NovelToon NovelToon

Selimut Cinta Tuan Presdir

Angel

"Dad, kenapa, sih, kau ngga romantis kayak dulu lagi? Apa yang salah denganku? Wajahku sudah kesuntik memakai DNA salmon, supaya aku tampak awet muda, dada dan bagian belakangku, sudah kutambahkan dengan silikon! Apa lagi yang kurang, Dad? Coba lihat aku dan letakkan tablet bodohmu itu!" tukas seorang wanita berpakaian ketat berwarna merah yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang seperti gitar dengan jelas. Dia mengambil tablet bersimbol apel yang tergigit setengahnya itu dan membuangnya begitu saja ke sofa panjang yang ada di kamar mereka.

Tubuh wanita itu padat dan sempurna. Rambut ikal gantung dengan poni menjuntai, serta wajah yang sulit ditandingi kecantikannya membuat kaum adam, tidak akan sanggup mengalihkan pandangan mereka dari wanita itu.

Hanya ada satu laki-laki yang tidak pernah menatapnya, Dante Morgan. Seorang presiden direktur sukses dari perusahaan terkemuka di seluruh negeri. Hidupnya yang dipenuhi dengan harta dan kemewahan, tak membuat Dante merasa bahagia.

Pria itu pun seolah-olah tak pernah menganggap sang istri berada di dekatnya. Apa pun yang dilakukan oleh istrinya, dia tidak akan ambil pusing. Berapa pun uang yang diminta oleh pasangan hidupnya, dia akan selalu memberikannya. Bahkan terkadang, dia melebihkan jumlah nominalnya.

Bukan tanpa alasan Dante berbuat demikian, dua tahun yang lalu, Dante yang baru saja kembali dari tugas dinas ke luar negeri menemukan sang istri sedang bergulat bersama seorang pria di ranjang yang mereka biasa pakai.

Dante yang sangat mempercayai istrinya itu, tak habis pikir mengapa sang istri tega berbuat demikian dan mengkhianatinya. Dante tak pernah lupa bagaimana erangan, dessahan, serta gerakan istrinya untuk pria itu.

Keesokan harinya, tanpa sepengetahuan sang istri, Dante membongkar kamar itu dan menjadikannya kamar pelayan serta memindahkan kamarnya pribadi di lantai atas. Dia juga meminta connecting room. Istrinya akan berbeda kamar dengannya. Setiap kali istrinya bertanya, Dante hanya mengatakan bosan dengan desain yang lama.

Sejak saat itu pula, Dante tidak pernah lagi peduli apa yang dilakukan oleh istrinya itu. Seperti pagi ini, sang istri meminta Dante untuk memperhatikannya dan dia duduk begitu saja dipangkuan Dante.

"Dad! Lihat aku! Sudah lama kau tidak menyentuhku seperti ini, Dad! Apa yang salah denganku?" tanya istri Dante sambil memainkan jari jemarinya yang cantik di sepanjang leher suaminya itu.

Dante menangkap tangan istrinya dengan kasar. "Ev, hentikanlah! Aku tidak suka!"

Wanita bernama Evelyn itu pun beranjak dari pangkuan Dante dengan wajah kesal. "Dua tahun, Dad! Dua tahun kau tidak menggubrisku! Bahkan kau tidak mengajakku berbicara atau sekedar memanggil namaku! Setelah dua tahun, akhirnya kau memanggilku lagi! Apa yang terjadi denganmu, Dad? Apa kau punya wanita lain? Kau punya simpanan? Begitu!"

Mendengar rentetan pertanyaan dari istrinya, kemarahan Dante pun memuncak. "Siapa yang memiliki seseorang? Kau atau aku? Berpikirlah mengapa aku berubah? Buka ingatanmu dan ingat apa yang telah kau lakukan? Aku memindahkan kamar kita dan kau menerima alasanku begitu saja selama dua tahun! Apa kau tidak pernah berpikir apa yang salah dengan itu?"

"Mana aku tau apa salahku, Dad! Kau tinggal katakan apa salahku, aku akan meminta maaf kepadamu!" ujar Evelyn tak kalah panas.

Dante mendengus. "Huh! Mudah sekali kata maaf terucap dari mulutmu! Baik, akan kukatakan kepadamu! Aku tidak pernah memanggil namamu karena sudah ada orang lain yang memanggilmu dengan sebutan Ev dengan mesra dan orang itu bercinta denganmu di atas ranjang kita! Di dalam kamar kita! Ranjang yang biasa kita pakai untuk melakukan segalanya dan kau pakai ranjang itu untuk bercinta dengan pria lain! Sialan!"

"Apa uang yang kuberikan padamu kurang, sampai kau harus bercinta dengannya di ranjang kita, Ev?" tanya Dante lagi. Hilang sudah kesabaran yang selama ini dia tahan. "Sejak saat itu, cintaku untukmu sudah musnah, Ev! Yang tersisa hanyalah rasa jijik dan muak setiap kali aku melihatmu!"

Evelyn terdiam, dia berusaha mengingat siapa pria yang dimaksud oleh suaminya tersebut. Wanita itu terkesiap, saat dia akhirnya tau siapa pria itu. "Dad, itu, ...."

"Jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi! Ini terakhir kalinya aku menyebut namamu!" tukas Dante sambil mengacungkan jari telunjuknya ke wajah Evelyn.

Pria yang masih dikuasai kemarahan itu, mengambil outernya dan keluar dari rumah dengan membanting pintu, tanpa menunggu penjelasan dari Evelyn tentang kejadian dua tahun lalu.

Mobil yang dikendarai Dante terus berjalan tak tentu arah. Dia mengutuk dirinya sendiri karena ternyata, dia masih menyayangi Evelyn dengan sepenuh hati dan rasa cemburu masih menggelayutinya hingga saat ini.

Hari masih siang, Dante semakin bingung ingin melampiaskan kemarahannya ke mana. Maka dia pun mengarahkan kendaraan mewahnya ke luar kota dan tak lupa, dia mematikan ponselnya. Hari ini, dia tidak ingin terganggu oleh apa pun dan siapa pun.

Dante dan Evelyn sudah menikah selama 5 tahun dan belum dikaruniai seorang anak sampai akhirnya mereka memutuskan untuk child free atau tidak memiliki anak.

Aktivitas Evelyn yang sering disibukkan dengan klub sosialitanya, membuat wanita itu enggan terbebani dan terkekang dengan kehadiran seorang anak. Begitu pula dengan Dante, pekerjaannya terkadang menyita waktunya sehingga dia tidak yakin apakah dia bisa menjadi seorang ayah yang baik dan selalu hadir untuk anaknya nanti.

Ketika dia memutuskan untuk membenci Evelyn, dia bersyukur karena mereka belum memiliki seorang anak. Apa yang akan terjadi pada anaknya nanti ketika melihat kedua orang tuanya bertengkar hebat seperti tadi?

Tanpa terasa, Dante tiba di sebuah kota kecil yang cukup padat. Bunyi klakson mobil, motor, sepeda, dan moda transportasi lainnya seolah berlomba untuk meraih juara satu sebagai suara ternyaring di jalanan itu.

Dante mengendarai mobilnya perlahan-lahan, hingga dia sampai di gang sempit dan ramai. Dia pun memutuskan untuk menepikan kendaraannya dan melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki.

Dia melihat banyak anak-anak berlarian dan bermain. Salah seorang gadis kecil menabrak dirinya dan terjatuh. Gadis kecil itu menangis. Dante bersimpuh dan mengusap luka gadis kecil itu. "Hei, kenapa kau yang menangis? Harusnya kau yang minta maaf kepadaku, 'kan, Gadis Kecil? Coba kulihat lukamu,"

Dante menggendong anak itu dan mendudukkannya di atas sebuah gerobak. "Ini hanya lecet dan akan sembuh. Aku tidak tau bagaimana mengobatinya selain kubawa kau ke rumah sakit. Tapi, aku akan mencoba cara ini. Biasanya ini berhasil, paling tidak itulah yang kulihat di drama menyedihkan di tv,"

Kemudian Dante meniup luka di kedua telapak tangan gadis itu dan mengecupnya. "Bagaimana? Apakah sudah sembuh?"

Gadis kecil itu tampak malu-malu dan mengangguk. Namun, tiba-tiba tangan gadis kecil itu ditarik begitu saja oleh seorang perempuan muda yang sangat cantik. Dante memperhatikan perempuan muda yang kini menempelkan plester ke telapak tangan gadis kecil tersebut, wajahnya benar-benar masih alami, belum terkena suntik ini itu seperti Evelyn.

"Nah, sekarang kau sudah sembuh, Anak Nakal! Sana main lagi, tapi perhatikan jalanmu!" suaranya riang dan menenangkan.

Dante terus memperhatikan wanita cantik yang berdiri memandanginya itu.

"Hei, kau tersesat, Tuan?" tanya perempuan itu.

"Ah, ti-, tidak! A- aku, ... Baiklah, ya, aku tersesat. Kalau boleh tau di mana aku?" tanya Dante.

Perempuan itu menunjuk papan jalan. "Sepertinya kau berasal dari kota besar, kau bisa keluar dan jalan melalui pasar dan setelah itu, kau bisa kembali. Mudah, bukan? Nah, semoga berhasil!"

Perempuan itu melengos pergi dan membiarkan rambut panjang hitamnya bergerak-gerak ke sana kemari dinikmati Dante. Dante benar-benar tak berkedip dibuatnya, dia seperti tersihir oleh kecantikan wanita muda itu.

Seseorang menepuk lengan Dante dan mengejutkannya. "Apa-apaan kau!"

"Angel. Itu nama wanita cantik tadi," kata pria berbadan gempal yang menepuk lengan Dante tadi.

Dante melihat ke arah pria itu, lalu netranya mencari si gadis cantik yang bernama Angel itu. Wajah Dante terlihat kecewa saat Angel tidak terlihat lagi.

"Di mana rumahnya?" tanya Dante.

Pria gempal itu menyeringai. "Dia tinggal bersama Madam Sienna, Tuan. Kau harus mengantri untuk bertemu dengannya. Bayarannya pun mahal,"

Dante mengerutkan keningnya. "Bayaran? Kenapa harus bayar untuk bertemu dengannya?"

"Kau benar-benar tersesat rupanya. Angel itu seorang perempuan bayaran, Tuan," kata si pria gempal itu terkekeh dan dia melanjutkan perjalanannya.

...----------------...

Membeli Waktu

Karena penasaran dan seolah terhipnotis, Dante pergi ke sebuah rumah yang ditunjukkan oleh pria bertubuh gempal tadi. Setibanya dia di rumah itu, beberapa wanita dengan pakaian terbuka menyambut kedatangannya dan menuntunnya untuk masuk ke dalam.

Seorang wanita yang tak kalah cantik mendatanginya dan memperhatikan Dante dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Tamu dari Kota Besar rupanya, huh? Sedang berlibur? Pusing? Mual? Lemas? Tidak bisa berkibar? Atau sekedar mencari hiburan?"

Pertanyaan aneh yang ditanyakan oleh wanita cantik itu, membuat Dante tertegun. Pria itu tidak tahu apa maksud pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan wanita itu kepadanya.

Seperti memiliki kontak batin, wanita itu dapat menebak kalau Dante tidak paham dengan pertanyaan yang diberikan olehnya. "Apa tujuanmu datang ke sini?"

"Oh, aku mencari Angel," jawab Dante tanpa basa basi.

Wanita itu tersenyum dengan wajah puas. "Ah, bodoh sekali aku! Seharusnya aku bisa menebak apa yang dicari oleh para tuan muda dari Kota Besar. Selalu Angel,"

"Oh, kami tidak sengaja bertemu dan aku hanya ingin mengobrol bersamanya. Seorang pria yang ketemui di dekat pasar tadi mengatakan kalau aku ingin bertemu Angel, maka aku harus datang ke rumah ini," kata Dante. Entah apa yang terjadi padanya hingga dia begitu ingin bertemu dengan seorang gadis bernama Angel itu.

"Hohoho! Alasan yang cukup bagus. Kau dapat di pukul delapan malam ini. Apa kau bersedia membayar dengan harga ini?" tanya wanita cantik dengan riasan tebal itu.

Dante segera merogoh kantungnya dan mengeluarkan dompet kulit ularnya, lalu dia memberikan sejumlah uang kepada wanita itu.

"Oke, pukul delapan malam! Jangan telat!" tukas si wanita itu lagi sambil mengecup pipi Dante dan lipstik merahnya tertinggal di pipi pria parlente itu.

Setelah keluar dari rumah penyamun itu, Dante bingung apa yang harus dia lakukan lagi hingga pukul delapan nanti. Bukankah biasanya para wanita ini baru akan 'bekerja' di malam hari? Tak mau memikirkan hal itu, Dante pun mencari sebuah kedai minuman yang ada di desa itu.

Tak lama, dia sudah menemukannya. "Vodka," kata Dante pada pramubar tersebut. Setelah mendapatkan satu botol vodka beserta gelas slokinya, Dante mencari tempat di pojokan, dia tidak ingin berbaur. Karena bukan itu yang dia inginkan. Bahkan setelah dia sadar, dia menyesali kenapa dia membayar mahal untuk seorang wanita yang katanya Angel itu. "Bodoh sekali!"

Setelah menenggak gelasnya, Dante memutuskan untuk kembali ke kota. Persetan dengan uang yang sudah dia gelontorkan kepada wanita yang berada di rumah penyamun itu.

Namun baru saja Dante hendak keluar, lagi-lagi dia bertabrakan dengan sosok gadis yang sudah membuatnya penasaran. "Maaf,"

"Oh, maafkan aku. Seharusnya aku yang meminta maaf. Aku tidak melihat jalanku karena aku sedang lelah," kata gadis itu.

Dante melihat warna kemerahan di sudut mata gadis itu, belum lagi pergelangan tangan mungilnya, seperti ada bekas guratan tali yang mengekangnya. Secara reflek, Dante mengangkat tangan itu. "Kenapa tanganmu?"

Gadis itu segera menarik tangannya dan menyembunyikan tangan itu ke belakang gaunnya. "Bukan urusanmu. Silahkan lanjutkan aktivitas Anda,"

"Aku sudah membayarmu untuk pukul delapan nanti dan aku tidak suka kalau kau terluka seperti ini! Ikut aku! Kita ke dokter!" kata Dante yang lagi-lagi menangkap pergelangan tangan gadis cantik itu.

"Apa urusanmu! Kau hanya membayarku sekali, tapi bukan berarti kau bertanggung jawab atas hidupku! Lepaskan tanganku karena aku masih harus bekerja!" tukas gadis itu lagi.

Namun tenaga Dante lebih kuat, dia menyeret gadis mungil itu kembali ke rumah penyamun dan menyerahkan kepada wanita penjaga rumah itu seikat uang. "Aku akan bawa dia sampai malam!"

"Hei, Tuan! Madam Sienna tidak akan mengizinkan kau membawa Angel sebelum jamnya," kata wanita penjaga yang bernama Madam Sienna itu.

"Aku membayarmu lebih! Ini dua kali lipat! Lagi pula, aku tidak mau melihat wajahnya yang seperti itu! Apa kau punya asuransi untuk semua pekerjamu? Apa kau akan bertanggung jawab jika wajahnya menjadi jelek atau berubah? Tidak, 'kan? Sebelum kau kulaporkan ke pihak berwajib atas eksploitasi berlebihan terhadap tenaga kerjamu, terima saja uang itu, dan biarkan aku membawa pekerjamu! Paham?" ancam Dante dengan wajah serius. Dia membawa Angel dalam genggaman tangannya dan memaksa gadis itu untuk masuk ke dalam mobilnya.

Di sepanjang perjalanan, Dante lagi-lagi merutuki kebodohannya. Berkali-kali, dia memukul kemudi mobil sambil memijat pelipisnya. "Aarrgghhh! Apa lagi yang kau lakukan kali ini, Dante Bodoh!"

Sementara itu, Angel tidak berani menatap Dante. Pekerjaannya sebagai seorang wanita bayaran yang setiap harinya bertemu dengan ribuan sikap laki-laki, mengajarkan Angel untuk diam tepat pada waktunya.

Setibanya mereka di rumah sakit yang berada di kota, Dante membawa Angel ke tempat kenalannnya. "Tolong obati luka-lukanya!"

"Hohoho, siapa ini, Dante?" kata temannya itu sambil menyiapkan sekotak peralatan untuk luka luar dan dengan lembut, pria itu mulai membersihkan luka di wajah serta pergelangan tangan Angel. "Apa yang terjadi padamu, Gadis Cantik?"

"Untuk kali ini, jangan banyak tanya! Kerjakan saja, Frank!" pinta Dante memohon.

Frank mengangkat kedua tangannya. "Oke, kuharap istrimu tau kalau kau membawa seorang gadis bersamamu,"

"Persetan dengan wanita sialan itu! Aku akan bercerai, cepat atau lambat, Frank!" kata Dante, tiba-tiba saja suaranya berubah menjadi kering dan dingin.

Angel melirik Dante dari sudut matanya. Sudah bukan kejutan kalau pria yang tidur bersamanya memiliki seorang istri. Setelah selesai, Dante mengajak Angel makan di rumahnya. Dia tidak peduli istrinya ada atau tidak, justru dia akan bersyukur kalau istrinya melihat dia datang bersama seorang gadis muda yang cantik seperti Angel ini.

"Ini rumahmu?" tanya Angel.

Dante mengangguk. "Kita akan makan, setelah itu aku akan menuntut hakku karena aku telah membayarmu mahal, Gadis Muda!"

Angel menelan salivanya kasar. Gadis itu tampak takut dengan Dante. Wajah pria itu galak dan bicaranya tegas, berbeda dengan pria-pria di desa yang dia temui atau pria lain yang sama-sama dari kota juga.

Namun, Angel memberanikan diri untuk menyebutkan peraturan dan prinsip yang dia terapkan selama dia bekerja. "Baik kalau begitu, aku akan membacakan peraturanku. Kau boleh melakukan apa saja kepadaku, tapi kita tidak bicara dan kita tidak berciuman,"

"Ciuman?" tanya Dante.

Angel kembali mengangguk. "Ya. Ciuman itu akan melibatkan perasaan. Kau tidak mau berhubungan denganku selama lebih dari satu malam, bukan? Jadi, tidak ada ciuman,"

"Bagaimana dengan bicara?" tanya Dante lagi.

"Sama saja. Dengan kau berbicara selagi aku melayanimu, apa bedanya dengan suami istri! Kita tidak memiliki hubungan apa pun dan kau tidak berharap untuk memiliki hubungan denganku, 'kan? Jadi, dua peraturan itu tidak bisa kau langgar!" tegas Angel lagi.

Dante mencoba memahami dunia barunya itu, tidak ada niat dihatinya untuk memakai Angel atau siapa pun namanya itu. Dia hanya butuh teman bicara, tidak lebih. "Aku akan membeli waktu bicaramu kalau begitu! Aku tidak butuh tubuhmu! Berikan padaku nomor Madam Sienna-mu itu!"

"Heh? Apa? Bagaimana?" tanya Angel terkejut.

...----------------...

Sebuah Pagutan

Saat itu juga, Dante menghubungi Madam Sienna dan karena tampaknya Madam Sienna sudah mulai kewalahan menerima pembayaran dari presiden direktur yang super kaya itu, akhirnya dia mengizinkan Dante untuk membeli waktu Angel selama sisa hari itu.

"La-, lalu, apa yang akan kau lakukan dengan waktuku?" tanya Angel takut-takut. Jelas saja dia takut, Madam Sienna yang tak pernah tunduk kepada siapapun, kini tunduk kepada Dante Morgan. Uang Dante, lebih tepatnya. Mengerikan sekali! Begitu pikir Angel.

"Duduklah! Temani aku bekerja. Siapa namamu?" tanya Dante sambul membuka laptopnya dan mulai memasukan data dari ponsel ke dalam laptopnya. "Hai Sirion, hubungkan aku dengan Theo!"

Tiba-tiba saja dari ruangan itu bergema suara seorang wanita yang berkarakter dan memiliki kharisma tersendiri di telinga Angel. "Baik, Tuan Morgan. Bagaimana kabar Anda hari ini? Theo sudah terhubung,"

Tak lama, suara seorang pria terdengar dan Dante memintanya untuk mengambil alih seluruh tugasnya hari itu. "Theo, satu lagi! Jangan ganggu aku seharian ini! Aku ingin istirahat!"

"Baik, Tuan," jawab Theo patuh.

Setelah selesai berbicara dengan pria bernama Theo, Dante mengakhiri panggilannya dan dia kembali sibuk dengan sesuatu yang ada di laptopnya.

Angel mulai menjalankan tugasnya. Dia membelai tulang selangka Dante dan mengecup ceruk leher pria itu. Namun dengan sigap, Dante menarik tangan Angel dan memintanya untuk duduk di kursi yang ada di depannya.

Kedua netra mereka saling bertumpu dalam keheningan. Angel memberanikan diri untuk kembali menyentuh Dante, tetapi lagi-lagi Dante menepis sentuhan dari gadis berambut cokelat tersebut.

"Aku tidak suka kau menyentuhku," ucap Dante.

"Lalu?" tanya Angel takut.

Dante mengangkat tubuh mungil Angel ke atas meja setelah dia menyingkirkan laptopnya. "Biar aku yang menyentuhmu. Katakan sekali lagi kepadaku, apa laranganmu?"

"Tidak ada percakapan dan tidak ada ciuman," jawab Angel.

Dante tersenyum puas, padahal Angel belum sekali pun memulainya. "Baiklah,"

Dante pun memulai permainannya. Ternyata sulit sekali untuk tidak memulai dengan sebuah pagutan. Beberapa kali, Dante kelepasan melarikan bibirnya ke benda kenyal kemerahan milik Angel yang seolah-olah memanggilnya, minta disentuh. Namun berkali-kali juga, Angel mengalihkan wajahnya dari serbuan bibir Dante.

Sudah dua tahun, Dante tidak menyentuh seorang wanita, termasuk Evelyn, istrinya. Begitu Angel berada di depannya, dia bingung harus memulai darimana. Sekujur ceruk leher Angel kini membekas tanda merah hasil karya Dante. Pria malang itu tampak tidak tau lagi, apa yang harus dia lakukan pada seonggok tubuh indah yang berbaring di atas meja.

"Aku tidak bisa!" kata Dante akhirnya.

Angel beranjak dari posisi berbaringnya. "Apa yang terjadi padamu? Kuakui, itu permainan paling membosankan yang pernah aku rasakan,"

Dante mengangkat bahunya dan membenamkan wajah pada telapak tangannya. "Aku tidak tau apa yang terjadi denganku, tapi, ...."

Ucapannya terhenti, saat Angel duduk di atas pangkuannya dan perlahan membuka kancing kemejanya. "Bisakah kau hanya melihatku saja? Pikirkan saja tentang aku. Kau boleh melihat wajahku, tubuhku, setelah itu nikmati setiap sentuhan yang akan kuberikan,"

Seperti seorang anak kecil yang baru saja dibujuk rayu, Dante mematuhi segala ucapan Angel. Dia kini memusatkan perhatiannya pada gadis cantik dengan gaun lusuh tersebut. Namun walaupun lusuh, Angel sanggup mengalihkan perhatian pria manapun yang memandangnya. Tubuhnya tercetak dengan sangat indah di gaun itu, belum lagi bongkahan padat menggemaskan yang menyembul dari balik gaun lusuh itu, yang mengundang tangan-tangan nakal untuk menyentuhnya.

Dante pun mulai dikenyangkan dengan pemandangan itu, manakala Angel melucuti gaun lusuhnya selapis demi selapis hingga hanya menyisakan pakaian dalam tipis yang menggoda iman kaum Adam.

"Kita lihat, apakah aku sudah berhasil mengalihkan duniamu, Tuan Morgan?" bisik Angel dan dia kembali duduk di pangkuan Dante.

Mendengar namanya dipanggil dengan sebegitu lembutnya, membuat Dante menggigit bibir bawahnya. Ya, cara gadis itu berhasil!

Sesuatu di balik celana Dante seolah-olah menggeliat saat Angel mulai menjilati dada bidang Dante seperti es krim. Dante mencengkeram arm rest kursi makan kencang-kencang. Angel mengulum senyumnya dan dia semakin melarikan ciumannya ke bawah, hingga dia menemukan apa yang menjadi pusat permainannya siang itu.

Perlahan, Angel membuka kancing celana Dante dan dia kecewa. Gadis itu memberengutkan bibirnya sambil berkacak pinggang. "Kau belum fokus sepenuhnya padaku, Tuan Morgan,"

"Sudah! Adik kecilku itu sudah bereaksi," protes Dante.

"Apa hanya sebesar ini?" tanya Angel sambil mengacungkan jari kelingkingnya pada Dante.

"Sialan! Tentu saja tidak!" kata Dante dengan wajah memerah.

Suara tawa Angel pecah begitu saja saat melihat perubahan ekspresi di wajah Dante. "Hahaha, baiklah. Pertahankan itu, aku akan membuat sisa harimu tak dapat tergantikan,"

Begitu tangan Angel menyentuh senjata tumpul milik Dante, suara dessahan mulai bergema di seluruh ruangan makan itu. Tak hanya tangan, Angel pun mengulum junior Dante seakan menikmati sebuah popsicle yang menyegarkan.

Dante semakin mencengkeram pinggiran kursi makan erat-erat. Setelah puas bermain, Angel kembali duduk dipangkuan Dante dan dia mulai bergerak menghujamkan batang kejantanan pria kaya raya itu dan mengukung pria itu di bawah kuasanya.

Setiap pergerakan yang dipompakan oleh Angel, sanggup menggelorakan gelombang gairah yang semakin besar untuk Dante. Sehingga pada akhirnya, Dante mulai memanas dan mencapai puncaknya bersamaan dengan gadis cantik itu.

Setelah puas bermain, Dante mengajak Angel untuk berpergian menjelajah kota. Pria itu membelikan satu lusin gaun mewah untuk Angel. "Ganti pakaianmu dengan yang bagus! Itu buang saja!"

Tak lama, mereka keluar dari toko pakaian tersebut dengan menenteng beberapa tas belanjaan. Dante juga mengajak Angel untuk perawatan wajah. Menurut Dante, wajah Angel cantik tetapi kumal dan dekil.

Tanpa terasa, petang meninggalkan mereka dan waktu yang sudah dibeli oleh Dante hampir habis. Dante pun mulai sering melirik ke arah jam tangannya. "Aku akan memulangkanku setelah kau makan bersamaku,"

Mereka masuk ke dalam sebuah restoran mewah dan Dante memilihkan menu untuk Angel. "Katakan kepadaku, siapa namamu?"

Angel tersenyum dan menyesap minumannya. "Aku tidak akan membuka ranah pribadiku. Maafkan aku, Tuan Morgan,"

"Hanya sebatas nama?" tanya Dante membalas senyuman Angel.

Gadis itu pun mengangguk. Wajahnya yang cantik kini semakin bersinar di bawah lampu temaram restoran. Gaun merahnya membuat Angel semakin bercahaya. "Tanyakan aku yang lain. Tapi tidak tentang aku,"

"Saat ini, aku hanya tertarik pada namamu," kata Dante mulai memotong-motong daging steaknya.

"Apalah arti sebuah nama, Tuan. Tidak pernah ada yang tertarik pada namaku. Mereka hanya tertarik pada wajah dan tubuhku," jawab Angel suaranya terdengar muram.

Dante menatap gadis itu. Perbedaan usia di antara mereka mungkin terpaut cukup jauh. Angel seperti seorang anak gadis dan dia ayahnya, kira-kira seperti itulah. Namun ada sesuatu yang menarik perhatian Dante dan membuat pria itu ingin bersamanya.

Begitu pula dengan Angel, sikap Dante yang lembut dan manis, serta memanjakan dirinya, membuat Angel tak ingin kembali malam itu.

"Angel, bolehkah aku mengembalikanmu besok pagi? Aku akan membayar uang ekstra kepada Madam Sienna," kata Dante dan dia bersiap mengambil ponsel yang dia letakkan di atas meja makan.

Baru saja dia hendak menghubungi Madam Sienna, seorang wanita bertubuh sintal mendatangi mereka. "Dad? Apa yang kau lakukan di sini?"

Sontak saja, Angel berdiri dan membungkukkan badannya ke arah wanita itu. Dante segera mengambil posisi di samping Angel dan merangkul pinggang gadis itu. "Hai, Ev. Kenalkan, ini kekasih baruku. Aku mengajukan perceraian kita pagi ini dan akan segera di proses,"

Evelyn menggelengkan kepalanya. "No! No! No, Dad! Kau tidak bisa melakukan ini kepadaku! Aku tidak mau bercerai darimu,"

"Ya, aku bisa," kata Dante singkat.

Tatapan mata Evelyn beralih kepada Angel dan Dante bergantian. "Dia tidak mungkin kekasihmu, Dad! Tidak mungkin!"

Tanpa aba-aba, tanpa persiapan, Dante mengambil alih bibir merah Angel dan memagutnya dengan panas. Kemudian, dia tersenyum menatap Evelyn. "Dia kekasihku, Ev,"

Evelyn menampar wajah Angel. "Kau! Wanita Brengsek yang hanya bisa menghancurkan rumah tangga orang lain! Wanita Jallang!" Setelah berkata demikian, Evelyn pergi sambil menangis tersedu-sedu.

"Kau baik-baik saja? Maafkan aku, dia istr-, ... Angel?" Dante melihat gadis yang tampak shock tersebut.

"Kau mematahkan perjanjiannya, Tuan Morgan! Permisi!" Angel pun pergi meninggalkan Dante yang terus memanggil-manggil namanya.

"Angel! Angel! Jangan pergi!" tukas Dante.

...----------------...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!