk, Tom!" cibirku dengan kedua tangan bersilang di dada.
Aku tersentak saat Tomi mendekat ke arahku tapi langsung mencengkram rahangku dengan kasar, sepasang matanya yang nyalang, wajahnya menyala, dan giginya yang bergemeletuk.
"Jangan coba-coba kau mencibir atau kau akan ku habisi!" ancamnya kemudian melepaskan cengkraman tangannya di rahangku dengan kasar, hingga membuatku meringis pelan.
"Aw,"
Tomi meneguk bir berulang kali, kemudian ia pun berjalan sempoyongan lalu menghempaskan bokongnya di sofa.
"Buka bajumu!" perintahnya seenak jidat.
Aku berdecak kesal. "Ck, apa kau bisa memperlakukan aku dengan baik sekali ini saja, Tom? Kau datang kemari hanya ingin menyalurkan hasratmu semata, tapi kau sama sekali tak peduli dengan perasaanku!" Aku mengeluarkan uneg-unegku dengan nada protes.
Tomi terlihat tersenyum kecut seakan ia sedang meremehkanku seraya menatapku dengan tatapan telernya. "Jangan munafik, kau juga menyukai permainanku selama ini. Kau pikir, aku tidak tahu." sahutnya sinis.
"Kau selalu saja membuatku tak tahan, masih banyak klien yang pernah tidur denganku tapi permainannya lebih darimu!" komentarku kesal.
Agaknya Tomi sangat tersinggung dengan apa yang baru saja ku katakan, sampai akhirnya ia bangkit dari sofa dengan wajahnya yang berlipat-lipat lebih menyeramkan daripada sebelumnya.
"Jaga ucapanmu, jala*ng!" sentaknya kemudian melempar botol bir pada ubin hingga membuat botol itu pecah berkeping-keping.
Gembreng!
Aku terkejut dan mulai ketakutan, apalagi saat melihat Tomi yang sedang marah seperti itu. Tomi kalau sudah marah pasti akan berubah lebih mengerikan dibandingkan serigala hutan dan ia selalu memperlakukanku dengan sangat buruk. Aku menelan ludahku perlahan seraya berjalan mundur penuh antisipasi, apalagi saat Tomi mulai berjongkok lalu mengambil kepingan kaca dari botol bir tersebut seraya menyeringai ke arahku.
"Tom, please … Jangan main-main dengan serpihan kaca itu." pintaku takut-takut, namun seketika itu pula aku sadar bahwa langkah mundurku langsung terhenti karena dinding tembok yang berada di belakangku.
Mataku seketika membulat saat melihat Tomi berdiri lalu perlahan mulai berjalan mendekatiku dengan wajah sangarnya.
"Tomi, buang kaca itu! Jangan main-main dengan benda itu, benda itu bisa melukaiku!" seruku seraya menelan saliva perlahan.
Tomi terkekeh mengerikan. "Mulutmu harimaumu, jala*ng! Bukannya… kau yang telah memancingku agar bisa bermain dengan bahaya, hem?"
Seketika saja Tomi langsung mencekik leherku kuat-kuat, hingga membuatku mulai kehabisan nafas. Aku berusaha melepaskan belenggu tangannya namun tenaganya jauh lebih kuat. Sementara satu tangannya yang lain mulai mempermainkan serpihan kaca itu lalu membelai pipiku dengan kepingan kaca itu.
"Aku bisa saja merobek wajah mulusmu dengan kaca ini, atau merobek mulutmu dengan kaca ini! Kau merendahkanku, kau pikir servismu terbaik, hah?" bisiknya lalu tersenyum miring.
"Le-lepaskan aku, Tom. A-aku sama sekali tak bisa bernafas." mohonku dengan suara tertahan.
"Aku bisa saja membunuhmu, tapi aku masih memikirkan banyak hal. Terutama uang yang sering ku dapat dari desa*hanmu. Tapi, kalau kau macam-macam dan menghinaku lagi… aku tak segan-segan memasukan benda asing ini pada liang gos*pot mu, Lana. Apa kau paham, hem?" tuturnya dengan nada mendesis tapi mengintimidasi.
Aku tak ingin mengambil resiko, meskipun aku sama sekali tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh pria dungu itu tapi aku memilih untuk mengangguk patuh. Aku sama sekali tak ingin mati di tangan si pecundang yang satu ini, jika aku ingin mati pun aku hanya ingin mati dengan ulah tanganku sendiri.
"I-iya, aku minta ma-maaf padamu, Tom. Tolong lepaskan aku." pintaku sekali lagi dengan nada tertahan dan memohon.
Dengan kasar, akhirnya Tomi pun melepaskan cekikan itu hingga membuatku terbatuk-batuk sementara ia malah tertawa bak manusia yang sudah kehilangan kewarasannya, dan aku sendiri hanya bisa menatapnya dengan penuh kebencian.
"Uhuk... Uhuk!" Aku terbatuk-batuk seraya bernafas lega setelah cekikan itu terlepas dari leherku.
"Kemari dan layani aku!" perintahnya memaksa kemudian dengan kasar Tomi pun langsung mengangkat bagian belakang dressku layaknya memperlakukanku seperti menjinjing seekor anak kucing jalanan, lalu ia pun langsung menyeretku ke dalam kamar.
Brug!
Aku dihempaskan ke atas ranjang, sementara aku mulai bergerak mundur saat Tomi mulai mendekatiku dan ikut naik ke atas ranjang. Bibirnya menyeringai mengerikan dan aku mulai ketakutan, jujur aku ketakutan karena setiap kali Tomi mengajakku berhubungan ia pasti akan selalu memperlakukanku dengan sangat kasar dan terkadang membuat seluruh badanku kesakitan, akan tetapi aku tak bisa menolaknya karena Tomi terus mengancamku.
"Tomi, please..." mohonku berulang kali.
Tomi menanggalkan pakaiannya kemudian membuka ikat pinggang dan meloloskan celananya, sedetik itu pula aku langsung dibungkam oleh ciuman sementara tangannya bergerak dengan begitu mudah untuk menyingkap dress ku lalu ia pun langsung menurunkan selampit ku dengan paksa. Sampai akhirnya kakiku ditarik hingga membuat tubuhku tersentak dan berubah terlentang di atas kasur sementara Tomi langsung menindih ku dengan cepat.
Sepasang mataku langsung membola saat aku merasakan sesuatu dibawah sana yang tiba-tiba saja langsung mendesak masuk dengan paksa.
Rasanya aku ingin menjerit namun tertahan ciuman sialan itu yang membungkam mulutku, aku hanya bisa mencengkram kedua bahu Tomi dengan kuku panjang ku seiring dengan rasa sakit ku yang tak tertahankan di bawah sana.
Tomi tergelak bagai iblis seraya menumbuk ku dibawah sana dengan cepat, ia melampiaskan nafsunya semata hingga membuat air mataku berlinang.
Nafasku bahkan tersenggal, cumbu macam apa yang seperti ini. Alih-alih memuaskan satu sama lain tapi ini malah membuat salah satunya menderita.
"Sakit, Tom. Bisakah kau perlakukan aku dengan baik?" pintaku dengan lirih saat cium*an itu terlepas. "Sakit, Tom!" jeritku berulang kali.
Dan tanpa basa-basi Tomi pun langsung mengeluarkan jurus jolok galah pepaya, apalagi ia yang langsung menjambak rambutku hingga kepalaku tengadah lalu ia pun meluncurkan cium*an ganas. Sungguh aku tak tahan dengan permainan gila ini, aku benar-benar ingin mengakhiri permainan ini yang seperti berada di dalam neraka.
"Emph," Aku melenguh karena kehabisan nafas.
Tarikan tangannya di rambutku seketika saja langsung dilepasnya, hingga membuat kepalaku langsung terkantuk kedepan.
"Ah, awww! Tomi apa kau sudah gila!" sentak ku lantang.
Satu tanganku berusaha untuk melepaskan cengkeramannya namun aku tak mampu, nafasku mulai terasa habis beriringan dengan suara lolongan Tomi bagaikan serigala yang akan mencapai klima*ks, hingga membuat cengkeramannya semakin kuat.
"To-Tomi!" Aku memanggil namanya dengan tenggorokan tercekat, rasanya aku benar-benar akan mati saat ini juga. "Oh shitt!" Aku mengumpat kasar setelah Tomi menampar boko*ngku dan setelah puas ia malah pergi begitu saja meninggalkan diriku yang sudah sangat begitu menderita karenanya.
Tubuhku langsung tumbang saat itu juga di atas tempat tidur dengan wajah lelahku. Aku yakin setelah dia puas menyiksaku seperti ini, ia pasti langsung pergi begitu saja. Tak ada kata maaf atau terimakasih--setidaknya. Karena bagaimanapun hasratnya sudah terpuaskan dengan baik. Dia memang pria bre*ngsek yang beruntung.
Esoknya aku terbangun dengan tatapan silau dari cahaya matahari yang masuk dari celah loster, aku mengucek mataku seraya menggeliat dengan keadaan seluruh badanku yang terasa sangat begitu sakit dan juga terasa remuk, aku beringsut dari tempat tidur dengan kaki telanjang. Aku berjalan dengan tertatih-tatih menuju kamar mandi, ku buka pintu kamar mandi lalu ku berdiri di depan cermin wastafel.
Aku menatap wajahku dan melihat memar di rahang, aku yakin ini karena perbuatan Tomi semalam. Aku meringis saat melihat tanda merah di leherku yang sudah membiru, bahkan selangkanganku terasa sangat sakit. Sungguh aku tak percaya bahwa semalam aku bercinta dengan manusia sakit jiwa seperti Tomi.
Tak ingin larut dengan peristiwa semalam maka aku pun langsung bergegas untuk menyalakan shower. Aku membuka pakaianku hingga telanjang, menikmati setiap curahan air hangat yang menerpa tubuhku. Dan rasanya jauh lebih baik daripada sebelumnya, otot-ototku jauh lebih rilex meskipun ada beberapa bagian tubuhku yang terasa perih akibat perlakuan kasar Tomi.
Aku memainkan busa sabun di telapak tangan lalu meniupnya hingga gelembung sabun itu terbang dan aku pun menusuknya dengan kuku hingga gelembung itu pecah. Aku tersenyum kecil kemudian aku pun meneruskan aktivitasku dengan menggosok-gosok tubuhku pakai sabun lalu keramas dan melakukan ritual bersih-bersih setelah bercumbu.
Setelah aktivitas selesai, aku pun segera mengambil pakaianku dari lemari, mulai tancap make up dan menata rambutku secantik mungkin. Beberapa memar masih bisa disamarkan menggunakan foundation, meskipun mungkin luka di sudut bibirku masih terlihat. Tapi jika ada orang lain yang bertanya aku masih bisa berdalih, sungguh aku bukan tipe wanita yang sering mengadu pada siapapun karena sekali lagi, aku buka tipe wanita yang ingin diberi rasa belas kasihan.
Ku pakai high heels dengan warna senada, aku ingin terlihat cantik hari ini karena aku ingin bertemu dengan klien pertamaku di pagi ini. Bunyi notifikasi terdengar dari ponselku, aku merogoh ponsel dari dalam tas dan mendapati chatting dari Tomi bahwa aku harus buru-buru menemui klienku di lobby apartemen.
Aku menghela nafas lelah, tapi bagaimanapun inilah pekerjaanku. Aku masih butuh banyak sekali uang untukku tabung dimasa yang akan datang agar aku bisa berhenti menjadi pela*cur. Apalagi aku masih banyak tanggungan dan meskipun aku tak pernah kembali ke rumah, aku masih berhubungan dengan ibuku di kampung. Aku masih mengirimkan uang untuk keperluannya tanpa satu orang pun yang tahu, termasuk kakakku.
Ibuku adalah seorang single mother dan sekarang ia tinggal bersama kakakku, ya meskipun kakakku sering kelayapan dan tak pernah mengurusi ibu. Ibu sering memintaku untuk segera pulang, namun aku menolak. Jelas aku menolak, karena aku sudah bersumpah untuk tidak pernah kembali lagi kesana. Ralat, atau mungkin aku masih membutuhkan banyak waktu untuk berpikir dan entah sampai kapan.
Aku mengunci pintu apartemen dan buru-buru menuju lift, namun tanpa sengaja aku malah menabrak seseorang karena aku sedikit teledor. Aku menjatuhkan tas dan juga berkas-berkas miliknya hingga berhamburan di lantai, aku terkesiap dan buru-buru meminta maaf seraya membantu untuk membereskan berkas-berkas miliknya.
"Ya ampun, aku minta maaf... Sungguh, aku sama sekali tidak sengaja." kataku panik seraya mengumpulkan lembaran kertas-kertas yang berserakan dan memasukkannya ke dalam map.
"It's okay, tidak masalah. Lain kali kau harus berhati-hati," ucapnya sembari ikut membereskan kertas-kertas itu. Sampai akhirnya tanpa sengaja tangan kami pun saling bersentuhan hingga kepala kami saling terangkat dan sepasang mata kami pun saling bertemu.
Kami bertatapan lama tanpa berkedip sedikitpun, sementara aku langsung larut dalam pikiranku. Pria berjas itu terlihat sangat muda layaknya seorang CEO dan raut wajahnya terlihat serius, jas formal lengkap dengan dasi, dengan sepatu oxford yang menyilaukan mata.
Namun pria itu berbeda dari kebanyakan CEO, pria itu selain tampan tapi gayanya juga terbilang cukup nyentrik. Dengan piercing di sudut bibir dan kedua telinganya yang tersemat anting hitam yang keren hingga menambah kesan cool yang semakin melekat, kedua alisnya tebal dan hitam, tatapan matanya terlihat sayu tapi memukau serta bibirnya yang terlihat sensual seakan ia tak pernah tersentuh racun nikotin sedikitpun.
"Hey, are you okay?" pria itu membuka suara hingga membuatku langsung mengerjap seraya tersenyum kikuk.
"Ah, Um .. I'm okay." jawabku gugup seraya bergerak salah tingkah.
Buru-buru aku membereskan berkas miliknya lalu menyerahkan berkas itu padanya, kami sama-sama bangkit dengan tatapanku yang sedari tadi tak pernah mau lepas darinya. Jujur, aku sering bertemu pria tampan dimanapun bahkan rata-rata orang yang menyewa jasaku kebanyakan hampir tampan semua. Tapi entah mengapa melihat dirinya untuk pertama kalinya aku seperti merasakan sesuatu yang sangat aneh, dan aku harap aku tidak tertular penyakit sakit jiwa dari Tomi.
"Sekali lagi aku minta maaf, aku tadi buru-buru sekali." ucapku sungkan sekali lagi.
"Ah, tidak masalah. Aku harap berkas-berkas pentingku tidak hilang."
"Oh, ya ampun. Kalau begitu izinkan aku untuk memeriksanya." panikku seketika seraya berusaha meraih map miliknya.
"Oh, aku rasa tidak perlu karena aku yakin berkasku tidak hilang, ini salahku juga karena aku tidak memasukan berkasku ke dalam tas. Sebaiknya aku memasukkannya sekarang, sebelum nanti ada orang selanjutnya yang akan menabrakku." ujarnya yang langsung membuka resleting tas dan memasukan map miliknya. "Lain kali kau harus berhati-hati, meskipun kau sedang terburu-buru sebaiknya pandanganmu tetap harus ke depan, kau jangan menunduk ataupun bermain ponsel saat berjalan. Selain membahayakan dirimu sendiri, kau juga akan membahayakan orang lain." cibirnya santai, tapi entah mengapa kata-katanya langsung menusuk pada ulu atiku.
Aku meringis pelan, aku hampir terpikat oleh ketampanannya tapi setelah aku tahu sikapnya yang dingin seperti itu tentu saja membuatku malas. Pria itu sangatlah menyebalkan, aku tidak suka dengan caranya saat berbicara denganku seperti ini.
"Tapi aku tidak bermain ponsel, Tuan." kilahku apa adanya.
"Tapi kau berjalan sambil menunduk, right? Memangnya apa yang kau lihat di bawah sana, apa uangmu jatuh?" sindirannya terdengar halus tapi bagiku sangat begitu menyebalkan.
Aku mendengus kesal secara spontan, aku sama sekali tak terima kalau aku dituduh macam-macam olehnya. "Tadi aku sudah minta maaf padamu, lalu bagaimana caranya agar aku bisa menghentikan ocehanmu, hah? Ayo, katakan?" balasku menyindir dengan tatapan sinisku. "Dasar, pagi-pagi begini ada saja yang buatku emosi." gerutuku bergumam.
Pria itu tersenyum kecut seraya mengedikan bahu singkat, lalu ia pun malah pergi begitu saja meninggalkanku.
"Heh, dengar! Aku harap aku takkan pernah bertemu denganmu lagi! Dasar kau pria menyebalkan di pagi hari!" teriakku yang hendak memukulnya dari kejauhan.
Pria itu menghilang seiring dia berbelok di koridor apartemen, disertai dengan sumpah serapah dan aku pun memutuskan untuk melanjutkan langkahku lalu masuk ke dalam lift dengan menekan tombol lantai satu.
"Dia pikir, dia siapa? Lihat saja kalau aku bertemu dengannya lagi, aku bersumpah akan memukul tulang ekornya!" Aku bermonolog pada diriku sendiri.
Tomi : Kau dimana jala*ng, cepat klien sudah menunggumu di lobby! Jangan mengacaukan hari dengan tingkahmu itu! Atau aku akan memberikanmu pelajaran!
"Oh shitt! Pria dung*u itu benar-benar tak sabaran, sudah berani memerintah dia juga yang memakan uangku! Bagaimana caranya agar aku bisa menghabisinya? Sungguh, aku benar-benar tidak tahan lagi dengan pria ini!" Aku menggerutu dengan gigi bergemeletuk.
Aku menghela nafas kasar, hari ini adalah hari yang membuat tekanan darahku naik dua kali lipat dibanding dengan hari-hari sebelumnya hanya karena dua pria yang tak tahu sopan santun seperti mereka.
Dan setelah itu pun aku kembali memasukan ponsel ke dalam tas lalu keluar setelah pintu lift terbuka.
Aku berjalan di lobby seraya mengedarkan pandangan kesana-kemari untuk mencari klien yang dimaksud oleh Tomi. Namun, sepasang mataku langsung menangkap sosok jangkung yang berdiri di depan sana, sosok jangkung dengan badan tegap yang mengenakan kemeja putih dengan bagian lengannya digulung hingga siku. Secara bersamaan itu pula pria itu pun langsung menengok ke arahku hingga pandangan kami saling bertemu satu sama lain. Pria itu tersenyum lebar seraya berjalan ke arahku dan aku hanya diam.
"Lana?" suaranya yang berat terdengar dalam nada tanya.
Aku membalas senyumannya dan tanpa ragu aku pun mengangguk. "Ya, aku Lana." Aku mengulurkan tangan ke arahnya dan tanpa ragu pria itu pun menyambut uluran tanganku untuk saling berjabat tangan.
Senyumanku tak berhenti merekah, disisi lain aku yang sial tapi ternyata dengan mudah aku bisa menemukan penangkalnya. Karena kali ini klien pertamaku terlihat seperti pria yang sangat ramah dan juga menawan, secepat itu pula moodku langsung terjun bebas. Dan aku sangat suka perasaan seperti ini, karena aku yakin servisku pasti akan menakjubkan.
Sampai akhirnya kami pun masuk kedalam mobil, pria itu fokus menyetir sementara aku hanya diam saja sedari tadi. Jujur, aku tak pernah sediam ini sebelumnya, apa aku kikuk karena klien pertamaku pagi ini sangatlah tampan?
Jujur, aku tak bisa berhenti mencuri-curi pandang ke arahnya, oh Tuhan ini gila. Aku seperti seorang wanita ******** pemula hanya gara-gara aku tidak bertingkah agresif seperti biasanya.
Tapi tampaknya pria itu menyadari tatapanku, sampai akhirnya aku terciduk dan tatapan kami pun saling bertemu, aku terpaku sementara ia tersenyum misterius hingga membuat bulu romaku langsung berdiri seketika.
Aku suka tatapannya, tatapan arogan tapi terlihat begitu menawan. Dan aku harap, permainanku nanti bisa membuatnya bahagia karena aku sama sekali tak ingin mengecewakannya. Aku tak ingin senyumannya yang keren itu pudar karena aku tak bisa melayaninya dengan sebaik mungkin.
Jantungku berdetak tak karuan, aliran darahku mengalir jauh lebih cepat mengisi nadiku. Aku tahu kalau ini terlalu berlebihan, tapi wanita mana yang bisa memungkiri kalau bertemu dengan pria tampan takkan membuat jantungnya bermasalah.
Dan mungkin kali ini jantungku tengah bermasalah, aku tak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Aku mengalihkan pandanganku darinya agar aku bisa mengendalikan diri, aku tahu mungkin aku terlihat seperti wanita dung*u disini. Aku hanya bisa berharap pria ini tidak risih dengan tingkahku.
Sembunyi-sembunyi aku menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan, aku mencoba menenangkan diri. Aku tak ingin kalau aku terlihat kikuk saat bersamanya, aku memejamkan mata dan mencoba meyakinkan diriku bahwa pertemuan semacam ini bukanlah pertama kalinya. Bahkan aku pernah bertemu dengan uncle-uncle yang jauh lebih tampan darinya, yang berwibawa dan juga dewasa.
Sampai akhirnya aku kembali membuka mataku, aku mencoba memfokuskan pada hal lain. Aku merogoh ponsel dari dalam tas dan secara bersamaan pula aku mendapati chatting dari Tomi.
Tomi : Lana, aku lupa memberitahumu kalau klien yang satu ini adalah klie special. Aku harap kau jangan mengecewakannya, turuti apapun maunya. Jika tidak kau akan mendapatkan masalah denganku! Apa kau paham, hah? Ingat, tunjukan servis terbaikmu!
"Fu*ck!" umpatku pelan setelah membaca chatting darinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!