NovelToon NovelToon

Heart Stealer

Heart Stealer "1"

Di sebuah ruangan karaoke, tampak beberapa orang tengah bernyanyi, menari, dan juga menikmati wine yang sudah mereka pesan.

"Bersulang untuk keberhasilan kita malam ini!" seru seorang gadis cantik, yang tampaknya sudah terlalu banyak minum.

Mereka semua pun bersulang, dan kembali menari juga menyanyi.

Gadis yang masih saja terus menenggak, satu demi satu gelas sloki wine itu bernama Belle. Dia adalah ketua atau pimpinan dari kelompok mereka.

Kelompok belajar? Tentu saja bukan. Mereka adalah salah satu kelompok pencuri kelas kakap, yang sudah sangat terkenal dikalangan kepolisian.

Itu karena kelompok mereka sangat sulit untuk diselidiki, apalagi ditangkap. Bahkan identitas asli mereka semua, belum mampu untuk diselidiki oleh pihak kepolisian sampai saat ini.

Benda-benda yang mereka curi bukanlah benda sederhana. Melainkan benda-benda antik yang dihargai ratusan hingga milyaran juta, di pasar dunia bawah.

Dan hari ini, mereka baru saja berhasil mencuri Sebuah kalung bernama "Blue sea diamond" yang dipakai oleh seorang konglomerat wanita, di sebuah pesta besar.

Kelompok mereka berisi enam orang. Ada Belle sebagai ketua dan juga pengatur strategi, ada Anne, Jessy, Sky dan Max sebagai anggota, lalu yang terakhir bernama Leo sebagai wakil yang juga merupakan seorang hacker.

Belle hendak meminum satu sloki lagi wine pesanan mereka, tapi dia mengumpat kesal karena ternyata semua wine itu sudah habis.

Dia berdiri dan berkata, "Aku akan pesan minuman lagi."

Tanpa menunggu jawaban dari teman-temannya, Belle pun berjalan sempoyongan keluar dari ruangan itu dan melewati lorong panjang.

Hingga tanpa sengaja, dia menabrak seorang pria. Namun bukannya meminta maaf, Belle justri terpesona oleh paras pria itu.

"Hei tampan..."

Dia menggoda pria di depannya itu dengan mengalungkan tangannya di leher si pria.

"Pergilah!!" Pria itu mengusir Belle dengan ketusnya.

"Ayolah tampan, temani aku." Belle terus merayu dan meraba dada pria itu dengan jemari lentiknya.

Pria yang juga dalam keadaan setengah mabuk itu, merasakan darahnya berdesir saat Belle menyentuh tubuhnya.

"Ada apa dengan tubuhku?" Pria itu merasa bingung, pasalnya dia tak pernah merasa seperti ini.

Dia belum pernah merasa seperti itu saat ada wanita yang mencoba mendekatinya, menggoda dirinya secara gila.

Bahkan kalaupun wanita-wanita itu memperlihatkan tubuh mereka yang polos tanpa sehelai benang pun melekat di tubuh, dia tak pernah terpengaruh sama sekali.

Namun kali ini terasa begitu berbeda. Entah kenapa, Belle mampu membangkitkan hasrat terpendam, yang selama ini selalu dia tahan dan simpan dengan baik.

"Kau yang memintanya, jadi jangan salahkan aku." Pria itu menggendong Belle ala bridal, dan membawanya menuju mobil miliknya yang terparkir di basement.

Namun Belle sama sekali tak menghiraukan perkataan pria itu dan justru menjadi semakin liar. Dia terus menyentuh dan meraba di sana-sini, yang tentu saja membuat Pria itu semakin pusing atas bawah dengan kelakuan Belle itu.

Sesampainya di dalam mobil, pria itu mendudukkan Belle di kursi penumpang di sebelahnya. Namun Belle enggan melepaskan dirinya dari si Pria.

Bahkan Belle duduk di pangkuan pria itu, yang sudah memegang setir kemudi. Dan jadilah pria itu menyetir, dengan Belle yang duduk di pangkuannya.

"Shitt!" umpatnya, saat dia merasakan jika adik kecilnya sudah menggeliat di bawah sana dan meronta untuk segera di keluarkan dari sarangnya.

Tak ingin lebih lama lagi tersiksa akibat ulah brutal dari Belle, pria itu pun segera mempercepat laju kendaraannya menujunke sebuah hotel yang jaraknya tak jauh dari tempat karaoke itu.

"Hey tampan, kenapa kau hanya diam saja. Apa milikmu ini tidak berfungsi?" Belle dengan gilanya, menyentuh bagian bawah pria itu yang membuat si pria semakin menggila dan mempercepat laju kendaraannya

Sesampainya di hotel, dia berjalan menuju ke meja resepsionis dengan Belle yang berada dalam gendongannya, sambil terus meraba ke segala tempat yang dapat ia gapai.

Resepsionis yang seolah mengerti apa yang kedua tamunya itu inginkan pun, segera memberikan kunci kamar.

Dengan langkah cepat, dia membawa Belle menuju kamar yang sudah di pesannya. Karena saat ini, Belle sudah semakin menggila.

Mungkin saja itu efek dari Belle yang terlalu sering membaca novel CEO mendominasi, maka dari itu dia selalu membayangkan jika dirinya adalah seorang CEO wanita.

Pria itu menghempaskan tubuh Belle ke atas ranjang dan bertanya sambil melepas kemeja yang di pakainya, "Siapa namamu? Setidaknya aku harus tau nama wanita pertamaku, bukan?"

"Belle, namaku Belle." Jawab Belle dengan suara yang terdengar parau, karena efek alkohol yang diminumnya.

Pria itu naik ke atas ranjang dan membisikkan sebuah nama ke telinga Belle, "Namaku Bryan, ingat itu. Dan jangan menyalahkanku, karena kau yang meminta ini."

Tanpa menunggu lama, pria yang mengaku bernama Bryan itu pun mengukung tubuh Belle. Dan Belle juga tak kalah liarnya, dia terus menyentuh dan meraba setiap inci tubuh Bryan.

Suara khas percintaan pun, mulai menggema memenuhi setiap sudut kamar hotel itu. Bahkan terpaan angin dingin dari AC kamar hotel pun, tak mampu mendinginkan suasana panas di kamar itu.

Belle terus meracau dan sesekali menyebut nama Bryan, membuat Bryan semakin bersemangat untuk segera mencapai puncak permainan, yaitu penyatuan.

Dia yang mengira Belle sudah tidak lagi virgin, karena melihat bagaimana liarnya Belle pun, melakukan penyatuan dengan sedikit terburu-buru.

"Aw!" Belle menjerit saat dia merasakan adanya benda besar berurat yang mencoba mengoyak tubuhnya, dari bawah sana.

Bryan yang terkejut dengan jeritan kesakitan dari Belle pun menghentikan kegiatannya, dan mencabut adik kecilnya yang bahkan belum sempat mencapai bagian dalam sarananva itu.

Dia menatap lekat ke arah Belle yang tengah meringis kesakitan, "Kau? Apa kau masih—"

Belle tak menjawab, namun darah yang terlihat mengalir dari sela kaki Belle sudah menjawab semua pertanyaan Bryan.

Bryan menepuk keras jidatnya. Dia tak menyangka jika Belle yang tampak seperti seorang player, ternyata masih virgin.

Di satu sisi dia menyesal karena sudah menuruti nafsunya. Tapi di sisi lain, dia bersyukur karena orang yang menjadi wanita pertama baginya, ternyata masih orisinil.

Karena Bryan sudah melihat darah virgin Belle, yang artinya dia sudah merenggut kesucian gadis itu, Bryan berpikir jika dia tak bisa berhenti di tengah jalan.

Dia pun kembali melanjutkan kegiatannya, namun kali ini dia melakukannya dengan sangat lembut. Dia memperlakukan Belle seperti benda antik yang mudah rusak.

Hingga akhirnya dia pun berhasil menembus pertahanan Belle, dan perlahan tapi pasti rasa sakit yang Belle rasakan kini berganti dengan rasa nikmat yang tak tertahankan.

"Aku berjanji, aku akan bertanggung jawab atas semua ini. Namamu Belle kan? Mulai detik ini kau adalah milikku, dan hanya akan menjadi milikku."

Heart Stealer "2"

"Uhmm..."

Belle tampak meregangkan tubuhnya yang terasa kaku dan remuk redam. Terlebih dia juga merasakan perih di bagian bawahnya.

Saat dia membuka matanya, pandangan mata Belle langsung tertuju kearah langit-langit kamar hotel.

"Bagaimana aku bisa sampai disini?"

Belle tampak masih bingung dengan keadaan. Dia belum bisa mengingat apa yang terjadi padanya tadi malam.

"Astaga!" Belle membungkam mulutnya yang hampir saja berteriak karena kaget.

Belle kaget dan juga bingung saat dia melihat seorang laki-laki tampan tengah terbaring dengan mata tertutup, tepat di sebelahnya.

Saat Belle merasakan bahwa sekarang tubuhnya tidak tertutup sehelai benangpun, dia buru-buru menarik selimut sambil berdiri dan memakai selimut itu untuk menutupi tubuhnya.

Tapi saat dia menyadari jika Bryan ternyata juga sama seperti dirinya, yang polos bagai bayi baru lahir. Belle pun terkejut melihatnya.

Namun, bukannya segera menutupi tubuh Bryan, Belle malah menikmati tubuh Bryan yang terpampang nyata di hadapanya.

"Wow, roti sobek." Belle ingin sekali menyentuh hamparan roti sobek itu, tapi akal sehatnya tentu saja menolak keras keinginan gilanya itu.

Belle segera mengambil handuk yang ada di atas nakas, lalu bergegas memakainya dan menutup kembali tubuh Bryan dengan selimut tadi.

Karena bagian bawahnya masih terasa sakit, Belle berjalan ke kamar mandi dengan tertatih.

Di dalam kamar mandi, Belle mengisi bathup dengan air hangat dan juga sabun untuk berendam sejenak untuk menghilangkan rasa lelahnya.

Dia meraup kasar wajahnya, saat menatap tubuh yang kini sudah dipenuhi dengan stempel kepemilikan dari Bryan.

"Astaga, apa yang sudah kulakukan semalam? Apa aku sembarangan mencari pria dan menggodanya hingga ini yang terjadi?" Belle merutuki kebodohanya karena minum terlalu banyak, "Seharusnya aku tidak terlalu banyak minum."

Belle mencoba mengingat-ingat kejadian tadi malam, dan secara perlahan ingatan tentang apa saja yang sudah dia lakukan tadi malam pun, mulai terlintas dibenaknya. Dan tentu saja hal itu membuat Belle merasa malu.

Selesai mandi, Belle berjalan kembali ke kamar dan dengan segera memunguti pakainnya yang berserakan di lantai lalu memakai kembali.

Dia melirik ke arah Bryan yang masih tertidur pulas, di atas ranjang yang besar yang menjadi saksi bisu bagaimana mereka melewati malam panas itu bersama.

"Namamu Bryan kan? Maafkan aku dan terimakasih untuk malam ini," ucap bell lirih agar tidak membangunkan Bryan, "Oh ya, semoga kita tidak bertemu lagi," tambahnya.

Belle berjalan mengendap-endap keluar dari kamar hotel itu menuju lift.

Dan disaat itulah dia baru teringat dengan teman-temanya. Belle sedikit takut, jika teman-temanya khawatir padanya yang tidak kembali sejak malam.

"Aku harus segera pulang. Mereka pasti khawatir karena aku tiba-tiba menghilang," ujar Belle pada dirinya sendiri.

Sesampainya di jalan raya, Belle segera menghentikan taksi yang lewat untuk bergegas pulang menuju markas.

*

Begitu tiba, Belle berlari kecil masuk ke markas mereka. Tapi pemandangan yang dilihatnya, sungguh tak sesuai ekspektasinya tadi.

"Mengkhawatirkanku?" gumam Belle dengan wajah tak percaya, sambil memijit pelipisnya.

Di depannya saat ini, dia melihat Anne tidur memeluk Sky tanpa pakaian, dan hanya setengah tubuh bagian bawah mereka saja yang tertutup dengan selimut.

Begitu pula dengan Jessy dan Max. Namun saat Belle menscan setiap sudut ruangan itu untuk mencari sosok Leo, dia tak mendapati Leo disana.

Hingga tiba-tiba saja terdengar suara dari arah belakang, "Apa kau mencariku? Darimana saja kau semalam? Bisa-bisanya kau meninggalkanku sendirian untuk mengurus mereka berempat?" Leo tampak kesal pada Belle.

Sesaat Belle bingung apa yang harus dia katakan pada Leo, "Euhm... semalam aku mengunjungi kakakku di rumah sakit."

Tentu saja Belle tidak mau Leo mengetahui kejadian memalukan apa yang terjadi padanya semalam, apalagi soal malam panasnya bersama Bryan.

"Kukira kau meninggalkanku untuk berkencan dengan laki-laki lain," kata Leo dengan nada menyindir.

Jantung Belle berdetak cepat mendengar ucapan leo, Belle pun dengan cepat menyangkalnya, "Tentu saja tidak. Aku lapar, boleh masakkan sesuatu untukku?"

Leo mengangguk dan berkata, "Ok, tunggu sebentar."

*

Di kamar hotel...

"Hoam..."

Bryan baru saja terbangun dari tidurnya. Dia membuka mata dan melihat sekililing, tapi yang di carinya sudah tidak ada di dalam kamar itu.

"Dasar kucing kecil nakal."

Bryan sedikit kesal karena menganggap Belle memperlakukannya seperti seorang gigolo. Setelah selesai di gunakan lalu di tinggalkan begitu saja.

"Lihat saja nanti saat aku bertemu denganmu lagi, aku akan pastikan kau membayarnya." Bryan tersenyum smirk.

Dia beranjak dari ranjang menuju kamar mandi, untuk membersihkan tubuhnya yang lengket karena keringat hasil olahraganya semalam.

"Hachiu!"

"Apa kau sakit?" tanya Leo.

Belle menggeleng, "Mungkin ada orang yang sedang memarahiku," jawab Belle yang teringat pada Bryan.

Belle pun kembali melanjutkan sarapannya dengan Leo yang setia mendampinginya.

"Belle, sampai kapan kau tidak mau melirikku?" tanya Leo dalam hatinya, dengan pikiran yang tengah melayang jauh ke atas awan.

Belle melambaikan tanganya di depan leo, "Apa yang kau pikirkan?"

Leo menggelenglengkan kepalanya sebagai jawaban, kemudian bertanya balik padanya, "Apa kau tidak pernah berencana untuk berhenti dari pekerjaan ini?"

"Sejujurnya aku nyaman dengan pekerjaan kita sekarang, dan aku juga tidak rela jika harus meninggalkan kalian."

Leo menghela napas panjang, "Kau tau pasti kalau kau berhenti, aku juga pasti akan berhenti, Belle."

"Tapi bagaimana Dengan mereka? Kurasa mereka tak ingin kita berhenti." Belle menatap pada teman-temannya yang masih tertidur.

Leo menatap Belle dengan harapan Belle akan setuju, "Apa kau tidak ingin hidup normal dan punya keluarga selayaknya orang lain di luar sana?"

"Aku belum terpikir untuk menikah dan berkeluarga."

Leo menghela napas panjang dan berujar dalam hati, "Tapi aku ingin kau menjadi istriku, Belle."

Tiba-tiba saja Belle teringat sesuatu. Dia berjalan menghampiri teman-temanya, yang masih tertidur lelap.

"Kukira kalian mengkhawatirkanku, karena aku meninggalkan kalian tanpa pamit. Tapi kalian malah—" Belle membangunkan mereka dengan menahan geram melihat teman-temanya, "Walaupun aku juga sama sih seperti kalian." Belle juga merutuki dirinya sendiri didalam hati.

Sky yang baru saja membuka matanya pun bertanya pada Belle, "Kenapa wajahmu tampak kesal?"

"Cepat bangun dan kenakan pakaianmu. Kau menodai mataku!" Belle bertambah kesal karena pertanyaan Sky.

Sky menatap Belle dengan tatapan mengejek, "Kau kan juga sudah dewasa, kenapa reaksimu berlebihan seperti itu?"

Belle mengambil bantal dan melemparkanya pada sky.

"Leo, cepat pacari Belle agar dia tau nikmatnya bercinta dan tidak marah-marah lagi seperti itu," sahut Max.

Leo menatap tajam pada Max, "Kau pikir aku tidak mau? Aku hanya takut Belle menolakku," jawab Leo dalam hati.

"Sudahlah jangan banyak bicara, cepat mandi dan segera ke ruanganku!"

Heart Stealer "3"

Keenam orang itu, kini sudah berkumpul di ruangan Belle, untuk membahas rencana untuk misi mereka selanjutnya.

Dan misi yang akan segera mereka jalankan kali ini, akan lebih sulit dan pastinya lebih beresiko daripada misi mereka sebelumnya.

"Baiklah, misi kita kali ini mungkin sedikit lebih sulit dari misi kita yang biasanya." Belle memulai pembicaraan, "Aku mendapat pesanan dari pasar gelap, yaitu sebuah guci kuno dari Dinasti Tang yang baru di temukan. Dan besok, guci itu akan dikirim ke museum nasional. Dan pengawalan pengiriman itu pasti akan sangat ketat, jadi kita harus lebih berhati-hati."

Mereka mendengarkan penjelasan Belle dengan serius. Karena itu menyangkut kesuksesan misi dan tentunya keselamatan mereka semua.

"Pasar gelap akan memberi harga yang sangat tinggi untuk guci itu. Dan mereka bersedia memfasilitasi kita dengan mobil sport yang sudah di modifikasi, karena kita akan mencegatnya saat pengiriman." Belle membuka sebuah kertas, berisi gambaran strategi yang sudah dirancangnya. Dia menerengkan keseluruhan strategi itu secara rinci.

"Besok kita akan berangkat," kata Belle seraya mengulurkan tangannya kedepan, diikuti yang lainnya.

"Sukses!" teriak mereka secara serentak.

Setelah rapat itu selesai, Belle berpamitan dengan teman-temannya. Dia ingin pergi ke rumah sakit untuk menjenguk kakaknya, sebelum dia menjalankan misi berbahaya itu, besok.

Mendengar hal itu, Leo langsung menawarkan dirinya untuk mengantar Belle, ke rumah sakit. Dan Belle pun mengiyakan tawaran itu.

"Aku saja yang menyetir." Leo mengambil kunci mobil dari tangan Belle.

Sepanjang perjalanan, tak ada obrolan diantara mereka dan ada hanya keheningan.

Leo tampak fokus pada jalanan di depannya, sambil sesekali melirik Belle. Sedangkan Belle sendiri, masih memikirkan kejadian semalam. Gambaran betapa panasnya adegan ranjang antara dirinya dan Bryan semalam, benar-benar masih terekam jelas dalam otaknya.

"Aku tidak menyangka, pengalaman pertamaku justru bersama orang asing," batin Belle, "Walaupun Bryan itu perfect dan sesuai dengan tipe pria idamanku, tapi tetap saja aku hanya tau namanya."

Belle berfikir, apa mereka masih punya kesempatan untuk bertemu lagi atau hanya sebatas one night stand saja.

*

Sementara itu, Bryan kini sudah berada di markasnya. Dia mendapatkan info bahwa kelompok yang tengah menjadi targetnya, kemungkinan besar akan beraksi besok demi mendapatkan guci Dinasti Tang.

"Aku akan berusaha sebisaku, karena kudengar mereka sangat sulit di tangkap." Bryan menatap sang Kapten dengan serius.

Sang kapten tersenyum sambil menepuk bahu Bryan, "Setidaknya dapatkan informasi tentang identitas mereka. Meskipun sedikit, itu akan sangat berguna,"

"Baiklah, kalau tidak ada yang lain saya permisi dulu, Kapten." Bryan memberi hormat pada sang Kapten, sebelum dia meninggalkan markasnya.

Dia akan pergi ke rumah sakit, untuk menjenguk adiknya yang baru beberapa hari lalu melahirkan.

Ya, adiknya menikah di usia muda karena dia hamil. Jadi untuk menutupinya, kedua belah pihak keluarga sepakat untuk menikahkan mereka berdua, meskipun harus melangkahi Bryan yang belum menikah.

Sesampainya di rumah sakit, Bryan berjalan menuju kamar rawat adiknya.

Namun langkahnya terhenti tatkala matanya menangkap sosok yang tidak asing untuknya, "Bukankah itu Belle, si Kucing Kecil?"

Bryan mendekat dan mencoba mencuri dengar percakapan Belle dan seorang pria, yang tidak dia ketahui siapa.

"Apa yang dokter katakan?" tanya Leo pada Belle.

Mendengar pertanyaan Leo, tampak kesedihan yang mendalam pada raut wajah Belle, "Belum ada perkembangan."

"Sabarlah, kakakmu pasti akan sembuh." Leo menenangkan Belle dan menyanderkan kepala Belle di bahunya.

"Jadi kakaknya sakit? Tapi siapa pria itu? Apa itu pacarnya?" Bryan yang mendengar percakapan mereka sedikit merasa iba pada Belle, tapi tak dapat dipungkiri jika dia tidak suka melihat Belle dekat dengan pria lain.

Bryan pun memilih untuk segera menemui adikanya, karena rasanya ini bukan waktu yang tepat untuk menemui Belle.

Sesampainya di depan kamar rawat sang Adik, Bryan terlebih dahulu menghela napas panjang kemudian baru membuka pintu ruangan itu.

"Kapan kau akan menikah Bryan?" tanya seorang wanita yang tengah duduk di sebelah ranjang pasien.

Inilah yang Bryan tidak suka. Pertanyaan yang selalu saja dia dengar setiap harinya, sungguh membosankan.

"Ma, aku tidak ingin buru-buru," jawab Bryan pada wanita yang ternyata adalah ibunya itu.

Seraya menggendong sang cucu dia berkata dengan nada menyindir, "Lihatlah Angel, dia bahkan sudah memberikan mama cucu."

"Itu salahnya sendiri. Siapa suruh dia hamil duluan." Namun celetukannya itu, justru membuatnya seketika teringat kembali pada Belle. "Astaga, bagaimana kalau dia juga hamil?" ucap Bryan lirih.

"Apa kau bilang? Siapa yang hamil?" tanya sang ibu.

"Tidak ada. Mama salah dengar, aku pulang dulu."

Tanpa menunggu jawaban, Bryan bergegas keluar dari ruang rawat sang adik.

Sepanjang jalan menuju tempat parkir, pikiran Bryan tetus tertuju pada Belle yang mungkin saja hamil. Mengingat mereka tak menggunakan pengaman, semalam.

"Arghh!" Bryan mengusap kasar wajahnya, "Kalau dia hamil, maka aku harus bertanggung jawab padanya bukan?"

Kepala Bryan terasa pusing, karena sejak tadi sampai saat ini, saat dia sudah mengemudikan mobilnya untuk pulang keruma, pikirannya masih tak bisa lepas dari sosok Belle.

Bryan memukul setir kemudinya dengan kesal, "Sial! Wanita itu memenuhi otakku."

Tak berapa lama, mobil Bryan berbelok ke halaman sebuah rumah dengan pagar besi yang tinggi dan kokoh.

"Selamat datang, Tuan," sapa seorang wanita paruh baya, yang tidak lain adalah asisten rumah tangga di rumah itu.

"Bi tolong buatkan aku makanan ya,, aku agak lapar" katanya sambil mengusap perutnya, "Dan antarkan saja ke kamarku," tambahnya sebelum ia naik ke lantai atas, dimana kamarnya berada.

"Baik, Tuan."

Bryan merebahkan tubuhnya yang terasa sangat lelah ke atas ranjang besarnya.

"Lebih baik aku mandi dulu agar pikiranku jernih dan terbebas dari bayangan wanita itu." Bryan mengambil handuk dan berjalan ke kamar mandi.

Namun saat air dari shower mulai membasahi tubuhnya, Bryan justru kembali terbayang dengan adegan ranjang panasnya bersama Belle.

Bryan merutuki dirinya, "Sial! Bagaimana bisa, seorang wanita membuatku hilang kendali."

Tidak salah jika Bryan merasa heran. Pasalnya, selama ini banyak wanita yang berusaha naik ke ranjang Bryan dab melemparkan dirinya secara suka rela.

Tapi Bryan selalu menanggapinya dengan dingin dan acuh. Tapi kenapa Belle bisa membuatnya hampir gila seperti ini? Itulah yang membuatnya bingung.

Setelah beberapa menit berkutat dengan air dan sabun, Bryan pun selesai dengan ritual mandinya.

Dia keluar dari kamar mandi kemudian berganti baju, dan tak lupa untuk menyantap makanan yanh sudah tersedia, sebelum dia tidur.

*

Disisi lain, Belle dan Leo juga sudah pulang ke rumah mereka masing-masing.

"Lelah sekali rasanya. Lebih baik aku tidur saja. Aku tidak mau mengingat-ingat lagi, kejadian semalam." pikir Belle

Belle merebahkan tubuhnya di kasur dan berusaha menutup matanya, hingga akhirnya dia terlelap.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!