"Papiiiii…." rengek gadis remaja yang mengenakan seragam putih abu-abu yang saat ini tengah duduk dikursi meja makan, "Beliin Kasih motor papi."
Laki-laki setengah baya yang saat ini tengah fokus menyantap nasi gorengnya otomatis menoleh ke arah anak perempuan satu-satunya yang sudah mulai beranjak remaja, matanya memicing karna dia paling tidak suka dipanggil papi, laki-laki bernama Yahya yang merupakan PNS itu selalu beranggapan kalau panggilan papi itu hanya cocok untuk orang-orang kaya, bukan seperti keluarga mereka yang dari ekonomi menengah, karna selain menjadi PNS, Yahya juga membuka usaha bengkel untuk menambah pemasukan dan membiayai kedua anaknya yang saat ini tengah menempuh pendidikan.
"Sudah sekian kali ayah bilang sama kamu Kasih, ayah itu tidak suka dipanggil papi." protesnya, setiap kali Kasih memanggilnya dengan sebutan papi, sudah pasti ayah Yahya selalu protes, dan putrinya itu juga ternyata sangat bebal, semakin ayah Yahya melarang, semakin dia menjadi-jadi dah, entah sifat siapa yang menurun ke anak itu.
"Beliin Kasih motor dulu papi, baru Kasih panggilnya ayah." gadis bernama Kasih itu mencoba untuk bernegosiasi dengan sang ayah.
"Ya papi ya, beliin putri cantikmu ini motor, capek lho aku ke sekolah tiap hari mengayuh sepeda mulu, tiba disekolah keringatan dan bau matahari." Kasih mengeluarkan keluh kesahnya pada sang ayah.
Ibunya yang bernama Mira datang membawa telur ceplok yang baru digoreng menyahut, "Pakai sepeda itu dululah Kasih, jangan merengek begitu, lagian ayahmu saat ini belum ada uang untuk beliin motor untuk kamu." ibu Mira kemudian duduk dan mengambil satu telur ceplok dan menaruhnya dipiring suaminya, "Lagian abangmu juga saat ini lagi butuh biaya banyakkan sekarang."
Kasih memberengut, dia benar-benar sebal deh, sejak masuk SMA dia sudah merengek-rengek minta dibeliin motor, sayangnya keinginannya belum bisa diwujudkan oleh orang tuanya dengan alasan yang sama yaitu belum ada uang.
Melihat wajah cembrut putrinya, ibu Mira berusaha untuk membujuk putri semata wayangnya itu, "Pakai sepeda saja dulu ya Kasih, nanti kalau ayah punya cukup uang, pasti ayah belikan, bukan begitu ayah."
"Hmmm, iya." ayah Yahya membenarkan, "Kamu sekolah saja dulu ya benar Kasih, kalau kamu berhasil juara satu dikelas, baru tuh ayah akan membelikan kamu motor."
Kasih mendesah berat saat mendengar syarat yang diberikan oleh ayahnya supaya dibelikan motor, pasalnya juara satu cukup mustahil untuk diraih oleh Kasih mengingat kemampuan otaknya yang biasa-biasa banget, berbeda dengan kakaknya Taran yang sering langganan juara kelas saat masih sekolah dan dan IPK tertinggi diangkatannya sekarang, mereka bersaudara, tapi benar-benar berbeda 180 derajat, tapi meskipun begitu, ayah Yahya dan juga ibu Mira tidak pernah membeda-bedakan apalagi membandingkan anak-anak mereka, bagi mereka, baik Taran dan juga Kasih memiliki kelebihan masing-masing, meskipun sampai sekarang kelebihan Kasih belum juga nampak, entah apa kelebihannya, jangankan pembaca, author saja tidak tahu, hehehe.
"Ihh papi mah gitu, suka gak masuk akal kalau ngasih syarat, yang benar saja harus kudu jadi juara kelas dulu baru dibeliin motor."
"Makanya Kasih, kamu usaha donk, belum apa-apa kamu itu sudah nyerah duluan, kalau kamu benar-benar ingin motor, seharusnya kamu mengeluarkan segala kemampuan kamu donk."
"Malas banget dah, bisa-bisa rambut gue rontok secara bersamaan kalau gue paksa belajar untuk mendapatkan gelar juara satu." batinnya tidak setuju dengan kata-kata ayahnya barusan.
"Sudah-sudah, ayah dan kamu juga Kasih, habiskan sarapannya, ntara pada telat lagi." ibu Mira menengahi.
Ayah Yahya dan Kasih kembali fokus menghabiskan nasi goreng buatan ibunya.
"Bu, Taran mana, tidak kuliah apa anak itu." ayah Yahya menanyakan tentang putranya satu itu.
"Taran bilang dia kuliahnya agak siangan ayah, makanya setelah sholat shubuh dia kembali tidur."
"Ohh." tanggapan ayah Taran.
Dan setelah menghabiskan sarapannya, Kasih beranjak dari duduknya bersiap untuk berangkat sekolah, dan terlebih dahulu sebelum keluar dia mencium tangan ayah dan ibunya.
"Pergi dulu ayah, ibu, assamualaikum." pamitnya berbalik keluar.
"Walaikumusslam." jawab ayah Yahya dan ibu Mira kompakan membalas salam Kasih.
"Hati-hati ya Kasih, bawa sepedenya dipinggir jangan ditengah." ibu Mira memperingatkan.
"Iya kalau ingat." jawab Kasih iseng.
"Astaga anak itu, tidak bisa apa dia menjawab dengan lebih baik."
*****
Kasih mengendarai sepedanya menuju sekolahnya, tempat Kasih menuntut ilmu sekarang yaitu SMA PERTIWI, salah satu SMA elit dan merupakan sekolah paforit diibu kota, jalur masuknya tentu saja sangat sulit, tapi entah mendapat mukjizat atau bagaimana sehingga Kasih bisa lulus seleksi yang super sulit itu, dan jadilah dia murid resmi SMA PERTIWI selama dua tahun belakangan ini.
Jark dari rumah Kasih sampai sekolah bisa dibilang jauh tidak, dibilang dekat juga tidak, Kasih biasanya mengayuh sepedanya sampai sekolahnya hanya membutuhkan waktu 15 menit saja.
Dan saat Kasih dengan santainya mengayuh sepedanya, tiba-tiba sebuah sepeda motor ninja berwarna merah melaju kencang dari arah belakangnya, sehingga sepeda motor itu berhasil menyenggol sepeda Kasih yang membuat gadis itu jatuh bersama sepedanya diaspal.
Entah Kasih yang salah atau sik pengendara motor itu, karna bisa dibilang Kasih mengayuh sepedanya agak ketengah, dan pengendara itu juga jelas salah sieh, bawa motor pakai ngebut segala, kayak nenek moyangnya saja yang punya jalan.
"Awhhhh." Kasih mengaduh karna merasakan perih dikulit kakinya yang terkena goresan aspal sehingga mengeluarkan darah.
"Ukhhh, pengendara motor sialan, jalan gak lihat-lihat, difikir ayahnya presiden apa." omel Kasih berusaha untuk berdiri.
Sementara sik pengendara motor, mengetahui kalau dirinya tengah melakukan kesalahan yaitu menyenggol pengendara sepeda, dia kembali berbalik, dia akan mempertanggung jawabkan perbuatannya, ternyata sik pengendara adalah tipe orang yang bertanggung jawab juga, bukan seperti kebanyakan orang yang kalau menabrak langsung lari begitu saja.
Dan beruntunglah Kasih akan hal itu, karna dia harus meminta beberapa ganti rugi atas kejadian tidak mengenakkan yang dia alami, tidak hanya fisiknya yang luka-luka, tapi sepedanya yang sudah menemaninya sejak duduk dibangku SMP itu rusak parah, bahkan stang tuh sepeda sampai bengkok.
"Akhhh, sepeda gue." lenguh Kasih saat dia berusaha membantu sepedanya berdiri, dia benar-benar tidak tega melihat kondisi sepedanya yang rusak parah.
Sik pengendara motor yang menggunakan helm fullface menghentikan motornya tepat didekat Kasih, dia buru-buru mendekati Kasih tanpa melepaskan helmnya terlebih dahulu.
Dan Kasih langsung mengeluarkan amarahnya begitu sik penabrak menghampirinya, " Heh sialan, lo kalau jalan pakai mata donk, lo fikir ini jalan punya nenek moyang lo apa, seenaknya saja kebut-kebutan, lo lihat tuh gue celaka, dan parahnya lagi sepeda gue juga rusak parah."
Sik pengendara yang tahu dirinya salah dan memang berniat untuk meminta maaf dan bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan, mengurungkan niatnya saat sik cewek memaki-makinya.
"Hehh, ini bukan sepenuhnya salah gue ya, ini juga salah lo yang jalannya agak ke tengah, sudah tahu pakai sepeda, lo harusnya jalannya dipinggir."
Kasih yang tidak terima dirinya disalahkan balik melotot dan berkacak pinggang, "Heii, elo yang salah malah elo membalikkan fakta dengan menyalahkan gue, dasar brengsek." lagi-lagi Kasih kembali mengumpat.
****
"Terus lo maunya gue ngelakuin apa hah, busa gak sieh itu bibir lo stop ngata-ngatain gue brengsek, gue sberengsek itu."
"Lo harus tanggung jawab."
"Emang gue niatnya mau tanggung jawab tanpa minta sekalipun, elonya saja yang langsung main marah-marah." batin sik cowok.
"Oke, apa yang harus gue lakuin."
"Pertama-tama, lo buka dulu heml elo, guekan ingin ngelihat wajah orang yang nabrak gue dengan jelas."
Sik laki-laki itu kemudian menarik helmnya ke atas untuk memperlihatkan wajahnya pada Kasih, dan respon pertama Kasih begitu melihat wajah tuh cowok adalah, gadis remaja itu terpana dengan bibir yang sedikit terbuka, gimana tidak, laki-laki yang saat ini tengah berdiri dihadapannya begitu sangat tampan sampai dia rasanya tidak mau berkedip saat menyaksikan kesempurnaan ciptaan Tuhan tersebut.
Sik laki-laki itu menatap Kasih bingung karna gadis itu malah bengong sampai menjentikkan jarinya didepan wajah Kasih untuk mengembalikan kesadaran.
"Heii, kenapa malah bengong lo."
Kasih langsung tersadar dari keterpanaannya, sumpah dia merasa sangat malu, "Siall, kenapa gue malah terpana dengan ketampananya lagi, bikin malu saja."
"Lhaa, malah diam lagi lo, apa yang harus gue lakuin setelah itu, gue harus buru-buru ke sekolah nieh, bisa telat gue." ujar sik cowok karna kini Kasih malah terdiam.
"Mmmm, oke oke, tuh." Kasih menunjuk sepedanya yang tergeletak diaspal, "Lo lihatkan sepeda gue rusak gara-gara lo."
Cowok itu mengangkat sepeda tersebut, lantas membuangnya ke tempat sampah yang memang kebetulan berada didekat mereka, apa yang dilakukan oleh sik cowok tentu saja membuat Kasih meradang, "Hehh, apa yang lo lakukan hah, sepeda gue." Kasih akan mengambil sepedanya yang dibuang, namun sik cowok langsung mencegahnya dengan menarik lengannya.
"Sepeda lo sudah rusak, agak susah untuk diperbaiki, gue akan mengganti sepeda lo dengan yang baru."
"Hehhh." tentu saja apa yang dikatakan oleh cowok tersebut membuat Kasih kaget, "Lo akan mengganti sepeda gue dengan yang baru."
"Iya."
"Dia mau ganti sepeda gue dengan yang baru, dihh, kaya banget nieh bocah." batin Kasih.
Sik cowok kemudian memperhatikan name tag yang tertempel di lengan seragam Kasih, "Lo sekolah di SMA PERTIWI."
"Hmmm."
"Wahh kebetulan, gue juga sekolah disana." sik cowok terlihat antusias."
"Elo sekolah di SMA PERTIWI juga." heran Kasih saat mengetahui akan hal tersebut. Pasalnya dia tidak pernah melihat cowok itu wara-wiri disekolah, apalagi nieh cowok cakep, biasanyakan kalau cowok cakep sudah pasti seisi siswi pasti kenal, Kasih akan menyuarakan keheranannya saat sik cowok menarik tangannya menuju motornya.
"Ehh, mending kita berangkat sekarang deh, ntar telat lagi."
"Tapi sepeda gue gimana."
"Kan sudah gue bilang nanti gue ganti dengan yang baru, sepulang sekolah gue bawa lo ke toko sepeda biar lo bisa pilih yang mana lo suka."
Dengan janji tersebut akhirnya Kasih mau saja saat tangannya ditarik menuju motor milik sik cowok yang tidak diketahui oleh sik cowok karna sejak tadi dua remaja itu sama sekali tidak berkenalan secara resmi.
"Beneran kaya kayaknya nieh bocah, motornya saja motor mahal." Kasih memuji dalam hati.
"Heii nona, kenapa malah begong, gak mau naik lo."
"Hmmm, baiklah." tapi saat Gebi akan naik, kakinya yang terluka karna goresan aspal terasa sakit sehingga membuatnya mengaduh, "Awhhh."
"Kenapa lo."
"Kenapa, kenapa." sewot Kasih, "Kaki gue nieh pada sakit gara-gara lo."
"Sory sorry, ntar kita obatin deh di uks, mending ayok gieh buru naik, jangan manja, masak luka segitu doank lo gak bisa naik motor gue."
"Isshhh, difikir luka gue ringan apa." sungut Kasih tanpa suara dan memaksakan dirinya naik ke atas motor yang tingginya bisa bersaing dengan tingginya tembok berlin.
Setelah mengetahui Kasih duduk diboncengannya, sik cowok kemudian melajukan motornya.
*****
"Aduh, aduhhhh duhhh." sejak tadi Kasih terus saja mengaduh saat sik cowok membersihkan lututnya dengan alkohol.
Hal tersebut membuat sik cowok berkomentar, "Elahh lo jadi cewek kok lebay amet sieh, budek nieh kuping gue kalau kerjaan lo mengaduh mulu, malah suara elo cempreng amet lagi kayak suara keledai." ledeknya.
Saat ini, dua remaja tersebut tengah berada diruang UKS, pagi itu UKS tengah sepi-sepinya, tidak ada yang berjaga, bahkan dokter sekolahpun belum datang, dan sik cowok yang telah menyerempet Kasih merasa bertanggung jawab sehingga dia mengobati lutut Kasih yang terluka, tapi sik Kasih sejak tadi terus saja mengaduh sehingga sik cowok kesal juga.
"Gimana gak ngaduh, perih bangetlah itu lutut gue, lo kalau ngobatin yang pelan donk."
"Ini udah pelan banget lagi, dan lagian ya memang perih dikitlah, namanya juga luka, dan perih dikit doank masak gak bisa lo tahan sieh."
Kata-kata cowok itu membuat Kasih bungkam dan sekarang dia mencoba untuk menaharan rasa perih dilututunya tanpa mengaduh.
Dan selama beberapa saat, sik cowok selesai mengobati luka Kasih setelah menempelkan kapas.
"Nahh, sudah kelar." ujarnya berdiri dan membawa kotak p3k untuk dikembalikan ke tempat dimana dia mengambilnya.
"Lo bisa pergi sendiri ke kelas elokan, gue mau ke ruang kepala sekolah soalnya."
"Lo murid baru ya." Kasih bertanya, pertanyaan yang sejak tadi ingin dia tanyakan.
"Hmmm." sik cowok hanya bergumam.
"Lo bisa sendirikan ke kelas lo." sik cowok mengulangi pertanyaannya.
"Iya bisa gue."
"Oke, gue duluan kalau gitu, sebagai murid baru, ada beberapa hal yang harus gue selsaikan dengan kepala sekolah." setelah mengatakan hal tersebut, sik cowok langsung pergi meninggalkan Kasih yang berusaha turun dari bankar yang cukup tinggi.
"Heiii." panggil Kasih, namun terlambat karna sik murid baru yang tidak diketahui namanya itu sepertinya sudah cukup jauh melangkah.
"Duhhh, dia malah langsung pergi begitu saja lagi, bantuin gue turun kek dulu, ini tinggi banget lagi."
Kasih melompat dan alhasil itu membuat dia kembali merasakan sakit dilututnya, "Awhhh, sial, sakit amet dah kaki gue."
*****
Dengan langkah tertatih-tatih Kasih berjalan menuju kelasnya yang terletak dilantai dua SMA PERTIWI, bel masuk sudah berdering sejak 1 menit yang lalu.
Kasih mendesah lega karna saat dia tiba dikelasnya, guru yang mengajar dijam pelajaran pertama belum masuk.
Ria sahabatnya sekaligus teman sebangkunya melambaikan tangannya saat melihat kedatangan sang sahabat, dia sejak tadi mengechat Kasih sayangnya chatnya tidak dibaca sama sekali, dia fikir Kasih tidak akan masuk sekolah, dan Ria khawatir saat melihat sahabatnya itu berjalan dengan terpincang-pincang, melihat hal itu, Ria berlari menyongsong kedatangan Kasih.
"Hai Ria." sapa Kasih begitu sahabatnya itu sudah didekatnya.
Ria bukannya membalas sapaan Kasih, namun dia bertanya kenapa Kasih jalannya terpincang-pincang begitu, "Lo kenapa jalan pincang begitu, apa yang terjadi hah."
"Lo gak lihat lutut gue."
Ria langsung mengarahkan matanya pada lutut sahabatnya yang ditempeli kapas, kemudian setelah itu dia kembali menoleh ke arah Kasih, "Apa yang terjadi."
Kasih melanjutkan perjalanannya menuju bangkunya, kakinya bertambah sakit kalau kelamaan berdiri, dia berniat menjawab pertanyaan Ria begitu sudah duduk dibangkunya, melihat sahabatnya yang kesusahan, Ria membantu Kasih dengan memegang lengannya dan membantu Kasih duduk.
"Jadi, apa yang terjadi Kas." tanya Ria tidak sabaran.
"Gue diserempet motor."
"Hehhh, kok bisa."
"Tuh pengendara motor ngebut banget, kayak dia yang punya jalan saja."
"Terus, terus Kas." kepo Ria, dia ingin Kasih menceritakan kronologi kejadiannya secara lengkap.
Jadilah Kasih bercerita tentang apa yang dia alami, dia tidak menceritakan kalau yang menabraknya adalah anak SMA PERTIWI.
"Syukurlah sik penabrak mau bertanggung jawab, gak langsung lari ninggalin elo gitu aja."
Kedatangan pak Taofik, guru matimatika mereka membuat suasana kelas yang tadinya carut marut dan ribut pada berlari menuju tempat duduk masing-masing, seketika suasana menjadi hening saat salah satu guru paling kiler dan ditakuti oleh hampir semua siswa dan siswi SMA PERTIWI kini berdiri didepan kelas, dan pak Taofik tidak sendiri, dia datang bersama seorang anak laki-laki bertubuh jangkung dengan tubuh atletis berwajah tampan berdiri disampingnya, sontak keberadaan anak laki-laki itu memancing kekepoan dibenak semua penghuni kelas IPS 3, terutama anak-anak cewek kecuali Kasih yang tentunya yang sudah mengenal anak laki-laki yang saat ini berdiri dengan penuh percaya diri disamping pak Taofik, ingin rasanya anak-anak cewek dikelas itu menjerit histeris saat melihat anak laki-laki tampan tersebut, sayangnya, jeritan mereka terpaksa harus diredam mengingat pak Taofik yang berada didepan, coba kalau pak Rapi yang berdiri didepan kelas mereka, sudah bisa dipastikan deh mereka bakalan pada memfungsikan bibir mereka untuk mengagumi keindahan yang maha kuasa yang saat ini tepat berada didepan mereka itu, dan anak-anak cewek harus puas karna hanya bisa mengagumi hanya dalam hati saja.
"Hehh, dari semua kelas XI, ternyata tuh anak terdampar dikelas gue." batin Kasih tidak menyangka kalau dia akan satu kelas dengan anak yang telah menyerempetnya.
Sik cowok tersenyum tipis begitu matanya melihat Kasih duduk disalah satu bangku dikelas yang saat akan ini akan menjadi kelasnya juga.
"Siapa ya dia Kas, tampan sekali." puji Ria berupa sebuah bisikan.
"Siapa lagi, ya anak pindahanlah."
"Aduhh, mulai hari ini kayaknya gue bakalan rajin tiap hari masuk sekolah kalau ada cowok tampannya kayak gini." Ria memandang tuh cowok dengan pandangan mupeng.
"Ishh, lo itu ya, masak rajinnya hanya karna gara-gara itu cowok sieh, kasihan banget dah om dan tante yang capek-capek nyariin uang untuk biayain lo untuk sekolah."
"Duhh Kasih, bisa tidak untuk saat ini biarkan gue mengagumi keindahan Tuhan yang berdiri didepan itu, jangan bawa-bawa mama papa gue deh, bikin gue bersalah saja."
Melihat mata-mata ingin tahu dari murid-murid dikelas tersebut membuat pak Taofik bersuara, "Hmm, saya tahu kalian pasti penasaran dengan siapa yang berdiri disamping saya saat ini, dia adalah murid pindahan dari Bandung, dan dia akan menjadi teman sekelas kalian mulai sekarang."
"Owwww." beberapa anak ber oh ria, tapi hanya sebatas itu doank.
"Silahkan perkenalkan dirimu." lanjut pak Taofik.
Anak lak-laki itu mengangguk, dia kemudian mulai memperkenalkan dirinya, "Hai semuanya, salam kenal, perkenalkan nama gue Romeo Christian Atmaja, panggil saja gue Romeo, dan gue berharap kalian bisa menerima gue dikelas ini, terimakasih." sebuah perkenalan yang singkat.
"Salam kenal juga Romeo." koor anak-anak dikelas tersebut.
Sebenarnya ada banyak hal yang ingin mereka tanyakan, sayangnya mereka tidak berani melakukannya karna pak Taofik, pak Taofik paling tidak suka kalau jam mengajarnya diganggu oleh hal-hal yang tidak penting begitu, mengingat akan hal itu sehingga tidak ada satupun dari siswa dikelas itu yang mengacungkan tangan untuk bertanya.
"Ohh, Romeo toh namanya, pantas tampan." suara hati Kasih.
"Kas, namanya Romeo, nama sama wajahnya benar-benar sesuai ya." Ria kembali berbisik ditelinga Kasih.
"Iya, lo gak perlu ngasih tahu gue kali, guekan dengar sendiri tadi."
"Baiklah, kamu bisa duduk dibangku kosong yang ada di pojok sana." pak Taofik menunjuk salah satu meja kosong yang tidak ada penghuninya.
"Baik pak." laki-laki remaja bernama Romeo itu berjalan menuju bangku yang ditunjuk oleh pak Taofik, namun sebelum dia tiba dibangku tersebut, Romeo melawati meja yang ditempati oleh Kasih dan itu membuatnya berhenti sejenak hanya sekedar untuk menyapa.
"Hai, gak nyangka ya kalau kita satu kelas." lisan Romeo.
Kasih hanya menanggapi dengan senyum tipis, setelah memberikan sapaan, Romeo kembali melanjutkan perjalanannya menuju bangku yang ditunjukkan oleh pak Taofik barusan.
Dan apa yang dilakukan oleh Romeo barusan tidak luput dari perhatian anak-anak dikelas tersebut terutama anak-anak cewek yang pada kepo deh apa hubungan Kasih dan Remeo.
"Hehh, kok sik Romeo itu nyapa lo sieh, elo kenal emangnya." Ria bertanya mewakili teman-temannya yang lain yang pada kepo.
"Dia itu yang nabrak gue."
"Hehh, yang benar saja lo."
"Ya benarlah, masak gue bohong sieh."
"Elahhh, kalau penabraknya setampan itu sieh gue juga mau donk ditabrak."
"Jangan ngaco deh lo Ria."
"Itu yang dibelakang, apa yang kalian gosipkan." pak Taofik menatap tajam Kasih dan Ria yang membuat kedua remaja itu langsung menempelkan bibir atas dan bawahnya.
"Kalau kalian masih mau bergosip dikelas saya, sebaiknya kalian keluar, saya tidak butuh siswa yang tidak menghargai saya."
"Maafkan kami pak." Kasih dan Ria kompakan meminta maaf dan untungnya pak Taofik tidak memperpanjang akan hal tersebut sehingga kedua gadis remaja itu bisa mengikuti pelajaran dengan tenang.
*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!