NovelToon NovelToon

All You Need Is Love

One

Terkadang sebuah cobaan bisa datang kepada siapa saja, entah dari kalangan orang mampu maupun orang-orang yang tidak mampu. Namun, Tuhan tidak akan memberi cobaan di atas kemampuan hamba-Nya, cobaan merupakan peringatan Tuhan untuk hambanya agar menjadi lebih baik. Itulah yang dialami oleh salah satu keluarga, keluarga yang dulunya tentram dan damai berubah saat cobaan datang silih berganti.

Keluarga Ardhani yang bisa dibilang sangat berkecukupan hidupnya, tetapi mereka tidak merasakan kasih sayang dalam sebuah keluarga. Ardhani Dzaky Haidar dan Haifa Silmi Alisha adalah sepasang suami istri yang tengah tersandung masalah, sehingga menyebabkan mereka berpisah. Mereka mempunyai empat orang anak dan semuanya tinggal bersama Pak Dhani. Sedangkan Silmi tinggal seorang diri disebuah rumah yang lumayan besar.

Anak pertama mereka kembar, yakni Amando Saktika Ardhani dan Alvian Akbar Ardhani, anak kedua bernama Alice Zhafira Ardhani, lalu anak terakhir bernama Alisha Corinna Ardhani. Walau mereka korban dari perceraian orang tua mereka, tidak membuat mereka membenci kedua orang tuanya. Mereka juga sering berkunjung ke rumah Silmi, begitu pun Silmi juga sering mengunjungi anak-anaknya. Namun tidak selamanya mereka dapat berkumpul bersama.

Seperti hari ini, ada berita bahwa Silmi tersangkut kasus pencucian uang perusahaan tempatnya bekerja. Memang cobaan tidak hanya datang sekali. Silmi dinyatakan tersangka dan mendapat hukuman penjara selama lima tahun. Mengetahui bahwa Ibunya sekarang mendekam di penjara, membuat keadaan menjadi berbeda.

Dhani berusaha membersihkan nama baik keluarga dan perusahaannya karena kasus yang menimpa mantan istrinya itu. Suasana keluarga itu menjadi berubah, sang ayah masih terus berusaha mengangkat kembali perusahaannya. Sedangkan perlakuan anak pertama juga kini berubah, tapi kasih sayang terhadap adik-adiknya tetap dia berikan walau dengan cara yang berbeda.

...🏡🏡🏡...

Suatu pagi di rumah yang sangat besar dan megah ini terlihat masih sepi. Pagi tadi Dhani sang pemilik rumah sudah berangkat ke kantor, memang inilah kebiasaannya jarang sarapan di rumah karena ia memang harus berangkat sangat pagi. Pergi pagi pulang malam, inilah rutinitas Dhani setiap harinya. Zhaza anaknya juga sudah bangun sejak pagi untuk menyiapkan sarapan untuk saudara-saudaranya, sudah menjadi kewajibannya.

Rumah sebesar ini memang belum mempunyai seorang pembantu, inilah yang membuat Zhaza sedikit kerepotan setiap paginya. Setelah selesai menyiapkan sarapan, ia menuju kamar adiknya. Hari ini adalah hari pertama Zhaza masuk ke sekolah setelah kemarin libur kenaikan kelas.

Zhaza duduk di kelas sebelas SMA, sedangkan adiknya Shasa masih duduk di taman kanak-kanak. Kakaknya baru lulus SMA dua tahun lalu dan sekarang melanjutkan kuliah di sebuah perguruan tinggi. Sakti mengambil fakultas seni jurusan seni musik, sedangkan kembarannya Akbar lebih berminat dengan fakultas ekonomika dan bisnis dengan jurusan manajemen. Walaupun kembar, sifat mereka sangatlah berbeda juga dalam hal kegemaran.

“Sha, bangun!” panggil Zhaza pelan dan duduk di tepi ranjang Shasa.

Nuansa kamar yang di desain seperti negeri dongeng, membuat siapa saja yang berada disini akan merasa senang dan ceria. Shasa membuka matanya dan sesekali menguap.

“Kamu mandi ya? Habis itu langsung ke bawah, Kakak udah masak nasi goreng favorit kamu,” lanjut Zhaza.

“Tapi, Shasa masih ngantuk. Hari ini Shasa nggak usah berangkat ya?” rengek Shasa.

“Nanti kalau Papa tau kamu hari

ini nggak masuk, kamu dimarahi loh. Ayo cepet bangun!” bujuk Zhaza.

Akhirnya dengan malas Shasa menurut dan masuk kamar mandi. Zhaza segera membereskan tempat tidur dan buku-buku pelajaran adiknya. Setelah selesai, Zhaza kembali ke meja makan untuk sarapan.

Selesai mandi Shasa langsung menuju ruang makan untuk sarapan, sampai meja makan dia duduk di depan kakaknya yang ternyata sudah selesai sarapan dan sedang menyiapkan bekal untuk dibawa Shasa ke sekolah.

Zhaza membereskan piring-piring kotor dan membawanya ke dapur, sedangkan Shasa terlihat tenang dengan sarapannya. Tiba-tiba ada seseorang yang menoel pipi Shasa, saat menoleh dia tidak melihat siapa pun. Shasa hendak menyuap nasi yang berada di sendoknya, tapi sudah hilang entah kemana.

“Ih, Kak Akbar jahil. Itu kan nasi goreng Shasa,” omel Shasa yang sekarang tahu kemana perginya nasi tadi. Akbar hanya memeletkan lidahnya mengejek Shasa.

Akbar pun duduk di sebelah Shasa dan mengambil sepotong roti diolesnya dengan

selai, lalu dilahap. Tidak lama Zhaza kembali dan bergabung dengan Kakak juga Adiknya.

“Kamu nggak sarapan, Zha?” tanya Akbar dengan mulut masih penuh.

“Udah tadi, Kak,” jawab Zhaza dan meminum susu.

“Kak Akbar jorok, makanannya muncrat kemana-mana tuh,” celetuk Shasa, sedangkan Akbar hanya nyengir.

Setelah menghabiskan sarapannya Shasa sudah siap dengan ranselnya dan dia menunggu jemputannya. Sejurus kemudian terdengar bunyi klakson mobil, sudah bisa ditebak bahwa itu adalah mobil jemputan Shasa.

“Itu jemputannya udah datang,” ucap Akbar.

“Kak, Shasa berangkat ya?” pamit Shasa kepada kedua kakaknya, mereka mengangguk bersamaan.

“Kak Sakti mana?”

“Kak Sakti masih mimpi di kamar, belum bangun,” jawab Akbar.

“Ayo, Kakak antar sampai depan!” ajak Akbar dan menggandeng Shasa berjalan keluar.

Setelah memastikan Shasa berangkat, Akbar kembali masuk ke dalam. Kali ini dia duduk di

ruang keluarga dan menyalakan televisi. Zhaza sedang membereskan meja makan yang jaraknya tidak jauh dari ruang keluarga.

“Zha, butuh ART ya?” tanya Akbar.

“Ehm, iya. Kakak nggak ke kampus?” jawab dan tanya Zhaza kepada Akbar.

“Kuliah siang,” jawab Akbar tanpa menoleh.

“Kalau Kak Sakti?”

“Nggak tau, dia emang nggak jelas jadwal kuliahnya. Orangnya juga nggak jelas.”

“Siapa yang lo bilang nggak jelas?” tanya seseorang yang tiba-tiba datang.

“Kak Sakti lah,” jawab Akbar masih terfokus pada televisi, sedangkan Zhaza hanya diam tidak berani ikut campur.

“Apa lo bilang?” Sakti langsung meninju Akbar dan membuat Akbar kaget, karena ternyata  yang menjawab tadi adalah sang kakak.

“Udah siang, Zhaza berangkat dulu ya?” pamit Zhaza dan tanpa menunggu jawaban dari kedua kakaknya dia langsung berlari keluar rumah.

“Eh Zha, Kakak antar ya?” tawar

Akbar dan mencoba melepaskan diri dari tindihan Sakti.

“Mau kabur lo! Enak aja, udah nggak sopan lo sama gue. Sekarang udah mulai berani sama Abang lo?” Sekarang Sakti menduduki Akbar.

“Kita kan kembar, bisa jadi gue yang Abang lo 'kan?”

“Enak aja, yang keluar gue duluan. Gue Abang lo.”

Saat Sakti lengah, itulah kesempatan emas bagi Akbar.

Dia langsung bangun dan lari terbirit-birit keluar rumah, alhasil Sakti terjungkal ke sofa. Beruntung Zhaza masih berada di luar rumah dan hendak membuka pagar.

...🏡🏡🏡...

Akhirnya Zhaza berangkat diantar Akbar dan mengakibatkan terlambat masuk sekolah. Sebenarnya tidak terlambat, karena jalanan macet itulah yang menyebabkan Zhaza terlambat. Gerbang sekolah pun sudah tertutup dan dijaga oleh seorang satpam berbadan kekar berwajah sangar. Setelah Akbar dan satpam itu bernegosiasi secara alot, akhirnya Zhaza diperbolehkan masuk.

“Belajar yang rajin ya? Kakak pulang dulu,” pesan Akbar dan langsung melajukan mobilnya menjauhi area sekolah.

Zhaza berlari menuju mading untuk melihat dimana kelasnya. Suasana koridor sudah sepi, hanya ada beberapa siswa saja. Hari ini pun tidak diadakan upacara bendera, hanya siswa baru kelas sepuluh yang melaksanakan apel pagi dan dilanjutkan pengenalan lingkungan sekolah.

Dengan ragu Zhaza memasuki kelasnya, dirinya belum tau siapa saja teman sekelasnya sekarang. Zhaza menarik napas dan menghembuskannya dengan perlahan, langkahnya mulai memasuki kelas. Namun, yang terjadi adalah seisi kelas langsung berbisik-bisik dan ada pula yang memandang sinis melihat kehadiran Zhaza. Senyum Zhaza memudar dan ia menundukkan kepalanya.

Zhaza mengangguk dan menuju bangku yang dimaksud. Pelajaran yang sempat terhenti kembali dilanjutkan.

...🏡🏡🏡...

Two

Saat istirahat, Zhaza menghampiri salah seorang anak yang sedang berbincang dengan teman sebangkunya. Anak itu dulu pernah satu kelas dengannya ketika kelas sepuluh. Memang semenjak kelas sepuluh Zhaza bukanlah anak yang pandai bersosialisasi. Mereka berteman hanya sebatas saling mengenal nama, bahkan Zhaza tidak pernah bermain bersama bersama mereka.

“Ehm, Bel. Boleh aku ikut gabung sama kalian?" tanya Zhaza menginterupsi Bella yang asyik berbincang.

“Alice Zhafira Ardhani, kayaknya pernah denger nama itu. Dimana ya gue lupa. Ehm oh iya, keluarga Ardhani dan Nyonya Silmi si koruptor. Iya 'kan?” ucap salah seorang anak yang masih bertahan di kelas membuat Zhaza, Bella, dan teman sebangku Bella menoleh.

“Iya, lo bener. Kok bisa ya? Dia masih punya muka bertahan di sekolah ini?" timpal temannya, anak-anak tersebut tersenyum sinis kepada Zhaza.

Karena sudah tidak tahan lagi, dia memutuskan keluar dari kelas. Tidak mempedulikan niat awalnya yang hendak bergabung bersama dengan Bella. Sepertinya Bella pun sama, enggan berteman dengannya. Hari pertama masuk sekolah bukannya mendapat teman baru, malah ia sakit hati karena perkataan teman-temannya itu.

...🏡🏡🏡...

Akhirnya bel pulang sekolah berbunyi, Zhaza lekas keluar kelas dan berjalan seorang diri menuju gerbang. Hari ini rasanya Zhaza malas untuk pulang naik angkutan umum, jadi ia memutuskan untuk minta di jemput oleh salah satu Kakaknya.

Namun, Zhaza ingat kalau Akbar kuliah siang jadi tidak akan bisa menjemput. Kalau Sakti pasti tidak akan mau untuk menjemput Zhaza, lagipula Zhaza juga tidak mengetahui apakah Sakti di rumah atau tidak. Jadi dengan terpaksa dia pulang dengan naik angkutan umum. Tiba-tiba ponsel Zhaza berbunyi tanda ada telepon masuk, segera Zhaza menekan tombol hijau di layar.

“Halo?”

“Maaf, ini dari pihak sekolah Alisha. Mengapa Alisha belum di jemput?”

“Loh, hari ini kan Alisha ikut mobil jemputan?"

“Maaf, tapi tadi Alisha bilang akan di jemput Papanya. Namun, sampai sekarang Papanya ataupun pihak keluarganya belum ada yang menjemput. Kami juga berusaha menghubungi Bapak Ardhani, tetapi tidak ada jawaban."

“Kalau begitu saya akan segera kesana.”

Zhaza bergegas menuju sekolah Shasa, Zhaza berlari menuju sekolah adiknya itu. Karena jaraknya memang tidak begitu jauh. Napasnya terengah-engah saat sampai sekolah Shasa, sekolah itu sudah tampak sepi.

Zhaza mencari keberadaan adiknya itu dan ternyata sedang duduk di dekat pos satpam ditemani seorang guru.

“Hhhh, maaf saya terlambat jemput Alisha,” ucap Zhaza yang masih terengah-engah.

“Iya, lain kali jangan terlambat lagi. Kasihan Alisha lama menunggu, memangnya Papa kalian keluar kota?” tanya guru itu yang memang sudah tahu keadaan Shasa.

“Tidak, mungkin masih sibuk. Jadi tidak bisa menjemput Alisha,” jawab Zhaza memberi alasan. 

“Kalau begitu kami pulang dulu.”

“Iya, hati-hati di jalan.”

Zhaza tersenyum dan mengangguk. Mereka berdua berjalan bergandengan tangan. Sebelum pulang ke rumah, Shasa minta ditemani ke taman terlebih dahulu.

Zhaza dan Shasa duduk di bangku taman yang mengahadap danau buatan. Shasa hanya diam dan menundukkan kepalanya. Zhaza yang merasa aneh dengan gerak-gerik Shasa menjadi penasaran.

“Ada apa, Sha?” tanya Zhaza hati-hati.

Shasa masih diam dan menunduk. Zhaza tidak lagi mengusik adiknya, mungkin Shasa memang sedang penat. Terdengar suara sesenggukan kecil dari sebelah Zhaza, ia langsung menoleh dan terlihat Shasa sedang menangis.

“Loh, kok nangis? Ada apa, coba cerita sama kakak.”

“Shasa kangen Mama, kapan kita jenguk Mama lagi? Shasa pengen kayak dulu pergi bareng, piknik bareng,” curhat Shasa menumpahkan kesedihannya.

Zhaza yang mendengarkan itu menjadi terenyuh, dia juga rindu masa-masa itu. Entah kapan masa-masa itu dapat terulang lagi.

“Kapan-kapan kita jenguk Mama ya?” hibur Zhaza.

“Janji ya? Kita ajak Papa."

“I... iya,” jawab Zhaza ragu.

Namun, ia kembali senang saat Shasa sudah tidak menangis lagi, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ada sebuah pesan dari kakaknya.

“Sha, kucing yang kamu minta udah datang. Barusan Kak Akbar chat Kakak,” ucap Zhaza setelah membaca isi pesan itu.

Kemarin Shasa memang ingin seekor kucing dan sepertinya permintaan itu langsung dikabulkan oleh papanya.

“Beneran, Kak? Kalau gitu ayo cepet pulang!” kata Shasa ceria dan menarik tangan Zhaza. Zhaza pun mengikuti langkah Shasa.

Ternyata memang benar, ketika Zhaza dan Shasa sampai rumah ada sebuah kotak di atas meja ruang tamu. Dengan semangat Shasa membuka kotak itu, saat sudah terbuka kaluar seekor kucing Persia dengan bulu berwarna putih seperti salju. Shasa langsung menggendong kucing yang masih kecil itu.

“Dikasih nama siapa ya?” gumam Shasa sambil mencari-cari nama yang cocok.

“Kan, warnanya putih kayak salju, gimana kalau Snow?” usul Zhaza.

“Snowhite, bagus nggak? Kayak di princess itu.”

“Bagus kok.”

“Sekarang nama kamu Snowhite, aku panggil kamu Snow,” ucap Shasa antusias.

Zhaza tersenyum lalu masuk ke kamarnya untuk berganti baju, disusul Shasa dengan menggendong Snow menuju kamarnya. Saat Shasa melewati ruang keluarga, dia melihat Sakti sedang tidur di sofa. Pikiran jahil menghinggapi kepalanya, didekatinya sang Kakak. Lalu ia meletakkan Snow di atas tubuh Sakti, ekor Snow yang menghadap wajah Sakti bergerak mengelus-elus hidung Sakti.

“Hachi... apaan sih!” ucap Sakti dan terbangun dari tidurnya dan melihat ada yang duduk diatas tubuhnya. “Kucing darimana nih?”

“Hihihihi.”

“Shasa? Ngapain sih? Jangan-jangan lo yang ganggu ya!”

“Bukan aku, yang ganggu Snow. Tapi, aku yang taruh Snow di situ,” jawab Shasa polos.

“Ckck, dasar ganggu aja! Minggir sana!" bentak Sakti membuat Shasa menunduk takut.

Sementara Sakti keluar dari rumah meninggalkan Shasa yang sebentar lagi siap meluncurkan air matanya. Gadis kecil itu tak menyangka akan mendapat bentakan dari kakaknya itu.

...🏡🏡🏡...

Three

Hari ini di kelas Zhaza sedang ada pelajaran Biologi. Dan gurunya memberi tugas untuk meneliti tumbuhan, tugas itu akan dikerjakan berkelompok. Setiap kelompok terdiri dari tiga anggota, separuh kelas sudah memiliki kelompok. Namun, Zhaza belum memiliki kelompok. Tidak ada yang mengajaknya bergabung, Zhaza hanya duduk diam dibangkunya.

“Ehm, Al. Kita kurang satu orang lagi, lo mau satu kelompok sama kita?” tawar Bella tiba-tiba menghampiri Zhaza.

“Hm, iya tentu aku mau,” jawab Zhaza antusias dan tersenyum senang, karena akhirnya ia akan memiliki teman.

“Kenalin gue Nana.”

“Ehm, soal tugas itu... mau buat di rumah siapa? Soalnya di rumah gue nggak ada tanaman, kecuali rumput,” kata Bella.

“Bagaimana kalau di rumahku aja? Aku punya banyak tanaman,” usul Zhaza.

“Oke, besok kita ke rumah kamu

ya? Kita mau ke kantin, kamu mau ikut?” ajak Nana.

“Ehm, nanti aku nyusul aja. Kalian duluan,” jawab Zhaza.

Bella dan Nana pun keluar kelas menuju kantin, sementara Zhaza masih di kelas. Ia sedang membereskan buku-buku yang berserakan diatas mejanya. Anak-anak yang masih berada di kelas mulai kembali bergerombol dan seperti biasa, bergosip.

“Kok mau ya mereka satu kelompok sama dia?” tanya seorang anak perempuan berambut ikal.

“Alah, paling mereka berdua cuma manfaatin dia. Lo tau sendiri kan sifat Bella sama Nana?” jawab seorang anak yang lain.

“Iya, bener tuh,” ujar yang lainnya menanggapi. Zhaza berusaha tidak mendengarkan perbincangan mereka dan dia bergegas keluar kelas menuju kantin.

Zhaza berjalan seorang diri menuju kantin, saat melewati koridor kelas banyak anak-anak yang duduk-duduk di depan kelas masing-masing sambil bercanda. Namun, saat Zhaza lewat mereka semua seketika diam dan memandang Zhaza sinis.

Zhaza hanya menundukkan kepala dan terus berjalan, sampai di depan mading ia membaca ada sebuah pengumuman bahwa akan diadakan seleksi ekskul fotografi lusa. Zhaza yang membaca pengumuman itu terlihat sedih, dirinya ingin ikut ekskul itu. Namun, Zhaza merasa tidak percaya diri. Gadis itu hanya menghembuskan nafas sedih dan kembali berjalan menuju kantin, tujuan awalnya tadi.

“Awas! Minggir, minggir!” teriak seseorang dari belakang, seketika Zhaza menoleh ke belakang. Seorang anak laki-laki sedang berlari kencang melewati kerumunan anak-anak yang sedang mengobrol.

“Apaan sih!” omel anak-anak itu.

“Ini bukan lapangan kali,” umpat seorang anak. Tapi, anak laki-laki itu terlihat masa bodoh dia terus melanjutkan larinya.

“Awas minggir!” teriak anak itu, seketika Zhaza menyingkir.

Dengan cepat anak itu melewatinya. Keadaan kembali tenang, Zhaza kembali berjalan. Namun, ternyata tidak seperti dugaannya. Tidak lama kemudian terdengar teriakan lagi, suaranya lebih nyaring.

“Getuk Trio, sini lo! Awas kalau ketangkep, gue jadiin semur lo!” teriak anak itu, kali ini anak perempuan.

Brukk!

Karena Zhaza terlambat menghindar, jadilah kecelakaan kecil antara dirinya dan anak itu. Mereka berdua terjatuh bersamaan dan alhasil menjadi bahan tertawaan anak-anak yang melihat kejadian itu. Anak laki-laki tadi menghampiri Zhaza dan anak perempuan di sebelahnya dengan menahan tawa.

“Hahaha, punya mata jangan ditaruh di dengkul dong!” ledek anak laki-laki itu.

“Getuk Trio, sialan! Eh, lo nggak apa-apa? Sorry ya, gue nggak sengaja,” ucap anak itu dan membantu Zhaza berdiri.

“Iya, nggak apa- apa,” jawab Zhaza dan membersihkan seragamnya.

“Kenalin gue, Myrna Aurelia Monique. Panggil aja Monik atau Aurel, boleh juga panggil...”

“Amir, panggil aja dia Amir,” celetuk anak  laki-laki itu. Zhaza hanya tersenyum.

“Enak aja lo, Getuk,” ejek Monik.

“Aku Alice Zhafira Ardhani, panggil Alice. Salam kenal.”

“Gue Satrio.”

“Nggak ada yang tanya juga. Panggil Getuk aja,” sahut Monik.

“Rese’ lo, awas aja nanti!” kata Satrio dan pergi dari hadapan mereka.

“Gimana kalau sebagai permintaan maaf, gue traktir lo di kantin?” tawar Monik.

“Alah, kayak lo punya duit aja,” teriak Satrio dari kejauhan.

“Udah, ayo! Jangan dengerin kata-kata si Getuk.” Monik langsung menarik tangan Zhaza tanpa menunggu jawaban dari si empunya tangan.

...🏡🏡🏡...

Saat Zhaza sampai di rumah, terdapat pemandangan yang berbeda. Karena biasanya ketika dia pulang meja makan akan sepi oleh makanan, tapi kali ini penuh dengan berbagai macam makanan. Sedikit heran juga, rumah juga terlihat rapi.

Dia memutuskan menuju ke kamar Shasa untuk memastikan adiknya itu sudah pulang ke rumah. Dan saat membuka pintu kamar adiknya, Shasa sedang tidur siang ditemani Snow. Zhaza memutuskan keluar kamar karena tidak mau mengganggu tidur siang adiknya, saat ia keluar bersamaan pula dengan Akbar yang sudah rapi.

“Udah pulang, Zha?” tanya Akbar.

“Iya, mau kemana Kak?”

“Keluar sebentar.”

“Itu di meja makan kok banyak makanan? Siapa yang masak? Atau Kakak beli?”

“Oh itu, tadi pagi ada orang datang katanya pembantu baru. Papa yang kirim, udah ya? Kakak buru-buru.”

Zhaza hanya mengangguk, ternyata Akbar bilang ke Papanya tentang keadaan Zhaza setiap pagi. Dan Papanya langsung mengambil tindakan dengan mencari pembantu profesional. Memang semua kebutuhan akan selalu dipenuhi oleh sang Papa, tapi sebenarnya yang dibutuhkan mereka adalah kasih sayang orang tua karena Papanya selalu sibuk dengan urusan perusahaan.

Setelah mengganti baju Zhaza menuju meja makan untuk makan siang, ia sudah terbiasa makan sendiri. Memang sedikit aneh bagi Zhaza pada awalnya, karena dulu ia selalu makan bersama dengan keluarganya. Namun, sekarang Zhaza sudah terbiasa.

“Ini Mbak Shasa ya?” tanya seseorang yang muncul dari arah dapur.

“Eh, bukan. Saya Zhaza, Kakaknya Shasa,” jawab Zhaza, menghentikan makannya.

“Saya Sum, bagaimana masakannya? Enak atau ada yang kurang?”

“Enak kok. Oh iya, Mbak rumahnya di mana?”

“Rumah saya di kampung sebelah perumahan ini, tapi saya disuruh menginap di sini. Jadi mungkin saya akan jarang pulang ke rumah.”

“Oh, begitu. Bagaimana kalau Mbak pulang ke rumah seminggu sekali, pas hari Minggu Mbak boleh pulang. Jenguk anak-anaknya,” usul Zhaza.

“Sebenarnya saya belum menikah, saya baru lulus SMA kemarin. Tapi apa boleh sama Tuan?” tanya Sum ragu.

“Eh? Maaf, Zhaza nggak tau. Nanti Zhaza yang bilang ke Papa, pasti boleh.”

“Terima kasih, Mbak,” kata Sum senang.

“Zha, buatin jus jeruk! Cepet, gue tunggu di depan!” perintah Sakti yang tiba-tiba masuk ke dalam tanpa melihat kearah Zhaza dan kemudian keluar lagi setelah mengambil kunci mobilnya. Mendengar permintaan Kakaknya, Zhaza langsung bergegas menuju dapur untuk membuat jus jeruk.

“Eh, nggak usah. Biar Mbak aja yang bikin, Mbak Zhaza lanjut makan saja,” ucap Sum dan bergegas ke dapur.

Zhaza pun kembali melanjutkan makannya. Setelah membuat jus jeruk permintaan Sakti tadi, Sum segera mengantarkan keluar. Ternyata Sakti sedang mencuci mobilnya, badannya basah kuyup terkena air yang keluar dari selang. Dia hanya memakai kaos tipis, sehingga perutnya yang sixpack tampak jelas terlihat. Sakti tidak menyadari kedatangan Sum.

“Astagfirullah,” gumam Sum melihat penampilan Sakti.

“Saya taruh di meja ya?” tanya Sum.

“Taruh aja di sana! Zha, bantuin gue cuci mobil!” jawab Sakti tanpa mengalihkan pandangannya.

“Eh, iya. Tapi saya nggak terlalu bisa mencuci mobil,” kata Sum. Karena merasa ada yang aneh Sakti menoleh ke belakang dan terkejut.

“Lo siapa?” tanya Sakti mengernyit.

“Saya Sum, pembantu baru di rumah ini,” jawab Sum takut-takut.

“Oh, Zhaza mana?”

“Mbak Zhaza sedang makan, baru pulang sekolah.”

“Panggilin dia!”

“I... iya,” jawab Sum dan segera masuk ke dalam.

Sum menghampiri Zhaza yang ternyata sudah selesai makan dan sekarang berada di dapur untuk mencuci piring. Melihat hal itu, Sum sedikit heran karena ternyata anak majikannya ini sangat rajin. Dia segera menghampiri Zhaza.

“Mbak, biar saya yang mencuci.”

“Udah nggak apa-apa.”

“Mbak, tadi yang minta minum siapa ya? Galak banget, Mbak jadi takut.”

“Oh, dia Kakak Zhaza. Namanya Kak Sakti, kembarannya Kak Akbar. Dia memang begitu, Mbak Sum harap maklum ya?” jelas Zhaza. Sum hanya mengangguk-angguk.

“Eh iya, Mas Sakti tadi manggil Mbak Zhaza.”

“Ya udah, Zhaza keluar dulu ya.”

Sum hanya mengangguk dan kembali ke pekerjaannya. Namun dia kembali terbayang bentuk tubuh Sakti, lalu menggeleng-gelengkan kepala untuk mengusir pikiran ngawur itu. Zhaza langsung menemui kakaknya diluar.

...🏡🏡🏡...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!