NovelToon NovelToon

Married by Accident

Broken heart

“Sialan kau, Rafadan!” umpat seorang wanita cantik yang tengah duduk di balik kemudi. Kedua tangannya mengepal kuat mencengkeram kemudi mobil.

Wanita cantik dengan kulit putih bersih itu bernama Floella Kayshila. Putri dari salah satu konglomerat di Jakarta.

Wajah wanita itu memerah menahan amarah. Siapa yang menyangka jika ia baru saja menemukan sebuah fakta jika pria yang selama ini menjadi kekasihnya telah berkhianat dan pria itulah yang telah mematik api amarahnya.

Floe bukanlah wanita yang mudah percaya dengan apa yang orang lain katakan tentang sang kekasih.

Meskipun temannya sering memberitahu jika sang kekasih telah berselingkuh, Floe tak lantas percaya begitu saja. Namun, malam ini ia melihat dengan mata kepalannya sendiri jika sang kekasih benar-benar selingkuh.

“Argh! Apa kurangnya aku, Rafadan? Sialan!” umpat Floe yang masih meluapkan amarahnya dengan memukul setir kemudi. “Aku cantik, kaya. Bahkan aku selalu memberikan apa yang kau mau!”

Tangis Floe pecah di dalam mobil. Ia tidak kuasa menahan amarah yang bergejolak.

Siapa pun pasti akan marah dan kecewa saat melihat orang yang dicintai membawa wanita lain masuk ke sebuah hotel. Tangis Floe semakin menjadi saat otaknya mulai membayangkan apa yang akan dilakukan oleh sang kekasih dan wanita itu di dalam sana.

Floe sudah berusaha untuk masuk dan melabrak kedua orang itu, tetapi pihak hotel tidak mengizinkan dengan dalih menjaga kenyamanan dan privasi tamu mereka.

Mengamuk pada petugas hotel pun rasanya percuma. Statusnya hanyalah sebagai kekasih.

Floe kini terlihat mengusap lelehan cairan bening di kedua pipinya. Ia kini mengatur napas sejenak untuk menetralkan perasaannya.

Ia harus kembali berpikir jernih untuk bisa mengemudi agar tidak kecelakaan. Ya, Floe tidak ingin gegabah saat mengendari mobil. Nyawanya masih sangat berharga dari pria pengkhianat itu.

Floe melajukan mobilnya memecah jalanan ibu kota. Bukan rumah tujuannya. Ia tidak ingin pulang dalam keadaan seperti ini. Kedua orang tuanya pasti akan bertanya-tanya saat melihat Floe pulang dengan mata sembab.

Sebuah klab malam menjadi pilihan Floella. Kini, ia memoles wajahnya dengan make up sebelum masuk ke klab.

Melukis wajah dengan sempurna dan membuat sembab di matanya agar tidak terlihat lagi. Setelah merasa sempurna, barulah ia turun dari mobilnya.

Tidak lupa ia lepaskan blazer yang sedari tadi membungkus tubuhnya. Hanya meninggalkan sebuah dress berwarna hitam di atas lutut tanpa lengan. Sangat kontras dengan kulitnya yang putih mulus.

Floe masuk dengan percaya diri. Menjadi pusat perhatian sudah biasa baginya. Terutama kaum pria. Semua yang menempel di tubuhnya selalu menarik perhatian dan membuat kagum mata yang melihat.

“Beri aku sebotol Whiskey!” pinta Floe pada seorang bartender. Ia sudah duduk di kursi yang berhadapan dengan peracik minuman itu.

Kini, pria dengan seragam hitam itu menuang minuman dalam botol tersebut ke dalam gelas.

Hanya sekali teguk, Floe menghabiskan minuman di dalam gelas. Ia kemudian menuang sediri minuman beralkohol tersebut. Floe terus meracau dan memaki sang kekasih.

"Berengsek! Kau adalah seorang bajingan, Rafadan! Aku akan membuat perhitungan saat bertemu denganmu nanti! Kau telah membuatku terlihat seperti seorang pecundang!" teriak Floe dengan wajah memerah dan menaruh kepala di atas meja bar.

“Astaga! Kau berisik sekali, Nona,” tegur seorang pria berkaus putih yang duduk di sebelah kiri.

Floe menoleh pada pria itu. Ia kemudian tersenyum dan bangkit dari duduknya. “Rafadan? Apa kau datang untuk menjemputku, Sayang?” racau Floe.

Ia mendekat dan membelai wajah pria asing tersebut.

“Singkirkan tanganmu dari wajahku! Aku tidak mengenalmu!” sentak pria itu.

To be continued...

Seorang gigolo

Bukannya menyingkir, Floe justru memeluk pria itu dan menangis. "Kau benar-benar jahat! Kenapa berselingkuh dariku? Bukankah aku sudah memberikan apapun yang kau minta?"

“Hei, apa yang kau lakukan?” sarkas pria yang merasa sangat risi dengan perbuatan wanita yang dianggap sangat tidak punya malu itu saat mabuk.

“Kenapa kau jahat padaku, Rafa? Apa kurangnya aku? Hah?” Floe tiba-tiba saja menampar pipi pria di hadapannya.

“Kau sudah gila!” kesal pria itu tertahan. Ia memegang kepalanya yang terasa pusing.

“Sebaiknya Anda membawa kekasih Anda pulang, Tuan. Saya khawatir dia akan membuat kegaduhan di sini,” ucap bartender tersebut.

“Tapi ….”

Pria asing itu tidak melanjutkan kalimatnya saat tubuh Floe terhuyung menabrak dada bidangnya.

“Ah, ****!” umpat pria itu dan segera membawa wanita yang sudah tidak sadarkan diri itu untuk pergi dari sana.

Kemudian ia melajukan mobilnya mengelilingi jalanan kota. Ia tidak tahu harus membawa wanita itu ke mana. Kepalanya juga terasa pusing akibat minum terlalu banyak. Beruntung ia masih bisa untuk mengemudi.

Hotel adalah pilihannya. Ia hanya memesan satu kamar karena akan kembali ke apartemennya.

Pria tersebut terpaksa harus memapah karena wanita itu tidak bisa berjalan dengan benar.

Sepanjang perjalanan, Floe terus saja meracau dan memaki. Ia pikir pria itu adalah kekasihnya.

Pria itu membaringkan tubuh Floe di atas ranjang king size di dalam kamar hotel. Namun, tanpa diduga, wanita itu menarik tangannya hingga terjatuh tepat di atas tubuh dengan gaun seksi itu.

Tidak hanya itu saja karena saat ini Floe bahkan memeluk tubuh pria itu.

“Lepaskan! Apa kau sudah gila!" Pria itu melepaskan tangan wanita yang melingkar di pinggangnya.

Bukannya marah, Floe yang masih setengah sadar menatap pria tersebut dan tersenyum. “Apa kau tidak ingin tidur bersamaku?” ucap Floe dengan frontal.

“Kau benar-benar sudah gila!” umpat pria itu dengan kesal. Ia kemudian berbalik meninggalkan Floe sembari memegangi kepalanya yang sakit.

“Apa karena kau sangat lemah di atas ranjang? Jadi kau tidak ingin bermain denganku?” Floe tertawa pelan. “Pergilah. Aku tidak butuh pria lemah sepertimu!”

Pria itu menghentikan langkahnya saat mendengar umpatan seorang wanita yang menghinanya. Ia membalikkan tubuh dan menatap nyalang wanita yang tengah tersenyum dengan mata sayu.

“Apa kau sedang menantangku?”

Kemudian ia mendekat. Netranya tertuju pada bibir merah dan menyusuri setiap inci tubuh wanita itu.

Ucapan wanita itu bagai sebuah tantangan untuknya. “Baiklah. Mari kita bermain,” sambung pria itu dengan seringai di kedua sudut bibirnya.

Efek minuman keras yang keduanya teguk, membuat mereka kehilangan akal sehat.

Pria itu menyambar bibir merah di hadapannya dan memagutnya dengan penuh gairah.

Sementara itu, bukan memberontak, Floe justru membalas pagutan pria itu dengan tak kalah panas.

Keduanya berhenti sejenak untuk mengambil napas. Mata sayu itu saling beradu dan senyum terbit di sudut bibir keduanya.

Pria itu melepaskan kaos casual yang membungkus tubuh kekarnya dan kembali memagut dengan penuh gairah.

Ia semakin memperdalam pagutannya dan semakin liar saat wanita di bawahnya mengalungkan kedua tangannya di lehernya.

Deru napas saling bersahutan dan lidah saling membelit. Menyalurkan gejolak hasrat di tubuh yang semakin memanas dengan cumbuan demi cumbuan.

“Aku akan membuktikan padamu jika bukan pria lemah,” bisik pria itu di telinga wanita di bawahnya. Ia kemudian memberi gigitan lembut di sana.

Pendingin ruangan yang menyala, tak mampu meredam peluh akibat peraduan dua hasrat yang bergejolak. Erangan dan ******* mendominasi kamar hotel.

Keduanya menggila dengan kobaran nafsu yang sudah berada di puncak. Tidak perduli dengan siapa mereka melakukannya dan apakah orang itu adalah orang yang mereka cintai.

Yang terpenting saat ini adalah mereka dapat meluapkan kenikmatan dan mendapat pelepasan yang memuaskan.

***

Keesokan harinya, Floe memicingkan mata saat cahaya mentari masuk dan mengganggu tidurnya. Ia meringis memegang kepala yang terasa sakit.

Namun, saat hendak bangun, ia kembali meringis karena merasakan nyeri di bagian pangkal paha dan daerah sensitifnya. Floe memejamkan mata merasakan nyeri itu.

“Astaga!” ucapnya. Ia seperti mengingat sesuatu.

Segera Floe menoleh dan benar saja. Seorang pria yang tidak ia kenal sedang tertidur pulas sembari telungkup dengan tubuh bagian atas yang sudah tidak mengenakan pakaian.

Buru-buru ia segera memastikan sesuatu. Ia menyibakkan sedikit selimut yang membungkus tubuhnya.

“Ah, ****!” umpatnya.

Floe segera beranjak dari pembaringan dan menyeret paksa tubuhnya menuju kamar mandi. Tak lupa ia mengambil pakaian miliknya yang berserakan di lantai. Ia segera pergi dari sana tanpa memperdulikan pria yang masih tertidur pulas itu.

Satu jam berlalu, suara dering ponsel yang sangat berisik menarik paksa pria asing dari alam bawah sadarnya.

Ia sedikit meringis dan memegang kepala. Ia melirik ke arah samping, ternyata wanita yang menghabiskan malam liar dengannya sudah tidak ada di sana.

"Di mana wanita itu? Apa ia sudah pergi?" Memijat pelipis karena terasa sangat pusing.

Dering ponselnya sudah berhenti berbunyi. Ia terbelalak saat hendak meraih ponsel yang entah sejak kapan sudah berada di atas nakas, di samping tempat tidur.

Namun, ada hal lain yang menarik perhatiannya. Di samping ponsel itu ada sejumlah uang yang cukup banyak. Sepertinya sengaja diletakkan di sana.

Seketika ia tertawa terbahak-bahak begitu menyadari bahwa wanita yang semalam bercinta dengannya baru saja membayarnya dengan berpikir ia adalah seorang pria miskin.

"Sialan! Apa wanita gila itu pikir aku adalah seorang gigolo?" umpatnya dengan wajah memerah karena marah saat harga dirinya direndahkan.

To be continued...

Jarang keluar

Satu bulan sudah berlalu setelah kejadian di hotel saat itu. Floella telah melupakan kejadian tersebut dan berharap ia tidak akan pernah bertemu dengan pria itu lagi.

Ia anggap itu adalah kesalahan terbesarnya saat sedang mabuk. Floe juga berjanji pada diri sendiri jika ia tidak akan datang kembali ke klab malam yang pernah dikunjungi karena patah hati saat dikhianati sang kekasih.

Ia tidak ingin bertemu dengan pria itu. Floe pikir pria itu pasti sering datang ke sana.

“Floe, lo ikut kita nongkrong, ‘kan pulang kuliah nanti?” tanya salah satu wanita dengan kulit sawo matang itu.

“Kayaknya enggak, deh,” jawab Floe.

“Kenapa? Tumben banget?” timpal temannya yang lain.

Ketiga mahasiswi itu sedang bersantai di dalam kelas sembari menunggu dosen datang.

“Gue enggak enak badan,” jawab Floe sekenanya. Kemudian membaringkan kepalanya di atas meja dengan beralaskan kedua tangan yang ia lipat.

“Lo sakit, Floe?” Karina memeriksa suhu tubuh sahabatnya dengan meletakkan telapak tangannya di kening wanita itu. “Enggak panas tapi,” imbuhnya.

“Gue cuman lemes aja. Ngantuk,” balas Floe lagi. Ia sudah memejamkan mata.

Beruntung hari ini hanya ada satu mata kuliah yang harus Floe ikuti. Sebenarnya ada dua, tetapi dosen yang mengajar berhalangan hadir hari ini.

Floe bersyukur karena ia bisa pulang lebih cepat. Wanita itu memilih untuk menelpon supir pribadi orang tuanya dibanding pulang dengan membawa mobil sendiri. Kedua matanya sulit bekerja sama dan terus memaksa untuk terpejam.

“Sayang, kamu sakit?” tanya Lestari yang merupakan ibu Floe.

Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu menggandeng tangan putrinya yang berjalan lemas. Ia sengaja menunggu dan kini mendapat kabar jika putrinya itu pulang dengan dijemput sopir.

Tidak biasanya putrinya pulang secepat itu. Meskipun terkadang jam mata kuliah di kampus sudah berakhir lebih cepat, biasanya Floe baru akan pulang sore hari atau malam. Karena lebih suka nongkrong bersama teman-temannya atau pergi dengan sang kekasih.

“Eggak, Mom. Floe cuman ngantuk aja. Mungkin kecapean karena ngerjain tugas kuliah kemarin,” jawab Floe sembari berjalan menuju kamarnya.

“Kita ke rumah sakit, ya?” tawar Lestari. Wajahnya masih menyimpan kekhawatiran.

“Nggak, Mom. Floe cuman mau tidur aja. Floe itu enggak sakit. Nanti juga seger lagi kalau udah bangun,” jawab Floe meyakinkan sang mama. “Udah, ah. Floe mau tidur.”

Floe langsung mengempaskan tubuhnya di atas ranjang king size begitu ia sampai kamar itu.

Lestari menghidupkan pendingin ruangan dan menyelimuti sebagian tubuh putri kesayangannya. Ia memberi sebuah kecupan lembut di kening putrinya.

Meskipun Floe sudah tumbuh dewasa, di mata Lestari, Floe tetap seorang anak kecil.

Begitulah terkadang seorang ibu menganggap anaknya. Semua semata karena rasa sayang mereka.

Benar yang Floe katakan. Setelah bangun tidur, tubuhnya kembali segar. Hanya saja, ia memang tidur jauh lebih panjang dari biasanya.

Menjelang makan malam, sang mama memanggil Floe, mengajak makan malam bersama.

Floe berjalan menuju lantai bawah bersama sang mama. Di sana sang papa sudah menunggu di kursinya.

“Mommy bilang kamu sakit, Floe?” tanya sang ayah yang menelisik wajah putrinya.

“Aku hanya kurang tidur saja, Dad. Mommy saja yang terlalu berlebihan. Sekarang aku sudah jauh lebih segar,” jawab Floe dan mendapat anggukan dari sang ayah.

Pria paruh baya yang sering dipanggil Hugo itu memang tidak menemukan keanehan di wajah dan sikap putrinya itu.

Keluarga itu menikmati makan malam mereka. Jika biasanya terkadang Floe akan izin ke luar setelah makan malam, tapi satu bulan terakhir ini jarang keluar malam.

Sebenarnya Lestari dan Hugo merasa senang dengan itu, tetapi di sisi lain mereka juga khawatir jika ada sesuatu yang menjadi penyebabnya.

To be continued...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!