NovelToon NovelToon

Arkabian

1. PERMULAAN

Laki-laki dengan seragam putih abu-abu yang sedikit berantakan itu mulai mengendarai motor sport miliknya. Dengan kecepatan di atas rata-rata laki-laki itu membelah jalanan Ibu kota yang sedikit ramai.

Banyak pengendara yang memberi klakson dan umpatan, dikarenakan ia berkendara ugal-ugalan.

Arkabian Selat Muara.

Mungkin nama itu sedikit aneh, namun orang tuanya lah yang memberi nama demikian.

Arkabian atau kerap di panggil Arka. Laki-laki yang memiliki mata teduh namun sangat tajam jika sedang menahan amarah. Arka adalah ketua besar dari ALTARES.

Arka tidak suka hal yang bertele-tele dan membuang waktunya yang berharga, laki-laki itu juga tidak suka di atur apalagi ada yang mengusik kehidupannya.

Hari ini adalah hari pertamanya di SMA NEGERI BANGSA. Dan ya laki-laki itu memilih telat dari pada datang awal dan mengikuti upacara pembukaan masa orientasi siswa baru. Itu pasti akan amat sangat melelahkan.

Motornya berhenti di parkiran SMANBA. Bisa ia lihat kelima temannya tengah menunggu dirinya di area parkiran tersebut. Arka memarkirkan motornya dan turun menghampiri mereka semua.

"Ka, udah jam berapa ini?!" Tanya Alga menahan emosinya. Dirinya harus bisa mengontrol emosinya jika bersangkutan dengan Arka.

Algazar Bintara—ia menjabat sebagai wakil ketua dari ALTARES besar. Laki-laki ini memiliki ketampanan hampir sama dengan Arka, namun sedikit lebih tampan Arka dari mana-mana. Al juga murid paling rajin dari SMP sampai sekarang.

"Biasa." Jawabnya cuek

"Ikhlasin aja Ka, Dia udah tenang disana. Jangan bikin kepergiannya buat dia gak renang." Saran Karlo yang sedang mengunyah kuaci duduk diatas motor.

Karlo Arbani-laki-laki yang memiliki postur tubuh sedikit berisi dan memiliki sifat jenaka yang menyatu dalam dirinya.

"TENANG ANJIR, BUKAN RENANG. Tuh mulut kalau typo suka nggak ngotak." Koreksi Razi, lalu merebut kuaci dari tangan Karlo.

Razi Selaka Madja—anak dari pemilik perusahaan terbesar kedua setelah orang tua Arka. Memiliki sifat yang ceria dan sedikit random.

"Gak usah ngegas kali, lidah gue kepleset tadi."

"Makannya kalau habis dipel dikeringin dulu pake kincir angin." Ucap Razi sambil memakan kuaci dan membuang kulitnya dimana-mana.

"Reseh lo baru masuk sekolah udah bikin masalah aja. Kalau makan tuh buang kulitnya pada temannya." Karlo mengingatkan bak seorang guru.

Razi menampol pipi Karlo. "Tempatnya bukan temannya. Otak lo ada di dengkul apa."

"Udah ganti emang?" Tanya Karlo memancing emosi.

"Kayaknya lo perlu donor otak deh, gue rasa itu otak tahun 95'an." Ucap Devano.

Devano AlBara—Laki-laki yang tidak suka dikasihani, dia tidak suka terlihat menyediakan didepan orang lain. Laki-laki penuh misteri yang selalu menebar bahagia disekitarnya.

"Brisik." Tegur Reza.

Reza Selaka Graha—Laki-laki ini saudara kembar Razi, mereka hanya selisih 4 menit saat lahir. Reza adalah orang yang paling berpengaruh di ALTARES, apalagi dalam hal saling membogem dia juaranya. Reza juga memiliki sifat yang sangat cuek dan bodoamat, laki-laki ini bahkan sangat jarang berbicara.

"Masuk yok Al, biarin mereka olahraga mulut disini." Ajak Arka pada Alga.

...*********...

Upacara pembukaan Masa Orientasi siswa baru telah selesai 5 menit yang lalu. Siswa-siswi peserta MOS berbondong-bondong memasuki kelas untuk mempersiapkan diri menghadapi sesi-sesi yang telah ditentukan oleh panitia OSIS.

Mereka diwajibkan memakai perlengkapan seperti pita untuk rambut bagi perempuan, dan membuat papan nama dari gardus dan lebih banyak lagi.

Beberapa murid mengecek kembali perlengkapan mereka dan mulai mendudukkan diri ditempat yang kosong.

"Pita udah, papan nama juga udah." Gadis itu lalu membuka tas kesayangannya. "Buku, bolpoin, udah semuanya. Oke Luna semangat untuk hari ini." Ucapnya menyemangati diri sendiri.

Suasana gaduh memenuhi ruang kesenian yang dijadikan tempat MOS hari ini. Seorang gadis dengan rambut yang dikuncir satu mendekat ke arah Luna.

"Hai duduk sendirian?" Tanya gadis itu.

Fokus Luna teralihkan, dirinya tersenyum sebelum menjawab siswi itu. "Iya, gue duduk sendiri."

"Boleh duduk bareng?"

Tanpa berpikir dua kali Luna langsung menganggukan kepalanya. Dirinya juga harus mencari teman saat bersekolah disini agar dirinya tidak merasa sendiri. Lagian jika dilihat-lihat gadis itu gadis yang baik.

"Boleh kok."

Siswi itu lantas duduk saat mendapat jawaban dari lawan bicaranya. Dirinya meletakkan tasnya ke dalam loker meja lalu mengulurkan tangannya. "Gue Kianara Artalita, biasanya dipanggil Nara.''

Luna membalasnya dengan senang hati. "Gue Aluna Tasya Aprilia, lo bisa panggil gue Luna."

Sejak detik itu juga Kianara Artalita resmi menjadi teman Aluna Tasya Aprilia. Setelah itu mereka berbincang-bincang mengenai alasan mereka bersekolah disini.

"Tes tes," Tiba-tiba ada seseorang laki-laki berbicara menggunakan mic didepan sana. "Oke selamat pagi semuanya." Sapa laki-laki berjas merah maron itu.

"Pagi kak." Jawab semuanya.

Bisa Luna tebak, laki-laki yang berbicara itu ada ketua OSIS di SMANBA. Laki-laki itu terlihat sangat dewasa dan berwibawa. Dan Luna sangat yakin laki-laki itu memiliki banyak penggemar disini.

"Sebelum memasuki sesi pertama, kami kakak-kakak osis akan memperkenalkan diri kita terlebih dahulu." Laki-laki itu nampak menjeda ucapannya. "Seperti pepatah bilang, tak kenal maka tak sayang. Tapi versi kakak beda, tak kenal maka tak sopan."

Laki-laki itu nampak maju satu langkah. "Perkenalkan,nama kakak Gilang Ambara Satya. Kakak disini sebagai ketua OSIS dari kelas 11 MIPA 1."

Lalu Gilang memberikan mic nya kepada perempuan di sampingn. "Hallo semua." Perempuan itu menyapa.

"Hai kak."

"Perkenalkan, nama kakak Liona Setia Ningrum. Kakak disini sebagai wakil ketua OSIS dari kelas 11 MIPA 3." Ucap perempuan dengan rambut sebahu.

Sepertinya kak Liona adalah primadona disekolah ini. Bahkan aura yang melekat pada dirinya sudah terlihat sejak tadi. Sudah hampir semua anggota OSIS memperkenalkan diri mereka.

Namun saat pembacaan sesi hari ini, tiba-tiba pintu terbuka dengan keras yang sontak membuat perhatian seisi ruangan teralihkan.

Brak!

"Maaf kak kami telat." Ucap Alga mewakili kelima temannya.

Gilang memperhatikan keenam siswa didepannya. Setelahnya laki-laki itu menghela nafasnya gusar. "Baik kali ini kakak maafkan, silakan duduk."

keenam siswa itu mengangguk dan berjalan menuju bangku yang kosong. Saat salah satu siswa yang memiliki mata teduh melewati laki-laki itu, langkahnya terhentikan.

"Arka."

Lantas Arka menghentikan langkahnya namun tidak ingin berbalik. "Hem."

"Tadi pagi berangkat lebih awal, kenapa telat?"

Arka malas sekali menjawab pertanyaan laki-laki didepannya. Ia paling tidak suka dirinya diusik.

"Biasa." Arka langsung menyelonong begitu saja dari hadapan Gilang.

Gerak-gerik mereka berdua tidak luput dari perhatian penghuni ruangan ini. Banyak sekali bisik-bisik di sana disini. Gilang hanya bisa bersabar berhadapan dengan sikap Arka padanya.

2. Arkabian Selat Muara

Tak terasa waktu berputar sangat cepat. Sudah 1 tahun lamanya anggota ALTARES bersekolah di SMANBA. Tidak banyak perubahan dari mereka, ALTARES GANG memiliki anggota yang lumayan banyak 370 orang. Diantara mereka juga banyak dari sekolah lain.

Tak banyak pasang mata yang memandang mereka buruk, orang lain beranggapan bahwa gang mereka hanya membuat onar saja, bahkan orang-orang belum tahu seluk beluk mereka. Tapi tak sedikit pula orang yang merasa kagum pada mereka.

Deruman suara motor terdengar keras menuju parkiran SMANBA. Banyak pasang mata yang melihat penuh kagum pada inti ALTARES. Di pagi-pagi begini mereka disuguhi sarapan cogan-cogan SMANBA.

Aluna yang tadinya ingin melanjutkan langkahnya, kini terhenti. Bola matanya menyeleksi sudut didepan sana. Matanya menyipit kala mendapati temannya berdiri mematung menatap kagum segerombolan gang motor itu.

"Nara."

"ASTAGFIRULLAH, KAGET GUE LUN!" Nara memegangi dadanya sembari mengelus pelan.

"Masih pagi, jangan kebanyakan ngelamun."

"Nah itu, gue lagi cuci mata," Matanya kembali menatap laki-laki yang bertengger di motor kebesarannya, laki-laki itu masih setia memasang wajah datarnya. "Lumayan kan pagi-pagi dapet asupan kinclong."

Motor sport itu berjajar rapi di parkiran. Banyak siswi-siswi yang berhenti dan melihat ciptaan Tuhan yang hampir sempurna itu. Kesangaran mereka mampu membuat siapa saja tunduk.

Salah satu dari mereka ada yang menatap balik Nara dan Luna, dengan cepat Luna mencekal pergelangan Nara agar gadis itu mengikutinya.

"Yaelah Lun, gue-

"Ada yang liatin kita. Gue ngeri," Potong Luna cepat. Sebenarnya Luna tidak takut sama sekali dengan siapa mereka itu. Namun karena hari ini adalah jadwal piket bagiannya, Luna tidak ingin berlama-lama diluar sana membuang waktunya sia-sia.

"GILA, ADA CEWEK YANG LIATIN REZA!" Teriak Karlo saat dirinya melihat dua gadis yang menatap kearah inti ALTARES.

"Yakin, mata lo nggak katarak kan? Emang ada yang mau sama kulkas berjalan kayak dia," Tutur Razi saudara kembar dari laki-laki itu.

Penuturan Razi sontak mendapat tatapan tajam dari saudara kembarnya itu. Razi hanya cengengesan menanggapi itu. "Sori Za, gue gak berani."

"Cemen, sama kembaran sendiri takut," Lalu Devano mengedarkan pandangannya, cewek yang dimaksud Karlo sudah tidak ada didepan sana. "Tapi bagus si, biar Reza nggak dikatai homo."

"Bacot." Reza memilih pergi dari pada meladeni temannya yang kurang waras.

"Mau ke kelas Al?" Tanya Arka mengamati Alga yang sibuk dengan buku ditangannya.

Laki-laki itu menggeleng lalu menutup bukunya. "Ada rapat Osis."

Algazar, laki-laki itu sekarang menjabat sebagai ketua OSIS. Kecerdasan yang laki-laki itu miliki memang tidak main-main. Selain itu, Al juga berbeda kelas dengan teman-temannya. Arka dan yang lainnya berada di kelas 11 IPS 1, sedangkan dirinya berada di kelas 11 MIPA 2.

"Jadi pengin kayak Aga."

"Perbaiki diri dulu Zi, cewek lo aja banyak, sok-sokan mau jadi kayak Alga." Serobot Devano.

"Gue cuma gabut macarin mereka semua." Ucapnya tanpa dosa.

Mata teduh milik Arka tidak sengaja bertubrukan dengan mata coklat laki-laki yang ia benci. Laki-laki yang merebut segalanya yang seharusnya menjadi milik Arka. Laki-laki yang selalu menebar perhatian kepada keluarganya.

Saat laki-laki itu berjalan mendekat kearahnya, dengan cepat Arka menghindar, ia langsung berjalan meninggalkan teman-temannya.

"Woy bos, mau kemana?!" Teriak Karlo yang melihat ketua ALTARES pergi begitu saja.

"Lapangan." Jawabnya.

Lalu Karlo, dan Razi menyusul Arka yang sudah jauh. Sedangkan Devano tetap diam menatap sendu laki-laki didepannya.

"Sabar ya, lo kuat Lang. Arka cuma kecewa sama orang tuanya bukan sama lo." Devano menepuk pundak laki-laki itu, berusaha menyemangati.

"Thanks Dev."

Devano tersenyum dan pergi menyusul ketiga temannya. Hari ini memang jadwal pertama adalah olahraga, jadi Devano pergi ke kamar mandi dan segera mengganti pakainya.

...*****...

Lapangan dengan rerumputan hijau segar dipenuhi oleh siswa-siswi SMANBA. Hari ini adalah jadwal olahraga kelas 11 IPS 1 dan 12 MIPA 1.

Seperti biasa Pak Anwar selaku guru olahraga memberikan pertandingan basket pada setiap kelas. Mengingat bulan depan SMA NEGERI BANGSA akan mengikuti pertandingan basket dengan beberapa sekolah terbaik.

Sorak sorai teriakan beberapa siswa terdengar begitu keras dan semangat.

Dua kubu dari dua kelas itu terus menyemangatinya kelas mereka masing-masing.

Saat laki-laki bertubuh jangkung dengan mata teduh, berhasil memasukan bola kedalam ring basket, saat itulah terdengar gemuruh suara penonton yang saling berseruan.

"Lo hebat bos seperti biasanya." Ucap Devano bertos ria dengan Arka, begitu juga dengan Reza, Razi, dan Putra teman sekelas mereka.

"Gue kan ganteng."

"Emang apa hubungannya, Ka?" Tanya Putra bingung

"Nggak ada," Arka mengguyar rambutnya yang basah kebelakang, sontak itu membuat beberapa kaum hawa berteriak histeris. "Gue emang ganteng."

"Ganteng doang tapi jomblo." Ucap Razi sembari menaikan bajunya sampai memperlihatkan perutnya.

"Mau gue penggal pala lo?!" Arka menatap tajam Razi yang cengengesan.

"Stres." Cibir Reza pelan

Suara peluit sudah terdengar menandakan permainan berlanjut.

Pertarungan sengit terjadi saat Arka berhadapan dengan Raki, ketua gang KABOR. Musuh bebuyutan dari ALTARES gang. Raki memang kerap mencari masalah dengan inti Altares.

"Kayaknya kali ini tim gue yang menang." Sombong Raki saat dirinya menghadang Arka

"Dalam mimpi lo." Jawab Arka sedikit berbisik.

Di tengah lapangan sanah, Arka bermain dengan sangat lincah. Laki-laki itu memang jagonya bermain basket, bahkan Arka memiliki beberapa piala yang dipajang dirumah. Lemparan Arka jarang sekali meleset, jadi keberuntungan buat mereka yang satu tim dengan Arka.

Di menit-menit terakhir, laki-laki bertubuh jangkung dengan rambut yang basah karena keringat itu, berhasil memasukan bola ke dalam ring sebelum waktunya selesai. Sorak-sorai para penonton semakin keras melihat kemenangan di kelas 11 IPS 1.

"UNTUK KELAS 11 IPS 1, HARI INI DAPAT TRAKTIRAN!!." Teriak Devano dari tengah lapangan.

"Emangnya lo punya duit? Untung lo sama gue aja belum lo bayar." Tanya Razi.

Arka, Devano, Putra, Razi, dan Reza berjalan menepi ke tepi lapangan. Terik matahari yang menyengat kulit mereka membuatnya terasa terbakar.

Kenapa pak Anwar tidak mengatakannya di lapangan dalam ruangan saja. Ah ya kata guru itu, ruangan itu sedang direnovasi.

"Hehe. Kan yang bayar bos Arka, yakan bos.'' jawab Devano cengengesan.

"Huuu." Teriak Razi, dan putra kompak.

...*******...

Seperti dugaan sebelumnya, seisi kantin penuh dengan siswa-siswi kelas 11 IPS 1. Setiap meja disuguhi makanan dan minuman yang begitu banyak. Mereka tidak akan menyia-nyiakan begitu saja, selagi ada gratisan kenapa tidak. Bahkan jika ada kelas lain yang datang kesini itu, tidak diperbolehkan. Kantin ini sudah dibooking sehari oleh Arka untuk mentraktir teman-temannya.

Inti ALTARES mengambil tempat duduk di bagian pojok, meja itu sudah diklaim oleh mereka. Jika ada yang mendudukinya, maka hukumannya bukan main-main.

"Jadi kangen Nisa." Ucap Devano ngelantur.

"Mau mati lo!" Alga menatap tajam Devano.

Anisa Ratu Mayla-Satu-satunya inti ALTARES perempuan. Gadis itu sedikit bandel dan usil kepada siapa saja, suka mencari gara-gara. Namun jika Nisa sudah berhadapan dengan Alga, gadis itu sudah tidak berani menatapnya. Alga itu dunianya, Alga adalah cintanya, Alga juga alasan untuk Nisa bertahan hidup.

"Ampun Aga sayang," Devano menirukan bak ucapan Nisa. "Gue tuh cuma nganggep Nisa kayak adik gue."

"Santai Ga, Nisa itu ratunya ALTARES. Jadi sampai kapanpun bakal kita jaga." Tutur Razi.

"Kenapa Nisa sama Okta gak pindah aja kesini? Kan lebih seru, gue bisa bogem-bogeman sama Okta." Tanya Karlo yang tengah memainkan ponselnya.

Tak ada yang menjawab suasana nya hening, bukan tidak mau, tapi mengurus perpindahan dari sekolah asal mereka itu sulit dan lama. Belum lagi mereka harus mengejar pelajaran yang tertinggal nantinya.

Razi yang merasa tenggorokannya kering, lantas berdiri dan memesan minuman. Namun dari arah depan tiba-tiba ada yang menabraknya dan menumpahkan jus Alpukat ke seragamnya.

"ANJIR." Teriak Razi reflek karena saking kagetnya, apalagi dingin dari minuman itu menembus kulitnya.

Perhatian inti ALTARES teralihkan dan menatap dua orang itu. Alga menyipitkan matanya kala melihat perempuan yang tidak asing baginya.

"Aduh, sori gue bener-bener gak sengaja." Panik Luna saat melihat seragam laki-laki itu bercampur dengan jus Alpukat yang dirinya bawa.

Razi menatap perempuan di depannya. Raut wajah khawatir jelas tercetak disana. "Lo bukan kelas 11 IPS kan?"

Aluna menggeleng. "Gue anak MIPA."

Laki-laki bertubuh jangkung dengan mata teduh berdiri dari duduknya, ia menghampiri mereka berdua. Tangan laki-laki itu dimasukkan kedalam saku, dasinya ia kalung di leher bak seperti tukang parkir.

"Lo ke kamar mandi, bersihin tuh seragam. Kalau perlu beli lagi," Ucap Arka kepada Razi. Lalu laki-laki itu menatap perempuan didepannya. "Lo buta."

Aluna tercengang. Apa maksud ucapan laki-laki didepannya. 'Buta' jika iya mana mungkin Luna bisa berjalan dari kelas ke kantin sendirian. Dan kenapa wajah laki-laki itu nampak menahan amarah.

"Hah?" Beo Luna.

Arka mengacak rambutnya kasar, lalu laki-laki itu menggebrak meja sehingga menjadi pusat perhatian di kantin. Seluruh pasang mata kini fokus pada Arka dan Luna.

"LO BUTA APA GIMANA!! JELAS-JELAS DIDEPAN SANA ADA TULISAN, 'HANYA KELAS 11 IPS YANG BISA MASUK KE KANTIN'." Bentak Arka tepat di depan Luna.

Sedangkan Luna sedikit terkejut karena suara keras Arka. Dia tidak pernah dibentak selama 17 tahun ini. Dan perihal kesalahan kecil, laki-laki di depannya ini dengan mudah membentaknya.

"Gue cum-

"Sok kecantikan lo hah! Mau apa, mau caper?" Arka nampak menjeda kalimatnya. "Basi. Lo itu sama aja kayak perempuan diluar sana, yang dengan suka rela menawarkan tubuhnya kepada lelaki hidung belang."

PLAK!

Satu tamparan meluncur ke pipi tampan Arka. Wajah Arka nampak memerah. Ini kali pertama ada yang berani menampar Arkabian. Memang ucapan Arka tadi sudah sangat keterlaluan. Tetapi Arka tidak suka jika perintahnya di bantah oleh siapa saja.

Arka dengan cepat mencekal tangan Luna dan sedikit melintirnya untuk memberi hukuman padanya.

"Awhh sakit." Rintih Luna

Teman-teman Arka hanya bisa melihatnya dengan sorot mata kasihan. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa jika Arka sudah bertindak seperti ini. Emosi Arka sangat sulit untuk reda sebelum menghajar seseorang.

"Berani banget lo ya, selama ini nggak ada yang berani menampar Arkabian Selat Muara." Arka melintirnya lebih keras. "Cuma lo yang berani seperti ini."

"Sakit, lepasin."

Akhirnya dengan berani Alga melepaskan cekalan tangan Arka pada Luna. Bisa ia lihat, Arka menatap tajam dirinya. Dengan sekali pukulan menyebabkan wajah Alga oleng ke samping.

"Nggak usah ikut campur." Ucap Arka datar.

Alga mengusap pelan pipinya yang terasa nyeri. "Cuma kesalahan kecil Ka, lo harus bisa ngendaliin emosi lo. Gue juga disini bukan kelas IPS kan, tapi gue di bolehin masuk, apa itu adil?"

Arka menatap malas Algazar. Sebelumnya dirinya pergi, ia sempat melihat name tag perempuan itu 'Aluna Tasya Aprilia'. Ia akan selalu mengingat perempuan yang berani menampar dirinya ditempat umum.

"Awas lo!"

Setelah itu Arka benar-benar pergi meninggalkannya. Alga tersenyum sebelum menyusul Arka dan inti ALTARES lainnya. Dengan perasaan yang bercampur aduk, Luna berjalan kembali ke kelasnya.

3. Memori Masa Lalu

Suasana kelas 11 IPS 1 kini benar-benar rusuh, pasalnya Pak Pati selaku guru matematika tidak masuk dikarenakan sedang ada urusan. Para penghuni kelas sibuk dengan urusan mereka masing-masing, ada yang bernyanyi, ada yang biang gosip, ada yang tidur, ada juga yang rajin baca buku.

"BAGAIKAN KAYU BASAH DIMAKAN API," Teriak Razi

"Asekk." Kompak Karlo, Devano

Razi berdiri diatas meja. "API CURIGA, API CEMBURU, API KERINDUAN YANG MEMBARA," Teriaknya sambil memegang sapu sebagai mikrofon.

Sedangkan Arka dan Reza hanya menatap malas teman-temannya. Mungkin yang waras hanya dirinya Reza, dan Alga. Tidak-tidak, Reza juga tidak waras. Cowok itu sangat irit bicara sehingga mendapat julukan kulkas berjalan. Andaikan saja Okta dan Nisa di sini pasti akan lebih menyenangkan.

"OH ANGIN KAT—

Brak!

"Berisik!" Reza menggebrak mejanya dan sontak mendapat perhatian dari penghuni kelas. Alis mereka terangkat seakan bertanya Ada apa?

Reza mendorong kursinya mundur dan berdiri hendak keluar dari markas para setan. Dirinya butuh ketenangan, ia butuh sendrian. Saat Reza sudah berada di ujung pintu langkahnya terhentikan.

"Za, mau kemana?!" Tanya Devano sedikit berteriak.

Reza menghembuskan nafasnya kasar sebelum menengok kebelakang, ia menaruh kedua tangannya di saku dan memasang wajah datarnya. "Mau mati."

Tanpa mau berlama-lama Reza pergi meninggalkan kelas 11 IPS 1. Teman kelasnya yang mendengar itu pun bergidik ngeri, Reza itu bisa diam-diam menghanyutkan. Dia adalah orang yang sangat berpengaruh di ALTARES Besar.

Karlo, Razi, dan Devano berjalan mendekat ke arah Arka yang tengah duduk dengan kaki diatas meja.

"Yang dikantin cantik ya," Ucap Karlo menaik turunkan alisnya menatap Arka penuh arti.

Arka memejamkan matanya dan tangannya ia silangkan didada, entah kenapa dadanya terasa sesak sekarang. "Lebih cantik Loly."

Tuturnya

"Ada yang gamon nih guys."

Loly Aurelani—Satu-satunya cewek yang berhasil membuat ketua ALTARES merasakan apa itu cinta. Satu-satunya yang berhasil mengikat hubungannya dengan status pacaran. Tapi itu dulu, sekarang semuanya telah berubah.

Saat kenaikan kelas 11 cewek itu memutuskan hubungannya dengan Arka, dia pergi begitu saja tanpa memberitahu Arka terlebih dahulu. Hati Arka hancur, bagaikan kertas yang terkoyak habis. Loly adalah segalanya yang membuat Arka bahagia.

Razi mengeluarkan ponselnya dari saku. "Nama tuh cewek siapa ya, lo pada ada yang tau nggak?"

"Mau lo embat juga?" Tanya Karlo lalu Razi menganggukkan kepalanya.

"Astagfirullah Zi, bukannya nabung pahala ini malah nabung dosa," Sentak Devano

"Mau gue buatin group arisan."

Razi tetaplah Razi, cowok playboy yang suka mengoleksi pacar. Entah terbuat dari apa hati laki-laki itu.

Arka membuka matanya dan mengambil ponselnya yang berada di meja. Dia berdiri dan pergi meninggalkan temannya begitu saja. Suasana hatinya benar-benar tidak karuan sekarang. Dunianya seakan gelap gulita diselimuti awan mendung.

Razi, Karlo, dan Devano menatap kepergian ketua Altares dengan tatapan iba. Mereka bertiga menghembuskan nafasnya kasar.

"Loly, lo jahat banget bikin bos kita kehilangan dunianya," Gumam Razi

...*******...

Suasana koridor SMANBA saat ini terlihat ramai, entah kenapa tiba-tiba guru mengadakan rapat dadakan. Tentu saja itu disambut dengan senang hati oleh siswa-siswi SMANBA.

Banyak dari mereka berpendapat bahwa, jamkos lebih menyenangkan dibanding pulang awal.

"Sumpah Lun, ini berat banget." Keluh Nara

Nara dan Luna kini tengah membawa beberapa buku yang sangat tebal menuju perpustakaan. Sedari tadi Nara hanya ngedumel tidak jelas, padahal Nara itu pernah juara pencak silat internasional, tetapi membawa buku dari kelas ke perpus sudah seperti menggendong gajah 10.

"Nara, dari tadi lo—

"Nitip ya," Nara memberikan setumpuk bukunya. "Gue mau ngejar masa depan."

Nara melengos pergi meninggalkan Luna sendiri. Luna hanya menghembuskan nafasnya gusar. Akhir-akhir ini Nara memang sedikit aneh, sepertinya cewek itu mulai merasakan jatuh cinta. Setahun mengenal Nara membuat Luna tahu semua sifat cewek itu.

Luna melanjutkan langkah nya dengan perlahan, buku-buku didepannya sungguh menganggu pandangannya. Dan tanpa sengaja Aluna menabrak seseorang.

Bruk!

Dengan cepat Luna berjongkok dan merapikan buku yang berserakan di lantai. Dia bisa melihat orang yang dirinya tabrak ikut berjongkok dan membantunya. Dia adalah inti ALTARES, satu-satunya cowok yang paling dewasa.

"Biar gue bantu."

Luna berdiri dan menggelengkan kepalanya dua kali. "Nggak usah, gue bisa sendiri." Tolaknya.

Cowok itu berdiri menyamakan tubuhnya dengan Luna. Dan mengambil paksa beberapa tumpuk buku dari tangan Luna. "Nggak boleh nolak bantuan Lun."

"Tapi Al—

Belum sempat Luna protes, Alga sudah lebih dulu melangkah meninggalkan Luna. Luna hanya bisa menyusul Alga dan sesekali menggerutu dalam hati, Luna tidak berani berjalan disamping Alga jadi dia lebih memilih berjalan dibelakang cowok itu.

Sepanjang koridor banyak pasang yang memandang mereka berdua dengan tatapan iri. Tak sedikit pula dari mereka yang bersorak seakan mereka sepasang kekasih. Luna benar-benar risih dengan tatapan itu semua.

"Al, mereka ngomongin kita."

"Gue nggak peduli."

"Tapi nanti kita dikira pacaran."

Alga menghentikan langkah nya secara tiba-tiba sehingga Luna meringis karena menabrak punggung cowok itu. Alga berbalik dan menatap manik Luna. "Gue cuma punya Ica."

"Cuma Ica yang gue sayang, besok dia bakal pindah kesini."

Luna menunduk tidak berani menatap mata laki-laki itu. "Maaf, gue gak bermaksud—

"Nggak papa. Gue juga minta maaf atas nama Arka waktu dikantin."

Arka memang akhir-akhir ini sedikit sentimen. Semenjak kematian neneknya Maria, cowok itu lebih cenderung emosian. Bahkan ia pernah mengurung dirinya sendiri, karena merasa bersalah, ia tidak bisa menyelamatkan nyawa nenek tercintanya.

Namun, tanpa mereka ketahui. Arka memiliki sisi baik yang jarang ia perlihatkan.

"It's okay. Gue nggak ngambil hati kok. " Jawab Luna

Lalu mereka melanjutkan perjalanannya menuju perpustakaan. Dan tanpa diduga, seseorang sejak tadi tengah memperhatikan mereka berdua. Buku-buku tangannya terkepal kuat dan satu tangannya ia taruh didadanya. Entah kenapa dadanya berdenyut nyeri.

"Loly, gue sakit."

...*****...

Cowok dengan seragam sekolahnya yang sedikit kusut, memasuki perkarangan rumahnya. Lengan cowok itu sedikit dilipat dan dasinya ia selempang kan dileher bak tukang parkir. Tangannya terulur membuka gagang pintu berwarna silver.

Kaki cowok itu terus melangkah hingga mendapati pemandangan yang begitu menyakitkan. Di ruang tengah ada Ibu dan Ayahnya yang memuji kakak laki-laki nya. Sebuah perhatian yang secuil pun tidak Arka dapatkan dari kecil.

Arka mengabaikan dan mula melangkah melewati ruang tengah, namun belum lama langkahnya terpaksa ia hentikan.

"Mau sampai kapan?" Tanya Prama—Ayahnya

"Sampai ayah mengakui kalau Arka ini anak ayah," Jawab Arka

Prama mencoba menahan emosinya, dadanya naik turun tidak beraturan. Ia berdiri dan menghampiri Arka yang membelakangi nya. Tangan pria itu menepuk bahu Arka. "Coba kamu lihat kakak kamu."

"Dia pernah menjabat sebagai ketua OSIS, juara Olimpiade matematika, membanggakan sekolahnya, dan jangan lupa Gilang juga mengharumkan nama keluarga kita. Seharusnya kamu mencontoh kakak kamu." Prama berkata panjang lebar

Arka tersenyum kecut. Ini yang menyebabkan dirinya tidak betah dirumah. Kenapa pria itu selalu ngebandingin dirinya dengan orang lain, padahal setiap mahkluk hidup juga mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Arka memutar tubuhnya sehingga berhadapan langsung dengan Prama.

"Kenapa ayah selalu nuntut Arka buat sempurna, kenapa ayah nggak pernah mau lihat perjuangan yang sudah Arka lakukan?" Arka menjeda kalimat nya sebentar

"Dan kenapa ayah selalu banding-bandingkan Arka dengan anak pungut itu."

Plak!

"ARKA JAGA UCAPAN KAMU!"

Clara—Ibunya dan Gilang berjalan mendekat karena situasi yang sangat tidak diinginkan datang. Clara hanya meringis melihat pipi putranya memerah, dia tidak bisa melakukan apapun sekarang. Sedangkan Gilang mencoba menenangkan Prama agar emosi pria itu menurun.

"Ayah, udah ya kasihan Arka."

"Kamu lihat Ka, disaat kamu ngejelek-jelekin kakak kamu dia masih bisa ngebela kamu. SEHARUSNYA KAMU CONTOH KAKAK KAMU, BUKANNYA IKUTAN GENG GAK JELAS ITU."

Arka mengepalkan jari jemari nya kuat, ia tidak terima jika ALTARES dihina seperti ini. ALTARES itu segalanya, mereka adalah tempat berpulang Arka jika ia tidak menemukan itu dirumahnya.

Arka menatap ayahnya dan tersenyum. "Benar yah, cuma nenek Maria yang sayang sama Arka."

Lalu dia mendekat kearah Gilang dan berbisik ditelinga kanannya. "Selamat, lo udah berhasil ngerebut semua bahagia yang gue punya."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!