Tiga buah mobil mewah berlahan memasuki perkarangan kampus ternama di kota itu. Semua mata langsung tertuju kepada pemilik mobil yang turun dari mobilnya. Para pria langsung menunjukkan gaya coolnya. Mereka bersiap untuk mengoda kedua wanita yang turun dari mobil itu.
Sania Ayunda Wirawan adalah salah satu primadona kampus. Tidak hanya cantik dan memiliki postur tubuh yang indah dan juga seksi. Namun, dia juga terkenal sangat pintar dan juga ramah. Bahkan dia adalah mahasiswi yang berprestasi di kampus mereka.
Sania turun dari mobilnya dan menatap para pria yang berdiri menatapnya, sambil melayangkan senyumannya untuk mengodanya. Namun, dia lebih memilih untuk mengacuhkan para pria itu dan berjalan dengan anggunnya. Dia berjalan melewati para pria itu sambil tersenyum ramah. Melihat senyumannya yang begitu indah, para para pria itu langsung tersenyum penuh kebahagiaan.
"San! coba kau lihat para pemuda itu. Mereka sangat tampan dan bersiap mengantri untuk mendapatkanmu. Tapi kenapa kau tidak pernah memperdulikan mereka?" Tanya Yuki menatap aneh Sania.
Yuki Yuspika adalah sahabat kecil Sania. Dia juga adalah salah satu primadona kampus karena kecantikannya tidak kalah jauh dengan Sania. Bahkan sama seperti Sania dia juga mahasiswi yang berprestasi. Namun, sangat berbeda dengan Sania yang ramah dan juga berhati lembut. Yuki malah terkenal dengan mulut pedas dan suka ceplas-ceplos asal bicara. Bahkan dia sudah sering bertengkar dengan mahasiswa kampus lainnya.
"Para cowok itu tidak akan ada apa-apanya di banding Kak Bisma. Jadi wajar saja Sania tidak memperdulikan mereka," ucap Erlan membela Sania.
Erlan Nozendra adalah sosok mahasiswa tampan dan juga berprestasi. Bahkan sama seperti Yuki dan Sania, dia juga menjadi incaran para mahasiswi kampus. Bahkan begitu banyak gadis-gadis di luar sana yang siap mengantri untuk mendapatkan perhatiannya. Walaupun usianya lebih muda beberapa bulan dari Yuki dan Sania, akan tetapi dia memiliki pemikiran yang jauh lebih dewasa dari keduannya.
"Kau benar! Mereka tidak akan bisa mengantikan Kak Bisma di hatiku. Karena di hatiku sudah terukir indah nama Kak Bisma," ucap Sania tersenyum manja membayangkan ketampanan Bisma yang telah meluluhkan hatinya.
"Kaka Bisma saja tidak pernah menatapmu. Kau saja yang terlalu berharap. Lebih baik kau move on saja, sebelum kau patah hati dan nangis di pojokan," ucap Yuki ketus.
"Enak saja! aku tidak akan menyerah sebelum aku mendapatkan hati Kak Bisma. Kau menyuruhku untuk menyerah. Lalu bagaimana dengan dirimu? kau juga Sibuk menolak pria yang mendekatimu, hanya untuk menunggu kakak tampanmu itu. Bahkan kakak tampanmu itu saja tidak tau di mana sekarang," ucap Sania tak kalah ketus.
"Aku yakin kakak tampanku akan muncul pada waktunya. Aku akan setia menunggunya, karena bagiku dia adalah pangeranku," ucap Yuki tidak mau mengalah.
"Sudahlah! dari pada kalian membicarakan para pria yang tidak tau di mana itu. Lebih baik kita ke kantin sekarang. Aku lapar," ucap Erlan mulai muak dengan pembicaraan kedua gadis itu.
"Baiklah! aku juga sudah lapar. Ayo kita manjakan perut kita dan lupakan semua masalah yang datang," ucap Yuki tersenyum bahagia lalu merangkul Erlan menuju ke kantin kampus.
"Dasar kebo! pikirannya hanya makan dan tidur doang," ucap Sania menatap kepergian kedua sahabatnya itu.
"Eh, ketinggalan satu, pembuat onar," ucap Sania terkekeh kecil lalu berlari mengejar Yuki dan Erlan.
...----------------...
"Paman! Kak Rafi kapan pulang ke kota ini?" tanya Sania merengek kepada Rafi.
Seperti biasa, sepulang kampus Sania akan menyempatkan diri untuk datang ke kantor Rafi. Apalagi tujuannya jika bukan untuk menanyakan kapan Bisma kembali ke kota mereka. Karena sudah lima tahun Bisma harus pergi ke luar kota untuk mengurus perusahaan cabang Rafi yang ada di sana.
Walaupun Bisma berada di luar kota, Sania tetap dengan setia menunggu kepulangannya. Bahkan dia selalu mengirim pesan ke email Bisma setiap harinya. Walaupun lebih sering pesannya di abaikan tanpa ada jawaban sedikitpun. Akan tetapi Sania tetap yakin jika Bisma akan kembali dan bisa membalas perasaannya.
"Paman tidak tau, Sayang. Karena masalah perusahaan paman yang ada disana belum selesai. Jadi paman tidak bisa menentukan kapan Bisma akan kembali ke sini," ucap Rafi mengusap wajahnya kasar melihat kelakuan Sania yang terus merengek di depannya.
"Paman sih! kenapa harus Kak Bisma yang di kirim ke sana. Seharusnya paman mengirim orang lain saja," ucap Sania menunjukkan mode ngambeknya.
"Maafkan paman, Sayang. Tapi hanya Bisma yang bisa paman andalankan untuk menyelesaikan masalah perusahaan paman. Paman yakin, Bisma tidak akan lama lagi kembali ke kota ini lagi,"
"Paman bohong! asal Sania ke sini paman selalu mengatakan hal itu. Tapi sampai sekarang Kak Bisma tidak pulang juga. Bahkan Kak Bisma tidak pernah membalas pesan dariku. Apakah akan sangat jelek sampai Kak Bisma tidak mau menatapku?" tanya Sania sambil menitikkan air matanya.
Melihat Sania yang mulai menangis, Rafi langsung kehilangan akal sehatnya. Dia mengusap wajahnya kasar lalu mencari cara agar Sania bisa mempercayainya. Dia harus memikirkan cara yang genius agar Sania bisa percaya.
"Bisma akan kembali minggu depan," ucap Rafi sepontan.
"Apa! minggu depan? paman tidak bohong 'kan?" tanya Sania menatap Rafi dengan penuh selidik.
"Tidak! Paman tidak bohong. Apa kau melihat jika ada raut kebohogan di wajah paman?" tanya Rafi tersenyum hangat.
"Argg! jadi Kak Bisma akan pulang minggu depan. Aku akan menyambutnya dengan baik," ucap Sania kegirangan lalu memeluk Rafi dengan erat.
"Sayang! paman tidak bisa bernapas," ucap Rafi berusaha mengatur napasnya karena pelukan Sania yang begitu erat.
"Ups! maaf, Paman. Soalnya Sania terlalu bahagia. Sania sudah tidak sabar bertemu dengan Kak Bisma," ucap Sania melepaskan pelukannya sambil tersenyum penuh kebahagiaan.
"Aku pegang kata-kata paman ya. Aku akan menjeput Kak Bisma minggu depan. Kalau begitu aku pamit dulu," ucap Sania tersenyum bahagia lalu keluar dari ruangan Rafi sambil bersorak bahagia.
"Mati aku! kenapa mulut ini asal ceplos saja sih," ucap Rafi memukul mulutnya pelan, karena tidak bisa berpikir jernih terlebih dahulu sebelum mengeluarkan kata-kata nya.
Bersambung....
"Yuki!" teriakan Sania langsung mengema di kediaman Wildan.
"Eh! ada nak Sania. Yuki nya masih tidur," ucap Shinta sambil menata masakannya di atas meja.
"Dasar! itu anak," ucap Sania membuang napasnya kesal, mengingat kelakuan Yuki yang selalu bangun kesiangan.
"Tante masak apa? sepertinya enak," ucap Sania menatap masakan Shinta yang tertata rapi di atas meja.
"Wah, ada Sania. Mau cari Yuki ya?" tanya Wildan yang telah berpakaian rapi berjalan mendekati mereka
"Ia, Paman! tapi kata tante dia belum bangun," ucap Sania memanyunkan bibirnya.
"Coba kau bangunin sana. Nanti kalian terlambat masuk kampusnya," ucap Wildan lalu duduk dan bersiap untuk sarapan.
"Siap, Paman!" ucap Sania tersenyum lalu melangkahkan kakinya.
Baru beberapa langkah, Sania langsung menghentikan langkahnya dan kembali mendekati Wildan. Dia menarik kursinya mendekati Wildan lalu menatapnya dengan lekat. Melihat kelakuan Sania, Wildan langsung mengerutkan keningnya binggung.
"Kenapa kau melihat paman seperti itu? jika kau bertanya tentang Bisma, paman tidak tau," ucap Wildan langsung bisa menebak apa yang ada di pikiran Sania.
Karena tebakan Wildan benar apa adanya, Sania langsung memasang wajah memelas nya. Bukan Sania namanya jika tidak bisa mendapatkan informasi yang dia inginkan. Jujur dia tidak percaya dengan ucapan Rafi, itu makanya dia ingin mencari informasi dari Wildan. Dia yakin jika Wildan tidak mungkin bisa membohonginya. Karena di antara semua sahabat papanya, cuman Wildan yang paling polos dan tidak bisa menjaga rahasia.
"Paman! Aku yakin paman mengetahui sesuatu. Kenapa kalian semua tega menjauhkanku dengan Kak Birma. Apa aku salah jika aku ingin mengejar cintaku?" ucap Sania langsung menunduk sedih.
Melihat wajah sedih Sania, Wildan langsung mengusap wajahnya kasar. Dia langsung merasa tidak enak ketika melihat Sania sedih seperti itu. Itu memang kelemahan Wildan, dia tidak bisa melihat para gadis kecilnya bersedih. Baginya tidak ada bedanya Yuki, Sania dan putri sahabatnya yang lainnya. Dia sama-sama menyayangi mereka semua.
"Kau ini, Paman tidak tau. Kenapa kau terus memaksa paman?" tanya Wildan membuang napasnya kasar.
"Paman jahat. Paman sama saja dengan papa dan Paman Rafi," ucap Sania kesal lalu bangkit dari duduknya.
"Ok! Bisma akan kembali. Tapi paman tidak tau kapan," ucap Wildan akhirnya buka suara.
"Paman serius? paman tidak membohongi Sania 'kan?" tanya Sania.
"Ia! paman serius. Tapi jangan bilang paman yang memberitahumu," ucap Wildan.
"Ok paman. Aku akan menutup mulut rapat-rapat. Paman tidak perlu khawatir. Tapi apa Kak Rafi akan pulang minggu depan?" tanya Sania penuh antusias.
"Paman tidak tau. Karena Bisma harus menyelesaikan tugasnya terlebih dulu," ucap Wildan.
"Kau yang sabar saja. Jika kau dan Bisma berjodoh pasti kalian bersatu. Lebih baik kau belajar yang giat saja dulu. Jangan pikirkan yang lain," ucap Shinta mengusap lembut rambut Sania.
"Ia, Tante. Aku bangunin Yuki dulu ya," ucap Sania bangkit dari duduknya.
"Terima kasih ya, Paman. Paman memang pamanku yang paling terbaik," ucap Sania memeluk Wildan dengan penuh kasih sayang.
"Sama-sama, Sayang. Kau jangan terlalu memikirkan Bisma dulu ya. Paman yakin kalian pasti bisa bersatu. Buktinya sampai sekarang Bisma belum menikah. Pasti dia menunggumu," ucap Wildan menarik hidung mencung Sania
Mendengar ucapan Wildan, Sania langsung menunduk malu dengan wajah merah merona nya. Dia langsung tersenyum bahagia lalu melangkahkan kakinya menuju kamar Yuki. Wildan dan Shinta hanya menatap kepergian Sania sambil tersenyum kecil. Mereka kembali melanjutkan sarapan mereka, dan membiarkan Sania yang mengurus putri mereka yang seperti kebo itu.
Sesampainya di kamar Yuki, Sania melihat Yuki masih tertidur pulas di balik selimutnya. Namun, yang membuat Sania terkejut bukan hanya itu saja. Dia melihat foto seorang pria tampan yang yang terpajang di dinding kamar Yuki.
"Gila! Yuki ternyata jauh lebih gila dari aku," ucap Sania melihat koleksi foto Aldan yang memenuhi kamarnya.
Lalu Sania menatap Yuki sambil membuang napasnya kasar. Dia memikirkan cara agar dia bisa membangunkan Yuki dengan mudah. Karena membanginkan Yuki bukanlah hal yang mudah.
"Arghh! Kak Aldan. Kak Aldan menghubungiku," pekik Sania bersorak tepat di telinga Yuki.
"Kak Aldan! mana Kak Aldan? Dia adalah milikku," oceh Yuki langsung bangkin dari tidurnya.
"Ha.... ha... Kena tipu," ucap Sania tertawa lepas.
Mengetahui jika dirinya telah di kerjain oleh Sania, Yuki langsung memanyunkan bibirnya kesal. Dia mengambil bantal lalu meleparkannya ke wajah Sania. Sania dengan sigap menghindari lemparan Yuki, lalu menjulurkan lidahnya mengejek Yuki.
"Apa kau tidak punya kerjaan pagi-pagi seperti ini? aku masih mengantuk," ucap Yuki kembali membaringkan tubuhnya.
"Eh! Kau tidak kuliah? lihat, sudah jam berapa ini?" ucap Sania menunjukkan jam kepada Yuki.
"Apa! sudah jam tujuh. Kenapa kau tidak mengatakannya sejak tadi?" ucap Yuki melompat lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
"Aku tunggu kau di bawah. Aku lihat tante tadi masak enak. Aku mau sarapan dulu, bye," ucap Sania berlari keluar dari kamar Yuki.
"Kau sisakan untukku. Jangan sampai aku tidak sarapan karenamu," teriak Yuki dari dalam kamar mandi.
"Ok! tapi kalau tidak lupa," ucap Sania terkekeh kecil lalu berlari ke ruang makan.
Sania yang melihat Wildan dan Shinta sedang sarapan bersama langsung ikut bergabung. Kebetulan dia tadi belum sempat sarapan, jadi dia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Setelah beberapa menit, akhirnya Yuki turun sambil merapikan rambutnya mengunakan jari. Sebelum Sania menghabiskan sarapannya, dia langsung duduk bergabung dan sarapan bersama.
"Kau mandi pakai jurus dua jari ya?" tanya Sania melihat Yuki yang turun dengan cepat.
"Tentu saja tidak! kau kira aku ini gadis apaan? Tapi aku mengambil jurus mandi lima menit," ucap Yuki terkekeh kecil.
"Itu mah sama saja," ucap Sania ketus lalu kembali menyantap makanannya.
Setelah selesai sarapan, mereka langsung berjalan keluar secara bersama-sama. Mereka berjalan menuju mobil mereka masing-masing. Saat sampai di mobilnya, Sania melihat kesana kemari. Ketika melihat halaman itu kosong, Sania langsung memanggil Yuki.
"Yuki! balapan yuk," ucap Sania dengan suara pelan agar tidak ada yang mendengarnya.
"Ok! siapa yang sampai kampus terlebih dulu, akan makan gratis selama seminggu," ucap Yuki.
"Ok! Jadi siapkan uang sakumu," ucap Sania tersenyum lalu masuk kedalam mobilnya.
Dia langsung mengemudikan mobilnya keluar dari perkarangan rumah Wildan. Mereka berdua mengemudikan mobil mereka dengan kecepatan tinggi. Tidak ada rasa takut di anatara keduanya, mereka terus mengemudikan mobil mereka melewati pengemudi lain.
"Sial! aku tidak boleh kalah. Enak saja jika sampai uang sakuku di gunakan untuk mentraktirnya selama seminggu," batin Yuki terus meninggikan kecepatan mobilnya.
Tinnn....
"Arghh! sial," pekik Yuki geram ketika melihat sebuah mobil mewah berhenti di depannya.
Bersambung......
Karena terlalu fokus mengejar mobil Sania, Yuki sampai tidak memperhatikan jalannya. Tiba-tiba muncul sebuah mobil mewah tepat di depannya. Karena menghindari tabrakan Yuki langsung membanting stir ke luar jalan. Melihat dia yang ketingalan jauh Yuki langsung memukul stir sambil membuang napasnya kesal. Dengan cepat dia turun dari mobilnya dan mendatangi pemilik mobil yang hampir saja dia tabrak.
"Hai! turun kau. Kau punya mata tidak?" tanya Yuki geram sambil memukul kaca mobil.
Melihat emosi Yuki yang memuncak, sesorang pria paru baya yang berpakaian rapi turun dari mobil itu. Dia langsung melemparkan tatapan penuh kekesalan kepada Yuki. Bagaimana tidak, sudah jelas di sini nyang salah adalah Yuki. Dia mengendarai mobilnya secara ugal-ugalan di jalan raya. Namun, dia malah bertindak seperti korban dan marah-marah sesuka hatinya saja.
"Maaf, Nona! di sini yang salah adalah Nona. Kenapa Nona malah menyalahkan kami," ucap pria itu menatap kesal Yuki.
"Apa! bapak menyalahkan saya? sudah jelas mobil bapak yang muncul tiba-tiba," ucap Yuki tidak mau kalah.
"Kami tidak muncul tiba-tiba. Nona saja yang tidak memperhatikan jalan," ucap Pria itu juga tidak mau mengalah.
"Jadi bapak mengajakku untuk berdebat?" tanya Yuki mulai geram.
"Tidak! saya hanya mengatakan yang sebenarnya," ucap pria itu santai.
Mendengar ucapan pria itu, Yuki langsung membuang napasnya kasar. Dia menatap pria paru baya itu dengan penuh kekesalan. Untung saja pria itu jauh lebih tua darinya, jika tidak. Sudah di pastikan Yuki akan mengeluarkan seluruh kekesalannya kepada pria itu. Nasib sial memang terus menghampirinya pagi ini. Tadi sudah di kerjain oleh Sania, kini dia juga sudah pasti kalah taruhan dan sekarang, dia malah di hadapkan dengan pria menyebalkan di depannya.
Karena melihat perdebatan supirnya dengan gadis pelajar itu belum selesai juga. Seorang pria yang telah berumur matang akhirnya memilih keluar dari mobilnya. Dia menatap supirnya yang masih berdebat dengan gadis remaja itu. Karena waktunya yang sudah mendesak, pria itu akhirnya mencoba menyelesaikan masalah mereka.
"Ada apa?" suara briton yang terdengar sangat sensual langsung menghentikan pertengkaran Yuki dengan pria paru baya itu.
Yuki langsung menatap pemiliki suara itu dengan tatapan penuh rasa tidak percaya. Pria itu terlihat sangat cool dan juga tampan. Tubuh kekarnya di baluti jas lengkap, sehingga membuat ketampanannya semakin terpancar. Yuki mengucek matanya berkali-kali karena tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
Ternyata kakak tampannya yang telah lama dia tunggu-tunggu akhirnya muncul di depan matanya. Setelah sepuluh tahun tidak bertemu, akhirnya dia bisa melihat kakak tampannya kembali. Selama ini dia hanya bisa melepaskan kerinduannya dengan melihat-lihat foto di akun sosial media miliki Aldan. Namun, sekarang dia bisa melihat pesona Aldan dengan mata kepalanya sendiri. Bahkan Aldan sekarang terlihat semakin tampan, sehingga membuat jantung Yuki langsung berdetak kencang.
"Arghhh! kakak tampan," pekik Yuki bersorak ria lalu memeluk Aldan untuk melepaskan semua kerinduannya.
Mendengar nama panggilan yang di sebut Yuki, Aldan langsung membulatkan matanya terkejut. Dia tidak menyangka jika kejadian sepuluh tahun lalu terulang kembali. Namun, kini keadaannya berbalik ke Yuki dan juga supirnya. Aldan hanya diam mematung menerima pelukan Yuki. Dia tidak menyangka jika gadis kecil yang begitu mengemaskan dan lucu, kini tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik.
"Aku kira ini adalah hari yang penuh kesialan untukku. Tapi ternyata aku salah. Hari ini adalah hari keberuntunganku. Akhirnya aku bisa bertemu lagi dengan kakak," ucap Yuki menatap Aldan penuh dengan penuh kebahagiaan.
"Kau tenyata sudah besar sekarang," ucap Aldan tersenyum.
"Ia, kak! aku sekarang sudah kuliah. Kakak juga telihat semakin tampan. Kakak kemana saja selama ini? aku sudah lama menunggu kakak," ucap Yuki memanyunkan bibir.
"Maaf! Kakak harus menyelesaikan pendidikan kakak di luar negeri. Kakak baru saja kembali ke kota ini," ucap Aldan tersenyum.
"Maaf, Tuan! kita sudah terlambat," ucap supir Aldan melihat jam tangannya.
Mendengar itu, Aldan langsung membuang napasnya kasar. Baru saja dia bertemu kembali dengan Yuki. Namun, kini mereka harus berpisah lagi.
"Maaf ya, kakak buru-buru. Kita bertemu lain kali lagi ya," ucap Aldan tersenyum sambil mengusap lembut puncak kepala Yuki.
"Ayo cepat, Tuan," ucap supir itu langsung membuka pintu untuk Aldan.
Aldan hanya bisa menatap Yuki lalu naik kedalam mobilnya. Melihat Aldan yang sudah duduk, supir itu langsung naik dan menghidupkan mobilnya kembali. Ketika melihat mobilnya sudah mulai jalan, Aldan langsung membuka kaca mobil lalu menatap Yuki dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. Yuki juga menatap kepergian Aldan dengan perasaan yang tidak menentu. Tiba-tiba perasaannya menjadi tidak enak, akan tetapi dia tidak tau kenapa.
"Astaga! aku lupa meminta nomor ponsel kakak tampan," ucap Yuki memukul jidatnya pelan.
"Kenapa aku bisa sebodoh ini? Dasar Yuki goblok," oceh Yuki mengomel pada dirinya sendiri.
"Gawat! Sudah jam berapa ini? aku pasti terlambat," ucap Yuki panik lalu masuk kembali kedalam mobilnya.
Dia mengemudikan mobilnya menuju kampus dengan kecepatan tinggi. Dia yakin pasti Sania sangat menghawatirkannya. Dia terus melewati jalanan kampus sambil terus tersenyum bahagia. Dia berharap semoga dia bisa di pertemukan kembali dengan Aldan sangat pujaan hatinya.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!