Adam berjalan dengan membawa beberapa buku catatan kecil. Seorang detektif yang selalu banyak akal. Argumennya selalu tepat. Dia seorang kapten dan, juga seorang ketua.
"Bagaimana situasi saat ini?" tanya Adam sambil berjalan terburu-buru..
"Sebuah bom ditemukan di depan kamar operasi. Namun, pasiennya sedang kritis dan operasi tidak bisa dihentikan," jawab Profesor Aara yang berjalan di belakang Adam. Untuk menuju di mana Andromeda sedang berkumpul.
"Kabel?" tanya Profesor Pasha
"Itu Prototipe S. Ada banyak kabel yang terhubung dengan detonatornya. Artinya, yang bisa menjinakkan bom ini hanyalah pelakunya," sahut Adam sambil berjalan lalu menunjukkan sebuah gambaran kabel yang terhubung dengan bom tersebut.
Direktur Utama Antares Hastanta sedang berada di depan gedung yang meledak sekitar tengah hari tadi di Banseo. Direktur bersama polisi sedang mempertimbangkan kemungkinan pengeboman berantai. Adam memperhatikan sebuah CCTV yang menampakkan keberadaan Direktur Utama. Seakan sedang meramal kejadian berikutnya.
"Perintahkan Direktur Utama untuk mundur!" perintah Adam kepada tim keamanan.
Salah satu seorang polisi yang sedang berjaga dan memastikan tidak akan ada orang yang berani mendekati gedung tersebut.
Bum...
Suara ledakan yang begitu mengema di telinga. Angin dari ledakan tersebut mampu menyapu bersih orang-orang yang sedang menyaksikan dirinya untuk meledak. Semua orang mundur dan banyak yang terjatuh. Pasukan Tugas Khusus segera memeriksa ke dalam. Para ahli senjata sudah siap di tempat.
Andromeda berhasil menangkap tersangka, Alexi Bagas, 41 tahun. Bekerja sebagai ahli peledak di sebuah perusahaan konstruksi. Dia dikirim ke luar negeri sebagai tim pasukan khusus tujuh tahun lalu. Adam akan membagi tugas.
"Hubungi markas dan periksa apa dia punya luka bakar saat masih di AD," sahut Adam yang menggunakan setelan kemeja putih dan rompi hitam. Gayanya selalu rapi, dan selalu siap dalam menghadapi masalah.
"Baik." Arsenio segera bertindak.
"Aara, periksa koneksinya dengan rumah sakit ini."
"Baik, pak." Adam memerintahkan tugas pada Profesor Aara. Supaya segera ditindak lanjuti.
--- Tim Senjata dan Taktik Khusus ---
Gavin bersama yang lainnya segera masuk ke dalam rumah sakit. Hal yang pertama kali Gavin coba, yaitu mendekati sebuah bom yang sudah di pasang secara rahasia oleh Alexi.
"Benar, ada sebuah ledakan di Angkatan Darat. Berujung pada tujuh korban jiwa." Arsenio menghubungi Adam. Dirinya seorang ahli peretasan.
Adam mencoba memperhatikan kabel-kabel mana yang harus Gavin potong. Di sebuah ruangan khusus, Adam bersama yang lainnya sedang menahan seorang tersangka yang ahli dalam merakit bom. Adam di dampingi oleh Antares Hastanta.
"Kabel putih," ucap Adam melalui mikropon. Dia akan memberikan petunjuk, kabel mana yang harus Gavin potong.
Waktu terus berjalan, cepat atau lambat akan terjadi ledakan lagi. Mengigit bibir bawah, mencoba mendekatkan sebuah tang pada kabel yang berwarna putih.
"Aku tidak tahan lagi." Mendengar ucapan Gavin, Adam langsung berlari mengantikan posisinya. Gavin memejamkan mata, langsung saja berdiri menatap seseorang yang berada di sampingnya. Dia Adam yang sudah siap.
"Aku akan turun tangan," ucap Adam siap siaga. Ada anak buah Gavin yang mendampingi Adam di sampingnya.
"Menjinakkan prototipe itu adalah tanggung jawabnya," jelas Adam sambil merasakan ada yang tidak enak dalam hati. Adam percaya akan terjadi sesuatu.
Krek…
Kabel berwarna putih telah terputus. Timmer telah berhenti sejenak.
"Waktu kita tersisa satu menit. Ini tahap terakhirnya, entah ini tombol Pass atau By-Pass. Apa berikutnya?" Direktur Utama bertanya pada Alexi.
Adam masih melihat beberapa gulung kabel yang sangat rumit untuk dibedakan. Ketika sedang bertanya mengenai kabel mana yang harus di potong. Ponsel bergetar di dalam saku celana sebelah kanan.
"Dia tidak punya luka bakar saat di Angkatan Darat." Profesor Aara berjalan dengan sangat serius. Membawa mobil pribadi. Dia akan menyusul Adam dan rekan-rekannya.
"Apa berikutnya? Sudah tidak ada waktu, cepat!" Antares mencoba menyentak Alexi Bagas yang terlalu lama dalam mengambil keputusan. Karena, nyawa mereka juga penting.
"Pass," jawab Alexi.
"Tunggu sebentar, By-Pass." Mengangkat mikropon dan mengucapkan kebalikan dari Pass.
"Kau sudah gila? Dia bilang Pass." Direktur Utama langsung menyahut mikropon yang masih digenggaman tangan Profesor Pasha. Menyahut pergelangan lengan, sontak Profesor Pasha menghadapnya dengan sedikit terkejut.
"Sejak awal dia ingin membunuh orang. Dia tidak akan melepaskan sebuah peluang untuk membunuh orang di depannya. Walau itu berarti dia akan dipenjara." Adam mencoba menjelaskan dengan nada yang sangat tinggi melalui mikropon.
Ruangan menjadi sangat tegang ketika Profesor Pasha dan Diretur Utama berdebat di hadapan Alexi Bagas. Bagi Alexi, diantara mereka berdua sudah menunjukkan sebuah kelemahan.
"Kau Yakin? Yakin?" sahut Direktur Utama menggerutkan dahi. Seketika Profesor Pasha terdiam dan tertunduk.
Adam yang sedang mendengarkan percakapan melalui mikropon mulai kesal dengan perdebatan mereka. Mencopot lalu membuangnya, di saat kondisi seperti ini tidak akan ada gunanya berdebat. Kondisi sudah menegangkan, tangan mulai berkeringat.
"Tekan tombol Pass." Kau tidak mendengarku? Tekan tombol Pass!" sentak Direktur Utama, dia sangat ragu dengan keputusan Profesor Pasha. Dengan sangat ragu Adam akan menekan tombol pass. Alexi tertawa sinis dan sangat puas ketika mendengar keputusan dari Direktur Utama.
Dalam hitungan detik.
Bum…
Adam tidak memotongnya sama sekali. Lebih baik kita mati bersama, daripada berterus-terusan berdebat. Ledakan mampu membuat mereka terpental jauh-jauh.
Adam mencoba berdiri walaupun sempoyongan tak karuan. Harus bisa segera keluar dari sini. Direktur Utama mencoba masuk melihat apakah mereka juga biak-baik saja. Direktur Utama tidak membantu Adam dan Gavin keluar dari gedung tersebut. Palahan dirinya melihat situasi sekitarnya. Terduduk di sebuah taman bersama tiga rekan kerja yang ikut menjadi korban ledakan. Nafasnya sesak, kepalanya sakit dan merasakan sedikit pusing.
"Hal bodoh apa yang kamu lakukan!" gretak Direktur Utama kepada Adam. "Kamu Gila apa bagaimana!"
"Gila itu penting, coba lihat. Betapa bodohnya kalian ketika berdebat tadi!" gretak Adam balik. "Manusia egois!"
Lontaran kata-kata mereka membuat suasana menjadi gaduh. Hanya emosi yang terpaut. Dengan perasaan kesal dan marah besar. Mendengarkan nada pembicaraan Direktur Utama, Adam bangkit dari duduknya. Memukul pipi Direktur Utama.
"Kamu kalau hanya merepotkan silahkan tinggalkan Andromeda!" sentak Direktur Utama dengan suara yang lantang.
Profesor Aara membantu Adam untuk berdiri. Namun, Adam menolaknya dengan mentah-mentah.
"Jangan sentuh saya, aku tidak butuh bantuanmu!" sentak Adam yang masih termakan emosi. "Bantu saja direktur mu itu!"
Profesor Aara yang terkena sentak Adam langsung diam tidak berani berkata-kata.
"Maunya ketua apa sih! Selalu disalahin, bisa nggak sih satu minggu nggak usah marah-marah terus!" gerutu Profesor Aara dalam hati.
Berjalan sambil merasa kesakitan. Walaupun begini dia harus kuat. Dia harus dirawat di rumah sakit. Yang memakan waktu cukup lama. Adam terkena skor hampir satu tahun, tidak hanya itu saja. Dia memiliki pasca trauma yang cukup panjang. Karena, hampir saja membunuh tiga orang polisi.
Sudah satu tahun Adam terkena skor. Kini saatnya dia kembali. Andromeda mengalami penurunan sangat drastis. Sekarang ada surat perintah tugas dari Departemen Kepolisian mengenai kasus selanjutnya.
"Apa kata si Adam?" Direktur Utama duduk di kursi keagungannya sambil berjegang. "Sudah setahun, sudah waktunya dia kembali. Bagaimana menurutmu?"
"Kurasa dia yang harus memutuskan." Profesor Aara mendekap sebuah laporan milik Adam. Mengenakan pakaian kemeja hitam. Berdiri tegak di hadapan Dirut.
"Jika kau bertemu dengannya, katakan ini kesempatan terakhir untuk kembali." Memakai kacamata dan melihat kasus apa saja yang sudah Adam selesaikan.
Masih teringat dengan kasus ledakan di gedung kota Banseo. Semenjak itu Adam mengalami sedikit trauma. Dan trauma ini akan menganggu pada kinerja tim atau tidak?
Ternyata Andromeda tidak sebaik apa yang diharapkan oleh Adam. Selama kena hukuman, Adam bersama keluarga berlibur ke Kota Layang, alih-alih untuk menjenguk orang tuanya. Di saat liburan Adam sempat mendapatkan sebuah surat. Untuk datang ke markas Andromeda.
"Omong kosong." Adam meremat kertas dan melemparkan ke tempat sampah.
Kebetulan sekali saat jam istirahat Profesor Aara dan Detektif Cyra sempat bertemu dengan Adam.
"Permisi," sapa Profesor Aara sambil memundurkan kursi dan menyodorkan kartu anggota milik Adam.
"Direktur Utama masih menginginkan Ketua kembali, Andromeda masih membutuhkan kecerdikan ketua. Hampir satu tahun kami tidak bisa menyelesaikan masalah dengan cepat." Adam terus mendengarkan aduan dari Profesor Aara. "Dia Detektif Cyra, detektif baru saat Ketua di istirahatkan. Dia juga akan bekerja bersama kami."
Detektif Cyra menyodorkan tangan untuk bersalaman dengan Adam.
"Adam Adelard," balas Adam tanpa membalas salaman anak buah barunya itu.
"Kamu pegang dulu kartu anggota saya." Menyodorkan kartu. Di dalam dirinya masih ada keraguan.
Profesor Aara mencoba menjelaskan kasus yang sedang Andromeda tangani. Seorang gadis yang sedang terduduk di sebuah kafe sambil memainkan laptopnya. Membuka sebuah situs untuk mengirimkan sebuah pesan. Profesor Aara juga menunjukkan sebuah bukti chatingan mereka.
“Ini model terakhir tahun 2000 dengan warna merah.” Penjual mengirimkan foto mobilnya.
“Ini warna yang kuinginkan. Serius kau menawarkan mobilnya seharga itu?” Sedikit tidak percaya dengan harga yang ditawarkan karena begitu murah.
“Ya, aku mendadak harus ke luar negeri. Kau bisa melakukan uji kemudi kalau mau.” Penjual menjawabnya dengan sangat respon. Mereka melanjutkan sebuah chat sekitar 15 menitan. “Hanya ada beberapa di Kota Banseo. Mobil ini edisi terbatas.”
“Tentu, aku tahu. Aku sudah mencari model ini di banyak situs,” balas Fintan Aliana.
"Mengirimkan sebuah pesan tepat pada pukul 12.20 siang. Melalui banyak negoisasi diantara mereka berdua. Gadis ini bernama, Fintan Aliana.” Profesor Aara menjelaskan tanpa kertas apapun. Sudah hafal di luar kepala.” Hujan belum reda, tetapi sang gadis sudah pergi meninggalkan kafe tersebut. Menunggu mobil yang tadi ditawarkan pada dirinya."
Mobil yang dari dulu menjadi impian kini bisa menjadi kenyataan. Seorang laki-laki membukakan pintu mobil untuk mempersilahkan Fintan masuk, dia bernama Ade. Dia yang akan ambil kemudi dan Ade tadi hanya menemani Fintan jalan.
---MARKAS ANDROMEDA---
Memang saatnya Adam harus kembali. Tetapi, Andromeda belum bisa menangani sepenuhnya. Karena belum mendapatkan surat permintaan resmi dari kepolisian. Mematikan telepon dari pihak Investigasi Khusus, Adam sudah ditunggu oleh Profesor Aara dan Detektif Cyra di belakangnya berdiri.
"Kamu ngapain berdiri di belakang saya?" tanya Adam dengan sedikit sinis bahkan alisnya sedikit terangkat.
"Saya diberikan tugas untuk menjadi pendampaing Ketua." Detektif Cyra sedikit takut menatap wajah Adam.
"Pendamping apa, pendamping hidup! Jangan harap deh kalau itu!" balas Adam membuat Detektif Cyra kikuk.
"Baru kenal udah gini, gimana kerja berjam-jam dengan dia?" lirih Detektif Cyra yang didengar Adam. Mendengar ucapannya, menjadikan Adam menghentikan langkah. Selirih apa lawan bicaranya bicara, telinganya masih bisa dengar.
"Kamu bilang apa barusan? Coba ulangi!" tergur Adam mencoba mendekatkan telinga ke wajah Detektif Cyra. "Saya tidak suka dengan sikap seperti itu!"
Adam memberikan peringatan kemudian pergi meninggalkan Detektif Cyra sendiran.
"Apa kata polisi tentang kasus Ade Haidan?" tanya Adam membalikkan badan.
"Mereka pikir itu kasus penculikan atas dasar kebencian," jelas Profesor Pasha sambil melipat tangannya ke depan.
"Kebencian?" Mata Adam menatap ke arah Profesor Pasha.
"Mereka menganggap itu terkait kasus pembunuhan berantai." Profesor Pasha kembali menjelaskan. "Ada dua suara terkenal di Singapura. Pertama, pelaku di balik penculikan H.N."
"Suaranya, satunya lagi adalah suara yang baru kalian dengar, suara ini," jelas Adam dan dengan serentak mendengarkan suara itu.
Memang Adam harus segera kembali dari pasca trauma. Adam sebagai ketua tidak bisa seperti ini terus. Lalu melanjutkan tugas dan misi-misi yang masih sangat rahasia. Kali ini Adam menjelaskan di hadapan para Tim Investigasi Khusus, khususnya pada tim detektif.
“Aku menikam mereka. Setiap kali aku menikam mereka...” Suaranya di iringi tertawa sinis. “Namun, jika terus melakukannya, aku akan terbiasa.... membunuh.”
"Pelaku kasus pembunuhan berantai di Singapura Barat Laut, yang disebut Pembunuh berantai. Telah membunuh 21 pria dan wanita dalam 11 kasus yang dia sebabkan selama 10 tahun terakhir sejak 2015." Adam menjelaskan sambil jalan memutari ruang rapat. Berhenti di samping Gavin, menatapnya sekilas sambil memastikan dia menyimak. Dari tadi Gavin memandang ke arah Profesor Aara.
"Salah satu ciri khasnya adalah menempatkan barang-barang korban sebelumnya pada korban yang baru dibunuhnya. Sepatu hak tinggi merah di foto terakhir adalah milik korban sebelumnya." Adam mengganti gambar selanjutnya.
"Namun, seolah-olah ingin mengatakan dia cukup bersenang-senang, dia mendadak menghilang. Itu tujuh tahun lalu. Setelah itu, tidak ada kasus serupa yang ditemukan. Menurut kalian, kenapa?" tanya Adam diakhir penjelasan
Seperti biasanya, kami para Tim Andromeda. Ketika akan menghadapi misi, kami harus melakukan identifikasi pada pelaku ataupun korban.
"Salah satu teroi kepolisian adalah si pelaku sudah tertangkap atas tuduhan yang tidak terkait dengan pembunuhannya. Namun, menurutku, dia tidak akan pernah bisa menjadi narapidana anonim.” Adam berjalan menuju ke tengah. Tiba-tiba dari pintu belakang Detektif Cyra masuk. “Satu-satunya alasan dia membunuh adalah untuk mendapatkan perhatian dari orang lain. Teori lain mengatakan dia sudah mati."
"Faktanya, hanya itu satu-satunya cara agar seorang pembunuh obsesif berhenti membunuh. Benarkah pelakunya menderita gangguan mental?" Ketika Adam sedang menjelaskan di hadapan para hadirin. Detektif Cyra masih terdiam di belakang. "Mungkin dia memang seorang psikopat?"
"Silahkan lihat orang-orang yang duduk di samping kalian. Kalian melihat seseorang yang bisa menjadi pembunuh?" Adam memerintahkan supaya para hadirin melihat ke orang yang sedang berada di samping kanan dan kiri.
"Masalahnya, kriminal yang melakukan pembunuhan mengerikan bisa menjadi tetangga atau keluarga siapa pun." Setelah itu pertemuan dibubarkan. Detektif Cyra kembali berbicara pada Adam.
--- Laporan Detail Personal ---
"Laporan apa ini?" tanya Adam sambil menerima dokumen tersebut. "Kamu sudah membacanya atau belum?"
"Sudah, pak. Biar sa-"
Adam memotong pembicaraan Detektif Cyra dengan tidak sopan.
"Jelaskan!"
"Ini korban keempatnya. Polanya makin cepat. Menurut analisis, kita hanya punya empat hari untuk menyelamatkan." Adam membuka buku analisis milik korban berikutnya. Detektif Cyra menjelaskan sedikit tentang korban berikutnya.
"Pernahkah kau memikirkan ini?" Adam bertanya balik dengan mata masih memandangai dokumen analisis.
"Terkadang, kita bisa salah. Jika ada satu suara lain yang berseru di benakmu, jangan menyembunyikannya." Memandang Detektif Cyra yang duduk di sampingnya, kemudian berdiri lalu pergi. Langkahnya terhenti ketika Detektif Cyra berdiri dan berjalan menuju ke arahnya.
"Itu hal paling kejam yang kau lakukan kepada dirimu.” Adam memutar badan. Lalu mendengar ocehan Detektif Cyra dan memandangnya tanpa senyum ataupun gerakan lain. "Itu yang pernah kau katakan."
"Kau harus membantu. Itu juga yang di inginkan Dirut." Detektif Cyra juga menghentikan langkahnya. Dari mana dia tahu, Adam pernah mengucapkan itu di hadapan anak buahnya.
Setelah melakukan identifikasi korban Detektif Cyra dan Adam menuju ke sebuah gereja tua yang terbengkalai.
"Kamu tahu tentang saya dari mana?" tanya Adam saat diperjalanan.
"Dari sebuah buku anggota. Dirut meminta saya untuk memberikan ini." Detektif Cyra mengambil kartu anggota di dalam saku jas.
"Apakah kamu juga tahu penyebab saya di istirahatkan?" tanya Adam lagi.
"Sempat mendengar cerita dari Profesor Aara," balas Detektif Cyra.
Adam masih ragu untuk menerima kartu anggota tersebut. Rasa trauma masih menghantui benak pikirannya.
"Ini tempat terakhir dia menerima sinyal ponsel. Dia memesan tempat di sebuah restoran dan sepotong kue untuk temannya yang akan ke luar negeri, tetapi menghilang beberapa jam setelah mematikan ponselnya," jelas Detektif Cyra sambil membuka sebuah buku. "Dia juga mendatangi tempat yang tidak pernah didatanginya,"
"Ini bukan menghilang biasa," balas Adam.
Kemudian Adam keluar dari dalam mobil sambil membuka payung. Hujan sudah tidak menjadi halangan bagi penyelidikan kami. Cuaca apapun kami tetap harus melakukan pekerjaan ini. Berjalan beberapa langkah lalu terhenti.
"Sebelum ponselnya dimatikan, butuh dua menit dan 30 detik sebelum tiga stasiun berubah. Itu berarti-" Mengangkat tangan kiri dan melihat jam tangan.
"Mobilnya melaju 70 km per jam ketika ponselnya dimatikan." Ketika Adam sedang berbicara sendiri. Detektif Cyra menerima sebuah telepon dari Arsenio. Kemudian memberi tahu pada Adam bahwa tersangka sudah berhasil ditemukan.
"Arloji ini akan memberikan 10 menit yang lain bisa digunakan olehmu. Namun, kau harus memberikanku kenangan terindah dalam kehidupanmu sebagai imbalannya."
"Bagaimana?" Adam sedang membacakan sebuah buku untuk anak laki-lakinya. Dia memiliki nama Arkana Adelard. Memiliki mata yang mirip dengan seorang ayah.
"Aku mau," jawab Arkana.
Kemudian Adam memegang lembut putra semata wayangnya.
"Apa yang akan kau lakukan jika mendapatkan 10 menit, Arkana?" tanya Adam dengan menatap mata putranya.
"Main polisi-polisian," jawabnya selalu begitu.
"Lagi?" Bertanya lagi.
"Aku mau membantu pekerjaan Ayah," jawabnya.
"Kalau begitu, Agen Arkana Adelard, bersembunyilah."
"Mulai." Adam mengucapkan dengan penuh senyuman.
Lalu Adam berjalan pelan untuk mengejar Arkana yang berlari. Namun, langkahnya terhenti. Masih teringat pada kejadian satu tahun yang lalu. Adam masih mengalami pascatrauma.
"Sayang, ada apa? Kau baik-baik saja?" sapa Eliza yang baru saja pulang. mendekat lalu menyenggol lengan Adam.
"Kau sungguh baik-baik saja?" tanya Eliza diulangi lagi. Arkana mendekati Sang Ayah.
"Ya., aku baik-baik saja," jawab Adam dengan mata yang sudah merasakan mengantuk.
"Apa kata dokter? Apa ada masalah?" tanya Adam balik.
"Benarkah kau seorang analis profil?"
"Kenapa tidak bisa menebaknya?" tanya Eliza tanpa menjawab dahulu pertanyaan Adam.
"Kalau begitu-" sahut Adam dengan tatapan menatap lantai. Eliza memotong pembicaraan.
"Katanya aku sehat, sudah delapan minggu," jelas Eliza. Adam tersenyum sempurna lalu memeluk belahan jiwanya.
--- Laporan Detail Personal ---
Adam berganti baju kemudian menuju ruang kerjanya. Memandangi sebuah buku analisis. Menatapnya, teringat dengan perkataan Detektif Cyra.
Masuk dengan membawa secangkir teh dan camilan kesukaan.
"Kau bertemu dengan Profesor Aara?" tanya Eliza kepada Adam yang sedang membolak balik sebuah buku hasil analis.
"Kita akan segera punya anak kedua."
"Kembalilah ke pekerjaanmu sekarang, Ketua," ucap Eliza alih-alih memberikan semangat pada Adam.
"Jika itu sesuatu yang tidak bisa Arkana dan aku lakukan, taklukkanlah sendiri."
"Cobalah kembali dan perjuangkan." Eliza mengenggam tangan Adam dengan erat.
"Arkana dan aku akan menjaga rumah." Namun, Adam masih terdiam, memperhatikan Eliza sedang berbicara. Tersenyum dingin lalu memeluknya.
"Nama apa yang harus kita berikan kepada bayi ini?" ucapnya berbisik dengan penuh bahagia.
Di sebuah rapat milik Direktur Utama kami berkumpul.
Orang hilang pertama berasal dari Ocean, Desember lalu. Sebulan kemudian, Samsu. Bulan lalu di Hwabok. Serta kali ini, dari Dunsan. Semua itu terjadi di sekitar daerah barat Singapura dan Provinsi Dunsan.
Detektif Cyra menjelaskan di tengah-tengah kami, dan juga dihadapan Direktur Utama.
"Apa hasil autopsi korban?" tanya Adam.
"Ditemukan bukti bekas luka cekik dan tikam pada jasad semua korban," jelas Detektif Cyra sambil membuka potret yang berhasil ia dapatkan.
"Ditikam atau dicekik dahulu?" tanya Adam balik.
"Pertama, pelaku mencekik sampai mereka tidak sadar. Lalu, menikam mereka dengan pisau," sahut Detektif Aksa.
"Dari pembunuhan kedua, tersangka menggunakan sabuk," balas Adam yang masih memiliki beberapa pertanyaan yang membutuhkan kebenaran.
"Awalnya, dia memakai tangan kosong, lalu dia sadar itu terlalu lama." Detektif Cyra menjawab pertanyaan Adam.
"Jika melihat foto ini, tersangka memotong kuku korban," cetus Detektif Cyra.
"Menurut analisisnya, ada sisa-sisa etanol di bawah kuku para korban. Agaknya dia berusaha menghancurkan semua barang bukti. Tersangka belajar dengan cermat."
"Dia membuat sebuah rencana untuk menjadi pembunuh yang lebih piawai." Adam memajukan kursi, Detektif Cyra berbicara menghadap ke arahnya.
Tidak lama kemudian masuk sosok Tim Andromeda yang akan bekerjasama dengan Tim Investigasi Khusus.
"Perkenalkan diri kalian," ucap Janu Ishan sambil berdiri menyambut mereka.
"Kami satuan tugas Andromeda, dan mulai hari ini, kami bekerja sama dengan kalian dalam kasus Demon AP." Detektif Cyra memperkenalkan dirinya.
"Aku analis perilaku Tim Andromeda, Cyra Fahima. Ini Profesor Pasha Rafardhan, analis psikologi."
"Aku Aara Chaka, penanggung jawab media." Mereka memperkenalkan diri secara masing-masing.
"Kerja sama apanya," celetuk Gavin meremehkan kemampuan dari mereka.
"Kalian harus bersyukur karena tidak ada yang mati."
"Aku pamit, pak." Ketika Tim Andromeda datang, mereka membuat mood Gavin menjadi berubah seketika.
"Kami akan mempelajari semua catatan penyelidikan dan daftar tersangka."
"Mohon kerja samanya." Walaupun Gavin pergi, bukan menjadi sebuah hambatan bagi penyelidikan mereka.
Kami berkumpul di ruang Detektif Janu, selaku atasan dari Investigasi Khusus. Adam dan Profesor Pasha akan menjelaskan kejadian-kejadian yang sama pada tahun lalu. Adam datang terlambat, duduk langsung disuguh dengan melakukan penjelasan.
"Menurut hukum statistika, itu kurang dari satu persen sehingga bisa disebut kebetulan. Ketika analisis profil menentukan sebuah pembunuhan berantai, ada karakteristik kejahatan, dan karakteristik para korban, serta karakteristik korbannya."
"Ketiga elemen ini cocok." Adam membeberkan tiga elemen yang cocok dengan hukum statistika.
"Ketika melihat metode kejahatannya, sepertinya tersangka memiliki obsesi," lanjut Profesor Pasha.
"Itu juga tercermin pada pola pembunuhannya yang unik." Adam dan Profesor Pasha saling bersahutan argumen di depan para anggota Investigasi Khusus.
"Jika kita amati sekali lagi, korban pertama ditemukan tewas satu pekan setelah penculikannya pada 4 Desember."
"Korban kedua ditemukan enam hari setelah penculikannya. Lalu, korban ketiga ditemukan lima hari setelah menghilang."
"Menurut analisis profil-" Penjelasannya Profesor Pasha terhenti.
"Jika benar, waktunya empat hari setelah korban menghilang?"
"Ini membuatku gila," sahut Detektif Janu menepuk jidatnya.
"Karena penyeliidikan pertama gagal, kita sudah membuang dua hari."
"Artinya kita hanya punya sisa waktu 48 jam untuk menyelamatkan Demon AP." Detektif Adam mengakhiri argumennya, sekarang saatnya turun ke jalanan.
Andromeda akan mengubah ini menjadi penyidikan terbuka! Juga akan melarang untuk menghubungi media.
"Laporan penyidikan hanya akan dibuat di bawah kendali Tim Andromeda!" Adam mempertegas peraturan.
Untuk kasus ini mungkin Adam akan turun tangan secara langsung. Jadi Adam hanya bisa memerintahkan mereka dan percaya dengan bukti-bukti yang sudah mereka dapatkan. Mumpung masih diberikan kesempatan, walaupun ada perasaan yang menganggu.
Mulai sekarang mereka sudah berbagi tugas. Detektif Cyra dan Gavin, akan turun ke jalan. Sedangkan Detektif Aidan bersama Profesor Pasha mendatangi ke sebuah apartemen milik korban.
"Kau mengikuti ku?" tanya Adam pada Detektif Cyra.
"Ini laporan kasus mu, bukan?" Detektif Cyra membuka sebuah map laporan bulanan.
"Kenapa kau memegang laporan kasus ku? Memangnya ada hubungan apa dengan mu!" tanya Adam lagi.
"Ada satu laporan kasus yang tertinggal, lalu saya ambil," balas Detektif Cyra sambil memegang dokumen kasus yang dimaksud itu.
"Mau berangkat sekarang atau berdebat laporan kasus! Atau, kamu tidak ingin ikut dengan saya!" sindir Adam sambil bersandar pada dinding dan melipat tangan. Mengambil jas dan kunci mobil lalu segera berangkat.
"Ponselnya pasti dimatikan di sekitar sini. Itu mengindikasikan tempat dia ditekan oleh pelaku, bukan tempat insidennya terjadi. Kupikir korban pasti masuk ke mobil pelaku di sekitar sini."
"Pelakunya cukup cerdas untuk tahu semua ini," cela Detektif Cyra memandangi ke perempatan.
Adam memberikan tumpangan pada Detektif Cyra. Mobilnya dibawa truk derek, karena parkir sembarangan. Detektif Cyra mendapatkan panggilan, bahwa dirinya harus segera kembali ke kantor. Naum, Adam menolak. Menyuruh Arsenio berbicara lewat telpon.
--- Riwayat Masuk ---
"Ada riwayat masuk, tetapi tidak ada jejak percakapannya, begitu pula riwayat masuk lawan bicaranya," adu Arsenio lewat ponsel Adam.
"Artinya seseorang menanamkan sebuah virus dan menghapus semuanya," balas Adam.
"Bagaimana dengan korban lain?" tanya Detektif Cyra yang dari tadi duduk di samping Adam
"Akan kuperiksa," jawab Arsenio. Dalam waktu beberapa menit hasil sudah mulai terlihat.
"Aku menemukan catatan bahwa orang itu menjual barang bekas."
"Namun, penjualan terakhirnya tidak ditemukan. Nihil, bersih," jelas Arsenio.
Adam memandangi dokumen kasus-kasus yang sebelumnya. Didalam benak pikiran masih terlihat jelas bayang-bayang kasus satu tahun yang lalu. Pasca ledakan di kota Banseo.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!