NovelToon NovelToon

Sebatas Ibu Sambung

Bab 1

Meninggalnya Sang Istri saat melahirkan membuat Tama Wijaya enggan membuka hati untuk wanita lain, termasuk gadis bernama Kinara Larasati, wanita yang baru saja dirinya nikahi beberapa saat yang lalu.

"Kamu hanya ibu sambung untuk kedua anakku. Jadi, jangan pernah berharap kalau aku akan menganggapmu istri. Ingatlah! Pernikahan kita hanya sebuah kesepakatan. Aku sudah membantumu melunasi semua hutang tante dan pamanmu. Sebagai gantinya kamu sudah setuju untuk menjadi ibu dari kedua anak kembarku. Jadi, jangan pernah berharap lebih dari itu!" Tama memberi peringatan keras kepada wanita yang saat ini berdiri di hadapannya.

Derai air mata yang jatuh di kedua pipi Nara-wanita itu biasa disapa, tak lantas membuat hati Tama luluh. Laki-laki itu semakin kokoh membangun dinding pembatas antara dirinya dan Nara.

Beberapa minggu sebelumnya....

Hari senin adalah hari yang begitu sibuk, termasuk bagi seorang gadis bernama Kinara Larasati. Hari ini adalah hari pertama gadis itu mulai bekerja di perusahaan Wijaya sebagai sekretaris pribadi dari president direktur perusahaan tersebut yang bernama Tama Wijaya.

Tama Wijaya dikenal sebagai sosok yang dingin dan tak berperasaan. Dia tidak akan mentolerir kesalahan sekecil apa pun yang dilakukan oleh bawahannya.

"Pak Tama, dia adalah sekretaris baru Bapak yang akan menggantikan Dona, namanya Kinara Larasati. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja di sini." Pak Adrian memperkenalkan Nara kepada Tama.

Dona adalah mantan sekretaris Tama, wanita itu dipecat karena tidak sengaja menjatuhkan foto Kiara, istri Tama yang sudah meninggal dunia 5 tahun yang lalu.

"Selamat pagi, Pak, saya Nara. Mulai hari ini saya adalah sekretaris pribadi Bapak." Kinara memperkenalkan diri. Wanita muda yang baru berusia 22 tahun itu mengulurkan tangan.

Sayang, bukannya membalas uluran tangan Kinara, Tama justru memilih untuk mengabaikan. Pria berwajah dingin itu sama sekali tidak melihat ke arah Kinara, dia justru mengajukan pertanyaan kepada Adrian. "Kamu sudah menjelaskan hal apa saja yang boleh dan tidak boleh ia kerjakan selama menjadi sekretaris pribadiku kan?" tanyanya.

"Sudah, Pak Tama. Saya sudah menjelaskanya secara detail."

"Baguslah. Setidaknya dia sudah tahu kalau aku tidak akan mentolerir kesalahan sekecil apa pun. Jadi, dia bisa bekerja lebih hati-hati lagi," ujar Tama. "Kamu boleh keluar sekarang!" Tama menyuruh Adrian untuk meninggalkan ruangannya.

"Baik, Pak. Permisi." Gegas Adrian keluar dari ruang kerja milik bosnya tersebut.

"Namamu siapa tadi?" tanya Tama menatap Nara.

"Nara, Pak," jawab Nara.

"Nara, apa jadwalku hari ini?"

Nara segera membuka buku di tanganya. Buku itu berisi rangkaian jadwal Tama hari ini.

"Pukul sepuluh, Anda ada meeting dengan pemilik perusahaan Perkasa Abadi, pukul dua nanti Anda juga ada jadwal bertemu dengan investor dari Jepang, Pak Yama Moto. Dan malamnya Anda ada jadwal makan malam dengan pemilik Art Star di hotel Green." Nara membacakan jadwal yang tertulis di buku untuk hari ini.

Tama menghela napasnya. Ternyata pekerjaan hari ini lumayan padat. Padahal dia sudah berjanji pada kedua putra kembarnya untuk pulang lebih awal.

"Apa ada yang ingin Bapak rubah?" tanya Nara dengan hati-hati.

"Apa makan malam dengan pimpinan Art Star bisa ditunda?" tanya Tama.

"Maaf, Pak, sepertinya tidak bisa karena besok pagi Pak David ada pertemuan di luar kota," jawab Nara menjelaskan.

"Hah, begitu ya," ucap Tama.

"Maaf, Pak. Kalau boleh tahu memangnya kenapa Bapak ingin menunda makan malam dengan Pak David?" pertanyaan Nara langsung mendapat tatapan tajam dari Tama. Pria yang jarang tersenyum itu paling tidak suka jika ada yang ikut campur dengan urusan pribadinya.

"Maaf, Pak. Saya bertanya karena mungkin saya bisa mencarikan solusi buat Bapak. Tapi... Kalau Bapak tidak bersedia tidak .... "

"Aku sudah berjanji kepada kedua anakku akan pulang lebih awal. Tapi, sepertinya aku akan mengingkarinya lagi," jawab Tama. Dia kembali menghela napasnya.

Nara melihat kembali jadwal pertemuan bosnya hari ini.

"Pak, bagaimana kalau Bapak mengajak anak-anak Bapak untuk makan siang bersama di luar sebagai ganti karena Bapak tidak bisa pulang lebih awal sesuai dengan keinginan mereka?" Nara memberikan masukan.

"Maksudmu?"

Nara tersenyum.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

NB: GAES KARYA INI IKUT REGULASI BARU. JADI PLIS KALAU SUDAH BACA BAB 1 HARAP DILANJUTKAN KE BAB-BAB BERIKUTNYA. KARENA APA? KALAU PROSENTASE SELESAI BACA GAK SESUAI DENGAN JUMLAH SYARAT PENERIMA REWARD, MAKA KAMI PENULIS TIDAK AKAN DAPAT APA-APA. JADI, MOHON KERJA SAMANYA. 🙏

TERIMA KASIH.

Bab 2

"Begini, pertemuan Anda dengan pimpinan perusahaan Perkasa Abadi kan jam sembilan. Jika semuanya berjalan lancar, saya yakin pertemuan itu akan selesai sebelum jam makan siang. Jadi, Bapak bisa membawa anak-anak Bapak ke restoran yang paling dekat dengan pertemuan selanjutnya dengan Pak Yama Moto," jelas Nara.

Tama memikirkan masukan yang diberikan oleh Nara barusan. Dan sepertinya masukan itu cukup baik.

"Kamu urus semuanya, pastikan segala hal yang berkaitan dengan pertemuan bersama pimpinan Perkasa Abadi disiapkan seperfect mungkin agar pertemuan itu dapat berlangsung singkat dan efisien!" suruh Tama.

"Baik, Pak. Saya pasti akan menyiapkan semuanya dengan sempurna agar Bapak bisa menghabiskan waktu makan siang bersama dengan anak-anak Bapak," jawab Nara. Dia ikut senang karena berhasil memberikan solusi terbaik bagi atasannya tersebut.

"Ohya, nanti suruh sopir untuk menjemput anak-anakku."

"Baik, Pak."

"Sekarang kembali ke mejamu! Kerjakan semua yang kuperintahkan dengan baik! Ingat! Aku tidak meneruma kesalahan apa pun!" titah Tama.

"Baik, Pak. Saya pasti akan mengerjakan pekerjaan saya dengan baik, permisi." Nara kemudian pergi dari ruang kerja bosnya. Dia kembali ke mejanya sendiri untuk mengerjakan semua tugas dari Tama dengan baik.

***

Di tempat lain....

Taki dan Maki sedang bermain bersama dengan baby sitternya di arena bermain yang ada di sekolah. Dua anak kembar yang memiliki kepribadian yang sedikit bertolak belakang tersebut sedang asik bermain perosotan.

Berbeda dengan Maki yang sering banyak tersenyum, Taki justru terlihat jutek. Namun, ada satu hal yang sama dari kedua bocah kembar tersebut yaitu kerinduannya akan sosok ibu.

"Den, barusan Bapak nelpon. Nanti siang Den Taki dan Den Maki akan diajak makan siang bareng sama Bapak. Soalnya Bapak nanti malam nggak bisa pulang cepet karena ada pekerjaan. Aden mau kan?" tanya Mirna.

Mirna adalah keponakan dari Mbok Jum. Asisten rumah tangga yang sudah lama bekerja di rumah neneknya, Mia. Tetapi karena usia Mbok Jum yang sudah lumayan sepuh dia sudah tidak lagi bekerja di sana. Dan sebelum berhenti bekerja, Mbok Jum meminta Mia untuk mencarikan pekerjaan untuk keponakannya yang baru menjadi janda. Mirna sudah bekerja menjadi babby sitter kedua bocah itu sejak keduanya berumur 2 tahun. Sebelumnya, mereka diasuh oleh Dewi, ibunya Kiara.

Akan tetepi kondisi Dewi yang mulai sakit-sakitan membuat Tama harus mencari pengasuh yang bisa mengasuh anak kembarnya selama 24 jam.

"Iya, Mbak," jawab Taki dan Maki singkat. Kedua anak tersebut lebih menantikan kumpul bersama papanya pada malam hari ketimbang harus makan bersama di luar.

*

Sudah dua jam lebih Tama meeting dengan pimpinan perusahaan Perkasa Abadi. Ternyata meski bahan meeting sudah dipersiapkan sedetail mungkin tetap saja tidak cukup 2 jam untuk menyelesaikan meeting itu. Pimpinan perusahaan Perkasa Abadi lebih rewal dari yang Tama bayangkan.

Dengan menggunakan isyarat tangan Tama menyuruh Nara untuk lebih mendekat ke arahnya.

"Ada apa, Pak?" tanya Nara dengan berbisik.

"Apa anak-anakku sudah tiba di restoran?" tanya Tama. Dia terus memperhatikan jam yang melingkar di pergelangan tangan kananya karena takut membuat kedua putra kembarnya kecewa.

"Saya belum tahu, Pak. Karena pengasuh anak-anak Bapak belum memberi kabar kepada saya," jawab Kinara.

"Kamu pergi ke restoran itu sekarang, lihat, apa mereka sudah tiba di sana!" suruh Tama.

"Tapi.... "

"Meeting ini bisa aku handle sendiri," sela Tama. "Kamu cepat ke restoran sekarang!" suruhnya.

"Pak Tama, apa ada sesuatu yang sedang kalian diskusikan?" tanya pimpinan perusahaan Perkasa Abadi, Pak Miko.

"Tidak, Pak. Kita lanjutkan saja meeting kita," jawab Tama. Dia kembali memberikan isyarat kepada Kinara untuk segera pergi ke restoran.

Kinara mengangguk. Wanita itu segera melakukan perintah bosnya untuk pergi ke restoran.

"Bagaimana caraku mengenali anak-anak Pak Tama ya? Aku kan belum pernah melihat mereka?" Kinara menghela napas.

"Harusnya tadi aku lihat foto mereka dulu ruang kerja Pak Tama. Mana pengasuh Pak Tama belum menghubungiku lagi," gumam Kinara.

"Apa aku cari foto mereka di sosmed Pak Tama ya? Tapi, nama akun ig Pak Tama apa ya?"

Kinara membuaka aplikasi yang dimaksud dan mencari nama Tama. Dan ternayata banyak sekali akun yang menggunakan nama itu.

"Kalau aku harus mengecek satu per satu akun-akun ini, malah akan menyita banyak waktu. Sudahlah, lebih baik aku langsung ke restoran. Mudah-mudahan saja aku bisa langsung mengenali mereka."

Kinara akhirnya memilih untuk langsung pergi ke restoran tempat ia membuat reservasy untuk atasannya.

*

"Kalian duduk di sana dulu ya, saya akan menelpon papa kalian dan memberitahu bahwa kita sudah tiba di restoran," seru Mirna. Dia menyuruh kedua anak Tama itu untuk duduk.

"Mbak, kenapa nggak telepon ke nomor sekretaris papa aja. Biasanya kalau papa lagi meeting, papa akan menonaktifkan ponselnya atau menitipkan ponsel itu ke sekretaris!" Taki memberikan pendapat.

Mirna sebenarnya sudah tahu akan hal itu. Namun, dia butuh alasan untuk bisa terus berbicara dengan Tama.

"Tidak apa-apa, siapa tahu meetingnya sudah selesai kan?" jawab Mirna. Wanita itu tetap mencoba menghubungi nomor atasannya.

"Kalian diam di sini ya, jangan pergi kemana! Disini sinyalnya agak jelek, Mbak mau keluar sebentar!" Mirna pun berjalan keluar dari restoran.

"Taki, apa kita mau diam di sini saja nungguin Mbak Mirna telepon papa?" tanya Maki. Maki memang tidak bisa diam terlalu lama seperti kembarannya, Taki.

"Memangnya kamu mau kemana?" Taki hapal betul dengan perangai kembarannya. Jika dia menanyakan sesuatu artinya dia mengingkan sebaliknya.

"Kita nunggu papa di sana saja yuk! Lihat di depan sana ada badut," jawab Maki.

"Kamu ingin melihat badut?" Maki mengangguk.

"Ya sudahlah. Ayo! Tapi, jangan terlalu jauh, nanti Mbak Mirna nyariin kita." Taki mengingatkan.

"Kamu tenang saja," jawab Maki.

Kedua anak itu pun pergi meninggalkan restoran untuk melihat badut.

*

Kinara akhirnya tiba di restoran yang dimaksud. Dia mencoba untuk menghubungi nomor pengasuh dari putra atasannya. Sayangnya, nomor itu selalu sibuk.

"Apa mereka belum sampai ya?" batin Kinara. Kembali dia berusaha menghubungi nomor sang pengasuh, namun hasilnya tetap sama nomor itu masih berada dipanggilan lain atau sibuk.

Saat sedang melihat kesekeliling restoran, tanpa sengaja mata Kinara menangkap dua bocah cilik yang sedang dirundung oleh anak-anak jalanan. "Apa-apaan sih mereka beraninya sama anak kecil," gerutu Kinara. Wanita itu bergegas keluar restoran untuk menyelamatkan kedua bocah itu dari para anak jalanan.

"Hei apa yang sedang kalian lakukan terhadap anak itu? Mau aku laporkan polisi? Hah!" Kinara berteriak kelada bocah-bocah itu. Para anak jalanan itu pun membubarkan diri mendengar ancaman dari Kinara.

"Mama."

Mata Kinara mendelik mendengar dua bocah itu memanggilnya mama.

Bab 3

Dua bocah itu langsung berlari memeluk Kinara.

"Mama, Mama akhirnya datang." Taki dan Maki tampak begitu senang melihat keberadaan Kinara di sana.

"Ouh, si Mbak mamanya ya? Kok anaknya dibiarin sendiri tadi? Kasihan kan tuh bocah sampai dibully anak-anak jalanan." Seorang pedagang yang kebetulan lewat ikut berkomentar.

"Heh, Pak. Harusnya ngelihat ada anak yang sedang dibully, Bapak sebagai orang dewasa lerai dong! Jangan cuma dilihatin saja!" Kinara kesal dengan sikap pedagang tersebut yang terkesan membiarkan pembullyan itu terjadi.

"Maaf, Mbak. Tapi, berjualan dengan aman jauh lebih penting daripada saya harus ikut campur urusan orang," jawab pedagang itu. "Permisi, saya harus berjualan." Pedagang itu pun pergi meninggalkan Kinara.

"Apa rasa kepedulian orang-orang sudah mulai pudar ya?" Kinara bergumam. Dia menggeleng, Kinara masih tidak percaya kalau ada orang dewasa yang seolah membiarkan ketika melihat ada anak kecil sedang dibully.

"Kalian berdua tidak apa-apa kan? Tidak ada yang terluka kan?" tanya Kinara kepada dua anak kecil yang ditemuinya.

Kedua bocah yang memiliki paras identik itu menjawab dengan menganggukan kepala.

"Mama, kami rindu sama Mama. Kenapa Mama baru pulang?" Lagi. Bocah kembar itu memeluk Kinara.

Kinara melepaskan pelukan dua anak itu terhadapnya.

"E... lain kali kalau ada anak-anak nakal yang merundung kalian seperti tadi, kalian berdua harus berteriak minta tolong. Jangan diam saja! Mengerti!" Kinara memberikan sedikit nasehat kepada kepada dua bocah itu.

"Iya, kami mengerti, Mama," jawab keduanya.

"Sebelumnya, maaf. Tapi, kenapa kalian terus memanggilku Mama? Kalian tahu, orang-orang akan salah paham karena itu," protes Kinara. Bagaimana pun Kinara adalah seorang gadis lajang yang berharap bisa dipertemukan dengan pangeran berkuda putih yang akan membawanya terbebas dari jurang kemiskinan. Jika ada anak yang memanggilnya dengan sebutan Mama pasti orang lain akan mengira jika ia memang mama mereka.

Kedua bocah itu saling melempar pandangan. "Kamu seperti mama kami," jawab keduanya.

"Benarkah?"

Dua anak itu mengangguk. Keduanya sama-sama mengeluarkan foto dari tas ransel mereka dan menunjukkannya pada Kinara.

Kinara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dipandang dari sudut manapun, wajahnya dan wajah wanita yang ada di foto tersebut jauh berbeda. Hanya rambut mereka saja yang sama yakni sama-sama panjang.

"Ohya, sekarang dimana mama kalian? Kenapa kalian bisa terpisah dari mama kalian? Aku yakin mama kalian saat ini sedang cemas mencari kalian berdua."

Mendengar perkataan Kinara, wajah dua bocah kembar itu berubah murung.

"Kenapa? Kalian sedang dihukum oleh mama kalian? Hm?" tanya Kinara sambil menatap dua bocah itu bergantian.

"Kata Papa, Mama kami sudah ada surga. Dia selalu mengawasi kami dari atas," jawab salah satu dari dua anak kembar itu.

"Maaf, aku tidak tahu," ucap Kinara. Dia sedikit menyesal karena sudah bertanya soal ibu mereka.

"Tidak, apa-apa," jawab anak yang satunya lagi.

"Ohya, kenalkan namaku Kinara biasa dipanggil Nara. Kalau Tante boleh tahu siapa nama kalian?" tanya Kinara seraya memperkenalkan diri.

"Aku Taki, dia adikku Maki," jawab anak yang mengaku bernama Taki.

"Umur kita sama, bagaimana kamu bilang aku ini adikmu?" protes anak yang diketahui bernama Maki.

"Hei, papa bilang aku lahir 3 menit lebih dulu dibandingkan kamu. Jadi, aku ini adalah abang dan kamu adalah adikku." Taki memberikan penjelasan kepada Maki.

Anak yang bernama Maki terlihat cemberut.

"Sudah, kalian jangan berantem lagi ya. Kalian belum menjawab pertanyaan Tante tadi. Sekarang jawab Tante, kalian kenapa bisa ada di sini? Kalian tidak mungkin ke tempat ini sendirian kan?" tanya Kinara lagi.

"Sebenarnya kami ada janji makan siang dengan papa kami di restoran itu." Maki menunjuk restoran yang berada tidak jauh dari mereka.

"Kebetulan. Tante juga ada urusan di restoran itu. Kalau begitu, ayo kita ke restoran bersama!" ajak Kinara. Dia kemudian menggandeng tangan kedua anak itu.

Seorang wanita lari terburu-buru menghampiri Kinara saat melihat kedatangan mereka.

"Ya ampun, Aden. Mbak kan sudah bilang, tunggu di sana dan jangan pergi kemana-mana. Tapi, kenapa Aden berdua masih bandel sih?!" Wanita itu memarahi Taki dan Maki. Dia bahkan menarik tangan Taki dan Maki dari genggaman tangan Kinara dengan kasar.

"Maaf, tapi bukan seperti itu cara berbicara dengan anak kecil." Kinara menginterupsi. Dia paling tidak suka ada orang dewasa yang berlaku semena-mena terhadap anak kecil.

"Hei, kamu tahu apa? Aku ini sudah mengenal mereka cukup lama dan aku tahu watak mereka. Mereka akan mengulangi kesalahan mereka kalau mereka tidak ditegur." Wanita itu tampak sangat kesal mendengar ucapan Kinara.

"Kenalkan aku Mirna, aku yang selama ini merawat mereka." Wanita bernama Mirna itu memperkenalkan diri. Dia masih tampak pongah karena merasa lebih mengenal Taki dan Maki.

"Aku Kinara," Kimara ikut memperkenalkan diri.

"Ohya Mbak Mirna, aku memang tidak mengenal mereka sebelumnya. Tapi, aku tahu bagaimana caranya memperlakukan anak kecil," lanjut Kinara.

Perkataan Kinara barusan tentu saja membuat Mirna kesal. Wanita yang bekerja sebagai pengasuh Taki dan Maki itu tampak mengepalkan tangan.

"Den Taki, Den Maki. Harusnya kalau Mbak bilang jangan kemana-mana, ya kalian jangan kemana-kemana! Bagaimana kalau terjadi sesuatu sama kalian tadi? Pasti Papa kalian akan menganggap aku tidak becus menjaga kalian!" Lagi. Wanita itu memarahi Taki dan Maki.

"Maafkan kami, Mbak. Kami janji tidak akan mengulanginya," ucap Taki dan Maki bersamaan.

"Ya sudah, Mbak maafin. Tapi, awas ya kalau lain kali kalian mengulanginya lagi!"

"Iya, Mbak," jawab Maki. "Bagaimana? Mbak sudah berhasil menghubungi nomor Papa?" tanyanya.

"Belum. Sepertinya Papa kalian masih sibuk makanya nomor telepon papa kalian belum bisa dihubungi," jawab wanita itu.

"Ohya, kenapa kamu masih ada disini?" Mirna menatap sinis Kinara.

"Kebetulan saya juga ada urusan di sini, makanya saya ke sini," jawab Kinara.

"Taki, Maki, Tante pergi ya. Lain kali dengarkan perkataan dia, jangan pergi ke tempat sembarangan. Bahaya," pamita Kinara.

"Baik. Kami pasti akan mendengarkan perkataan Mama, iyakan Taki?" jawab Maki.

"Iya, Ma," sahut Taki.

Taki dan Maki melihat Kinara sambil tersenyum.

Mendengar dua anak kembar itu memanggil Kinara dengan sebutan Mama, tentu saja membuat Mirna makin kesal. Bagaimana tidak? Selama ini diam-diam Mirna menaruh hati kepada Tama dan berharap suatu hari nanti dia bisa menikahi duda dengan dua anak kembar itu.

"Mbak Mirna sudah mencoba menghubungi nomor sekretaris papa?" tanya Taki.

Mirna masih diam. Dia masih kepikiran soal Taki dan Maki yang memanggil Kinara dengan sebutan mama. Dia tidak rela jika kedua bocah itu memanggil wanita yang baru ditemuinya dengan sebutan tersebut.

"Mbak," panggil Taki.

"Eh, iya. Den Taki. Nanti Mbak Mirna coba ya," jawab Mirna. Dia pun segera mengehubungi nomor sekretaris pribadi Tama.

"Halo saya Mir.... "

Mirna tidak melanjutkan perkataannya ketika tahu bahwa sekretaris pribadi Tama itu adalah Kinara.

"Tidak mungkin," gumam Mirna.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!