NovelToon NovelToon

ALWAYS LOVING YOU

Dokter Clarisa

Derap langkah seorang perempuan berparas cantik memburu bergegas menuju IGD dengan tergesa.

"Dok, pasien mengalami tusukan. Kami sudah melakukan pertolongan. Namun sepertinya pasien membutuhkan transfusi darah golongan darah O." jelas Dokter jaga IGD pada Clarisa.

"Stok darah bagaimana?"

"Di rumah sakit stok golongan darah O sedang kosong dan Kami sedang menghubungi Bank Darah sebentar lagi akan segera datang."

"Saturasi oksigennya bagaimana?"

"Masih diambang aman, namun pendarahan masih terus berlangsung sehingga kondisi pasien masih kritis."

Setelah situasi genting dan akhirnya bisa tertangani, Dokter bernama Clarisa akhirnya bisa bernafas lega.

Sebelum menangani pasien IGD, Dokter Clarisa baru saja menyelesaikan operasi pasien lain.

Tentu saat ini rasa lelah dan capek merajai seluruh tubuhnya.

Sejenak menyandarkan diri di kursi hingga suara dering ponsel berbunyi.

"Assalamulaikum. Kakak? Apa kabar? Bagaimana keadaan Kakak?"

"Waalaikumsalam Bunda. Kakak baru saja menangani pasien Bun. Alhamdulillah kabar Kakak baik. Bunda, Daddy dan Adek-adek bagaimana kabarnya?"

"Alhamdulillah Sayang. Kabar Bunda, Daddy dan Adek-Adek baik. Namun Oma,"

"Oma kenapa Bun?"

"Kondisi Oma belakang sedang kurang sehat. Oma terus menanyakan Kakak. Kakak bisa pulangkan?"

Sejenak Dokter Clarisa terdiam sesaat.

Bukan hanya kali ini sang Oma memintanya kembali ke tanah air.

Hanya saja, Clarisa sudah nyaman denga profesinya dan lingkungan kerjanya disini.

"Kak, Kakak masih disana?"

Kali ini terdengar sang Bunda menanyakan.

"Iya Bun. Kakak masih dengar. Nanti Kakak coba lihat dulu jadwal Kakak. Kakak akan usahakan kalau bisa pulang segera."

"Kak, Daddy dan Bunda senang bila Kakak kembali bersama Kami."

Tentu saja berada jauh dari sang anak, tentu membuat kerinduan tersendiri di hati kedua orang tuanya.

"Iya Bun. Kakak juga rindu semuanya. Bun, Kakak tutup telpnya ya, Kakak masih ada jadwal praktek. Salam untuk Daddy, Oma, Nabil dan Nadhif."

"Insha Allah akan Bunda sampaikan. Assalamualaikum Kak."

"Waalaikumsalam Bun."

Klik!

Dokter Clarisa menghela nafas panjang dan terdengar berat.

Bagaimana kali ini kalau permintaan Oma adalah serius?

Omanya sudah sangat sepuh dan sering sakit.

Bukan hanya sekali, tapi sudah sering sang Oma memintanya pulang.

Tak terkecuali sang Daddy, yang selalu menanyakan kapan ia kembali pulang.

Tok,Tok,Tok!

"Dok, permisi. Ini keluarga pasien ada yang mau bertemu."

Anggukan Dokter Clarisa membawa sang perawat bersama seorang pria berjas masuk ke dalam ruangan sang Dokter.

"Selamat malam Dokter. Saya keluarga Tuan Xander. Saya ingin meminta pemindahan pasien atas nama Tuan Xander ke rumah sakit lain."

"Kondisi Pasien saat ini masih dalam keadaan kritis. Sebaiknya jika mau dipindahkan menunggu sampai stabil terlebih dahulu."

"Kami akan membawa beliau ke Rumah sakit yang lebih besar. Kami harap Dokter memberikan izin."

Dokter Clarisa mendengarkan penuturan keluarga pasien dan kemudian ia meminta perjanjian hitam diatas putih kalau pemulangan pasien tersebut atas permintaan pihak keluarga.

"Terima kasih Dokter."

Pria berjas itu meninggalkan ruang Dokter Clarisa.

Pagi menjelang, Jam jaga Dokter Clarisa selesai.

"Dok, Pasien semalam kenapa dibiarkan pulang?"

"Mau dipindahkan ke Rumah sakit yang lebih besar."

"Dok, pasien semalam tampak bukan orang sembarangan. Semalam saja dijemput oleh orang-orang berseragam serba hitam dan terlihat menggerikan. Sepertinya mereka anggota gengster."

"Kalian ini terlalu banyak menonton film. Mungkin saja mereka memang seperti itu. Sudah yang terpenting Kita sudah memberikan pelahanan seoptimal mungkin. Pilihan pemulangan juga atas permintaan keluarganya."

"Iya sih Dok."

"Saya pulang dulu ya."

"Selamat beristirahat Dok. Hati-hati di jalan."

Dokter Clarisa membawa langkahnya yang lelah plus ngantuk menuju basement tempat mobilnya terparkir.

Tak butuh waktu lama, Clarisa sudah sampai di apartement nya.

Setelah memindai sidik jari, terbukalah unit apartemen dan segera masuk.

Rasa lelah dan kantuk menggelayuti mata Clarisa.

Memilih membersihkan diri baru tidur menuruti mata yang sudah menagih untuk di manjakan mimpi.

Rasanya baru sekejap Clarisa terpejam namun dering ponsel membangunkannya.

"Ca, lagi tidur ya?" saat ponsel diangkat suara seorang pria terdengar renyah diseberang sana.

"Eee, ya. Ada apa Chris?" suara serak Caca sapaan Dokter Clarisa biasa ia dipanggil.

"Maaf aku ganggu Kamu tidur. Aku tadi ke RS Kamu sudah balik duluan. Padahal Aku mau ajak kamu sarapan dulu sebelum pulang."

"Oh maaf, Aku memang langsung pulang setelah jaga. Habis lelah sekali."

"Gapapa, sudah makan? Atau Kamu langsung istirahat setelah pulang?"

"Ya tadi Aku seleaai mandi langsung tidur. Ngantuk sekali soalnya."

"Tuh kebiasaan deh. Aku pesankan makanan ya. Kamu tunggu saja. Ya sudah lanjutkan istirahatnya. See you later."

"Ya, thanks Chris."

Setelah mengakhiri obrolannya Caca meletakkan ponselnya di nakas.

Caca berjalan menuju dapur, membuat hot chocolate menemani siangnya yang sepi.

Sore Caca akan kembali jaga di Rumah sakit.

Sekilas Caca teringat perbincangannya dengan Chris.

Chris Evans. Dokter Spesialis Jantung. Caca mengenalnya sejak mereka berada di kampus yang sama.

Hanya saja Chris kakak tingkat Caca sehingga ia lebih dulu bergabung di RS tempat Caca saat ini praktek.

Caca akui pribadi Chris yang baik dan perhatian membuat banyak perempuan terutama di RS begitu mengaguminya.

Meski semua orang bilang mereka adalah pasangan serasi, namun antara Caca dan Chris sebatas hubungan profesional.

Namun Caca akui, Chris baik dan Caca merasakannya.

Suara bell pintu apartemen Caca berbunyi.

"Silahkan diterima. Atas nama Nona Clarisa. Kiriman dari Tuan Chris Evans. Silahkan tanda tangan disini."

Caca menerima kiriman makanan yang Chris katakan.

Caca meraih ponsel dan mengetik pesan sebagai ucapan terima kasih kepada Chris.

Caca : Chris thanks ya. Makanannya sudah sampai. Maaf selalu merepotkan.

Chris : Selamat menikmati ya. Enjoy your meal😍

Caca tersenyum melihat balasan pesan Chris.

Caca membawa box makanan pemberian Chris dan nyatanya Chris selalu tahu makanan dan kesukaan Caca.

Caca menikmati makanannya. Ya memang perutnya terasa lapar terlebih ia melewatkan sarapan dan kini sudah masuk waktu makan siang.

Saat sedang menikmati makannya Caca hendak mengambil charger di laci nakas.

Sesaat Caca terdiam menatap kotak yang sudah lama ia bawa kemanapun.

Caca meraih kotak tersebut kemudian membawa ke meja dan membukanya.

"Dasar Kulkas! Sekarang gimana kabarnya ya?"

"Heran, setelah pergi tak satupun kabar dan dia juga ga punya sosial media."

"Apalagi Om Alex dan Tante Hania tak lama setelahnya pindah."

Caca tersenyum tersendiri melihat hadiah pemberian teman tapi musuhnya masa kecil yang jika Caca ingat kembali sangat lucu bila terkenang.

Caca kembali memasukan kotak tersebut ke dalam nakas kemudian melanjutkan makan.

Sementara di sebuah Mansion, tampak pemuda yang terbaring mulai membuka matanya.

"Tuan, Anda sudah siuman?"

"Berapa lama Aku tertidur?"

"24 jam tuan. Perlu Saya kabari orang tua Anda?"

"Tidak usah. Bagaimana? Apakah sudah Kalian temukan mereka?"

"Saat ini Kami masih melacaknya."

"Cari sampai ketemu. Aku akan buat perhitungan!"

Pria Misterius

Sementara di sebuah Mansion, tampak pemuda yang terbaring mulai membuka matanya.

"Tuan, Anda sudah siuman?"

"Berapa lama Aku tertidur?"

"24 jam tuan. Perlu Saya kabari orang tua Anda?"

"Tidak usah. Bagaimana? Apakah sudah Kalian temukan mereka?"

"Saat ini Kami masih melacaknya."

"Cari sampai ketemu. Aku akan buat perhitungan!"

"Baik Tuan. Kami permisi."

Beberapa pria ber jas hitam memberikan hormat sebelum mereka meninggalkan ruangan dimana seorang pemuda terbaring.

Sambil memegang ponsel, ia mendapat informasi mengenai Dokter yang berhasil menyelamatkan nyawanya.

Tampak wajahnya berekspresi sulit untuk diartikan.

Kembali di Rumah sakit.

"Sore Dokter!" sapa beberapa perawat yang melihat kehadiran Dokter Clarisa di koridor IGD.

"Sore." dengan senyuman khasnya Dokter Clarisa dengan ramah menjawab sapaan mereka yang menyapanya.

"Ca!"

Rupanya Dokter Chris memanggilnya dengan sambil berlari menyusul langkah Dokter cantik yang selalu ramah itu.

"Hai!" Caca menjawab sapaan Chris yang kini berjalan sejajar denganya.

"Baru datang?" Chris menatap wanita cantik yang sejak lama mencuri hatinya meski tak ada respon lebih yang Caca berikan dari sekedar rekan kerja.

Anggukan Caca sambil tersenyum menjawab sapaan Chris tentu membuat pria yang memiliki banyak pengagum di Rumah sakit itu merekah tersenyum.

"Terima kasih ya. Kamu selalu saja tahu seleraku. Aku kenyang sekali tadi. Berkatmu Aku jadi makan dengan enak." Caca menghampiri counter perawat melihat beberapa rekam media pasien yang memang ditanganinya sebelum visit.

Chris tampak senang karena Caca seperti biasa menerima perlakuan Chris yang memang sedikit berlebih tepatnya perhatian yang lebih dari sekedar seorang rekan kerja.

"Chris, kenapa Kamu masih disini, jam praktek dan jagamu sudah selesai bukan?" Caca menutup rekam medis terakhir ditangannya.

"Hari ini Aku menggantikan Dokter Anwar yang berhalangan. Jadi hari ini Aku akan jaga bersamamu."

Chris sengaja mengambil kesempatan itu dengan tujuan agar bisa bersama Caca seharian dan ada sesuatu yang akan ia bicarakan kepada sang wanita pujaan.

Caca menganggukan kepala memahami perkataan Chris sebelum ia melaksanakan kewajibannya didampingi perawat.

"Aku akan visit pasien dulu ya. Sampai ketemu nanti."

Caca pergi bersama perawat yang mendampinginya meninggalkan Chris yang masih menatap langkah demi langkah kepergian sang pujaan hati.

"Aku akan utarakan perasaanku kali ini Ca. Aku tak akan menunggu lagi." Chris berucap dalam hati seraya tersenyum merekah.

Sementara Caca melaksanakan tugasnya memvisit pasien-pasiennya satu persatu.

Dokter Clarisa memang dikenal dan menjadi favorit di Rumah Sakit tersebut.

Pasien rawat jalannyapun sangat antri.

Kepiawaaian dan sikap ramahnya menjadi daya tarik bagi para pasien untuk dengan suka rela diperiksa dan mendapat penangan medis dengan Dokter muda namun bertangan dingin ini.

"Dokter, apakah Saya akan baik-baik saja setelah operasi?" seorang pasien yang sedang divisit tampak ragu dan ada rasa takut menjalani operasi yang akan dilakukan.

"Insha Allah. Ini adalah langkah terbaik dalam kasus Ibu. Semoga setelah pembedahan akan lekas sembuh dan tidak lagi merasakan sakit." Dokter Clarisa berusaha menenangkan salah satu pasiennya yang akan menjalani Operasi Usus Buntu.

"Tapi Saya mau Dokter yang melakukan operasinya ya." kembali sang pasien meyakinkah bahwa ia tak mau Dokter lain yang menanganinya.

"Insha Allah. Yang penting Ibu relaks, dan percaya kepada Allah bahwa semua akan berjalan dengan lancar. Dan satu lagi, ikuti saran medis yang Kami berikan ya." pesan Dokter Clarisa.

Pasien tersebut menganggukan kepada sebelum Dokter Clarisa meninggalkan ruang rawatnya.

Tengah malam, IGD Rumah Sakit kedatangan pasien dengan luka diseluruh tubuh dan pasien dalam keadaan tak sadarkan diri.

Dokter Clarisa yang saat itu baru saja selesai memeriksa pasien sehera dihubungi agar segera menuju IGD.

"Dokter, pasien tidak sadarkan diri. Ada luka tempak di dadanya. Saturasi oksigennya rendah dan pasien membutuhkan transfusi darah golongan B." jelas perawat yang menjelaskan.

"Kita akan melakukan tindakan. Hubungi Dokter Chris untuk datang kesini. Hubungi juga Bank darah untuk menyiapkan stok golongan darah B."

Dokter Clarisa bersiap diri untuk melakukan operasi pengeluaran peluru yang kini bersarang di dada sang pasien.

Dengan penuh konsentrasi tinggi, Dokter Clarisa berusaha semaksimal mungkin menyelamatkan pasien dihadapannya yang berada dalam ambang hidup dan mati.

Tak kurang dari 6 jam Dokter Clarisa berusaha sekuat tenaga bersama para medis lain yang turut maksimal memberikan pertolongan terbaik mereka.

Akhirnya masa kritis pasien yang ditangani telah berlalu.

Peluru berhasil dikeluarkan, dan pasien sudah dalam keadaan pasca operasi.

Masa kritis sudah terlewati namun masih harus dirawat dalam ruang ICU untuk melihat perkembangan selanjutnya.

Dokter Clarisa keluar ruanh operasi bersama dengan Dokter Chris.

"Ca, sebaiknya istirahat dulu. Kamu pasti lelah." Chris mengikuti Caca hingga menuju ruangan istirahat para Dokter.

"Kamu juga. Aku mau keruanganku saja."

"Ca, nanti Kita balik bersama ya." Chris menahan langkah Caca yang akan meninggalkan ruangan.

"Aku masih akan memantau kondisi pasien tadi."

Caca menjawab sebelum ia meninggalkan ruangan sambil tersenyum meski tubuhnya lelah.

Disebuah Mansion.

Brakkkkk!!!

"Bawa dia kesini! Aku mau Kalian bawa dalam keadaan hidup!"

"Tapi Tuan, saat ini dia berada di Rumah sakit tempat Tuan kemarin dirawat. Dan-"

"Aku tidak perduli! Bawa kehadapanku sekarang juga!"

"Baik Tuan! Kami permisi." Para penjaga berjas hitam memberikan hormat sebelum meninggalkan ruangan sang Tuan.

"Dia harus tetap hidup!"

Pria dengan tatapan tajam dan sorot mata penuh kebencian mengeratkan rahangnya sambil mencengkram apapun yang berada dalam genggamannya.

Di Rumah Sakit kegaduhan terjadi.

Dokter Clarisa yang melihatnya segera menghampiri.

"Ada apa ini?"

"Dokter yang menangani pasien ini?"

"Iya. Lalu?"

"Kami meminta untuk pemulangan pasien ini dan Kami akan memindahkan ke Rumah sakit lain."

Clarisa mengingat-ingat, ia sadar pria-pria yang kini menemuinya adalah orang-orang yang sama dengan orang-orang yang ia temui beberapa hari lalu.

"Pasien dalam masa observasi setelah dilakukan tindakan. Apa hubungan Anda dengan pasien?" Dokter Clarisa harus memastikan.

"Dia adalah keluarga Kami. Jadi tolong Dokter berikan saja izin kepada Kami untuk bisa membawa pasien itu sekarang juga."

Baru saja Clarisa akan menyela tiba-tiba wakil saja wakil Direktur Rumah Sakit menghampirinya dan memanggil Dokter Clarisa untum berbicara.

"Tapi kondisi pasien masih dalam masa observasi Dok." Dokter Clarisa memberikan opininya.

"Untuk itu, Saya tugaskan Kamu untuk melakukan perawatan intensif kepada pasien itu di luar Rumah Sakit ini. Tidak usah banyak tanya. Lakukan saja apa yang Aku katakan Dokter Clarisa."

Sudah bukan rahasia umum bahwa kedekatak sanh Wakil Direktur dengan pemilik Rumah Sakit bukan sekedar rumor belaka.

Bila sudah mengambil keputusan tak ada yang bisa menentang.

"Sekarang, Dokter Clarisa ikut bersama para Tuan-Tuan itu dan Saya minta Dokter laksanakan saja tugas yang memang menjadi kewajiban Dokter."

Clarisa tak mau bermasalah dengan sang Wakil Direktur ia hanya peduli dengan keselamatan pasiennya.

"Baik. Saya akan lakukan tugas dan tanggung jawab Saya!"

Siapa Dia

Dokter Clarisa tampak berjaga dan waspada.

Jujur ia bisa merasakan sesuatu yang tak biasa terhadap orang-orang yang membawanya.

Banyak tanya dalam benak wanita cantik berprofesi Dokter yang banyak sekali di idolai tidak hanya oleh pasien-pasiennya namun rekan sefrofesinya juga tak jarang menaruh rasa suka.

Mobil hitam yang ditumpangi sang Dokter berhenti di sebuah pelataran Mansion yang sangat mewah.

Seorang bodyguard membuka pintu mobil dan mempersilahkan Dokter Clarisa untuk keluar.

"Silahkan Dokter." Seorang pria berjas hitam memakai kacamata lengkap dengan alat pengintai terpasang ditelinganya.

Dokter Clarisa keluar mobil sambil berdoa memantapkan langkah dan meluruskan niatnya bahwa saat ini ia memang ditugaskan untuk merawat pasiennya.

"Selamat datang Dokter. Silahkan Anda beristirahat dulu. Saya akan menunjukkan kamar pribadi Anda." Seorang pria paruh baya bersama 2 orang berseragam Maid mendampinginya.

"Dokter semua keperluan Dokter di kamar sudah Kami siapkan. Jika ada yang diperlukan Dokter bisa memanggil Kami." 2 orang Maid mohon izin sebelum meninggalkan kamar yang akan ditempati oleh Dokter Clarisa.

"Tuan, Dokter yang akan merawat sudah datang. Apakah Tuan mau bertemu?" seorang pria berbadan tegap membungkukkan kepala di hadapan pria yang sedang duduk membelakangi arah pintu masuk.

"Pastikan Dokter itu bisa membuatnya sadar dan mengakui perbuatannya. Jangan biarkan Dokter itu pergi sebelum tugasnya selesai."

Tanpa berbalik hanya suara bariton saja yang terdengar memerintah.

"Baik Tuan."

Sepeninggal para bodyguard, ia melirik pada ponsel yang menerangkan identitas Dokter Clarisa secara terperinci.

"Jadi dia rupanya?"

Sementara di Rumah Sakit, Dokter Chris mencari keberadaan Dokter Clarisa namun tak menemukannya.

"Aku menugaskan Dokter Clarisa menangani pasien di luar Rumah Sakit. Dokter Chris tak perlu ikut campur. Bukankah Dokter bukan siapa-siapanya?"

Tentu saja dalam rasa penasarannya mencari keberadaan sang wanita pujaan tentu informasi yang ia terima menarik atensi Dokter Chris.

"Mengapa harus Dokter Clarisa?" Dokter Cris bertanya menelisik.

"Lakukan saja tugas Anda di Rumah Sakit ini Dokter." Sambil menepuk bahu Dokter Chris sang Wakil Direktur pergi meninggalkannya.

Dokter Chris mencoba menghubungi ponsel Dokter Clarisa dan ia tak menemukan jawaban.

Kembali ke Mansion, Dokter Clarisa selesai membersihkan diri, mencoba berbaur dengan lingkungan baru yang kini menjadi area kerjanya.

Clarisa memandang sekeliling Mansion, meski ia juga bukan berasal dari kalangan biasa namun Clarisa akui Mansion ini begitu besar dan megah.

Namun aneh rasanya Mansion seluas ini mengapa tak ada pemiliknya.

Clarisa bahkan belum diizinkan bertemu dengan sang pemilik dengan alasan sedang sibuk.

"Maaf Dokter perlu sesuatu?" sapa salah seorang Maid yang memang ditugaskan melayani Dokter Clarisa.

"Saya akan memeriksa pasien, dimana ruangannya?"

"Mari Saya antar."

Dokter Clarisa mengikuti dan ia dibawa di sebuah ruangan yang cukup luas dan lokasinya yerpisah dalam Mansion.

Clarisa mengamati ruang yang penuh dan lengkap alat medis.

Selayaknya ruang VVIP Rumah Sakit namun ini berada disebuah Mansion.

Dokter Clarisa mendapati pasien yang memang ia tangani di Rumah Sakit.

Dokter Clarisa memeriksa kondisi pasien.

"Bagaimana Dokter? Apakah pasien akan segera siuman?"

Dokter Clarisa berbalik, nyatanya ia bertemu lagi dengan pria yang membawanya ke Mansion.

"Kondisi pasien masih belum sadar, namun semua organ vital berfungsi dengan baik, seharusnya besok atau lusa pasien bisa siuman."

"Apakah tidak ada cara lain agar pasien segera siuman?"

"Mengapa harus segera? Kondisi medis pasien sudah menunjukkan perubahan yang lebih baik jadi bersabarlah."

"Tunggu!" Dokter Clarisa mencegah saat pria berkas itu hendak pergi.

"Saya ingin bertemu dengan pemilik Mansion. Siapa dia?"

"Maaf Tuan Xander saat ini sedang sibuk. Dokter baru bisa bertemu lain kali."

"Aneh sekali. Sesibuk apa dia?" gumam Dokter Clarisa saat orang yang lebih tepatnya seperti robot itu pergi meninggalkannya.

Sungguh, kalau bukan karena tugasnya dan tanggung jawabnya senagai seorang Dokter, Dokter Clarisa tak nyaman berada ditempat asing yang notabene terkesan misterius ini.

Seperti saat ini, Para Maid menjamu Clarisa di meja makan namun ia hanya seorang diri yang berada dimeja makan dan dipersilahkan untuk makan.

"Kalian tidak ikut makan bersamaku?" Clarisa bertanya pada para Maid yang menemaninya disekitar meja makan.

"Maaf Dokter, Tuan Xander memerintahkan Kami untuk menjamu Dokter." jawab salah satu Maid.

"Makanan ini terlalu banyak untukku sendiri. Lagi pula kenapa Kalian tidak makan saja bersamaku, Aku mana mungkin bisa menghabiskan ini semua. Ayo makanlah bersamaku atau Aku tidak jadi makan."

Dokter Clarisa sengaja menggertak agar ia tidak sepi dan sendirian makan di meja kosong dengan lauk pauk yang lengkap dan terhidang bagai sang raja yang akan bersantap.

"Maaf Dokter tapi,-" Maid tersebut menghentikan kata-katanya setelah seorang bodyguard memberikan kode bahwa ikuti saja perintah sang Dokter.

Dokter Clarisa tersenyum manakala para maid dan bodyguard mau menurutinya dan makan bersama.

Sementara di ruang lain tampak sang pemilik Mansion sedikut menarik sudut bibirnya melihat dari layar cctv akan kejadian Dokter Clarisa dan para pegawainya di ruang makan.

"Kamu memang tidak berubah. Masih saja bawel!"

"Tapi, Bagaimana kalau sampai dia tahu?"

"Tidak!"

"Dia tidak boleh tahu!"

Malam semakin larut, Dokter Clarisa kembali mengecek pasiennya sebelum ia kembali ke ruang istirahat di Mansion.

Clarisa sejak tadi lupa bahwa ponselnya yang sedang di charger kini ia ambil dan memeriksa apakah ada pesan yang masuk.

Banyak pesan dari rekan kerjanya salah satunya dari Dokter Chris.

Clarisa membalas seperlunya kemudian ia juga melihat ada panggilan dari sang Daddy.

Clarisa kembali menghubungi sang Daddy namun tak ada jawaban.

"Mungkin Daddy disana sudah tidur." Clarisa kembali meletakkan ponselnya di nakas.

Meski malam semakin pekat dan jarum jam terus bergerak ke kanan, namun kantuk tak kunjung menghampiri Clarisa.

Clarisa menuju balkon yang terdapat dalam kamar menikmati semilir udara malam, terasa membuai lembut dan memanjakan raga yang lelah.

Tak jauh dari tempat Clarisa berdiri, rupanya sang pemilik Mansion memperhatikan tamu istimewanya sambil menatap lekat pada wanita yang tak pernah ia duga akan ia temui setelah puluhan tahun lamanya.

Entah perasaan apa yang ada namun saat ini satu yang pasti ketakutan dan lebih baik menyembunyikan identitas diri adalah hal yang paling utama.

"Aku pernah berkata padamu agar jangan lupakan Aku, namun mengapa harus disaat seperti ini pertemuan Kita harus terjadi."

"Kamu tumbuh dengan baik dan menjadi seorang wanita cantik dengan prestasimu dan profesi cemerlangmu. Aku bangga akan dirimu.

"Namun Aku rasa belum waktunya Kita bertemu dan saling mengetahui karena bukan disaat seperti ini Aku menginginkan pertemuan Kita setelah sekian lama dan Aku ingin Kamu masih mengingatku seperti apa yang ada dalam memorimu kala itu."

Suara hati yang belum dapat tersampaikan sedikit terobati dengan memandang wajah cantik yang selama ini ia rindukan meski masih harus bersabar untuk sekedar saling menyapa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!