Di sebuah Perguruan Ilmu Beladiri Gentar Bumi, terdapat seorang murid berumur dua puluh lima tahun, tapi masih bujangan. Dia sangat serius belajar ilmu beladiri, ilmu batin dan tenaga inti. Bukannya dia tidak ingin seperti teman-temannya, untuk hidup berumah tangga, tapi yang dia inginkan, adalah menjadi orang yang terkuat dan terhebat terlebih dahulu, karena dia sendiri menyimpan rasa dendam, kepada orang-orang yang telah menyengsarakan hidupnya. Orang yang telah membunuh kedua orangtua dan saudara-saudaranya, hingga dia hidupnya sebatang kara.
Sudah sepuluh tahun lamanya, murid bujangan itu belajar ilmu beladiri. Semua ilmu dari gurunya, telah dia pelajari. Dari mulai pukulan Gentar Bumi, yang mampu mengguncangkan bumi dan menghancurkan puluhan ribu musuh, jurus Seribu Bayangan, jurus Naga Geni yang bisa membakar musuh-musuhnya, jurus Harimau Emas, jurus Cakar Rajawali Sakti, Ilmu ketajaman telinga dan Mata Dewa, serta Ilmu Tenaga Inti.
Seorang murid itu bernama Aji Saka, dia ditolong oleh seorang kakek pemilik Perguruan Gentar Bumi, ketika dia berumur lima belas tahun, karena hanya dirinya yang selamat dari pembantaian para penjahat, sedangkan kedua orangtua dan saudara-saudaranya, dibantai oleh para penjahat, yang ingin menguasai seluruh harta dan kekayaan orangtuanya.
Waktu itu, dia dibuang ke dasar jurang, yang tak jauh dari rumah kedua orangtuanya, dan sekujur tubuhnya berdarah, penuh dengan luka-luka bekas tebasan pedang. Namun begitu dia melayang jatuh kedalam jurang, tiba-tiba seorang kakek berjubah putih, melesat terbang menangkap tubuh Aji Saka, yang sudah tak sadarkan diri.
Untungnya, seorang kakek pemilik Perguruan Ilmu Beladiri, Eyang Gentar Bumi, yang usianya sudah ribuan tahun, cepat menyelamatkan dirinya. Jika terlambat, tentunya tubuh bocah lima belas tahun itu, akan hancur di dasar jurang, menghantam cadas dan bebatuan yang runcing.
Lalu kakek itu membawanya kedalam sebuah Goa di dasar jurang, tempat khusus untuk berlatih dan berkultivasi tertutup. Eyang Gentar Bumi, segera mengobati luka-luka di seluruh tubuh bocah itu.
Setelah dia siuman, lalu Eyang Gentar Bumi membawanya ke Perguruan Beladiri miliknya, hingga kini sudah sepuluh tahun belajar ilmu beladiri.
Selama berada di Perguruan Beladiri Gentar Bumi, dia tidak pernah keluar dari perguruan, sehari-harinya disibukkan dengan berlatih, berkultivasi dan membaca kitab-kitab kuno.
Ratusan jurus tingkat Dewa, sudah dikuasainya, bahkan sudah mencapai tahap sempurna, sehingga dirinya tidak sempat untuk mengenal seorang wanita, tidak seperti teman-temannya, yang sering keluar perguruan untuk mencari hiburan, dan hampir rata-rata mereka sudah memiliki istri.
Karena itulah, Aji Saka oleh teman-temannya, dipanggil dengan julukan Bujang Lapuk. Hingga pada suatu hari, Aji Saka dipanggil oleh gurunya, untuk memberikan sebuah ujian terakhir kepadanya, sebelum dia meninggalkan perguruan untuk berpetualang.
"Sebelum kamu meninggalkan perguruan ini, aku ingin memberikan ujian terakhir kepadamu, yaitu kamu harus dapat menemukan makhluk yg lebih hina dan lebih buruk daripada dirimu," ujar Eyang Gentar Bumi.
"Baik guru, dalam waktu singkat, aku pasti dapat menemukannya. Hari ini juga aku akan mencari makhluk yg lebih buruk daripada diriku," jawab Aji Saka, sangat yakin akan menemukan makhluk yang dimaksud oleh gurunya. "Aku undur diri pamit, Kakek Guru," tambahnya.
Eyang Gentar Bumi menganggukkan kepalanya tersenyum, seraya mempersilakan muridnya untuk melaksanakan tugas terakhirnya, sebelum meninggalkan perguruan untuk berpetualang.
Kemudian Aji Saka keluar dari perguruan, berniat mencari makhluk yang dimaksud oleh gurunya. Dalam batinnya terus bertanya-tanya, makhluk apakah yang dimaksud oleh gurunya itu, sehingga makhluk itu lebih hina dan lebih buruk daripada dirinya.
Dia berjalan menyusuri pinggiran hutan, dia berniat pergi menuju ke kota terdekat, dengan berjalan kaki menyusuri jalanan berdebu.
Ditengah perjalanan, dia melihat seorang pria setengah baya sedang bermabuk-mabukan. Dalam pikirannya, mungkin makhluk ini yang dimaksud oleh gurunya, lebih buruk daripada dirinya.
Dia bertanya kepada pemilik warung ditempat itu, menurut pemilik warung, pria setengah baya itu setiap hari selalu mabuk-mabukan. Dalam hatinya dia berkata-kata, inilah orang yang dimaksud oleh gurunya. Sepertinya, pria setengah baya adalah makhluk yg lebih buruk darinya. Setiap hari dia habiskan hanya untuk bermabuk-mabukan, sedangkan dirinya selalu rajin beribadah.
Namun dalam perjalanan pulang ketempat gurunya, dia berpikir lagi, sepertinya sipemabuk itu belum tentu lebih buruk darinya. Sekarang dia bermabuk-mabukan, tapi siapa tau di akhir hidupnya, dia mendapatkan petunjuk, akhir hidupnya bisa lebih baik daripada dirinya.
Sedangkan dirinya, walau rajin ibadah, belum tentu akhirnya baik. Berarti pria pemabuk itu, belum tentu lebih jelek daripadanya.
Aji Saka pun kemudian kembali melanjutkan perjalanannya, untuk mencari orang atau makhluk yg lebih hina dan lebih buruk dari dirinya.
Di tengah perjalanan, dia bertemu dengan dua orang penjahat, yang dulu membantai seluruh keluarganya. Dia masih ingat ciri-ciri yang dimiliki oleh para anggota penjahat, seperti yang bertemu dengan Aji Saka saat ini. Kedua anggota penjahat itu, salah seorangnya memiliki codet di pipi sebelah kanan, dan dua-duanya memiliki tato gambar kalajengking di tangan kanannya.
Aji saka, langsung menghadang kedua penjahat anggota kelompok Kalajengking Hitam. "Kalian masih ingat denganku?" Tanya Aji Saka, menatap kedua penjahat.
"Kamu siapa? Beraninya menghalangi perjalananku!" Seru seorang anggota penjahat, yang pipinya codet.
"Kalian ingat dengan peristiwa sepuluh tahun lalu, waktu kalian membatai keluarga Tirta Prawira Atmadja," ucap Aji Saka.
"Kamu siapanya Tirta Atmadja?"
"Aku adalah anaknya yang kau buang ke dasar jurang."
Kedua penjahat itu terkejut, mendengar anaknya Tirta Atmadja, yang dia buang ke jurang sepuluh tahun lalu itu masih hidup, dan kini akan menuntut balas, atas kematian kedua orangtua dan saudara-saudaranya.
"Sekarang sudah saatnya kalian harus membayar, apa yang sudah kalian lakukan terhadap keluargaku," ucap Aji Saka. "Rasakan ini.... Pukulan Gentar Bumi!" Seru Aji Saka, dia langsung mengerahkan pukulan intinya, dari Eyang Gentar Bumi.
Duarr.... Duarr....
Ledakan yang sangat dahsyat, benar-benar menggentarkan bumi. Sesuai dengan namanya, Pukulan Gentar Bumi.
Kedua penjahat, begitu terkena hantaman pukulan jarak jauh yang sangat hebat, keduanya terlempar kebelakang puluhan meter, dan langsung muntah darah. Hanya Si Codet pipinya, yang masih hidup, sedangkan temannya sudah tidak bergerak lagi.
Aji Saka segera melesat loncat menyusul si Codet, kearah terlemparnya.
"Katakan, siapa yang menyuruhmu untuk menghabisi keluargaku?" Tanya Aji Saka, sambil mencengkram leher si Codet.
Argh.... Uup.... Aahhh....
Si Codet gelagapan, lehernya terasa sakit dan tidak bisa bernafas.
"Katakan yang sebenarnya, kalau tidak, hari ini tamat riwayatmu!" Seru Kan Aji Saka, menindasnya dengan aura kekuatan Pendekar Dewa Bumi.
"Ba.... baik, Tuan Muda," balas Si Codet gelagapan. "Yang menyuruhku adalah Tuan Rajasa, karena dia ingin menguasai seluruh harta kekayaan yang dimiliki oleh Tirta Atmadja," tambahnya menjelaskan.
Klek.... Argh....
Si Codet lehernya patah di fighting oleh Aji Saka, dan jatuh tergeletak di tanah.
"Rupanya adik tiri ayahku, otak dari semua pembantaian itu!" Serunya didalam batin Aji Saka. "Tunggu saja pembalasan dariku," tambahnya.
Diapun berlalu meninggalkan tempat itu, untuk melanjutkan melaksanakan tugas terakhir dari gurunya.
Aji Saka terus berjalan menuju kearah kota, yang sudah tidak jauh dari tempatnya berjalan.
Dipertengahan jalan, dia bertemu dengan seorang pengemis yang sangat menjijikan, tubuhnya bau busuk karena penuh dengan korengan dan budug.
Dalam pikiran Aji Saka, mungkin orang yang sedang mengemis ini, makhluk yang dimaksud oleh gurunya. Karena selain pengemis itu tubuhnya bau, juga dirinya tidak pernah ibadah.
Lekas dia hendak pulang menuju ketempat gurunya, namun belum jauh dari tempat itu, dia berpikir lagi. Bagaimana kalau akhir hidupnya? Dia sama seperti pria pemabuk, sama-sama mendapatkan petunjuk. Akhir hayatnya, bisa lebih baik daripada dirinya.
Aji Saka pun mengurungkan niatnya untuk pulang, dia meneruskan perjalanannya kearah kota, untuk mencari makhluk yang paling hina dan lebih buruk daripada dirinya.
Bersambung.....
Aji Saka terus berjalan memasuki kota Tirta Kencana, sebuah kota yang sejuk dikawasan Tatar Pasundan, dan selalu ramai dikunjungi oleh para pendatang. Dia berniat mencari sebuah rumah makan, sekedar untuk mencari informasi dari sesama pengunjung rumah makan, tentang markas kelompok Kalajengking Hitam, dan tempat tinggal adik tiri ayahnya, yang sudah tega membantai seluruh keluarganya.
Aji Saka duduk disudut sebelah kiri ruangan rumah makan, menikmati makanan sate daging hewan buas, sambil terus mendengarkan obrolan dari para pengunjung lainnya.
Sesekali dia melirik ke para pengunjung rumah makan, yang tengah pada membicarakan akan adanya sayembara adu jago, di alun-alun kota.
"Sebentar lagi akan segera dibuka sayembara adu jago, oleh Tuan Rajasa," ucap salah seorang pengunjung rumah makan.
Deg.... hati Aji Saka terkejut, karena yang mereka sebut itu, adalah paman tirinya, yang telah membayar kelompok Kalajengking Hitam, untuk membantai seluruh keluarganya.
Pendengarannya semakin dipertajam lagi, dengan menyalurkan kekuatan kedalam telinganya, agar lebih jelas dapat mendengar percakapan mereka.
"Kapan dimulainya? Apakah Kalajengking Hitam ikut sayembara?" Tanya salah seorang pengunjung rumah makan.
"Besok pagi sudah dimulai sayembaranya, hadiahnya akan diangkat menjadi mantu Tuan Rajasa," balasnya. "Ketua Kalajengking Hitam akan menjadi jagonya, siapa yang bisa mengalahkan ketua Kalajengking Hitam, dialah pemenangnya," tambahnya lagi.
"Kalian mau pada ikut sayembara?"
"Siapa yang berani melawan Ketua Kalajengking Hitam? Semua orang sudah pada tau, selain dia kejam dan sadis, ranah kekuatannya sudah di tahap Pendekar Dewa," jawab salah seorang pengunjung rumah makan, yang sudah tau persis tentang ketua Kalajengking Hitam.
"Kok kamu tau?"
"Aku masih saudara sepupunya Ketua Kalajengking Hitam, walau sebenarnya, aku sendiri tidak sependapat dengan dia, tapi aku tidak punya kekuatan untuk melawannya, sehingga apapun yang dia lakukan, aku tidak bisa berbuat apa-apa," balasnya.
Aji Saka mendengar penjelasan dari mereka, hatinya sangat senang. Dia merencanakan, akan mengikuti sayembara adu jago besok pagi, untuk membalaskan dendam kedua orangtua dan saudara-saudaranya, yang telah dihabisi oleh kelompok Kalajengking Hitam, atas suruhan dari Rajasa, paman tirinya.
Tuan Rajasa, yang berkuasa di Kota Tirta Kencana, sebuah kota dibawah kekuasaan Raja Tatar Pasundan, kekuatannya sama dengan ketua Kalajengking Hitam, sama-sama berada ditingkat Pendekar Dewa tahap awal, sedangkan ranah kekuatan Aji Saka, sudah berada ditingkat Pendekar Dewa Bumi tahap puncak.
"Aku akan menghabisi nyawa mereka semua, agar kedua orangtua dan saudara-saudaraku, tenang di alam sana," ucap batin Aji Saka, bergegas dia keluar dari rumah makan, setelah membayar makanan dan minuman yang dinikmatinya.
Dia kembali ke pinggiran hutan, dan terus masuk kedalamnya, untuk berlatih meningkatkan kemampuan bertarungnya. Walaupun ranah kekuatannya sudah melebihi kekuatan di Kota Tirta Kencana, namun dia terus berlatih untuk meningkatkan kekuatan kultivasinya ketingkat yang lebih tinggi lagi.
Ranah kekuatan para Kultivator di Kota Tirta Kencana, paling tinggi berada ditingkat Pendekar Dewa tahap puncak, itupun hanya baru satu orang yang sudah mencapai ke tahap puncak, yaitu gurunya Tuan Rajasa dan Ketua Kalajengking Hitam.
Mereka berdua teman seperguruan, makanya di Kota Tirta Kencana, sudah tidak ada lagi yang mampu menandingi mereka, apalagi didukung oleh gurunya, yang kekuatannya paling tinggi di wilayah Kota Tirta Kencana.
Tingkatan Ranah Kekuatan Kultivasi di Tatar Pasundan sebagai berikut :
Pendekar Pemula awal, menengah dan puncak.
Pendekar Prajurit awal, menengah dan puncak.
Pendekar Perwira awal, menengah dan puncak.
Pendekar Jenderal awal, menengah dan puncak.
Pendekar Raja awal, menengah dan puncak.
Pendekar Kaisar awal, menengah dan puncak.
Pendekar Pertapa awal, menengah dan puncak.
Pendekar Spiritual awal, menengah dan puncak.
Pendekar Dewa awal, menengah dan puncak.
Pendekar Dewa Bumi Tahap Awal, Menengah dan Tahap Puncak.
Pendekar Dewa Langit Tahap Awal, Menengah dan Tahap Puncak.
Pendekar Dewa Surga Tahap Awal, Menengah dan Tahap Puncak.
Untuk meningkatkan ranah kekuatan di Tatar Pasundan, sangat sukar sekali, selain harus didukung oleh berbagai sumberdaya tingkat tinggi, juga harus rajin berlatih dan berkultivasi.
Di Tatar Pasundan, semua Kultivator setelah keluar dari perguruan beladiri, untuk meningkatkan ranah kekuatannya, dia melakukan latihannya didalam hutan, di gunung, dipesisir pantai, atau di sungai yang airnya deras.
Seperti yang dilakukan oleh Aji Saka, dia masuk kedalam hutan hanya untuk meningkatkan ranah kekuatan kultivasinya, dan meningkatkan kemampuan bertarungnya.
Aji Saka terus berlatih dan berlatih, karena ada satu keinginan untuk menguasai seluruh alam. Dia ingin membasmi para iblis, yang bersekutu dengan Raja-raja yang berbuat dholim terhadap rakyatnya, dan menumpas para kultivator aliran hitam, yang selalu merampok, menindas dan menculik gadis-gadis cantik.
Tak mengenal lelah dan waktu, selain melatih fisiknya untuk lebih kuat lagi, dia juga mengolah rasa dan jiwa didalam dirinya, serta meningkatkan kekuatan batin dan tenaga intinya, dengan terus menerus berlatih kultivasi dan kemampuan bertarungnya.
Beberapa waktu berjalan, sebelum pajar menyingsing diupuk timur, dia sudah selesai menjalani semua latihan, dan segera menstabilkan pondasi kultivasinya, agar tetap kuat dan tidak goyah.
Kini ranah kekuatan kultivasi Aji Saka, naik satu tingkat dari semula Pendekar Dewa Bumi tahap puncak, sekarang sudah mencapai Pendekar Dewa Langit tahap awal. Namun untuk menguasai seluruh Tatar Pasundan, dia masih harus meningkatkan kekuatannya lagi, karena kekuatan Raja di Tatar Pasundan, ranah kekuatan kultivasinya sudah mencapai Pendekar Langit Tahap Puncak. Maka dia harus berusaha menembus Pendekar Dewa Surga Tahap Awal, Menengah atau Puncak.
Dia berdiri dari sikap lotusnya, dan beranjak meninggalkan tempat latihan, untuk mencari sebuah sungai.
Aji Saka terus berjalan, menyusuri jalanan setapak bekas dilalui hewan buas, yang menuju kearah sungai dipinggiran hutan.
Tak seberapa lama, dia sudah sampai disebuah sungai yang airnya jernih, tak jauh dari jalanan dipinggiran hutan. Dia bergegas melepas pakaiannya, untuk membersihkan dirinya yang sudah lengket dengan keringat bercampur debu.
Beberapa menit kemudian, Aji Saka segera beranjak dari sungai, dan mengganti pakaiannya yang diambil dari sebuah buntalan, yang selalu dibawa kemanapun dia pergi.
Usai semua yang dia lakukan, dia segera melesat loncat dari pohon ke pohon, layaknya seperti seekor kera bergelantungan di dahan pohon, dengan kecepatan yang luar biasa.
Tak memerlukan waktu yang lama, dia sudah sampai di pinggiran kota. Dan bergegas menuju ke Pendopo Rajasa, untuk mengikuti adu jago.
Di arena pertarungan adu jago, sudah ramai oleh penonton. Namun satu orangpun, tidak ada yang berani masuk kedalam arena, karena semua warga Kota Tirta Kencana, sudah mengetahui jagonya, yaitu Ketua Kalajengking Hitam, yang sadis dan kejam.
"Ayo, siapa diantara kalian, yang ingin mencoba melawan Ketua Kalajengking Hitam, sebagai jagonya diarena sayembara!" Seru ketua pelaksana acara sayembara, berteriak memanggil para petarung adu jago.
Semua penonton diarena adu jago, satu orangpun tidak ada yang berani menantang jagonya sayembara. Jangankan untuk melawannya, baru melihat goloknya yang mengandung racun kalajengking hitam, semua penonton nyalinya sudah ciut.
"Ayo, siapa yang berani menantang jagonya. Silahkan naik ke arena!" Seru ketua pelaksana adu jago, berteriak lagi memanggil para penantangnya.
Tiba-tiba dengan gerakan cepat, yang tidak dilihat oleh mata biasa, di atas arena muncul seorang pria berumur dua puluh lima tahun. Dia dengan kekuatan mistis matanya, menatap ketua Kalajengking Hitam, sambil menindasnya dengan aura kekuatan Pendekar Dewa Langit tahap awal, tentu saja Ketua Kalajengking Hitam dan ketua pelaksana sayembara, tersungkur jatuh dan muntah darah.
Tidak hanya sampai disitu, dia juga mengarahkan aura kekuatannya kepada Rajasa dan gurunya, yang duduk berdampingan dengan paman tiri Aji Saka, sehingga keduanya langsung tersungkur muntah darah, dan terus ditindas oleh kekuatan dari seorang pria bujangan.
Belum sempat mereka bangkit, Aji Saka loncat kearah Rajasa dan gurunya, keduanya dicengkeram bajunya dan dibawa ke arena pertarungan, disatukan dengan Ketua Kalajengking Hitam.
"Ayo kalian bertiga, hadapi aku, kalau nyali kalian benar-benar bukan pecundang!" Teriak Aji Saka, menggema diseputar arena pertarungan.
"Siapa kamu, beraninya berbuat kurang ajar kepada kami?" Tanya gurunya Rajasa dan Ketua Kalajengking Hitam.
"Aku anaknya Tirta Prawira Atmadja, yang kalian bantai sepuluh tahun lalu. Dan sekarang, aku akan mengambil jantung kalian, untuk dipersembahkan kepada orang-orang yang kalian bunuh, agar arwahnya tenang di alam sana," ucap Aji Saka panjang lebar.
"Bu.... Bukankah ka.... kamu sudah mati dibuang ke jurang?" Tanya Ketua Kalajengking Hitam, terkejut dengan kemunculan Aji Saka.
"Ya, aku memang dibuang kedalam jurang, dengan tubuhku penuh luka tebasan pedang. Tapi takdir berkata lain, aku masih hidup hingga sekarang, dan sekarang aku datang kemari untuk mencabut nyawa kalian!" Seru Aji Saka, suaranya menggema mengandung kekuatan mistis, hingga merontokkan jantung mereka.
Semua penonton yang berada diarena sayembara, terkejut begitu mendengar ucapan Aji Saka, karena mereka semua tidak menyangkanya, bahwa yang membantai keluarga Tirta Prawira Atmadja, adalah Rajasa, Ketua Kalajengking Hitam dan gurunya.
Selama dua puluh tahun, penduduk di Kota Tirta Kencana, dibohongi oleh mereka. Ketiganya waktu itu, mengatakan kepada penduduk Tirta Kencana, bahwa Tirta Atmadja dibunuh oleh perampok, dan waktu itu mereka mengadakan sayembara, siapa yang bisa menangkap pembunuh Tirta Atmadja, akan diberikan hadiah sekantong koin emas. Ternyata mereka sendiri pembunuhnya.
"Bunuh....! Bunuh....! Bunuh....!" Teriak penonton sayembara serempak, menyuruh Aji Saka untuk membunuh Rajasa, Ketua Kalajengking Hitam dan gurunya, karena ketiganya sangat dholim dan kejam.
Bersambung...
Aji Saka memberi kesempatan kepada Rajasa, Ketua Kalajengking Hitam dan gurunya, untuk bertarung dengannya.
"Aku ingin berlatih dengan kalian sampai mati, dan aku akan mengambil seluruh milikku yang kalian ambil. Dan hari ini, kalian akan segera menemui dewa kematian!" Seru Aji Saka.
"Bajingan kamu! Beraninya menghina kami bertiga. Rasakan ini.... Pukulan Sengatan Racun Kalajengking Hitam!" Seru ketua Kalajengking Hitam, menerjang Aji Saka.
"Gentar Bumi!" Balas Aji Saka, sama-sama menerjang dengan hebatnya.
Duarr.... Duarr....
Dua kekuatan beradu dengan kerasnya, melemparkan tubuh Ketua Kalajengking Hitam ratusan meter, keluar dari arena pertarungan, hingga tubuhnya tergeletak di tanah tidak bergerak lagi, dengan tubuhnya bau hangit daging terbakar.
Gurunya Kalajengking Hitam, Rajasa, terkejut mendengar pukulan Gentar Bumi, karena dia mengetahui dari gurunya lagi, tentang seorang tokoh tua, yang sudah menghilang ratusan tahun lalu, pemilik pukulan Gentar Bumi.
"Ada hubungan apa kamu dengan Eyang Gentar Bumi?" Tanya gurunya Rajasa.
"Oh, kamu mengenal Kakek Guruku rupanya. Baguslah kalau kamu mengenalnya, sekalian kalian berdua juga harus merasakan pukulannya," jawab Aji Saka.
Dengan gerakan cepat, yang tidak bisa dilihat oleh mata biasa, Aji Saka menghantam Rajasa dan gurunya.
"Gentar Bumi!" Seru Aji Saka berteriak, menghantam kedua lawannya dengan pukulan intinya.
Duarr.... Duarr....
Terdengar dua kali ledakan membahana diseputaran arena pertarungan, membuat keduanya terlempar keluar arena, terbanting dengan kerasnya ke tanah, hingga keduanya tergeletak tidak bergerak lagi.
Pukulan Gentar Bumi benar-benar sangat dahsyat, mampu menggetarkan bumi dengan hebatnya, membuat para penonton sayembara dibuat bergidik ngeri.
Semakin tinggi ranah kekuatannya, akan semakin hebat pukulan Gentar Bumi, apalagi dipadukan dengan kekuatan inti petir, akan menghancurkan dan menghanguskan semua yang ada di bumi.
Setelah Aji Saka membalaskan dendamnya kepada Ketua Kalajengking Hitam, Rajasa dan gurunya, dia segera mencari seluruh anggota Kalajengking Hitam dan antek-anteknya Rajasa.
Tidak ada satu orangpun yang disisakan, semuanya dibantai dengan sadis. Setiap bertemu dengan anggota kelompok Kalajengking Hitam dan antek-anteknya Rajasa, dibunuhnya dengan tidak ada kata ampunan lagi.
Keluarga Rajasa semuanya diusir dari Pendopo Rajasa, untuk diberi kesempatan oleh Aji Saka untuk hidup, dan membalaskan dendam di masa depan, sebab dia ingin bertarung dengan anaknya Rajasa yang sombong, karena anak serta ibunya yang telah mempengaruhi Rajasa, untuk berbuat tega kepada seluruh keluarga Tirta Atmadja.
Dan nama Pendopo Rajasa, dikembalikan lagi ke nama asalnya, yaitu Pendopo Tirta Atmadja. Dan seluruh harta kekayaan milik kedua orangtuanya, diambil kembali oleh Aji Saka.
Usai melampiaskan semua dendamnya, dan mempercayakan seluruh harta kekayaannya kepada Mang Karta, pelayan setianya Tirta Atmadja sewaktu masih ada. Dia kembali meneruskan perjalanannya, untuk mencari seorang makhluk yang paling hina dan lebih buruk daripada dirinya.
Aji Saka meninggalkan Pendopo Tirta Atmadja, dengan menunggangi kuda putih besar, milik gurunya Rajasa.
Dia terus memacu kuda putihnya dengan kecepatan sedang, menuju kearah Ibukota Tatar Pasundan.
Ditengah perjalanan, dia menemukan seekor anjing yang menjijikan, seluruh tubuhnya korengan dan bau busuk menyengat hidung.
Anjing itu sangat menderita sekali, jalannya terseok-seok jatuh bangun. Nampaknya hewan yang sangat menjijikan tersebut, dalam keadaan sakit parah. Tinggal menunggu ajalnya menjemput.
Dalam benak Aji Saka berpikir, apakah makhluk seperti anjing yang dimaksudkan oleh gurunya. Dalam batinnya dia berkata ; "Akhirnya aku menemukan juga makhluk yang lebih buruk dan lebih hina daripada diriku."
Seekor anjing yang sedang sakit parah dan bau busuk itu, dia dekati dan terus menerus diamatinya.
Lama sekali dia memperhatikan bintang menjijikan itu, sambil berpikir ; Apakah makhluk seperti anjing yang dimaksud oleh Eyang Gentar Bumi.
Batinnya juga terus berkata ; "Pasti makhluk seperti anjing ini yang dimaksud oleh Kakek Guru, dia lebih hina dan buruk daripada diriku," ucap batin Aji Saka.
Namun ketika dia hendak pulang ketempat gurunya, tiba-tiba dia teringat oleh wejangan dari Eyang Gentar Bumi, bahwa seekor anjing ketika meninggal, tidak diminta pertanggungjawabannya, atas apa yang dilakukannya ketika hidup didunia. Lain dengan manusia, ketika meninggal dunia, harus mempertanggungjawabkan perbuatannya ketika di alam dunia, dan bisa jadi dia yang lebih buruk dan hina daripada seekor anjing.
Aji Saka menyadari atas kekeliruannya, tentang apa yang dimaksudkan oleh gurunya, tapi dia masih penasaran, walau jawabannya sudah ada, bahwa dirinyalah makhluk yang paling hina dan buruk daripada yang lainnya. Namun karena masih ada waktu yang diberikan oleh gurunya, sekitar lima hari lagi, makanya dia terus mencarinya sambil berpetualang.
Kembali dia naik menunggangi kuda putihnya, dan segera memacunya menuju kearah ibukota Tatar Pasundan, dengan kecepatan tinggi, agar lebih cepat sampai di Kota Kerajaan Tatar Pasundan.
Beberapa waktu kemudian, tampak dari kejauhan sebuah gerbang Ibukota, jaraknya sekitar lima ratus meter lagi. Aji Saka memperlambat laju kudanya, dan turun dari tunggangannya, ketika tiba di gerbang Ibukota. Dia menuntun kuda putihnya, menuju ke penjaga pos pemeriksaan.
Usai diperiksa dan membayar biaya masuk ke ibukota, dia melanjutkan perjalanannya lagi, dengan menunggangi kudanya berkeliling di Kota Raja, untuk menyelesaikan tugas terakhirnya, yaitu mencari seorang makhluk yang paling hina dan lebih buruk daripada dirinya.
Disaat Aji Saka berkeliling kota, dia dihadang oleh ratusan prajurit kerajaan, karena dianggap sebagai pemberontak, telah membunuh Rajasa, Ketua Kalajengking Hitam dan gurunya, karena ketiganya, merupakan antek-anteknya Raja Tatar Pasundan.
"Berhenti....! Menyerahlah, sebelum kami menindas mu!" Seru komandan prajurit kerajaan.
"Cobalah kalau kalian mampu," balas Aji Saka, sambil duduk santai di atas kudanya.
"Dasar bajingan pemberontak, rasakan....," belum sempat dia menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba sebuah kekuatan menindas dirinya dan ratusan prajurit lainnya, membuat mereka semua tersungkur jatuh dan muntah darah.
"Hanya kecoak saja berani bertingkah, silahkan sampaikan kepada majikan kalian. Jika majikan kalian merasa orang yang hebat, sambutlah kedatanganku dengan kehebatannya. Sekarang aku akan berkunjung ke istananya," ucap Aji Saka. "Cepat sampaikan kepada Raja kalian! Dalam hitungan kesepuluh, jika kalian tidak cepat-cepat pergi dari hadapanku. Nyawa kalian akan menjadi jaminannya," tambah Aji Saka tegas.
Tanpa diperintah kedua kalinya, Komandan Kerajaan bersama ratusan prajuritnya, segera pergi meninggalkan Aji Saka, yang tersenyum melihat mereka berlari terbirit-birit, menghindari kemarahannya.
Aji Saka melanjutkan perjalanannya lagi, berkeliling ibukota, hingga tiba di gerbang Istana Raja.
"Sampaikan kepada Raja kalian, jika Raja kalian tidak keluar dari istana. Akan ku hancurkan istana ini!" Seru Aji Saka, memberi peringatan kepada prajurit penjaga istana.
"Siapa kamu, beraninya mengancam kami?" Tanya Komandan Jaga Istana Raja.
"Apakah kamu tuli, tidak bisa mendengar ucapan ku barusan?" Balas Aji Saka balik bertanya.
Tentu saja, Komandan Prajurit Istana marah dengan ucapan dari Aji Saka, yang sengaja memprovokasinya.
Komandan prajurit Istana, memerintahkan bawahannya untuk menangkap Aji Saka. "Tangkap dia, dan jebloskan kedalam penjara bawah tanah!" Teriaknya.
Para prajurit istana, lengkap dengan senjata tombak dan pedang ditangannya masing-masing, serentak menerjang Aji Saka dari berbagai arah.
Aji Saka tersenyum tenang, dengan mengerahkan kekuatan Pukulan Gentar Bumi, dia menghantam para prajurit istana.
Duarr.... Duarr.... Duarr....
Beberapa ledakan yang sangat dahsyat, menggetarkan bumi hingga membuat Istana berguncang hebat. Dan puluhan prajurit penjaga istana pada terlempar keberbagai arah, tergeletak tidak bernyawa lagi.
Aji Saka terus menghantamkan pukulannya, kearah Istana Raja.
"Gentar Bumi!" Aji Saka, menggempur Istana Raja yang besar dan megah.
Duarr....Duar.... Duarr.... Bom.... Bom.... Duarr.... Duarr....
Ledakan demi ledakan, terus menggema saling bersahutan, menggetarkan seluruh ibukota.
Istana Raja hancur lebur, namun Raja dan para petinggi serta keluarganya, tidak berada di istana. Mereka sekarang tengah berada di Puri Kencana, sedang mengadakan pertemuan dengan para pemimpin perguruan beladiri aliran hitam, yang merencanakan untuk menyerang seluruh kerajaan kecil.
Puri Kencana juga merupakan tempat tinggalnya Raja dan keluarganya, mereka tidak tinggal di istana, hanya untuk mengelabuhi para musuh-musuhnya, yang akan menyerang ke istana. Seperti yang dilakukan oleh Aji Saka, karena ketidaktahuannya, dia menggempur Istana Raja yang kosong. Hanya di jaga oleh puluhan prajurit istana, yang sudah dibantai oleh kekuatan pukulan Gentar Bumi.
Pukulan Gentar Bumi yang sangat dahsyat itu, juga mengguncangkan Puri Kencana, membuat pengisi puri berhamburan keluar, menyelamatkan dirinya masing-masing, takut tertimpa bangunan puri yang berguncang hebat.
Bersambung.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!