Pagi itu, matahari tak menunjukkan sinarnya. Rintik hujan pun mulai turun membasahi dedaunan. Seorang wanita yang berada di kursi rodanya menatap ke arah jendela, dengan pandangannya yang kosong.
"Istriku ...."
Sebuah tangan melingkar di lehernya. Seorang pria bergelayut manja, menciumi ceruk lehernya. Pria yang pernah mengucapkan sebuah sumpah, janji setia di hadapan penghulu. Pria yang awalnya menjanjikan sesuatu yang manis, justru membawanya ke dalam lubang hitam yang paling dalam. Menjerumuskannya, membuatnya tersiksa batin.
Saat raganya sehat dulu, pria inilah yang selalu melontarkan sebuah cacian kepadanya. Dengan sengaja berselingkuh di depan matanya hanya agar membuat wanita yang kini dengan pandangan kosongnya itu perlahan hancur.
Dan setelah ia benar-benar hidup bagaikan patung, pria yang sudah hampir satu tahun menjadi suaminya ini memperlakukannya dengan begitu manis, yang entah mungkin saja itu semua hanyalah sekedar tipuan belaka agar ia melancarkan kembali aksinya untuk menyiksa wanita lemah yang saat ini hanya terdiam dengan tatapan kosongnya.
"Siang ini, aku harus ke kantor. Sebenarnya aku sangat tidak ingin meninggalkanmu sendiri. Haruskah aku membawamu?" tanya pria itu pada sang istri yang sedari tadi hanya terdiam membisu.
"Haha ... tidak! Aku tidak akan membawamu dan membuatmu menjadi kelelahan karena harus menemaniku. Dan saat ini, ku harap kamu bisa lebih menjaga kandunganmu. Aku ingin menjadi seorang ayah, aku ingin menimang darah dagingku," ucapnya lagi.
Ia berjongkok tepat di depan sang istri, lalu kemudian mengusap perut istrinya yang rata. Dulu, ia sangat senang mendapatkan kabar bahwa istrinya sedang mengandung darah dagingnya. Namun, sangat disayangkan, karena kelalaian pria itu, istrinya pun harus keguguran. Dan saat ini, pria bernama Bara, selalu mengharap kembali mendapatkan kabar baik itu.
"Aku berjanji, jika kamu kembali mengandung anak kita, aku akan menjagamu dan menjaganya dengan baik. Ini semua salahku, karena kemarin terlalu sering meninggalkanmu sendirian," lanjut pria itu.
"Rosa, aku mencintaimu." Ia beranjak dari posisinya, lalu kemudian memberikan sebuah kecupan hangat tepat di kening istrinya itu.
Bara memanggil pelayan yang beberapa bulan terakhir ia percayakan untuk menjaga sang istri. Sementara pelayan yang lama, langsung ia pecat saat mendapati Rosa mengalami keguguran kemarin.
"Bibi, tolong jaga istri saya dengan baik. Saya tidak ingin Rosa terluka sedikit pun. Jika saya temukan ada sedikit goresan luka di tubuhnya, maka saya tak segan-segan akan memecat serta menuntut bibi!" tukas pria itu dengan wajah garangnya memperingatkan kepada pelayan tersebut.
"Baik, Tuan." Sang pelayan mengangguk paham akan perintah dari majikannya itu.
"Rosa, aku berangkat kantor dulu," ujar Bara sembari mengusap puncak kepala sang istri dengan lembut. Setelah melakukan hal itu, ia pun langsung melangkah pergi dari sana, meninggalkan sang istri bersama dengan pelayannya.
Bara memasuki mobilnya. Ia membunyikan klakson kendaraannya sebelum akhirnya pria itu benar-benar keluar dari pagar rumah.
Setelah kepergian Bara, pelayan itu pun langsung mendorong kursi roda Rosa, membawa wanita itu ke dalam. Sesampainya di dalam kamar, Rosa langsung mengangkat tangannya, dan sedikit menggerakkan bagian jemarinya itu, menandakan bahwa si pelayan sudah saatnya untuk keluar dari kamar tersebut.
Pelayan itu mengerti, ia pun langsung menundukkan kepalanya dengan hormat, sebelum pergi dari kamar tersebut.
Ceklek ....
Pintu telah tertutup, kini wanita yang berada di atas kursi roda itu hanya sendirian di dalam kamarnya.
Satu kakinya ia pijakkan ke lantai, diikuti dengan kaki yang sebelahnya lagi. Wanita itu berdiri dengan sempurna, lalu kemudian meregangkan tubuhnya yang terasa kaku akibat berjam-jam berada di atas kursi roda.
"Aku ingin menghentikan sandiwara ini. Namun, tidak mudah bagiku mendapatkan perhatian yang cuma-cuma dari pria yang menyandang sebagai status suamiku," gumamnya sembari menggerakkan lehernya ke kiri dan ke kanan.
"Suami? Hahaha ... panggilan konyol apa itu?" lanjutnya menutup mulut seraya tertawa.
"Suami gadungan? Aku tidak akan termakan lagi dengan kata-kata manis dari pria itu. Tak akan pernah! Cukup kemarin saja, ia melukaiku dengan sesuka hatinya, setelah aku berada di atas kursi roda, dengan hidupku yang telah kacau, baru ia mengatakan bahwa ia menyesali perbuatannya dulu."
"Bulsyitt! Aku tidak akan pernah mempercayainya lagi," lanjut Rosa dengan tatapan nyalangnya.
Rosa berjalan menuju ke meja kerja Bara, ia melihat beberapa berkas yang pernah Bara minta dari sang asisten. Berkas dimana dirinya yang memang dinyatakan anak dari Tina, ibu tiri Rosa. Wanita yang tak lain adalah akar dari segala permasalahan yang timbul.
Karena Tina, hidup Rosa jadi berantakan. Wanita yang merupakan mantan selingkuhan dari ayahnya Bara itu, sengaja menyeretnya ke dalam jurang ini dengan memberikan sebuah liontin yang tak lain adalah pemberian ayah Bara dulunya.
"Setelah mengetahui bahwa semua ini telah terencana, aku mulai berpikir akan membalas semua perbuatan mereka yang telah menyakitiku. Tak terkecuali dengan Bara."
"Pria ini lah yang awalnya membuatku jatuh cinta dan pada akhirnya menggoreskan luka yang teramat perih padaku," lanjut Rosa, wanita itu berucap dengan mata yang berkaca-kaca.
"Mungkin ia tak pernah tahu, bahwa aku tidak sudi memiliki anak dari pria yang telah menghancurkan hidupku. Dia bahkan tidak tahu, aku sengaja menggugurkan kandungan ku hanya untuk membalaskan apa yang ia perbuat kepadaku. Karena jika aku memiliki seorang anak dari pria b*jingan itu, semua pembalasan itu tak akan tersalurkan. Dan pada akhirnya, aku akan kembali menjadi wanita lemah yang terus menerus ia siksa," ujar Rosa bermonolog.
Wanita itu meraih foto pernikahan yang berukuran 5R, berada di atas meja kerja Bara. Rosa menatap potret tersebut dengan seksama.
"Dulu, aku memberikan hatiku sepenuhnya padamu. Namun, kali ini aku tak bisa lagi memberikannya padamu, karena kamu sudah menghancurkan kepercayaanku." Rosa menghapus air mata yang jatuh di pipinya dengan gerakan yang begitu anggun.
Dengan seiring berjalannya waktu, Rosa bukanlah lagi wanita lugu yang seperti dulu. Diamnya Rosa, justru membuat ia terlihat menjadi wanita yang lebih elegan. Menghadapi sesuatu tak lagi dengan menggunakan perasaan, melainkan dengan akal sehat yang ia miliki.
Rosa tersenyum smirk menatap foto pria yang ada di foto itu. Ia pun kembali meletakkan foto tersebut ke tempat semula. Memilih berjalan ke arah jendela dengan melipat kedua tangannya di depan.
"Hari yang buruk," ucap Rosa yang melihat suasana pagi ini benar-benar suram. Tak ada matahari yang muncul sama sekali.
Rosa meraih ponselnya, menghubungi seseorang yang beberapa bulan ini menjadi kepercayaannya.
"Tolong manipulasi semua cctv yang ada di rumah ini. Kamu tahu kan yang seperti biasanya?" tanya Rosa dengan mengangkat alisnya sebelah.
"Tentu saja, Nyonya."
Setelah mendapatkan jawaban dari seseorang yang berada di seberang telepon, ia pun langsung memutuskan panggilan tersebut.
Rosa tersenyum puas, berjalan dengan santai untuk keluar dari kamar itu, tanpa bantuan kursi roda seperti yang ia lakukan saat bersama dengan suaminya.
Bersambung ....
Rosa keluar dari kamarnya dengan penuh percaya diri. Saat melihat wanita ini keluar dari kamar, dengan cepat para pelayan pun langsung berbaris menyambutnya sembari menundukkan kepala dengan hormat.
Rosa layaknya seorang ratu di rumah itu. Berbeda dengan dirinya yang dulu, berpakaian lusuh sembari berlinang air mata untuk meratapi kesedihannya. Kini, Rosa menjadi seorang wanita yang tangguh, tak termakan lagi oleh ucapan manis suaminya. Justru sebaliknya, Rosa berniat untuk melakukan hal yang sama, menorehkan luka serta membuat hidup Bara hancur, sama seperti hidupnya dulu.
Semua pelayan yang ada di sana, memang sudah tahu jika Rosa berada di atas kursi roda itu hanyalah bersandiwara belaka. Tak satu pun dari mereka yang berani melaporkan hal ini pada Bara. Karena Rosa tak segan-segan bersikap kasar pada mereka yang sulit untuk diatur. Selagi ada kompensasi atas sandiwara itu, maka para pelayan tersebut memilih untuk tetap mengunci mulut mereka.
Rosa tampak anggun berjalan menuju ke meja makan. Hidangan pun tersaji di atas meja. Tentu saja dengan masakan yang berbeda dengan yang tadi.
Zeline mulai menyantap makanannya dengan pelan. Mengunyahnya lalu kemudian menganggukkan kepala.
"Apakah Bara pernah menanyai kalian tentang diriku?" tanya Zeline seraya menyuapkan makanan tersebut ke dalam mulutnya.
"Tidak ada, Nyonya. Tuan hanya bertanya tentang kondisi nyonya. Itu saja yang ditanyakan oleh Tuan Bara," timpal salah satu pelayan yang mewakili pelayan lainnya.
"Bagaimana dengan sandiwara ku? Apakah dia tidak mencurigainya sama sekali?" tanya Rosa.
"Curiga atau tidaknya, kami kurang mengetahui hal itu, Nyonya. Namun, Tuan tidak bertanya apapun yang menyangkut sandiwara Nyonya," jelas pelayan tersebut.
Rosa melemparkan pandangannya pada pelayan yang lainnya. "Bagaimana dengan yang lain? Tidak adakah pertanyaan tersebut dilontarkan oleh Bara?" tanya Rosa.
"Tidak ada, Nyonya." Mereka menjawab serentak sembari menggelengkan kepala.
"Bagus. Aku harap, kalian bisa menjaga mulut kalian itu. Jika sampai ada yang berkhianat, maka kalian akan tahu akibatnya nanti. Aku akan membuat hidup kalian lebih sengsara," ancam Rosa dengan penuh penekanan.
Wanita itu kembali menyantap makanannya. Sesekali ia memejamkan mata, menikmati makanan dan juga waktunya yang terbebas dari sandiwara belaka dilakoninya selama ini. Berpura-pura menjadi sosok rapuh, layaknya patung yang diberi nyawa.
Setelah menghabiskan makanannya, Rosa pun segera pergi meninggalkan meja makan. Semua pelayan pun berbagi tugas untuk melayani Rosa dengan baik. Karena sesungguhnya, jika Rosa sudah murka, maka wanita satu ini akan jauh lebih kejam dari pada suaminya, Bara.
Rosa telah berubah seratus delapan puluh derajat dari pribadi yang sebelumnya. Jika dulu, ia dikenal dengan sosok yang manis dan penurut, akan tetapi bagi Rosa semua itu kebodohannya dahulu. Kini ia bermain licik, wanita itu tak ingin kembali diperlakukan semena-mena oleh suaminya. Dan sekarang, ia harus siap siaga jika suatu saat nanti kebohongannya terbongkar. Dan tentunya, Rosa telah menyiapkan semuanya dengan sangat matang.
Selama cctv itu bisa dimanipulasi, semua aktivitas yang ia lakukan di rumah tidak akan terbaca oleh suaminya. Bisa saja, Bara diam-diam memperhatikannya dari jauh, hanya merasa penasaran apa yang tengah dilakukan oleh Rosa di rumah. Dan bisa saja, pria itu juga mencurigai istrinya.
Di lain tempat, Bara tengah berada di ruang rapat. Ia memperhatikan sebuah proyek yang akan dikembangkan oleh salah tim perusahaan, memperhatikan setiap penjelasan tersebut dengan seksama.
"Bagaimana menurut Pak Bara? Apakah bapak setuju dengan usulan yang kami buat?" tanya pria yang berpenampilan rapi dengan model rambut yang dipotong cepak.
Bara mengetuk-ngetuk mejanya, ciri khas Bara saat mencari sesuatu kesalahan atau pun berpikir keras untuk mencari sebuah usulan.
"Jika saya perhatikan, semuanya sudah tertata dengan rapi. Rencana produk yang kalian buat juga sudah cukup. Namun, aku ingin mengusulkan satu hal," ujar Bara seraya menyentuh dagunya.
"Baik Pak, Silakan." Pria itu meminta kepada atasannya itu untuk menyampaikan usulan tersebut.
"Kalau bisa, suatu produk akan berkesan di mata konsumen jika dia memiliki ciri khas tertentu. Misalnya begini, kalian tambahkan sebuah ide yang unik menjadi ciri khas dari produk yang akan kita luncurkan kali ini. Entah itu dari segi kemasan, atau keunikan lainnya. Itu saja usulan dari saya," papar Bara.
"Baik, Pak. Usulan bapak kami terima. Kami akan berusaha untuk mewujudkan dan meletakkan keunikan pada produk ini," ujar pria berambut cepak itu.
Rapat pun telah selesai. Semua yang ada di sana, bersiap untuk meninggalkan ruangan tersebut. Bara keluar dari ruangan rapat terlebih dahulu diikuti dengan asistennya yang tak lain adalah pria yang paling ia percayai, yaitu Agam.
Agam telah lama bekerja dengan Bara. Dan bahkan, saat Bara meninggalkan perusahaan, Agam juga melakukan hal yang sama demi kesetiaannya kepada Bara. Hal itu lah yang membuat Bara cukup kagum dengan Agam dan kembali menarik Agam ke perusahaan.
Setelah peristiwa terbongkarnya siapa yang salah atas perkara perselingkuhan yang menimpa keluarganya kemarin, Bara pun meminta maaf kepada ayah asuhnya, Amran. Karena kesalahpahaman yang ditimbulkan oleh ibunya kemarin.
Amran tak memiliki anak dari istrinya, Diana. Sedangkan Bara adalah anak Diana yang memang sebelumnya sudah hamil di luar nikah. Sedikit rumit, akan tetapi memang inilah yang terjadi.
Namun, Amran menyayangi Bara layaknya sebagai putranya sendiri. Dan ia pun memberikan seluruh aset perusahaannya agar diurus oleh Bara.
Awalnya Bara menolak semua itu, akan tetapi Amran terus saja memaksa hingga mau tak mau Bara pun memenuhi permintaan ayahnya.
Setelah memberikan semua asetnya kepada Bara, Amran memutuskan untuk hidup jauh dari Bara. Membawa Diana, istrinya yang pernah mengalami gangguan jiwa untuk hidup di luar negeri. Amran sengaja memboyong sang istri, agar Diana tak lagi membebani Bara. Cukup sudah Bara menderita selama ini karena ibunya. Amran juga membiarkan putranya itu fokus mengurus istrinya agar tak lagi mengalami keguguran seperti kemarin-kemarin.
Bara memasuki lift diikuti oleh asistennya. Ruangan sempit itu membawanya menuju ke lantai atas, dimana tempat ruangan Bara berada.
"Apakah kamu mempunyai pasangan? Akhir-akhir ini, ku lihat kamu tampak sibuk dengan ponselmu," celetuk Bara berbicara pada sang asisten.
"Tidak, Tuan." Agam menjawab seadanya.
"Lalu ... siapa yang kamu hubungi?" tanya Bara seraya menyipitkan matanya, ia sangat penasaran akan kehidupan sang asisten yang menurutnya cukup misterius akhir-akhir ini.
"Maaf, Tuan. Pembahasan tentang hal tersebut sudah menyimpang dari pekerjaan. Sekali lagi saya minta maaf karena tidak bisa menjelaskan. Hal itu menyangkut privasi saya," papar Agam.
Bara terkekeh mendengar perkataan Agam. Bisa-bisanya ia merasa sangat ingin tahu dengan kehidupan sang asisten. Sementara jalan hidupnya saja, belum tentu tertata rapi.
"Haha maafkan saya, Agam. Saya hanya bercanda. Lagi pula, pekerjaan itu tidak usah terlalu tegang dan serius. Melihat ekspresi yang kamu tunjukkan saat ini, mungkin orang-orang yang memang belum mengenalmu akan merasa takut untuk mendekatimu," ucap Bara.
Agam hanya menganggukkan kepalanya, memahami apa yang dikatakan oleh atasannya itu. Pria yang satu ini memang hampir tidak pernah tersenyum. Dan tentunya hal itu lah yang membuat Bara menilai bahwa Agam adalah sosok yang cukup misterius.
Tingggg ....
Pintu lift terbuka, Bara dan juga Agam pun keluar dari tempat itu. Bara kembali ke ruangannya, sementara Agam kembali ke meja kerjanya.
Bersambung ....
Jangan lupa untuk klik favorit, supaya dpt notifikasi updatenya ❤️
Rosa mendapatkan kabar bahwa Bara sedang dalam perjalanan menuju ke rumah. Wanita itu kembali memainkan perannya. Ia langsung ke kamar, duduk di atas kursi roda dan bersandiwara seolah dirinya sudah kehilangan sebuah gairah untuk hidup.
Di depan suaminya, hanya ini lah yang bisa dilakukan oleh Rosa. Ia tak ingin memperlihatkan dirinya yang sudah sehat dengan begitu mudah. Karena bagaimana pun juga, Rosa merasa bahwa inilah peluang baginya untuk melampiaskan luka yang pernah ditorehkan oleh Bara, dengan cara menambah luka yang sama pada pria itu.
Semua pelayan pun juga mulai memasang ekspresi yang biasa-biasa saja. Melakukan pekerjaannya masing-masing tanpa menghiraukan Rosa. Kecuali satu pelayan yang memang ditugaskan untuk menjaga Rosa dengan baik.
CCTV yang awalnya dimanipulasi, kini telah dikembalikan seperti semula. Permainan yang dilakukan oleh Rosa benar-benar bersih.
Dulu, Bara sempat pernah curiga tentang sandiwara Rosa. Dan kini, setelah mereka kembali kehilangan buah hatinya, membuat Bara pun tak menaruh rasa curiga apapun terhadap sang istri. Bisa saja, karena kehilangan bayi tersebut, Rosa kembali kambuh. Ditambah lagi dengan cctv yang selalu menunjukkan aktivitas Rosa yang hanya duduk di atas kursi roda saja.
Bara tak mengetahui semua itu. Padahal, semua itu adalah akal licik Rosa yang mencoba bermain bersih tanpa ketahuan sedikit pun pada istrinya.
Saat ini Rosa sudah memasang wajah tanpa ekspresi dengan sebaik mungkin. Mendalami perannya agar terlihat sangat natural, tanpa cacat sedikit pun.
Dua puluh menit ia menunggu dengan posisi yang tak bergerak sama sekali, tentu saja hal itu menjadi terbiasa baginya karena memang hampir satu tahun ini, ia juga melakukan hal yang sama. Jika orang lain, bisa saja ia akan merasa keram atau pun pegal-pegal.
Selang beberapa saat, mobil yang dikendarai oleh Bara pun tiba di pekarangan rumah. Pria itu turun dari mobilnya, dan segera menuju ke pintu masuk.
"Istriku, ...." Saat melihat keberadaan Rosa di ruang tengah, Bara langsung menghampiri istrinya dan memberikan kecupan pada pipi kiri dan kanan sang istri.
"Aku sangat senang melihatmu menungguku seperti ini," ujar Bara seraya mengembangkan senyumnya.
"Siapa pula yang menunggu kamu pulang. Aku sangat berharap jika kamu segera mati saja!" batin Rosa berbicara. Entah mengapa ia sangat muak melihat Bara, apalagi senyum kepalsuan yang diperlihatkan oleh pria itu kepadanya, membuat Rosa merasa ingin muntah saja.
"Bi, tolong siapkan makan malam. Setelah mandi, aku dan Rosa akan langsung makan malam," titah Bara.
"Baik, Tuan." Pelayan tersebut mengangguk paham. Ia sedikit menunduk, pamit undur diri dari hadapan kedua majikannya itu.
Bara mengusap puncak kepala sang istri dengan lembut, pria itu berjongkok tepat di hadapan Rosa.
"Kita mandi dulu ya, Sayang. Setelah itu baru sarapan," ujar Bara yang kembali beranjak, dan mendorong kursi roda Rosa menuju ke kamar mereka.
Sesampainya di sana, Bara meletakkan tas kerja yang masih ada di tangannya. Pria tersebut lalu kemudian berjalan kembali menghampiri sang istri.
"Kita mandi dulu ya, Sayang."
Bara mulai melepas satu persatu pakaian yang ada di tubuh Rosa. Sementara wanita itu hanya pasrah, membiarkan pria yang amat ia benci itu melihat tubuhnya yang polos. Dirinya sudah telanjur dirusak. Jadi, hal seperti ini tak lagi ia permasalahkan. Asalkan satu hal, luka yang ia alami harus dibayar dengan luka pula. Dan dibalik semua itu, tentunya pasti ada sebuah pengorbanan besar yang harus dialami oleh Rosa.
Bara juga ikut melepas seluruh pakaiannya. Pria tersebut langsung membawa Rosa, menggendong sang istri ala bridal style.
Tatapan Bara tampak begitu memuja saat melihat tubuh Rosa yang tak memakai sehelai benang pun. Membuat sesuatu yang ada di bawah sana memberontak, meronta-ronta untuk minta dituntaskan hasratnya.
Bara mulai menyentuh kulit Rosa, membuat wanita tersebut sedikit merinding. Saat Bara mulai menjamahnya, Rosa selalu mengumpat dalam hati. Ingin sekali ia membunuh Bara saat itu juga. Namun, Rosa masih menunggu waktu yang tepat untuk melakukan aksinya.
Setelah menuntaskan hasratnya, diakhiri dengan mencium kening Rosa, Bara pun langsung membilas tubuh sang istri dengan air hangat, membersihkannya dari sisa hasil perbuatannya tadi.
"Ku harap, suatu saat nanti aku kembali mendengar berita tentang kehamilanmu. Sungguh, aku menantikan hal itu," ujar Bara.
"Jangan harap kamu akan mendapatkan berita itu, Bara. Bagaimana pun juga, aku akan selalu melakukan berbagai cara agar aku tidak mengandung benih darimu. Jika aku telah memiliki keturunan denganmu, mulai dari sana lah semua rencana yang telah aku susun akan sia-sia. Aku tidak mau lagi menjadi bodoh karenamu. Aku juga tidak ingin hatiku kembali luluh pada sosok bajingan yang ada di depanku ini," batin Rosa.
"Aku mencintaimu, Rosa. Aku tidak akan menyakitimu. Aku berjanji akan hal itu," ujar Bara melanjutkan kalimatnya.
"Dan aku ... aku sangat membencimu, Bara! Sampai kapan pun aku akan tetap membencimu!! Kamu telah menghancurkan hidupku!" batin Rosa lagi.
Rasa bencinya terhadap sang suami, membuat Rosa tak menginginkan kebaikan Bara lagi. Pria tersebut bersikap demikian, tentunya hanya bersifat sementara saja. Jika ia tahu, Rosa sebenarnya sudah sembuh total, mungkin Bara akan kembali menyiksa Rosa dan melukai batinnya. Dan Rosa tidak ingin hal itu terjadi lagi. Cukup kemarin ia dibodohi oleh Bara.
Bara memandikan Rosa, mengusap tubuh sang istri dengan begitu lembut. Setelah cukup lama berada di dalam kamar mandi, keduanya pun keluar dengan kondisi yang lebih segar dari sebelumnya.
Bara menyiapkan pakaian untuk Rosa. Memasangkannya ke tubuh wanita tersebut satu persatu. Setelah Rosa selesai di pasangkan baju dan juga dirapikan rambutnya, Bara pun mulai mencari setelan tidur untuk ia pakai. Setelah semuanya selesai, pria itu kembali meletakkan sang istri di atas kursi rodanya. Mendorong benda tersebut untuk membawanya menuju ke meja makan.
Semua pelayan berdiri rapi menyambut kedatangan Bara dan juga Rosa. Sudah cukup lama mereka menunggu majikannya di sana. Namun, apa boleh buat? Mereka harus melatih rasa sabar yang begitu besar. Selain tekanan dari Bara, mereka juga mendapatkan tekanan yang cukup besar dari Rosa.
Bara dan Rosa melewati para pelayan yang menunduk hormat. Hingga akhirnya, pria itu terhenti saat benar-benar berada di depan meja makan tersebut.
Bara menjatuhkan bokongnya di sana, ia langsung mengambilkan makanan untuk Rosa dan menyuapinya. Sesekali Bara tersenyum melihat istrinya. Ia mencubit pelan pipi Rosa saat makanan tersebut telah ditelan habis oleh wanita itu.
Terkadang beberapa pelayan merasa kasihan pada Bara. Bagaimana tidak? Rosa yang sebenarnya sudah pulih total. Sementara Bara yang selalu memberikan perhatian pada wanita itu, selalu saja ditipu oleh Rosa.
Namun, Rosa bersikap seperti itu karena memang Bara yang memulainya lebih dulu. Kali ini, Bara sedang merasakan sebagian dari lukanya. Dan suatu saat nanti, ia baru merasakan perihnya luka yang ditorehkan oleh Rosa, wanita yang pernah ia lukai sebelumnya.
Bersambung ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!