Seorang wanita cantik dengan kacamata hitam yang menghias di wajah, tampak berjalan memasuki gedung bertingkat milik kakak iparnya. Wanita itu terus berjalan tanpa mempedulikan tatapan para pria yang terpesona oleh kecantikannya.
Ya, meskipun usianya terbilang cukup matang sebagai seorang wanita, namun wajah wanita itu tampak imut dengan kulit putih halus bagikan kulit bayi. Kedua rona merah dengan lesung pipi, membuat wanita itu terlihat bagaikan seorang remaja.
"Selamat siang Nona, Ada yang bisa kami bantu?" sapa seorang wanita yang bertugas sebagai resepsionis
"Aku ingin bertemu dengan Tuan Sky Dwight," jawab wanita tersebut dengan tersenyum sembari membuka kaca mata hitamnya.
"Apa Anda sudah membuat janji?"
"Ya, katakan saja Aluna sudah datang."
Sang resepsionis itu pun mengangkat telepon untuk menghubungi orang yang bertugas di lantai tuan Sky berada. Namun tidak jadi dilakukannya saat menatap seorang pria yang berjalan ke mejanya.
"Kebetulan sekali di sini ada Tuan Erik, asisten pribadi Tuan Sky," tunjuknya pada sosok pria tersebut.
"Erik?"
Aluna membalik badan, menatap dengan terkejut pada sosok pria yang tengah berjalan menghampirinya. Begitu terkejutnya ia sampai kedua matanya tak berkedip, hingga tatapan mereka saling beradu saat jarak keduanya begitu dekat.
"Kenalkan nama saya Erik, saya asisten pribadi Tuan Sky." Ia mengulurkan tangannya pada sosok wanita yang tengah di tunggu oleh tuannya.
Aluna yang diajak bicara hanya diam saja. Kedua matanya terus menatap pria yang berdiri di hadapannya dengan tatapan berbinar juga dengan senyuman yang lebar.
"Kau, bukankah kau si dingin itu."
Aluna memeluk pria di hadapannya tanpa rasa sungkan sedikitpun, bahkan tanpa rasa malu ditatap oleh banyak orang yang berlalu lalang di tempat tersebut.
Ehem..
Erik mendorong wanita yang memeluknya dengan perlahan dan dengan rasa hormat, karena bagaimana pun wanita yang ada di hadapannya itu adalah adik ipar dari atasannya.
"Maaf Nona, Tuan Sky sudah menunggu Anda di atas."
Erik mempersilahkan wanita itu untuk masuk ke dalam lift khusus para pimpinan yang ada di gedung tersebut.
"Hei, kau tidak mengingatku? Kita —"
Aluna tak meneruskan perkataannya saat tangannya ditarik paksa oleh pria yang sudah mengambil hatinya sejak ciuman yang pernah mereka lakukan dulu. Ya, ciuman. Meskipun tidak bisa dibilang ciuman karena yang mencium pria itu adalah dirinya. Dan perlu digaris bawahi secara paksa.
"Maaf..." Erik melepas pegangan tangannya setelah pintu lift tertutup.
"Tak apa, mau pegang lagi juga boleh." Aluna mengulurkan tangannya dengan sukarela dan senang hati.
Erik menatap tangan wanita tersebut sembari menghela napasnya. Sungguh ia tak menyangka akan bertemu kembali dengan wanita gila yang telah membuatnya kesal sejak pertemuan pertama mereka.Ya, gila karena wanita yang ia ketahui keturunan Ricardo itu tiba-tiba saja menciumnya di tempat umum.
Pada saat itu Erik memang tidak terlalu terkejut pada sosok wanita yang menciumnya, karena dua di antaranya sudah pernah bertemu, yaitu Alena, dan Alana yang sekarang menjadi istri dari tuan Sky. Tapi tetap saja ia merasa kesal dengan perbuatan wanita tersebut.
"Ayo pegang!" Aluna masih tersenyum menatap pria pujaan hatinya, yang baru ia ketahui bernama Erik. "Atau mau aku peluk lagi?"
Erik reflek mundur untuk menghindar, sampai tubuhnya terbentur dinding lift.
"Tolong jaga sikap Anda, Nona!" Erik masih berusaha untuk bersikap sopan meskipun hatinya merasa kesal.
"Oke, aku akan menjaga sikap demi jodohku." Aluna tersenyum malu-malu sembari mendekat pada Erik, sampai pria itu kini semakin terpojok.
"Jodoh?" Erik mendorong wanita gila itu yang sialnya adalah adik ipar dari atasannya. Mendorong dengan satu jarinya agar menjauh.
Aluna menganggukkan kepalanya dengan cepat, dan senyuman yang tak pernah hilang dari bibirnya.
"Ya, kau jodohku. Bukankah aku pernah mengatakan jika kita bertemu lagi artinya kita berjodoh."
Aluna terus mendekat meskipun Erik mendorongnya, bahkan ingin memeluk pria itu lagi jika saja pintu lift tidak terbuka.
"Ah, syukurlah!" Erik bergegas keluar.
Sedangkan Aluna baru keluar setelah puas mengumpat lift sembari menendang pintunya. Kesan cantik, imut, dan anggun itu hilang begitu saja pada wanita yang bernama Aluna Ricardo.
Keduanya pun memasuki ruangan utama di dalam gedung tersebut, di mana Sky tengah menunggu. Erik yang memang hanya ditugaskan untuk menjemput adik ipar tuan Sky, langsung keluar dari ruangan.
"Kau membawanya?" tanya Sky pada adik iparnya yang terlihat diam menatap pintu ruangan.
"Tentu saja." Aluna memberikan berkas yang dibawanya pada Sky. Berkas yang berisi pengajuan kerjasama hotel miliknya pada perusahaan Dwight.
Sky membuka berkas tersebut, membaca dan menelisik setiap poin penting yang ada di dalamnya.
"Sky, pria tadi asisten pribadimu?" tanya Aluna. Ia mulai mengeluarkan jurus mautnya untuk menggali informasi tentang Erik.
"Ya," jawab Sky dengan singkat.
"Sejak kapan dia menjadi asistenmu? Kenapa aku tidak pernah melihatnya?" Karena saat acara pernikahan Sky dan Alana, dia tidak melihat Erik.
"Sudah lama, memangnya kenapa?" Sky menutup berkas yang telah dibacanya lalu memberikannya lagi pada Aluna.
"Tidak apa-apa." Aluna menghela napasnya. "Bagaimana, apa kau setuju dengan pengakuanku?" tanyanya dengan harap-harap cemas.
"Aku setuju, aku rasa kerjasama ini akan saling menguntungkan."
"Yes, terima kasih Sky." Aluna memeluk kakak iparnya sebagai tanda terima kasih.
Sungguh ia merasa sangat bahagia. Karena selain pengajuan kerjasama itu diterima, ia juga bisa bertemu kembali dengan pria yang sudah mencuri hatinya.
"Kau memang pria yang baik, kalau saja kau belum menikah dengan kakakku aku pasti akan mengejar cintamu," ungkapnya dengan jujur pada Sky.
Karena sebenarnya saat pertemuan pertama mereka dulu di pernikahan Alena, Aluna sempat menyukai Sky. Tapi pada saat itu ia sudah memiliki seseorang yang di cintainya, jadi rasa suka itu hanya sebatas suka.
"Wow, jangan sampai Alana mendengar hal itu. Kau tahu bukan bagaimana Alana." Sky tertawa sembari mengurai pelukan adik iparnya.
Aluna pun ikut tertawa saat membayangkan bagaimana raut wajah Alana yang marah.
Setelah berbincang cukup lama, Aluna pun keluar dari ruangan Sky. Bukan untuk pulang, namun untuk mencari keberadaan Erik. Dan beruntungnya Aluna, tanpa dicari pria itu sudah menunjukkan batang hidungnya sendiri.
"Hai, tunggu!" Aluna menghadang langkah pria itu. "Sky menyuruhmu untuk mengantar aku sampai mobil," bohongnya dengan nada menyakinkan.
Erik mengerutkan keningnya, namun sesaat, karena setelah itu ia mengantarkan adik ipar tuan Sky meskipun merasa enggan.
"Erik, namamu Erik bukan?" tanya Aluna setelah mereka berada di dalam lift.
Erik sendiri diam tidak menjawab pertanyaan yang menurutnya sangat konyol, bukankah sudah jelas saat di awal tadi ia memperkenalkan namanya. Erik juga tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan lainnya yang ditanyakan oleh wanita itu, wanita yang menurutnya sangat berisik karena sejak tadi bicara tanpa henti.
"Erik kau dengar tidak apa yang aku katakan?" Aluna bingung karena dari tadi pria di sampingnya itu hanya diam saja.
"Maaf Nona, aku—"
"Maukah kau berkencan denganku?" Aluna memotong perkataan Erik dengan cepat, sampai membuat pria itu terdiam. "Bagaimana, mau tidak?"
"Tidak!" jawab Erik dengan cepat tanpa berpikir dua kali.
"Kenapa?" tanya Aluna dengan kecewa.
Bagaimana tidak kecewa. Erik menolaknya begitu saja tanpa mempertimbangkannya lebih dulu. Tidak tahukah pria itu kalau yang ditolaknya adalah salah satu keturunan dari keluarga kaya raya yang merupakan bagian dari keluarga besar Arbeto. Keluarga Arbeto sendiri ada beberapa klan, di antaranya Graham, Mateo, Richard, dan Ricardo yang merupakan nama keluarganya.
"Karena aku sudah memiliki tunangan."
Deg.
Kekecewaan di wajah Aluna menjadi berkali-kali lipat, karena ternyata pria yang sudah mencuri hatinya itu telah memiliki seorang tunangan.
Aluna menatap Erik dari dalam mobil hingga sosok pria itu tak terlihat seiring mobil yang ditumpanginya melaju semakin jauh. Ia pun menghela napas dengan panjang, saat teringat ucapan Erik ketika berada di dalam lift tadi.
...Aku sudah memiliki tunangan....
Ah..
Aluna berteriak dengan kesal sampai membuat supir yang mengendarai mobilnya berhenti mendadak.
"Nona, Anda baik-baik saja?" Supir tersebut menatap nona Aluna yang duduk di kursi belakang.
"Aku tidak baik-baik saja, hatiku sakit hatiku patah," jawab Aluna dengan mimik wajah sendu.
"Apa? Hati Nona sakit, patah? Apa kita harus ke rumah sakit?" tanya supir tersebut dengan panik.
"Ck, untuk apa ke rumah sakit? Langsung saja ke kuburan, aku ingin mengubur hati ini."
Sang supir yang merasa bingung dengan jawaban nona Aluna, hanya diam sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Kenapa diam saja? Cepat jalan!"
"Ke kuburan?" tanya supir tersebut.
"Oh my God, tentu saja kembali ke hotel." Aluna yang sedih mendadak kesal, sampai rasanya ingin menggetok kepala sang supir yang usianya lebih muda darinya.
Kalau saja tidak mengingat supir pribadinya itu adalah anak dari pelayan setianya, sudah lama ia pecat pria itu karena selalu membuatnya kesal.
"Ba-baik Nona." Supir tersebut kembali melajukan kendaraannya.
Sementara Aluna terdiam sembari melamun, mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Erik di salah satu Cafe yang ada di Jakarta.
Flashback on.
Ketiga wanita cantik dan tentunya dari kalangan elit terlihat dari pakaian yang dikenakannya, tengah duduk menunggu pesanan mereka yang belum datang, sambil membuat sebuah tantangan untuk menghibur teman baik mereka yang tengah patah hati.
"Bagaimana, berani tidak?" tantang Jenny pada Aluna yang baru saja putus dari calon suaminya.
Aluna hanya diam saja tidak terlalu menanggapi tantangan Jeny, karena ia tahu tidak ada untungnya menanggapi tantangan tersebut.
"Kenapa? Kau pasti tidak mau karena belum move dari Nick," goda Ester yang sengaja ikut memanasi Aluna. "Ayolah Aluna, kalian sudah lama putus. Masih banyak pria yang lebih baik dari Nick."
Aluna yang awalnya tak peduli, mendadak panas hati saat mendengar nama Nick disebut, bahkan dua kali. Nama bajingan yang sudah selingkuh di belakangnya hingga membuat rencana pernikahan mereka yang sudah tersusun rapih gagal total. Padahal Aluna sudah berharap tahun ini akan melepas masa lajangnya menyusul kedua temannya Jenny dan Ester.
"Ck aku ini sudah move on. Sekarang katakan pria mana yang harus aku cium?" Akhirnya Aluna menerima tantangan tersebut.
Ester dan Jenny pun tersenyum penuh kemenangan, karena hasutan mereka berhasil membuat Aluna mengikuti permainan mereka.
"Lihatlah!" Jenny menunjuk pintu masuk. "Pria berikutnya yang membuka pintu, siapa pun itu baik tua, mau pun muda harus kau cium! Ingat cium di bibir!"
"Apa di bibir?" pekik Aluna dengan terkejut. Tantangan macam apa itu, jangankan mencium bibir pria asing, dengan Nick saja Aluna tidak pernah melakukannya.
"Kenapa? Kau tidak berani melakukannya?"
"Siapa bilang aku tidak berani," ucap Aluna sembari beranjak dari tempat duduknya dengan harap-harap cemas.
Karena sejujurnya ia takut jika pria yang membuka pintu ternyata pria matang seusia Daddy nya, atau bahkan yang lebih parah lagi seusia kakeknya. Mau mundur tapi tidak mungkin karena tidak ingin di cap sebagai pecundang, kalau pun maju rasanya seperti tercekik sampai tak bisa bernapas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!