"Menikah, hanya itu satu satunya cara untuk menjaga harta Daddy nak. " ujar seorang pria paruh baya yang bernama Farhan Harold.
Seorang gadis muda tertunduk mendengar ucapan sang Daddy. Dia Lizzie Harold, putri sulung Tuan Farhan dan Nyonya Shella.
Lizzie mengigit bibirnya, dia merasa resah dengan keputusan sang Daddy. Gadis itu berusaha menolak ide konyol yang di tawarkan sang daddy. Dia belum siap menjalin hubungan serius dengan seorang pria.
"Aku perlu berpikir Dad! "
Lizzie langsung bangkit, pergi meninggalkan ruang tamu. Gadis itu menaiki tangga menuju ke kamarnya di lantai dua.
Cklek
Gadis itu langsung masuk ke dalam kamarnya. Dia memilih duduk di sofa sambil memikirkan tawaran sang Daddy.
Hah
Lizzie kembali bangkit, memilih pergi ke kamar mandi. Saat ini dia tengah berendam di jakuzzi dengan aroma terapi rasa Lemon.
Tiga puluh menit berlalu, dia ke luar mengenakan jubah mandi di tubuhnya. dia segera menggantinya dengan dress santai. Gadis itu kini duduk di atas ranjang sambil menggenggam ponselnya.
"Sepertinya tawaran menikah itu tak terlalu buruk. Aku hanya perlu menyewa seorang pria dan di bayar terus masalah selesai. " gumam Lizzie. Dia mencari pria bayaran di sebuah aplikasi chatting.
Di sana ada beberapa nama pria bayaran. Lizzie mencoba menguji keempatnya dengan cara konyol nya. Setelah selesai, diapun telah menentukan pria bayaran yang ingin dia temui.
me : Bagaimana kalau kita bertemu di real life?
Ting
Mr X : Okey, kau ingin bertemu di mana miss?
Lizzie segera membalas pesan itu dengan memberikan alamat sebuah taman. Setelah selesai dia menaruh ponselnya di atas meja. Gadis itu menghela nafas panjang, tak menyangka dirinya akan melakukan hal konyol seperti ini.
Lizzie POV
Aku hanya perlu menyewa seorang pria untuk aku nikahi secara kontrak. Sampai kapanpun aku tak akan membiarkan paman Dominic merebut perusahaan daddy. Aku tak ingin daddy dan mommy merasa tertekan jika terus menerus di sudut kan dari pihak paman Dom.Berharap keputusan ini sangatlah tepat demi daddy dan kehidupanku.
Lizzie POV end
Merasa bosan, diapun ke luar dari kamarnya. Lizzie menuruni tangga, berjalan santai menghampiri orang tuanya di ruang tamu.
"Ternyata ada tamu tak di undang ke sini mom? " seringai terbit di sudut bibirnya melihat Alexa, sepupunya hadir di kediamannya. Lizzie langsung duduk di sebelah Alexa, dia sengaja membuat kesal sepupunya itu.
Alexa mengepalkan tangannya melihat wajah sombong Lizzie. Ingin sekali dia menampar pipi sepupunya itu dengan keras. Lizzie tersenyum licik, dia terus memancing Alexa.
Nyonya Shella menghela nafas panjang, meminta Lizzie untuk diam. Fokusnya kini kembali tertuju pada Alexa, keponakannya.
"Lexa, ada apa kamu datang ke rumah aunty? " tanya nyonya Shella tanpa basa basi.
"Papi, mengundang aunty dan sekeluarga untuk hadir ke pesta besok malam. Kak Regan akan bertunangan dengan kak Jessi. " ucap Alexa sambil tersenyum. Sesekali dia tersenyum meremehkan kearah Lizzie.
Setelah urusannya selesai Alexa langsung bangkit. Dia berjalan mendekati Lizzie kemudian berbisik. Lizzie memasang wajah datarnya, menjulurkan kakinya hingga membuat Alexa tersungkur ke lantai.
"Lizzie. " teriak Alexa kesal, suaranya begitu menggelegar. Alexa langsung bangun, dia menatap tajam kearah sang sepupu setelah itu pergi dari sana.
Lizzie tertawa melihat raut kesal di wajah Alexa. Gadis itu memang benci dengan sikap julid Alexa yang sering kali mencari masalah dengannya. Nyonya Shella mengusap bahu putrinya, membuat Lizzie menoleh. Dia tersenyum hangat pada sang mommy tercinta.
"Keponakan mommy yang rese itu sepertinya perlu di buang ke rawa rawa. " ceplos Lizzie asal. Tuan Farhan tergelak mendengar ucapan konyol putrinya. Mommy Shella menggeplak lengan putrinya dengan gemas. Wanita paruh baya itu kembali membuka majalahnya.
Lizzie sendiri menyetujui ide menikah yang di lontar kan sang Daddy, dia hanya ingin mencari pria yang dia anggap pantas bersamanya. Tuan Farhan tentu saja menyerahkan keputusannya pada sang anak.
"Daddy akan memberi waktu untuk kamu mengenal lebih dalam kekasihmu! " ujar Daddy Farhan yang di angguki Lizzie.
Lizzie merasa sedikit lega, dia memiliki banyak waktu untuk meluluskan rencananya. Membujuk pria yang akan dia sewa nanti mungkin saja tak akan mudah begitu saja. Meski begitu di sisi lain dia merasa bersalah, karena akan membohongi kedua orang tuanya.
Gadis itu menyambar ponselnya, ternyata sahabatnya yang menghubungi dirinya. Lizzie langsung pamit ke belakang, dia memilih pergi ke teras. Di sana dia melakukan panggilan video call dengan Veronica.
"Maaf Liz, kamu tadi menghubungi aku ya, memangnya ada apa? " tanya Veronica seraya meminta maaf.
"Tak ada Ver, kalau kamu sibuk aku tutup aja ya video call kita. " ujar Lizzie. Keduanya mengobrol sebentar setelah itu Lizzie memutus sambungannya. Dia perlu menyembunyikan rencananya dari siapapun. Bukannya tak percaya pada Veronica, hanya saja terkadang sahabatnya itu sering keceplosan.
Huh
Lizzie menatap lurus ke depan. Entah apa yang tengah gadis itu pikirkan saat ini. Dia memijit kepalanya yang terasa pusing, Lizzie perlu santai menghadapi masalahnya saat ini. Dia sangat yakin kedepannya nanti akan banyak tekanan dari berbagai pihak terutama keluarga sang paman.
Kenapa status perempuan dan laki laki harus di bedakan. Bukankah perempuan juga bisa menjadi seorang pemimpin. Hanya karena harta dan kekayaan, tali persaudaraan menjadi retak.
Lizzie hanya mampu tersenyum miris mendapati kenyataan dalam keluarga besarnya. Ada masalah intrik yang di sebabkan oleh sang paman.
"Rasanya sangat menyakitkan, saat kita harus bermusuhan dengan salah satu kerabat sendiri hanya karena masalah harta. " cuma Lizzie. Gadis itu tak bisa membayangkan betapa sakitnya hati kedua orang tuanya saat ini.
Demi menghilangkan rasa pusing, Lizzie memilih bersenandung kecil. Dia sangat suka menyanyi, meski suaranya tak terlalu bagus menurutnya. Gadis itu tentu saja tak akan menyerah, diapun akan mempertahankan apa yang menjadi hak orang tuanya.
Gadis itu menyandarkan tubuhnya di kursi sambil memainkan ponselnya. Lizzie berusaha menghilangkan kebosanan dengan mengirim pesan pada mr X, pria yang dia ajak bertemu besok.
Malam harinya
Mereka bertiga berkumpul di meja makan. Suasana tampak hangat, nyonya Shella di buat gemas dengan kelakuan putrinya itu. Lizzie tentu saja ingin selalu membahagiakan kedua orang tuanya.
"Mommy tak sabar ingin bertemu dengan kekasihmu itu Liz? " ucap mommy Shella mengungkapkan isi hatinya.
"Sabar mom, aku pasti akan segera membawanya ke sini. " sahut Lizzie sambil tersenyum manis. Nyonya Shella mengangguk, mereka melanjutkan makan malamnya dengan tenang.
Lima belas menit berlalu, mereka selesai makan. Lizzie meminta orang tuanya untuk segera beristirahat, dirinya segera membawa piring kotor ke dapur. Setelah selesai mencuci, Lizzie segera ke luar dari sana, menaiki tangga dan menuju ke kamarnya di lantai dua.
Keesokan harinya Lizzie bertemu dengan pria yang dia chat kemarin di sebuah Cafe. Gadis itu telah berada di Cafe, menunggu dengan sabar pria yang akan dia sewa itu. Seorang pria datang dengan memakai hoodie hitam menghampirinya.
Lizzie berdecak pelan melihat penampilan pria di depannya saat ini. Gadis itu mencibir pelan yang di tanggapi dengan dengusan pria di depannya ini.
"Sepertinya kau pria miskin. " ceplos Lizzie dengan asal.
"Apa nona hanya akan menghina saya di sini? " ujar Edgar dengan nada datar nya.
Huh
Lizzie segera mengambil pulpen dan kertas. Gadis itu langsung memperkenalkan dirinya begitu pula dengan Edgar. Lalu menjelaskan tujuannya mengajak Edgar bertemu.
Edgar membaca point penting dalam perjanjian mereka berdua. Fokusnya tertuju pada nominal uang yang di janjikan Lizzie padanya.
"Apa ada yang kurang dari isi perjanjian Ed? " tanya Lizzie dengan serius.
"Aku hanya akan menambahkan. tak ada hak untuk ikut campur dalam urusan masing masing. " pungkas Edgar.
Pria itu langsung membubuhkan tanda tangannya, bergantian dengan Lizzie. Lizzie segera menyimpan berkas perjanjian itu ke dalam tas, mereka saling bertukar nomor. Gadis itu mengajak Edgar pergi dari sana, dia meminta Edgar yang menyetir.
Tanpa banyak bicara Edgar langsung memenuhi perintah Lizzie. Mobil Lamborghini itu melesat kencang. Tak ada obrolan apapun di antara keduanya.
Tujuan mereka saat ini adalah Mall. Lizzie turun dari mobil, menggandeng Edgar untuk masuk ke dalam. Dia segera membelikan banyak pakaian untuk partner kontraknya itu.
"Mulai sekarang, kamu harus rubah penampilan kamu Ed. " ujar Lizzie dengan nada kesalnya.
"Hm. " Pria itu langsung masuk ke ruang ganti. Tak lama Edgar kembali, dia tampak gagah dengan mengenakan kemeja dan celana panjang hitam.
Lizzie memilih kembali pakaian untuk Edgar setelah itu membayarnya. Setelah selesai mereka langsung ke luar dari mall. Gadis itu meminta Edzard menemani dirinya jalan jalan. Tanpa membantah Edgar melajukan roda empatnya menuju ke sebuah taman.
Turun dari mobil, keduanya memilih duduk di sebuah bangku taman. Lizzie menghela nafas panjang, setelah bertemu Edgar dia merasa sedikit tenang.
"Pokoknya kau harus memainkan sandiwaramu dengan baik Ed. " ujar Lizzie.
"Aku akan melakukan apa yang kau minta Lizzie. " ujar Edgar tanpa ekspresi. Lizzie menoleh, memperhatikan Edgar dari jarak dekat. Gadis itu merasa aneh dengan sikap datar yang di tunjukkan oleh Edgar. Dia segera menepis pemikiran konyol nya, melihat penampilan Edgar saat ini membuat sedikit kagum.
"Edgar sangat cocok memakai kemeja dan jas. " batin Lizzie dalam hatinya. Dia memilih menatap lurus ke depan. Gadis itu terus mengajak Edgar bicara yang di tanggapi Edgar dengan santai.
Keduanya bangkit, pergi dari taman dan kembali ke mobil. Lizzie mengantarkan Edgar ke apartemen pria itu. Gadis itu berusaha untuk mampir sebentar namun Edgar melarangnya.
Lizzie pun memilih pergi dari apartemen Edgar. Edgar sendiri membawa beberapa paperbag ke dalam apartemen miliknya. Pria itu pergi ke dapur setelah menaruh barang barangnya di kamar.
Hah Edgar merasa lega setelah menuntaskan dahaga nya. Pria itu memilih pergi ke ruang tamu, melepaskan jasnya lalu menaruhnya di samping. Seringai terbit di sudut bibirnya, teringat perjanjian konyol yang di tawarkan Lizzie padanya.
"Lima milyar, gadis itu benar benar konyol. " gumam Edgar. Dia mengeluarkan ponselnya, terkekeh membaca pesan dari partner kontraknya itu.Dengan cepat dia membalasnya, kemudian menyimpan kembali ke dalam saku celana.
Senyumnya surut saat mengingat sesuatu. Dia mengeluarkan dompetnya kemudian meraih sebuah foto yang dia selipkan. Raut wajahnya berubah sendu, entah foto siapa yang di pegang oleh Edgar.
Pria itu segera menyimpan foto tersebut. Dia langsung bangkit, berlalu pergi menuju ke kamarnya.
Malam harinya Edgar datang ke rumah keluarga Harold. Pria itu sebelumnya telah mengirim pesan pada Lizzie. Lizzie menyambut kedatangannya dengan senyuman manis. Gadis itu menggandengnya, mengajaknya bertemu dengan mommy dan daddy.
"Mom, Dad kenalkan ini Edgar calon suamiku. " ucap Lizzie sambil tersenyum.
Edgar segera berkenalan dengan kedua orang tua Lizzie. Mereka segera duduk di sofa, Lizzie membiarkan Edgar mengobrol dengan orang tuanya. Dia berharap Edgar tak melakukan kesalahan kecil di hari pertamanya.
"Mommy dan Daddy yang akan mengurus persiapan pernikahan kalian Lizzie, Edgar! " ucap nyonya Shella dengan senyuman lebarnya.
"Terserah mommy saja." balas Lizzie sambil tersenyum. Pelayan datang memberitahu jika makan malam telah siap. Mereka semua langsung beranjak pergi menuju ke meja makan.
Makan malam kali ini terasa ramai. Lizzie diam diam memperhatikan Edgar. Gadis itu merasa jika Edgar seperti canggung dan gugup dengan pertemuan ini. Dia begitu penasaran dengan siapa sebenarnya Edgar ini?
Terdengar helaan nafas berat, dia merasakan pusing sendiri memikirkan tentang Edgar. Dia pun melanjutkan makan malamnya dengan santai.
Setelah lima belas menit berlalu, mereka selesai makan malam. Tuan Farhan menyambut hangat kehadiran calon menantunya itu. Pria paruh baya itu menawarkan Edgar agar menginap.
"Menginaplah semalam di sini Ed. " ucap Tuan Farhan sambil tersenyum.
Edgar langsung melirik kearah Lizzie sebentar lalu kembali fokus pada calon mertuanya.
"Baiklah saya setuju Uncle! "
Tuan Farhan meminta sang anak mengantarkan Edgar ke kamar tamu. Mereka langsung beranjak dari meja makan, membiarkan pelayan yang membereskan nya. Lizzie mengantarkan Edgar ke depan kamar tamu setelah itu dia menaiki tangga menuju ke kamarnya.
Cklek
Lizzie memasuki kamarnya, dia mengganti pakaiannya dengan piyama. Setelah itu segera naik ke atas ranjang, bersandar pada headboard. Merasa belum mengantuk, dia mengambil salah satu buku novelnya.
"Aku harap tokoh pria dalam novel ada di dunia nyata. " gumam Lizzie. Dia begitu serius membaca lembar demi lembar bukunya. Setelah satu jam, gadis itu mulai menguap. Lizzie menaruh bukunya, segera berbaring di atas ranjang.
Gadis itu segera menarik selimut menutupi setengah badannya. Dia sangat berharap malam ini dia bisa memimpikan sesuatu yang indah. Lizzie segera memejamkan kedua matanya, tak lama gadis itu terlelap dalam mimpinya.
Larut malam Lizzie terbangun dari tidurnya. Nafasnya tampak tersengal, gadis itu menghela nafas panjang. Lagi lagi dia memimpikan hal yang sama untuk kesekian kalinya.
"Sebenarnya siapa sosok wanita itu, kenapa dia selalu datang dalam mimpi aku sih. " gumam Lizzie dengan kening berkerut. Dia mengusap wajahnya kasar, berusaha menenangkan dirinya yang tampak frustrasi.
Lizzie kembali berbaring,mencoba menenangkan dirinya lebih dulu. Dia berusaha menyakinkan diri sendiri kemudian memejamkan kedua matanya kembali. Kali ini gadis itu bisa tidur dengan nyenyak di atas ranjang empuknya.
Dering ponselnya tak membuat dia terusik. Lizzie terlelap dalam tidurnya kali ini. Semakin lama bunyi ponselnya berhenti sendiri setelah itu.
Hari berikutnya
Pagi ini Lizzie tengah mencari dress yang tepat untuk nanti malam. Setelah menyiapkannya, gadis itu baru turun ke bawah. Dia langsung pamit pada kedua orang tuanya.
Lizzie memakai kacamatanya kemudian masuk ke mobil. brum mobil mewah itu melesat kencang meninggalkan area halaman keluarga Harold.
Kini dia sampai di depan apartemen Veronica, sahabatnya. Tak lama seorang gadis berambut pirang ke luar dan masuk ke mobilnya. Lizzie kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
"Kita mau ke mana Liz? " tanya Veronica pada sang sahabat.
"Spa dan salon. " jawab Lizzie dengan singkat. Gadis itu menambah kecepatan mobilnya. Di Tempat spa, keduanya melakukan perawatan tubuh. Selain itu dia juga berniat mengubah gaya rambutnya agar terlihat fresh.
Dua jam berlalu mereka telah selesai, kedua gadis itu langsung ke luar dari sana. Lizzie tampak sangat segar, gadis itu bersenandung kecil. Mereka memilih mampir di sebuah cafe. Keduanya turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam.
Lizzie memesan macha latte dan vanilla latte. " Sambil menunggu keduanya mengobrol, dia pun menginterogasi sang sahabat. Dia begitu penasaran dengan kisah percintaan sang sahabat.
"Hubungan kamu dengan Jerry gimana Ver? " tanya Lizzie penasaran.
"Kami kemarin putus Liz, Jerry menganggap aku gadis troubel maker dan suka mengatur. " gumam Veronica dengan nada lesunya.
Lizzie tentu saja ikut bersedih, dia memberikan sedikit nasehatnya pada sang sahabat. Pelayan datang membawakan pesanan mereka. Gadis itu menyesap macha lattenya dengan santai. Obrolan keduanya kembali berlanjut, Veronica merasa beruntung memiliki sahabat seperti Lizzie.
Lizzie sendiri kembali diam, dia kepikiran dengan rencananya. Gadis itu berharap kelak Veronica tak marah padanya. Dia juga memberitahu mengenai ucapan Alexa kemarin pada sang sahabat.
"Kau perlu berhati hati Liz, bukankah Alexa itu manipulatif dan licik. " tebak Veronica.
"Yeah kau benar! "
Dering ponsel milik Veronica menyita perhatiannya. Dia langsung mengeluarkan benda canggih itu dan berbicara dengan seseorang. Setelah selesai Veronica lekas bangkit, dia pamit karena ada urusan mendadak.
Lizzie membiarkan sahabatnya pergi, dia kembali menyesap kopinya. Setelah habis, dia memanggil pelayan kemudian membayarnya.
Tepat pukul tujuh malam, Lizzie bersama Edgar datang menghadiri pesta pertunangan Regan dan Jessi. Di hotel, dia bertemu dengan sang paman yang serakah. Gadis itu terpaksa memasang senyum palsu nya di depan umum.
"Selamat malam Paman, Bibi. " sapa Lizzie dengan basa basinya.
Paman Dominic memasang wajah masamnya di depan sang keponakan, namun dia tetap membalas sapaannya. Acara pertunangan pun di mulai, banyak tamu penting yang hadir di sini.
Lizzie langsung menghampiri Regan dan Jessi, memberikan selamat untuk keduanya. Gadis itu tak lupa mengenalkan Edgar pada semua orang di sana. Paman Dominic tentu saja terkejut melihat calon suami dari sang keponakan.
"Bukankah calon suamiku ini sangatlah tampan, Bibi? " ujar Lizzie sambil tersenyum menggandeng lengan Edgar.
"Ya kau benar Lizzie. " sahut Bibi Desi dengan senyum kecutnya.
Setelah berbasa basi Lizzie mengajak calon suami kontraknya menuju ke pusat makanan. Dari jauh Alexa memperhatikan tingkah laku sang sepupu. Gadis berambut merah itu segera mengambil segelas jus kemudian membawanya mendekati kearah Lizzie.
Byur
Alexa dengan berani menyiram Lizzie di depan umum. Semua orang tampak terkejut melihatnya. Lizzie sendiri masih syok dengan apa yang di lakukan Alexa padanya. Edgar melepaskan jasnya kemudian memasangkan ke tubuh Lizzie.
"Kau tak apa Liz? " tanya Edgar.
"Aku hanya kaget Ed! "
Lizzie menghela nafas panjang, dia mengusap gaunnya mengunakan tisu. Raut wajahnya berubah, dengan tatapan. tajam nya menghunus kearah Alexa.
"Sekarang kau hanya perlu melepaskan pakaian kamu di depan umum Lizzie. " ujar Alexa dengan seringai liciknya. Rahang Edgar tampak mengeras, dia hendak maju namun di tahan oleh Lizzie.
Lizzie langsung maju ke depan. Dia mengambil salah satu minuman kemudian menyiramnya kearah Alexa sebanyak dua kali.
"Ini aku kembalikan Lexa agar otak kamu itu tak di penuhi kelicikan seperti papi kamu. " ceplos Lizzie.
Malam ini tampak seru, pertengkaran antara Lizzie dengan Alexa menjadi tontonan banyak tamu. Wajah Alexa merah padam, Lizzie terkekeh pelan.
Gadis itu kini justru menjatuhkan satu gelas ke arah lantai.
Prang
Edgar segera membawa pergi calon istrinya yang super gila. Sebelumnya dia meminta izin pada kedua orang tua Lizzie. Tuan dan nyonya Harold menghampiri keluarga mereka itu dengan penuh kekecewaan.
Mereka langsung memarahi Alexa habis habisan. Di sisi lain Edgar berusaha menenangkan Lizzie. Setelah cukup jauh pria itu menghentikan mobilnya di sebuah pantai. Keduanya langsung turun dari mobil, Lizzie berdecak pelan di sertai umpatan.
"Kenapa kamu malah membawaku pergi Ed, aku belum puas memandikan Alexa agar pikirannya tak licik. " protes Lizzie.
"Kau hanya akan membuat nama baik dirimu jelek Liz! "
"I do not care. " sahutnya dengan acuh. Edgar hanya bisa menggeleng pelan melihat kelakuan bar bar Lizzie.Lizzie sendiri berjalan sedikit ke depan, dia menatap lurus kearah laut.
Pria tampan itu membiarkan Lizzie berteriak sesuka hatinya. Keduanya memilih duduk di bawah, Lizzie bersandar di bahu Edgar dengan nyaman.
"Aku tak mungkin diam saja saat Alexa terus menerus mencari masalah denganku! " gumam Lizzie dengan pelan. Edgar hanya diam saat Lizzie terus berbicara meluapkan isi hatinya. Tangan milik pria tampan itu terulur, memeluk Lizzie dari samping.
Gadis itu menoleh, menatap Edgar dari jarak dekat. Namun dia memalingkan wajahnya lebih dulu. Setelah puas mengeluarkan uneg unegnya, mereka kembali pulang.
Pria tampan itu mengantarkan Lizzie pulang ke mansion keluarga Harold. Dia segera turun dari mobil, melambaikan tangan menatap kepergian Edgar. Lizzie segera masuk ke dalam, gadis itu bergegas menuju ke kamarnya.
Cklek
Lizzie segera pergi ke kamar mandi, membersihkan dirinya. Setelah selesai dia segera memakai piyama lalu naik ke atas ranjang. Kejadian memalukan tadi membuatnya semakin benci dengan Alexa. Gadis itu segera meraih ponselnya, benar saja masalah tadi jadi trending topik di sosial media.
"Ini semua gara gara Alexa sialan itu. Lain kali aku akan membalas gadis itu dengan lebih keji. " gumamnya penuh tekad. Terdengar suara helaan nafas panjang ke luar dari bibirnya. Lizzie kembali membuka pesan dari sang sahabat, dia segera membalas pesan itu.
Dia menaruh ponselnya di atas meja. Teringat perhatian yang di berikan Edgar padanya membuat bibirnya melengkung membentuk senyuman samar. Dia tak menyangka jika pria dingin seperti Edgar bisa memainkan peran nya dengan baik.
"Aku tidak salah menjadikan dia sebagai pria bayaranku. " gumam Lizzie sambil tersenyum. Dia segera membaringkan tubuhnya ke atas ranjang, menarik selimut hingga sebatas menutupi tubuhnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!