NovelToon NovelToon

Bunda (Cinta Yang Hilang)

PROLOG

"Oeek..."

"Oeek..."

"Oeek..."

Suara tangisan seorang bayi perempuan mungil yang baru saja lahir ke dunia, memecah kesunyian malam sebuah ruangan Rumah Sakit Bersalin Sayang Bunda, tepat pukul 00.30 WIB.

"Selamat, nyonya Shanum bayi anda terlahir normal, beratnya 3,5 kg dan panjang 50 cm, jenis kelaminnya perempuan," jelas seorang perawat yang membantu membersihkan bayi merah yang baru lahir itu.

Shanum menarik nafas berat, setetes air mata jatuh membasahi pipinya. Dia menutup telinga dengan kedua tangannya. Berbaring membelakangi bayi merah yang belum berhenti menangis.

"TIDAAAKK....!" jerit Shanum pilu.

"Nyonya, anda harus segera melakukan Inisiasi Menyusui Dini, agar bayi anda terbiasa," ucap si perawat lembut.

"AKU TIDAK MAU MENYUSUINYA, SUSTER! TOLONG, JAUHKAN DIA DARIKU!" jerit Shanum histeris. Bayi mungil itu terus menangis, bahkan bertambah kencang.

"Sepertinya bayi anda haus, nyonya. Dia harus segera diberi ASI!" tekan si perawat lagi.

"SUDAH KUBILANG, AKU TIDAK MAU SUSTER, BERI SAJA DIA SUSU FORMULA, JAUHKAN DIA DARIKU SUSTER, KUMOHON!" ratap Shanum egois.

Dengan perasaan kesal, perawat itu keluar dari tempat Shanum dirawat, tanpa bicara sepatah katapun. Perawat bernama Laura, membawa bayi mungil itu keruangan Dokter Hana, dokter kandungan yang membantu proses kelahiran putri Shanum.

"Dokter Hana, Nyonya Shanum tidak mau menyusui bayinya," adu Laura sambil berusaha menenangkan bayi mungil itu dengan memberinya susu formula dengan botol susu.

"Sepertinya dia mengalami Postpartum depression," ujar dokter Hana.

"Apa itu, dok? Apakah sama dengan baby blues Syndrom? tanya Laura.

"Ya, bedanya Postpartum depression lebih parah dari baby blues, jika tidak ditangani dengan baik. Shanum mengalami suasana hati yang buruk, karena rumah tangganya sudah diambang kehancuran, dia tertekan secara mental," terang dokter Hana.

"Kasihan nyonya Shanum ya, dok!" sela Laura.

"Iya, jadi untuk sekarang, tolong rawat dulu bayinya, Laura! Aku akan bicara dengan Shanum sebentar," Dokter Hana bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari ruangan kerjanya, menuju ruang perawatan Shanum.

Baby blues Syndrom adalah sebuah gangguan suasana hati pada seorang wanita yang baru melahirkan, rasa takut, cemas akibat perubahan hormon pada wanita yang baru melahirkan. Gangguan bisa om berlangsung 2 hingga 3 minggu. Sedangkan Postpartum depression adalah gangguan suasana hati setelah melahirkan, yang diakibatkan oleh rasa cemas, takut dan tekanan perasaan, serta berlangsung dalam waktu yang lama. Bisa berbahaya bagi ibu dan juga bayi bayinya, jika tidak ditangani dengan baik. (sumber. Google.Alo Dokter).

Perlahan dokter Hana membuka pintu ruangan tempat Shanum dirawat. Wanita cantik berusia 30 tahun itu, tampak berbaring lemah di ranjang kecil rumah sakit. Matanya tampak sembab, karena terlalu sering mengeluarkan air mata kesedihan.

"Shanum, sudah merasa lebih baik, sayang?" tanya dokter Hana lembut.

Shanum menoleh ke arah dokter Hana, dan menggeleng lemah. Matanya kembali berkaca-kaca.

"Aku tidak baik-baik saja, dok! Aku kacau, sakit hati dan stres, itu yang membuatku merasa lemah," racau Shanum.

"Bayimu cantik, matanya indah seperti matamu, kau tidak ingin melihatnya?" bujuk dokter Hana.

"Aku tidak mau, dokter," tolak Shanum dengan nada lirih.

"Kenapa?"

Shanum menengadahkan wajahnya menahan air mata yang hendak tumpah.

"Walau bagaimanapun dia tetap putrimu. Kau harus memberinya kehidupan yang layak, putrimu membutuhkan cinta dan kasih sayangmu," tegas dokter Hana.

"Dokter, bagaimana aku bisa memberikannya kebahagiaan, sedangkan aku sendiri tidak bahagia, suamiku tidak menginginkan anak perempuan. Dia akan menceraikan aku , jika aku tidak bisa memberinya anak laki-laki." ratap Shanum.

Dada Shanum terasa sesak, kedua bahunya berguncang hebat, saat air mata tak lagi mampu untuk dibendung. Tangisan itu begitu memilukan. Dokter Hana memeluknya erat.

Wanita berusia 50 tahun itu, faham apa yang terjadi pada diri Shanum. Dokter Hana adalah satu-satunya tempat Shanum menceritakan kesedihan, setiap kali berkunjung memeriksakan kehamilannya.

Dokter Hana merasa iba melihat Shanum. Wanita malang itu, selalu datang ke rumah sakit seorang diri, untuk memeriksakan kehamilannya dan juga untuk melahirkan bayinya. Tak ada suami yang mendampingi, bahkan tidak ada seorangpun dari keluarga suaminya yang datang menjenguk, untuk sekedar melihat bayinya.

"Lalu, apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanya dokter Hana.

"Aku tidak tahu, dokter! aku harap kau mau mencarikan orang tua adopsi untuk bayi itu," pinta Shanum egois.

"Jangan berfikir untuk membuang bayimu, Shanum! Dia tidak berdosa, kalian hanya korban keegoisan keluarga suamimu," nasehat dokter Hana.

"Mungkin dia akan lebih bahagia, jika berada di lingkungan yang mencintainya, dok! Sementara aku tidak tahu, akan kemana setelah nanti ayahnya menceraikan ku," keluh Shanum

"Baiklah...! kalau itu keinginanmu, aku akan mencarikan orang tua angkat untuk putrimu!" kata dokter Hana pada akhirnya, setelah tidak mampu meluluhkan hati Shanum.

"Maafkan aku, dokter Hana, bukannya aku tidak mampu merawat bayi itu. Tapi, suamiku tidak menginginkannya, lagi pula aku akan bercerai dengan suamiku," Shanum mengusap air mata yang membasahi pipinya.

"Apakah suamimu sudah mengakui kalau dia menikah lagi?" tanya dokter Hana, sambil mengerutkan dahinya.

Shanum menggeleng. Dia menatap nanar keluar jendela, wajahnya terlihat sedih, saat melihat beberapa pasangan suami istri, yang tampak bahagia menanti kelahiran buah hati mereka.

"Dia tidak bicara padaku, dokter! hanya saja dia sering tidak pulang kerumah, mamanya bilang, Devan keluar kota untuk urusan pekerjaan."

dokter Hana menarik nafas panjang.

"Istirahatlah, Shanum! aku akan mengurus surat adopsi untuk anakmu, tapi aku masih berharap kau mau berubah pikiran," ujar Dokter Hana sebelum keluar dari ruangan perawatan Shanum.

Shanum merebahkan tubuhnya di kasur. Tubuhnya masih terasa lemah dan tak berdaya. Tekadnya sudah bulat, untuk meninggalkan bayinya dirumah sakit.

"Maafkan Bunda, nak! Bunda hanya tidak ingin kamu menderita berada dirumah itu. Bunda yakin, kau akan lebih berbahagia bersama orang tua yang akan mengadopsi mu. Maafkan Bunda, Bunda sayang padamu!" Isak Shanum lirih

Shanum sudah memiliki tiga orang anak perempuan sebelumnya. Putri pertamanya bernama Jasmine Agya Mahendra, kemudian si kembar Sheira dan Sheina. Namun, sang ibu mertua Nyonya Sonia Mahendra, tidak mengijinkan Shanum merawat putrinya dengan alasan Shanum hanyalah perempuan kampung yang tidak tahu apa-apa, dan tidak mempunyai pendidikan yang tinggi, karena Shanum hanyalah tamatan Sekolah Menengah Pertama di desanya.

Shanum mencoba memejamkan matanya sejenak, untuk menghilangkan rasa sakit, kecewa dan amarah. Satu persatu, Shanum mengingat putri -putrinya,

"Jasmine....! maafkan Bunda sayang, walau pun Bunda tidak ikut merawat mu, tapi Bunda menyayangi mu. Maafkan Bunda! karena Bunda telah memisahkan kamu dari saudara mu, " batin Shanum.

"Shera, ,,, Sheina. Bunda kangen kalian...! Bunda ingin mengajak kalian pergi bersama Bunda, tapi Bunda takut, kalian akan hidup susah jika bersama Bunda. Bunda sayang kalian semua, nak!" bibir Shanum bergetar hebat. Hingga akhirnya, wanita malang itu terlelap dalam tidurnya, setelah melalui hari yang begitu melelahkan. Berjuang antara hidup dan mati, demi anak yang tidak diinginkan.

Bersambung

SHANUM ANINDIRA

Hari ini, adalah hari yang buruk dalam hidup Shanum. Bagaimana tidak, disaat semua wanita berbahagia menyambut kelahiran bayi mereka tapi tidak dengan Shanum. Perasaan cemas dan bingung membuatnya pusing dan stres. Suaminya Devan Agya Mahendra berkata; akan menceraikan Shanum kali ini, jika anak yang dilahirkannya berjenis kelamin perempuan lagi.

Hari kedua Shanum dirumah sakit, pasca melahirkan. Namun wanita itu tetap tidak mau melihat anaknya, apalagi menyusuinya.

"Shanum, sudah merasa lebih baik?" tanya dokter Hana siang itu, saat hendak mengontrol kondisi Shanum.

"Tubuhku baik-baik saja, dok! Aku ingin secepatnya pulang," rengek Shanum.

"Bagaimana, apakah keputusanmu sudah bulat, untuk menyerahkan bayimu pada orang lain," ulang dokter Hana lagi.

Shanum diam sejenak. Matanya kembali berkaca-kaca, lalu dia berkata,"Ya Dok, aku yakin, aku tidak akan membawa anakku pulang kerumah."

"Bagaimana jika suamimu menanyakannya?"

Shanum tersenyum getir.

"Dia tidak akan peduli, dok! aku akan bilang kalau anakku meninggal," Shanum memandang dengan nanar keluar jendela kamar tempat dia dirawat. Jahat dan egois, itulah yang ada pada diri Shanum sekarang.

"Aku terpaksa melakukannya, dok! demi kebaikan dan kebahagiaan anakku. Seandainya, jika aku membawa bayi itu kedalam keluarga Mahendra, pastilah nyonya Sonia tidak akan mengizinkanku merawatnya. Seperti yang dilakukan nyonya Sonia terhadap ketiga anakku sebelumnya,"tutur Shanum.

Dokter Hana menarik nafas perlahan, dia memahami apa yang telah terjadi pada diri Shanum. Dokter Hana mengangguk pelan.

"Aku sudah menemukan orang tua adopsi yang tepat untuknya, tapi ada surat pernyataan yang harus kau tandatangani," ujar dokter Hana.

"Aku akan menandatanganinya, Dok!"

"Kalau begitu, besok sebelum pulang, datanglah ke ruanganku!" titah dokter Hana.

"Baik, Dok!" jawab Shanum.

Shanum melangkah dengan gontai menyusuri lorong rumah sakit, menuju ruangan dokter Hana yang berada di sayap kiri komplek Rumah Sakit Bersalin Sayang Bunda tersebut.

"Silahkan ditandatangani, Shanum!" perintah dokter Hana, sambil menyodorkan selembar kertas dan pena. Dengan cepat Shanum menandatangani surat pernyataan adopsi itu, tanpa membaca lagi isinya. Shanum tidak ingin mengetahuinya.

"Kau tidak ingin melihat anakmu sekali saja!" tawar Dokter Hana. Lagi-lagi Shanum menggeleng. Shanum merasa, lebih baik baginya, untuk tidak melihat bayi itu, agar hatinya tidak meragu.

Setelah menandatangani surat pernyataan dan membayar seluruh biaya rumah sakit, Shanum segera keluar dari ruangan itu dan bersiap untuk pulang.

...****************...

Dengan langkah tertatih-tatih, Shanum berjalan memasuki rumah besar kediaman keluarga Mahendra. Sebuah mobil Range Rover berwarna putih, terparkir dihalaman rumah. Sepertinya Devan ada dirumah siang itu, setelah tidak pulang sejak beberapa hari yang lalu.

"BUNDAAA ...!" panggil sikembar Shera dan Shena, menyambut kedatangan Shanum didepan pintu masuk rumah. Semua yang ada diruang tamu melihat kearah Shanum. Disana juga duduk seorang wanita cantik dan sexy berambut panjang duduk bersama Devan dan Nyonya Sonia serta putri sulungnya, Jasmine. Wanita itu menatap sinis kearah Shanum.

"Sayang, kalian baik-baik saja, kan!" Shanum memeluk kedua putrinya itu erat.

"Iya, Bunda! mana adek bayinya ?" tanya sikecil Shena.

"Maafkan Bunda, nak! adek bayinya sudah dijemput oleh Allah dan dibawa ke surga," kata Shanum sedih.

"Kenapa adik bayi dibawa ke surga, Bunda? kenapa Bunda tidak membawanya pulang?" si kembar Shena menarik tangan Shanum, sepertinya anak itu itu tidak mengerti apa yang Bundanya maksudkan.

"Adik bayinya meninggal, Shena. Dia sudah pergi meninggalkan kita," ucap Shanum membelai wajah putri kembarnya yang sudah berusia 4 tahun.

"Adik bayinya laki-laki atau perempuan, Bunda!" tanya Sheira.

"Adiknya laki-laki sayang, tapi dia pergi karena tidak ada yang menginginkan kehadirannya dirumah ini, " ujar Shanum dengan sengaja menaikkan nada suaranya. Devan menatap tajam kearahnya, laki-laki itu bangkit dan menghampiri Shanum.

"Apa katamu? bayimu laki-laki ? lalu mana jasadnya?" bentak Devan menarik tangan Shanum dengan kasar.

"Sudah di makamkan oleh pihak rumah sakit!" ujar Shanum ketus.

Devan mengusap wajahnya dengan kasar.

"Sayang, jangan marah begitu pada Shanum, sebentar lagi anak kita akan lahir, anak kita sudah pasti laki-laki, kan," Wanita yang bersama Nyonya Sonia itu, menghampiri Devan dengan senyum jahatnya.

Shanum memandang kearah wanita itu dan mencoba untuk tetap tenang, namun jauh di lubuk hatinya merasakan sakit yang tidak terlukiskan. Dia ternyata adalah istri pilihan Nyonya Sonia, bernama Vania.

"Devan, ceraikan aku!" ujar Shanum, Shanum menghamba. Laki-laki itu diam tak bergeming.

"Aku tidak tahan lagi, Devan ! biarkan aku pergi, aku akan membawa sikembar bersamaku,"

"Kau tidak boleh membawa keturunan keluarga Mahendra keluar dari rumah ini, kalau kau ingin pergi, pergi saja!" Sarkas Tuan Adam Mahendra keluar dari kamarnya, saat mendengar suara ribut diruang tamu.

Shanum hampir tidak percaya dengan ucapan laki-laki Arogan itu.

"KENAPA KALIAN TEGA MEMISAHKAN KU DARI ANAK-ANAKKU, APA SALAHKU !" Teriak Shanum marah.

"KARENA KAU TIDAK AKAN MAMPU MERAWAT MEREKA, KAU HANYA SEORANG PEREMPUAN KAMPUNG YANG TIDAK BERPENDIDIKAN !" cela nyonya Sonia dengan keras.

"SIAPA BILANG AKU TIDAK BISA MERAWAT ANAKKU!, KALIAN YANG TIDAK MENGIZINKANKU MENYENTUH MEREKA, MENJADI SEORANG IBU TIDAK MEMERLUKAN IJAZAH NYONYA SONIA YANG TERHORMAT!" tantang Shanum.

"CUKUP SHANUM...! AKU AKAN Menceraikan mu, TALAK TIGA!" ucap Devan menekankan. Membuat Nyonya Sonia tersenyum lebar. Begitu juga dengan Vania, istri barunya. Sementara Jasmine putri sulung Shanum, hanya memandangi drama keluarga itu dari lantai atas.

"Dengan senang hati, aku pergi dari neraka ini, Tuan Devan Agya Mahendra. Terima kasih, sudah memberiku pelajaran hidup yang berharga ini, aku tidak akan melupakannya," ucap Shanum dengan tegar. Wanita itu berbalik, dan pergi tanpa menoleh lagi kebelakang, menyeret tas kopernya yang dibawa sejak dari rumah sakit. Tanpa menghiraukan kedua putri kembarnya yang menangis memanggil Bundanya.

Shanum menaiki sebuah Taxi yang kebetulan lewat didepannya. Tangisnya pecah begitu duduk didalam Taxi, membuat sang sopir kaget dan heran. Namun sopir itu hanya diam sambil menyodorkan tisu ketangan Shanum.

"Terimakasih, pak !" ucap Shanum sambil menyeka air mata yang membasahi pipinya.

"Mau kemana, Non ?" tanya sang supir, setelah tangisan Shanum mereda.

"Ke terminal, Pak !"

"Baik Bu...!"

...----------------...

POV SHANUM

Namaku Shanum Anindira, orang-orang memanggilku dengan nama Shanum. Aku adalah seorang anak yatim piatu, sejak aku berumur 12 tahun. Kedua orang tuaku meninggal dalam sebuah kecelakaan jalan raya, saat hendak pergi ke acara pernikahan teman kantor ayah dikota Bandung. Hidup sendirian, membuatku harus berhenti sekolah dan berjuang untuk mencari nafkah sendiri sekedar untuk makan dan membayar tagihan listrik dan air. Untunglah tetangga rumahku sangat baik dan mengasihi ku.

"Shanum...! ini mak bawain nasi uduk buat kamu," Mak Ningsih menghampiriku, saat aku sedang menyapu di teras rumah.

"Terimakasih, Mak! Dagangannya dah habis Mak?"tanyaku.

"Alhamdulillah laris manis," sebuah senyuman terlukis diwajah tua itu.

"Syukurlah Mak, oh ya Mak, ada kerjaan nggak buat Shanum?" kataku pada Mak Ningsih yang masih berdiri didepan rumahku.

"Mmmh, kerja apa ya Num ? " Mak Ningsih tampak berfikir sejenak.

"Apa saja boleh, Mak! asal halal," ujarku.

"Besok Mak tanyain dulu sama orang-orang di pasar, kalau ada yang mau memberimu pekerjaan." lanjut Mak Ningsih.

"Ya Mak ...!" jawabku singkat.

Di Usiaku yang masih muda, aku sudah bekerja untuk mendapatkan uang. Aku bekerja disebuah Cafe, pemiliknya adalah seorang wanita bernama Bibi Soraya, aku memanggilnya Bibi Raya.

Awalnya, dicafe milik bibi Raya aku bekerja sebagai tukang cuci piring dan membantu bibi Raya membersihkan sayuran dan lauk pauk yang mau dimasak. Tapi sekarang aku sudah bisa masak dan meracik minuman yang enak untuk bisa dijual kembali.

Aku betah bekerja ditempat bibi Raya, wanita berusia 60 tahun itu sangat baik padaku, dan memperlakukanku seperti putrinya sendiri.

"Shanum, kamu sudah bisa masak nasi goreng ?" tanya bibi Raya, siang itu saat jam istirahat.

"Sudah bi,...aku bisa belajar dengan cepat, karena bibi mengajariku dengan sabar," ucapku tulus.

"Baguslah kalau begitu, bibi sekarang bisa mengandalkan mu, jika suatu saat bibi pergi, kamu bisa menggantikan bibi dicafe !" tutur Bibi Raya tersenyum manis padaku.

"Memangnya, bibi mau kemana?" tanyaku ingin tahu.

"Ke Jakarta, soalnya, anak bibi ada yang mau lahiran, jadi bibi harus kesana. Mungkin sekitar 3 bulan lagi!"

"Oh, masih lama ya bi, aku masih bisa banyak belajar...aku pasti bisa !" tekadku.

"Bibi senang dengan semangatmu, Num, mudah-mudahan kamu bisa sukses nantinya jika bibi tidak ada disini !"

Bibi Raya, selalu mengajarkan bukan hanya tentang memasak, tapi juga tentang hidup dan cara berbisnis kuliner. Dan dia bangga dengan kemampuanku dalam mempelajari semua yang wanita cantik itu ajarkan.

Awalnya, dicafe milik bibi Raya aku bekerja sebagai tukang cuci piring, dan membantu bibi Raya membersihkan sayuran dan lauk pauk yang mau dimasak. Tapi sekarang aku sudah bisa masak dan meracik minuman yang enak untuk bisa dijual di cafe bibi Raya.

Dengan bekerja di cafe, setidaknya aku tidak pusing untuk memikirkan uang makan, karena bibi Raya memberiku jatah makan siang dan juga makan malam. Dan jika ada ada makanan yang berlebih, aku akan membawakannya untuk Mak Ningsih, tetanggaku yang juga tinggal seorang diri.

Saat ini, aku sudah berusia 22 tahun, ...aku tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik dan mempesona. Banyak pria di desa yang ingin melamar ku menjadi istri mereka. Namun aku tidak menggubris rayuan itu, karena aku hanya ingin menikah dengan orang yang aku cintai.

POV OFF

...----------------...

AWAL PERTEMUAN

Siang itu cuaca dikota Bandung sangat panas dan teriak. Shanum tidak berani untuk keluar dari cafe tempat dia bekerja. Dia duduk dimeja kasir sambil mengipas-ngipas tubuhnya dengan sebuah potongan kardus.

"Num, persediaan es batu masih ada nggak!" tanya Bibi Raya sambil membawa beberapa buah Mangga dari dalam kulkas.

"Masih Bi, bibi mau bikin jus?" Shanum mengambil sebungkus es batu dari dalam freezer .

"Itu, buat pekerja proyek pembangunan hotel seberang, mereka mau pesan jus mangga !" sahut bibi Raya sambil menunjuk ke seberang jalan persis didepan cafe.

"Oh, untuk berapa orang, bi?"

"Sepuluh orang!"

"Biar Shanum yang bikin ya bi, Shanum bisa kok!" kataku sambil mengupas mangga-mangga itu.

"Ya udah, kalau begitu bibi yang siapkan cemilannya," ujar bibi Raya mengambil kotak dan memasukkan aneka macam kue kering dan basah pesanan para pekerja proyek diseberang Cafe.

Shanum dengan cekatan menyelesaikan pekerjaannya. Buah mangga yang sudah di blender itu dimasukkan kedalam gelas-gelas plastik dan diberi penutup.

"Udah bi...!" seru Shanum.

"Biar bibi yang antar,...kamu bereskan yang kotor saja!"

'Oke, Bi!" Shanum membereskan peralatan yang kotor setelah membuat jus mangga barusan.

Tak lama berselang bibi Raya kembali dengan wajah yang berseri.

"Num, mulai besok, seluruh pekerja proyek hotel itu pesan makanan pada kita, untuk sarapan pagi dan makan siang,"ujar bi Raya dengan senyum riang.

"Alhamdulilah, ya bi! emangnya, berapa banyak Bi?"

"Untuk besok hanya 10 orang, tapi Minggu depan, kata mandornya, akan datang 10 orang pekerja lagi," terang bi Raya.

"Wah, kita bakal sibuk, Bi!" seru Shanum.

"Iya, bibi akan cari karyawan buat bantu-bantu kita buat cuci piring dan buat ngantar makanan,"

"Boleh juga bi, biar kita tidak keteteran melayani pelanggan," ujar Shanum.

"Benar, jadi tidak akan ada pelanggan yang kecewa, karena kurang pelayanan dari kita," Shanum menggangguk

Setelah Cafe Bi Raya menambah 2 orang karyawannya, cafe jadi semakin ramai pengunjung, ditambah dengan pekerja proyek dan juga para mandor yang bertugas mengawasi pekerjaan di hotel.

Shanum baru saja beristirahat dikamar belakang cafe, setelah menunaikan sholat Zuhur.

"Kamu sudah makan, Num!" tanya Bi Raya dari depan pintu kamar.

"Sebentar lagi, bi!"

"Makanlah, Sarah dan Doni sudah selesai makan!" ujar Bibi Raya menyebut nama 2 karyawan baru cafe itu.

"Ya, Bi!"

Shanum keluar dari kamar tempat dia beristirahat. Pandangannya mengarah ke pintu cafe, saat tiga orang pria masuk kedalam, dan duduk dikursi yang telah tersedia. Ketiga Pria itu, bertubuh besar dan tinggi, mereka mengenakan jas lengkap dengan dasinya. Sepertinya mereka orang-orang yang datang dari kota.

"Kak Shanum, ada tamu tuh, kakak saja yang nanyain pesanan ya, aku gugup!" kata Sarah menyerahkan kertas dan pena pada Shanum.

"Baiklah!" Shanum mengambil kertas dan pena dari tangan Sarah. Kemudian menghampiri ketiga pria yang baru saja masuk kedalam cafe.

"Selamat siang, Pak! Ada yang mau dipesan, silahkan dilihat menunya!" kata Shanum ramah.

"Kami mau pesan, 2 porsi Nasi sama Ayam Goreng, 1 porsi Nasi sama Soto daging. Minumnya Jus Jeruk 1, Es teh manis 2," pesan seorang pria yang bertubuh sedikit lebih pendek dari 2 orang yang lainnya.

Shanum mencatat pesanan itu dengan teliti.

"Baik pak, silahkan ditunggu!" Shanum berbalik meninggalkan meja itu dan pergi kedapur untuk membuat pesanan pelanggannya.

"Ada tamu, Num?" tanya bibi Raya keluar dari kamarnya setelah beristirahat.

"Iya, Bi!" sahut Shanum

"Biar Bibi yang siapkan, kamu makan saja dulu!"ujar bibi Raya. Aku mengangguk, kemudian segera menyantap makan siangku.

Doni sudah mengantar makanan itu kemeja tamu, Shanum tampak mencuri pandang ke salah satu dari ketiga tamunya. Seorang pria berjas hitam, dengan kemeja putih didalamnya, namun dia tidak memakai dasi seperti 2 temannya. Kulit wajahnya putih bersih, memiliki rahang yang tegas dengan jambang tipis di dagunya.

"liatin apa, neng?" suara bibi Raya membuyarkan lamunan Shanum.

"Bibi...!" Shanum tersipu malu, karena ketahuan mengintip tamu yang sedang menyantap makanan di cafenya.

"Mmmh, sukanya sama cowok yang berjas tanpa dasi itu ya !" goda bibi Raya.

"Bibi, aku jadi malu!" Raya menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.

Jujur, Shanum terpesona melihat ketampanan pria itu. Jauh dari pemuda-pemuda yang ada dilingkungan tempat tinggalnya.

Doni sudah membereskan meja saat, ketiga pria itu meminta untuk mengosongkan meja. Bibi Raya menghampiri tamunya dan bicara dengan serius.

"Jadi, Tuan-tuan ini dari Jakarta...!"ucap Bibi Raya.

"Iya Bu ! Saya pengawas pembangunan Hotel yang ada diseberang itu, Saya Andre dan ini Tuan Devan, dia pemilik hotel SkyBlue yang sedang dibangun dan ini Daniel asistennya Tuan Devan,"tutur salah seorang pria itu. Bibi Raya menyalami mereka satu persatu.

" Kalau begitu, silahkan duduk dulu....semoga nyaman duduk disini !" Sahut bibi Raya ramah.

" Bu Raya, nanti semua tagihan makanan para pekerja Tuan Devan yang bayar, Bu Raya catat saja dulu apa yang mereka minta !" ujar sang asisten yang bernama Daniel.

" Baiklah...trimakasih sudah menjadi relasi kami " ucap bibi Raya tersenyum lebar.

...----------------...

Semakin hari Cafe Bi Raya semakin rame, membuat Bibi Raya kewalahan dan menambah lagi seorang karyawan di cafenya. Shanum dan bibi Raya memasak semua masakan, dibantu Sarah dan Doni.

Setelah itu, Shanum bisa sedikit santai duduk dimeja kasir. Siang itu pria pemilik hotel SkyBlue itu, kembali lagi ke Cafe, tapi dia sendirian. Shanum bergegas berdiri mengambil buku dan pena, kemudian menghampiri pria yang menjadi buah pikirannya sejak semalam.

"Selamat siang, Pak...eh Tuan, mau pesan apa ?" tanya Shanum sedikit gugup.

Pria itu menoleh kearah Shanum, kemudian memindai tubuh Shanum dari kaki hingga kepala, membuat Shanum merasa risih.

"Mmmh...kalau kamu sukanya apa?" pria itu balas bertanya.

"Maksud anda ?" ujar Shanum bingung.

"Saya ingin memesan makanan yang kamu sukai di cafe ini !" katanya lagi.

"Kalau saya suka semuanya, Tuan! Tapi yang paling saya suka Nasi Goreng Special pake Seafood!"

"Ya udah saya pesan yang itu saja !" pinta pria itu sambil tersenyum pada Shanum."

"Baiklah ....! minumnya?" tanya Shanum lagi.

"Apa saja ! kebetulan saya bukan tipe orang yang pemilih dalam memilih makanan dan minuman."

"Tapi, anda tidak mempunyai riwayat alergi kan, Tuan?"

"Sebelumnya tidak!" jawabnya yakin.

Shanum tersenyum manis, kemudian segera meninggalkan pria itu, yang masih menatapnya dengan tatapan tak terbaca.

Pria bernama Devan itu, kemudian sibuk dengan laptop di mejanya, setelah tubuh Shanum menghilang dari pandangannya.

"Tuan Devan pesan apa, Num ?" tanya Bi Raya yang tiba-tiba sudah berada di belakangku.

"Nasi Goreng Special Seafood, bi !"

"Apakah kau sudah menanyakan, apa dia alergi udang atau tidak !"

"Sudah Bi, katanya tidak !"

"Kalau begitu, baiklah...masak yang enak, biar dia suka sama masakanmu, siapa tahu dia mau menjadikanmu istrinya, karena kamu pintar masak " goda Bibi Raya, yang membuat wajahku bersemu merah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!