NovelToon NovelToon

Kutikung Dengan Bismillah

Bab 1. Tatapan yang Menghipnotis.

"Iya-iya, aku akan segera keluar," ucap seorang lelaki bernama Zafran pada seseorang yang ada di sebrang telepon. Dia segera keluar dari unit apartemennya dengan terburu-buru, karena sejak tadi sang kakak terus saja memintanya untuk keluar.

"Dasar, padahal aku baru saja sampai di apartemen," gumam Zafran dengan kesal. Baru juga menginjakkan kaki di kamar, sudah ada saja yang harus dia lakukan di luar sana.

Dengan langkah lebar, Zafran segera pergi dari tempat itu untuk menemui sang kakak yang katanya sudah berada di luar apartemen. Dia ingin lihat apakah ucapan kakaknya benar atau tidak, jika tidak maka awas saja wanita itu.

"Aku pasti akan menarik jilbabnya sampai lepas," gumam Zafran sambil tetap melangkahkan kakinya untuk keluar dari lift, dan segera keluar dari tempat itu.

Bruk.

"Arghh!"

Sangking terburu-burunya, Zafran sampai tidak sengaja bersenggolan dengan seorang wanita yang membuat wanita itu sampai terjatuh ke lantai.

"Astaga. Maaf, saya tidak sengaja." Pekik Zafran sambil berjongkok dan memasukkan beberapa belanjaan yang berserakan di lantai, dia menundukkan pandangannya saat akan bersitatap mata dengan wanita itu.

"Ti-tidak apa-apa, Tuan. Sa-saya yang salah," ucap wanita itu sambil ikut mamasukkan belanjaannya ke dalam kantong belanja, dia harus bergegas sebelum jam makan malam tiba.

Zafran memasukkan semua belanjaan ke dalam tempatnya semula, dan membuang beberapa sayuran yang sudah rusak. Seperti telur dan tomat yang pecah akibat terjatuh tadi.

"Ini, ambillah. Saya harus mengganti belanjaan Anda yang rusak," ucap Zafran sambil memberikan dua lembar uang seratusan kepada wanita itu.

Wanita itu mendongak, dan menatap uang itu untuk beberapa saat. "Ti-tidak perlu, Tuan. Kalau gitu, sa-saya permisi dulu." Dia menggelengkan kepalanya dan berlalu pergi dari tempat itu.

"Tunggu, tunggu sebentar!" panggil Zafran sambil mengejar wanita itu yang sudah masuk ke dalam lift. Dengan cepat tangannya menahan pintu lift itu supaya tidak tertutup, membuat wanita itu mengkerut takut.

"Kenapa Anda tidak mengambilnya?" tanya Zafran sambil menatap wanita itu dengan tajam, membuat mata mereka berdua saling bersitatap selama beberapa saat.

Deg.

Zafran terpaku saat menatap kedua bola mata wanita yang saat ini ada di hadapannya. Mata berwarna coklat terang dan jernih, memancarkan keindahan yang membuatnya seakan ingin tenggelam.

Bulu mata yang lentik tampak melambai-lambai dalam kelopak mata wanita itu, hingga membuat Zafran enggan berpaling seakan terhipnotis.

Drrt, ddrt.

Getaran ponsel yang ada disaku celana Zafran langsung menyadarkannya dari lamunan, sontak dia melapaskan tangannya dari pintu lift membuat lift itu langsung tertutup.

"Tung-" Zafran tidak bisa melanjutkan ucapannya saat lift itu sudah tertutup. Dia merasa bersalah karena sudah menabrak wanita itu dan membuat barang belanjaannya menjadi rusak.

"Tapi siapa dia? Aku belum pernah melihatnya," gumam Zafran.

Tidak mau semakin larut memikirkan wanita tadi, Zafran bergegas pergi dari tempat itu untuk segera melanjutkan langkahnya. Terlihat sang kakak sudah berdiri di depan apartemen, ternyata wanita itu benar-benar datang ke tempat ini.

"Ngapain aja sih, Zaf? Udah dari tadi mbak di sini," ucap Yara dengan cemberut, sudah sejak tadi dia menunggu tetapi adiknya baru datang sekarang.

"Cih, seharusnya aku yang marah sama Mbak. Ngapain cobak, Mbak buru-buruin aku keluar?" tanya Zafran dengan ketus. Sejak kakaknya itu hamil, selalu saja ada tingkah aneh yang membuat kepalanya pusing. Lalu anehnya, kenapa dia yang selalu kena?

"Ayo, temani Mbak makan es krim!" ajak Yara dengan senyum lebar. Dia baru ingat kalau ingin mengajak Zafran makan es krim di kedai salah satu temannya.

Zafran terdiam dengan helaan napas frustasi. Nah kan, alasan kenapa sejak tadi kakaknya meminta dia untuk keluar hanya karena ingin makan es krim.

"Kenapa sama aku sih, Mbak? Mbak 'kan bisa pergi bareng Zayyan, atau sama suami Mbak," tolak Zafran secara halus. Sejak pagi dia sudah dibuat stres oleh pekerjaan, dan sekarang malah harus stres menghadapi wanita hamil.

"Jadi, kau gak mau, Zhaf?" tanya Yara dengan sendu, bahkan air mata sudah akan turun membasahi wajahnya.

Zafran langsung menganggukkan kepalanya dan masuk ke dalam mobil tanpa mengucapkan apa-apa. Memangnya apa lagi yang bisa dia katakan saat sudah melihat tatapan sendu dan menyedihkan itu?

Lihat, dengan secepat kilat wajah sang kakak langsung ceria seperti diberi hadiah terbaik diseluruh muka bumi, membuat Zafran benar-benar tidak bisa berkutik dan hanya bisa mengusap dada saja.

"Sabar, sabar. Gak boleh berdebat sama mamak-mamak, apalagi mamak-mamak yang sedang hamil." Zafran mengusap dadanya dengan helaan napas terakhir dari kesabaran yang setipis tisu tersiram air.

Yara lalu melajukan mobilnya sambil melirik ke arah Zafran yang wajahnya terlihat sangat tertekan, tetapi dia sama sekali tidak peduli dan malah menikmati raut wajah adiknya itu.

"Haha, aku ingin sekali tertawa melihat wajahnya yang super kesal itu. Tapi mau bagaimana lagi, aku cuma mau ditemani sama dia. Ya Allah, maafkan aku." Yara sendiri tidak tahu kenapa selalu ingin bersama dengan Zafran, bahkan ingin sekali melihat adiknya itu kesal setengah mati. Namun, saat ini dia belum berani melakukan itu.

Sementara itu, di tempat lain terlihat seorang wanita sedang berkutat di dapur untuk menyiapkan makan malam. Beberapa kali dia melirik ke arah jam yang tergantung di dinding, untuk memastikan kapan suaminya sampai di rumah.

"Huh, gara-gara merhatiin laki-laki yang nabrak aku tadi jadi kelaman deh masaknya. Tapi, gak sangka masih muda gitu udah punya istri, hamil lagi."

Tbc.

Bab 2. Suara Teriakan Seseorang.

Wanita itu bergumam dengan kesal pada dirinya sendiri. Gara-gara tidak sengaja melihat laki-laki yang tadi menabraknya dari jendela, membuat dia lupa jika harus segera menyiapkan makan malam sebelum sang suami pulang.

Sudah seminggu dia pindah ke tempat ini dan tidak tinggal di rumah mertuanya lagi, tetapi hubungannya dan suami tidak juga membaik. Suaminya tetap saja mudah marah, dan selalu berkata kasar jika dia tidak sengaja melakukan kesalahan.

Sebenarnya apa yang terjadi, kenapa dia selalu saja menjadi bahan pelampiasan emosi suaminya? Padahal baru beberapa bulan saja mereka menikah, tetapi suaminya sudah berubah menjadi orang lain. Tidak seperti yang dia kenal dulu.

Brak.

Suara dentuman dari pintu yang dibuka dengan kasar membuat tubuh wanita itu terlonjak kaget, dengan cepat dia berlari ke pintu depan untuk menyambut kepulangan suaminya.

"Se-selamat datang, Mas," ucap wanita bernama Hanna itu dengan lembut, serta tidak lupa senyum cerah yang terbit dibibirnya yang gemetaran.

"Aku haus."

Satu kata keluar dari mulut sang suami, membuat Hanna langsung sigap mengambilkan minuman untuk suaminya. Tidak lupa membawa tas kerja dan juga sepatu yang sudah berserakan di atas lantai.

Sementara itu, di tempat lain terlihat Zafran masih betah berlama-lama di mall. Loh, bukannya tadi pergi ke kedai es krim? Tentu saja. Setelah dari kedai es krim, sang kakak kembali merengek untuk ditemani ke mall karena ingin membeli sesuatu. Jadilah sampai saat ini mereka masih berada di tempat itu.

"Gimana dengan ini, Zaf? Bagus tidak?" tanya Yara yang baru selesai mencoba gaun yang akan dia pakai untuk acara pesta salah satu temannya, dan langsung menunjukkan gaun itu pada sang adik.

Sekilas Zafran melirik ke arah sang kakak, lalu mengangukkan kepala dan menunjukkan dua jempol sebagai tanpa bahwa baju yang kakaknya pakai sangat bagus.

"Tapi kok, warnanya terlalu terang yah? Apa tidak lebih bagus kalau sedikit gelap?" tanya Yara kembali yang benar-benar menguji kesabaran Zafran.

Zafran menarik napas dalam sambil memejamkan kedua matanya, mencoba untuk menekan segala hasrat kemarahan dan emosi tingkat dewa yang mulai merasuki.

"Mbakku yang paling cantik sejagat raya ini. Apapun yang Mbak pakai, itu akan tetap terlihat cantik karena Mbak sendiri sangatlah cantik. Jadi ambil saja gaun yang cocok dan ayo kita pulang saat ini juga!" ucap Zafran dengen pelan, tetapi penuh dengan penekanan dan senyum yang sangat menyeramkan.

"Huh, baiklah," seru Yara dengan sangat tidak ikhlas. Dia lalu kembali masuk ke dalam ruang ganti sebelum tanduk adiknya keluar dari kepala.

Zafran kembali menghela napas kasar. Satu harian ini sudah entah berapa kali dia menghela napas seperti itu, untung saja persediaan oksigen masih banyak di dunia ini sehingga tidak kehabisan napas.

Setelah banyaknya drama yang terjadi, akhirnya kembali juga Zafran di depan apartemennya. Dia segera memalingkan wajah ke arah samping, tepat melihat ke arah sang kakak.

"Kalau udah sampai rumah kabarin yah Mbak, hati-hati dijalan," ucap Zafran mengingatkan, yang dijawab dengan anggukan kepala sang kakak.

"Iya-iya. Mbak pulang dulu ya, assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikum salam," balas Zafran sambil membuka pintu dan keluar dari mobil tersebut. Untuk sekali lagi dia mengingatkan sang kakak agar berhati-hati sebelum pergi dari tempat itu.

Setelah melihat mobil kakaknya pergi menjauh, barulah Zafran melangkah gontai menuju unit apartemennya. Dia tersenyum tipis pada orang-orang yang berpapasan dengannya, tentu saja dia harus bersikap ramah walau hanya sekedar senyum saja.

"Lepaskan aku!"

Zafran yang sudah berdiri di depan pintu unit apartemennya, mengurungkan niat untuk masuk ke dalam saat mendengar suara teriakan seseorang. Dia lalu melihat ke kanan dan kiri untuk memastikan siapa yang berteriak, tetapi tidak ada satu pun orang yang berada di lorong itu.

"Apa aku salah dengar?" gumam Zafran. Dengan cepat dia memasukkan password apartemennya untuk segera masuk sebelum mendengar sesuatu yang tidak diinginkan.

Bruk.

Tubuh Zafran terhuyung ke depan saat tiba-tiba ada seseorang yang menabraknya dari belakang. Untung saja pintu unitnya terbuka disaat yang tepat, jika tidak maka bisa dipastikan kepalanya terbentur kepintu itu dengan kuat.

"Apa-apaan sih ini?" bentak Zafran dengan emosi. Dia segara berbalik untuk melihat siapa yang baru saja menabraknya layaknya buldozer.

Deg.

Jantung Zafran langsung berdegup kencang saat melihat seorang wanita sedang berdiri di balik pintu, tepat berada di dalam apartemennya yang pintunya sudah tertutup dengan rapat.

Hanna yang baru saja lari dari unit apartemennya, terpaksa masuk ke dalam apartemen orang lain demi menyelematkan diri dari amukan sang suami.

Tubuh Hanna bergetar hebat saat suaminya mengangkat sebuah guci yang lumayan besar, dan dilemparkan ke arahnya. Untuk saja dia bisa mengelak dan lari dari tempat itu.

"Hah, hah, hah. Untung saja aku bisa selamat," gumam Hanna dengan napas tersengal-sengal. Baru kali ini suaminya sangat marah seperti itu, bahkan sampai ingin melemparnya dengan guci.

"Maaf, Nona. Apa yang anda lakukan di unit saya?"

Tubuh Hanna terjingkat kaget saat mendengar suara seseorang, sontak dia langsung berbalik dan terkejut ketika melihat seorang lelaki berdiri di belakangnya.

"Di-dia 'kan laki-laki yang tadi siang?" Hanna tidak menyangka jika kakinya masuk ke dalam unit apartemen laki-laki yang siang tadi bertabrakan dengannya.

Zafran sendiri terus menatap wanita itu dengan heran dan bertanya-tanya. Apakah suara teriakan yang dia dengar tadi suara wanita itu?

"Ma-maaf, Tuan. Bo-bolehkan saya berada di sini sebentar saja?"

Tbc.

Bab 3. Apa yang Terjadi Sih?

Zafran menyernyitkan keningnya saat mendengar apa yang wanita itu katakan. Apa wanita itu tidak salah, bagaimana mungkin seorang wanita masuk seenaknya ke dalam unit apartemen seorang lelaki begitu saja? Dia menatap dengan tajam dan bertanya-tanya. Namun, dari wajah wanita itu. Terlihat jelas jika sedang ketakutan akan sesuatu.

Hanna yang melihat laki-laki di hadapannya hanya diam membisu menjadi takut. Dia merasa sudah salah langkah masuk ke dalam tempat ini secara sembarangan, bagaimana jika laki-laki itu orang jahat?

"Tidak pantas bagi laki-laki dewasa dan seorang wanita dewasa berduaan di dalam apartemen," ucap Zafran dengan cepat, membuat Hanna terkesiap dari lamunan.

"Ma-maafkan saya." Lirih Hanna. Benar, tidak sepantasnya dia berada di sini. Apalagi laki-laki itu sudah punya istri, tetapi ke mana istrinya?

Zafran menghela napas kasar sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding. Matanya menatap wanita itu lekat-lekat, seirama dengan jantungnya yang berdegup kencang.

"Apa Anda akan tetap berada di sini?" tanya Zafran kemudian. Wanita itu berkata maaf, tetapi sepertinya sama sekali tidak berniat untuk keluar. Jadi, apa maksudnya?

Hanna menundukkan kepalanya sampai hampir membuat tubuhnya membungkuk. Jika dia keluar sekarang, kemungkinan emosi suaminya masih belum membaik, tetapi tidak mungkin juga dia berada di tempat ini terus. Jadi, apa yang harus dia lakukan?

"Anda mendengar saya?" tanya Zafran yang sudah menaikkan nada suaranya satu oktaf. Keningnya mengernyit dalam, sampai membuat kedua alisnya hampir menyatu. Tatapannya juga tidak mengendur, bahkan semakin terhunus tajam seakan sedang mencabik-cabik tubuh Hanna menjadi beberapa bagian.

Dengan takut-takut, Hanna mulai mengeluarkan suaranya dengan tubuh gemetaran. "Ma-maafkan saya, Tuan. Sa-saya akan pe-pergi, ta-tapi pintunya tidak bisa terbuka." Dia berkata tanpa menatap ke arah laki-laki itu, membuat Zafran memajukan langkahnya.

Tubuh Hanna terjingkat kaget saat tiba-tiba Zafran sudah berdiri tepat di hadapannya, bahkan hanya tinggal menyisakan satu jengkal saja jarak di antara mereka.

"Tu-tuan, maafkan saya." Lirih Hanna dengan rasa takut luar biasa. Kedua tangannya terkepal erat di depan dada, karena takut laki-laki itu akan berbuat yang tidak-tidak.

Zafran sendiri terdiam. Sumpah demi apapun juga dia dibuat bingung dan kesal secara bersamaan dengan wanita itu. "Sebenarnya apa yang terjadi dengannya sih? Kenapa dia tiba-tiba masuk ke dalam apartemenku seperti orang ketakutan? Dan lihat itu, sejak tadi dia menunduk seperti akan ku makan saja."

"Sebenarnya apa yang terjadi denganmu?"

Akhirnya pertanyaan itu terlontar juga dari mulut Zafran, membuat Hanna terkesiap, tetapi tetap tidak berani menegakkan kepalanya.

"Lihat aku dan jawab pertanyaanku!" ucap Zafran dengan nada bentakan. Tangannya mencengkram lengan wanita itu dengan kuat, membuat Hanna refleks mendongakkan kepala dan menatap wajahnya dengan nanar.

"Ma-maafkan saya, ja-jangan sakiti saya." Lirih Hanna. Kedua matanya sudah berkaca-kaca, jelas saja membuat Zafran langsung melepaskan cengkramannya karena merasa tidak tega.

Zafran mengusap wajahnya dengan kasar, dia menjadi stres sendiri hanya karena wanita itu tidak mau bicara. Tepatnya tidak mau mengatakan alasan kenapa menerobos masuk ke dalam unit apartemennya.

"Minggirlah, aku akan membuka pintunya." Terpaksa Zafran mengalah juga. Mungkin wanita itu mengidap penyakit tidak bisa menjawab pertanyaan orang lain, jadilah seperti itu.

Hanna menggeser tubuhnya dari pintu agar laki-laki itu bisa membukanya. Dia berharap agar suaminya sudah tidak marah lagi, atau tubuhnya akan remuk karena kembali menjadi sasaran kemarahan.

Dengan cepat Zafran membuka pintu unit apartemennya karena memang hanya bisa dibuka tutup dengan menggunakan password, baik dari luar atau pun dalam.

Setelah pintu terbuka lebar, Hanna mengintip ke arah luar dari belakang tubuh Zafran untuk memastikan bawah suaminya tidak berada di luar unit apartemen mereka.

Zafran sendiri melirik ke arah belakang, jelas dia tahu dengan apa yang wanita itu lakukan. "Apa yang dia lakukan? Tapi sepertinya dia takut dengan sesuatu." Dia lalu menggeser tubuhnya agar wanita itu bisa cepat pergi.

"Te-terima kasih, Tuan," ucap Hanna dengan pelan. Gegas dia melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana, menuju unit apartemen sang suami yang hanya berjarak 2 unit saja dari tempat itu.

Zafran hanya diam sambil terus menatap wanita itu yang berjalan dengan gontai. Namun, tiba-tiba dia dikejutkan dengan suara bentakan seorang laki-laki.

"Dari mana saja kamu?" tanya Leo dengan nada bentakan, membuat tubuh Hanna yang masih berjarak beberapa langkah darinya terjingkat kaget.

Hanna mematung dengan tubuh gemetaran. Bagaimana ini? Dia tidak bisa pergi ke mana pun sekarang, dan hanya bisa berkata jujur saja.

Zafran yang masih setia berdiri dipintu semakin menajamkan tatapannya, terutama ke arah laki-laki yang tadi membentak wanita itu.

"Su-suamiku, aku, aku tadi sedang sembunyi. A-aku tahu jika kau sedang marah besar, aku tidak ingin membuatmu semakin murka, ja-jadi aku pergi," ucap Hanna dengan pelan.

Ucapannya itu sukses membuat Zafran terkesiap dan menatap dengan tidak percaya. "Suami? Dia bilang suami?" Dia terkejut bukan main. Padahal wanita itu terlihat masih sangat muda, tetapi sudah punya suami. Lalu, yang lebih mengejutkannya lagi. Kenapa wanita bernama Hanna itu jujur dengan suaminya jika sedang bersembunyi?

"Berani sekali kau menjawab begitu yah?" tanya Leo sambil melangkahkan kakinya mendekati Hanna, dia memegang kedua bahu sang istri dengan sedikit kuat.

Hanna langsung mengernyit kesakitan saat tangan sang suami mencengkram bahunya dengan kuat. "Suamiku, ma-maafkan aku." Lirihnya dengan suara bergetar.

"Kau benar-benar harus di beri pelaja-" Leo tidak dapat melanjutkan ucapannya saat ada sebuah tangan yang menepuk bahunya.

"Tuan, bisakah saya bicara dengan Anda sebentar?"

Tbc.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!