NovelToon NovelToon

Hijrah

Bab. 01

"Tidak!" teriak Cantika melemparkan vas bunga ke arah cermin di depannya.

Seketika suara pecahan kaca terdengar jelas ke semua sudut rumah Samson. Semua orang terkejut dan berlari ke arah sumber asal suara.

Ternyata suara benda pecah lainnya terus berlanjut dan diiringi dengan suara benda jatuh ke lantai.

"Bagaimana ini?" tanya Ira gugup pada kekasihnya Samson. Mereka sudah berdiri di depan kamar Cantika.

Samson tetap diam. Namun, wajahnya menyiratkan rasa khawatir yang teramat sangat.

Dia membuka pintu kamar Cantika dengan pelan. Melihat sosok anaknya berdiri dalam balutan gaun tidur berwarna putih. Anaknya itu tampak melemparkan semua barang yang ada kamarnya ke lantai.

Samson melangkah masuk. Dia melarang Ira bersuara dengan meletakkan jari telunjuk di bibirnya.

"Jika masih kurang, kau bisa melemparkan apapun yang ada di rumah ini keluar," ucap Samson membuat Cantika membeku di tempat.

Samson bisa melihat tetesan darah segar dari tangan Cantika yang membasahi sebagian gaun putihnya dan sebagian lagi tercecer di lantai, tapi dia masih berusaha untuk tetap tenang. Walau hatinya merasakan sakit yang teramat sangat.

Putri yang baru dia ketahui keberadaannya kini sedang terluka dan hancur, baik secara fisik dan psikis. Andaikan ada obat yang bisa menyembuhkan luka putrinya, maka dia akan mencarinya, entah itu berada di puncak gunung Merapi sekalipun.

"Papah tahu ini semua berat untukmu, maka dari itu lampiaskan saja hingga hatimu merasa lega setelah itu." Samson berjalan mendekat ke arah Cantika.

Tubuh Cantika luruh ke lantai. Dia menunduk terisak. Rambutnya yang biasa tersisir rapi dan berkilau kini tampak kacau dan sebagian basah oleh air matanya.

Samson duduk berjongkok di depan Cantika.

"Tidak semua yang kau inginkan bisa kau dapatkan," lirih Samson.

"Aku tahu, tapi aku sangat mencintainya, aku tidak rela dia menjadi milik orang lain. Enam tahun aku memendam semua perasaanku dan bersabar atas semua perlakuannya pada diriku, tapi apa yang kudapat? Penghianatan. Ini tidak adil. Aku yang berjuang dan wanita itu yang mendapatkan cintanya," ungkap Cantika.

"Baru berapa hari kami bercerai dan dia sudah menikah. Pernikahan itu dirayakan besar-besaran seolah dia merayakan kebebasannya atas diriku. Mereka seakan mengejek dengan keadaanku saat ini."

Samson langsung memeluk putrinya itu. Hati ayah mana yang tidak ikut sakit mendengar tangis anaknya.

"Papah, aku seakan ingin mati saja. Duniaku runtuh bahkan namaku sudah mereka hancurkan. Tidak ada yang tersisa lagi," isak Cantika.

"Kau masih punya Alisa, dia adalah harta terbaikmu," ucap Samson lirih sambil mengusap kepala Cantika.

"A... lisha," lirih Cantika. Dia hampir melupakannya.

"Dia mungkin akan merasa lebih baik jika aku tidak ada. Tidak ada lagi beban hidupnya karena menyandang namaku. Aku adalah aib baginya hingga nanti dia dewasa," balas Cantika.

Samson merenggangkan pelukannya dan menangkup wajah Cantika dengan kedua tangannya.

"Bagi Alisha kau adalah hidupnya," ujar Samson.

"Tidak ... aku malu punya ibu seperti mu. Alisha selalu diejek oleh teman dan ibu yang lain karena punya ibu yang jahat. Alisha tidak mau punya ibu seperti dirimu. Alisa ingin punya ibu seperti Ibu Lana yang baik dan ingin Ayah lagi. Alisa benci Ibu yang telah menjauhkan Alisa dari ayah," seru Alisha dari arah pintu kamar membuat ketiga orang yang ada di dalamnya terkejut.

"Alisha kau tidak boleh berkata seperti itu pada ibumu!" bentak Samson.

"Aku benci kalian semua, aku ingin pulang lagi pada Ayah," teriak Alisa berlari pergi sambil mengusap air matanya.

"Biar aku yang mengejarnya, kalian di sini saja," ujar Ira pada Samson dan Cantika. Wanita itu lalu mengikuti Alisha.

"Papah lihat, anakku bahkan membenciku."

Samson hanya bisa menghela nafas panjang. Baginya ini adalah masalah terberat dalam hidup. Dia berjanji akan melakukan apapun asal anaknya bisa kembali tersenyum bahagia.

***

Malam ini, Hanafi mempunyai temu janji dengan Samson. Entah apa yang pria itu ingin lakukan sehingga memanggilnya datang. Padahal urusan keduanya sudah selesai.

Sebenarnya, Samson telah menghubunginya dari seminggu yang lalu, hanya saja dia mengatakan tidak bisa datang karena sedang mengurus pernikahan Farida. Setelah semua selesai dan Farida sudah pergi bulan madu bersama dengan suaminya. Baru dia memenuhi janjinya untuk menemui kawan lama ayahnya dulu.

Dia tidak membawa handphone untuk memberi tahu Samson tentang kedatangannya. Jika pun pria itu tidak ada dia akan datang lain kali saat sempat karena kembali lagi, dia bukan pengangguran yang punya banyak waktu luang. Sistem keuangan perusahaan kecil miliknya sepeninggal Farida menjadi kacau. Biasanya Farida yang mengatur semua dan mencatatnya dalam pembukuan, sekarang dia belum menemukan sosok yang tepat untuk menggantikan adiknya itu.

Dia melewati jalur perbukitan sebelum sampai di lokasi rumah Samson. Lokasi yang sulit untuk dijangkau karena harus melewati jalanan berbukit yang bagian jalannya bukan aspal halus seperti daerah perkotaan pada umumnya.

Dia mulai memelankan laju motornya sambil menikmati semilir udara laut di malam yang dingin ini. Mendadak netranya yang tajam menatap satu sosok berpakaian putih berjalan melewati beberapa pohon besar.

Hanafi menghentikan laju kendaraannya. Dia nampak fokus pada sosok itu yang mendadak hilang di balik gelapnya deretan pohon yang ada di bibir pantai.

Dia lalu turun dan mencari keberadaan wanita itu. Terus berjalan hingga sampai ke deretan tebing karang yang tinggi. Matanya menyapu seluruh tempat ini. Hingga langkahnya terhenti ketika melihat sosok itu melayang turun dari sebuah tebing karang ke dalam lautan.

Sejenak Hanafi tubuh Hanafi membeku melihat hal itu.

"Bodoh!"

Namun, detik kemudian dia melemparkan tas selempang yang ada di tubuhnya ke sembarang tempat sambil melepaskan sepatunya. Tanpa pikir panjang dia ikut terjun ke dalam laut.

Dalam air yang gelap (hanya ada sinar bulan saja yang masuk) dan di tengah arus laut yang tinggi dia mencoba mencari sosok berpakaian putih itu. Berharap dia masih punya sedikit keberuntungan untuk bisa menyelamatkan seseorang dari jurang penyesalan di dunia dan akhirat.

Dia berenang ke sana kemari. Hingga putus asa. Hingga dia berpikir itu akan sulit mencari keberadaan wanita itu di tengah laut di malam hari.

Hingga dia melihat titik putih di kejauhan yang terus turun ke masuk dalam laut. Sekuat tenaga Hanafi menyelam agar dapat menggapai sosok itu.

Dia menghentakkan kaki dengan kuat hingga tangannya menggapai wanita di depannya. Mata Cantika yang tertutup, walau begitu dia masih terlihat cantik. Mendadak mata wanita itu terbuka lebar menatapnya.

Namun, ketika dia ingin menarik ke atas, wanita itu malah mendorongnya menjauh hingga terjadi pertengkaran di dalam sana.

Bab. 02

Cantika berusaha untuk menjauh dari Hanafi, tetapi pria itu bisa meraihnya. Dia trus melawan hingga tubuhnya merasa lelah dan lemas. Tubuhnya diangkat ke atas.

Cantika terbatuk-batuk ketika sampai ke permukaan. Hanafi langsung membawanya ke tepian.

Sesekali ombak besar menghempas tubuh keduanya, tapi Hanafi tetap memeluk dada Cantika dengan erat.

Tanpa sengaja kaki Cantika terkena batu karang dan terluka. Namun, dia diam saja. Hingga mereka sampai ke tepian dengan susah payah. Keduanya berbaring diatas pasir dengan nafas terengah-engah.

"Selain jahat kau juga bodoh, pantas saja selama ini hidupmu sangat kacau dan berantakan. Kau tidak punya otak sedikitpun untuk melakukan hal baik, bahkan untuk tubuhmu sendiri," omel Hanafi.

Cantika menatap tajam pria di depannya dengan penuh amarah. "Jika kau tahu aku bodoh kenapa kau selamatkan aku. Biarkan aku mati agar kau tidak perlu melihat wanita sepertiku lagi dan adikmu itu pun akan bahagia setelahnya.

"Kau benar, untuk apa aku bersusah payah menolong wanita yang sakit jiwanya sepertimu, seharusnya kau kubiarkan mati saja di dalam sana. Adikku pasti akan hidup tenang setelahnya. Kau pun tidak lagi menjadi beban orang tuamu dan anakmu? Oh, aku tidak tahu apakah dia akan bahagia atau sedih mengetahui kau tiada," ejek Hanafi sambil melepaskan kaosnya yang basah dan memerasnya.

"Aku selalu sial bertemu denganmu!" ujar Cantika hendak bangkit. Namun, rasa sakit yang teramat sangat menjalar di kakinya. Membuat dia mendesis sambil memegang kakinya.

Hanafi melihat kain putih yang menutupi kaki Cantika berwarna merah darah. Dia lalu menunduk dan menyingkapnya.

Luka itu tampak dalam. Darah pun masih mengalir di sana.

"Kenapa harus pakai gaun panjang jika ingin bunuh diri?" gumam Hanafi sambil menyobek gaun tidur Cantika hingga sebatas paha. Sebagian sobekan itu dia gunakan untuk menutup luka Cantika agar darah tidak terus keluar.

Setelahnya, dia melihat ke atas tebing. Mereka terjebak di pantai itu.

"Akan sulit bagi kita untuk naik ke atas di saat malam seperti ini dalam kondisi kau terluka," ujar Hanafi.

Cantika masih terdiam.

"Beruntung kalau malam ini tidak hujan sehingga kita masih bisa selamat dan tidak tenggelam."

Matanya mulai menyapu tempat itu. Dia lalu melihat celah gua di diantara dinding tebing.

"Ayo kita menepi baru memikirkan apa yang harus kita lakukan." Hanafi kembali memakai kaosnya. Setelah itu, dia menatap ke arah Cantika yang terlihat memalingkan wajah ke samping.

"Jika kau sampai mati, aku pun akan ikut mati karena dikira aku yang membunuhmu," ujar Hanafi mengangkat tubuh Cantika. Tubuh wanita itu tinggi semampai tapi terasa ringan ketika diangkat. Hanafi tebak bobotnya tidak lebih dari 50 kilogram.

"Aku bisa jalan sendiri," tolak Cantika memberontak.

"Kau yakin bisa jalan sendiri?" ucap Hanafi menjatuhkan Cantika begitu saja ke atas pasir dan membuat wanita itu mengaduh kesakitan.

Hanafi berdiri tinggi di depan Cantika sambil menyunggingkan senyuman mengejek.

"Ayo, cepat jalan!" ucapnya dingin.

Cantika menggigit bibirnya erat menahan tangis. Dia merasa bernasib buruk karena bertemu dengan pria tidak punya hati nurani seperti ini. Dia berusaha untuk berdiri, tapi tidak sanggup.

"Tinggal saja aku disini!" ujar Cantika.

Nampak sudah raut wajah tidak sabar dari Hanafi. Pria itu menarik tangan Cantika sehingga wanita itu berdiri dengan satu kakinya lalu mengangkat tubuhnya.

Di saat itu, Cantika bagaikan seorang bayi dalam pelukan orang tuanya yang mencari sebuah perlindungan.

Dia lalu membawa Cantika ke dalam celah tebing yang seperti gua. Meletakkannya di atas batu.

Hal yang paling membuatnya merasa beruntung dalam situasi ini adalah korek api dan rokok yang masih ada di saku bajunya, serta pisau lipat.

Pria itu langsung mencari kayu di sekitar gua itu dan menatanya. Baru kemudian mengeluarkan koreknya. Butuh beberapa saat untuk menyalakan api unggun itu.

Setelahnya, dia melihat ke arah Cantika yang sedang kedinginan dan memeluk tubuhnya sendiri.

"Kemarilah, di sini lebih hangat," katanya.

Dia sebenarnya sangat sebal dengan wanita itu, setengah membencinya karena telah menyebabkan Farida menderita. Namun, sisi kemanusiaannya kali ini membuat dia luruh. Dia tidak bisa membiarkan wanita itu mati membeku setelah dia selamatkan.

Bukannya menurut, Cantika malah membuang muka dengan raut muka sinis. Hanafi membiarkannya. Dia mulai membuka celana jeans miliknya. Namun di dalamnya masih ada celana kolor karet biasa. ..

"Kau mau apa?" tanya Cantika panik.

"Ish, aku bukan pengagummu yang tertarik dengan tubuh kurus seperti itu dan mau memaksamu melayaniku," sarkas Hanafi. Dia meletakkan celana itu dekat dengan tungku agar segera kering.

Mata Cantika menyalak kesal dengan kata-kata Hanafi.

"Kenapa? Kau tidak terima? Memang itu kenyataannya. Tubuhmu itu hanya tulang yang diberi kulit saja, tidak berdaging dan tidak membuat pria manapun berselera. Terlihat bagus ketika memakai pakaian saja selebihnya hanya... . Tidak menarik," ejek Hanafi lagi. Pria itu lalu mengeringkan batangan rokok di dekat tungku sambil menghangatkan tubuhnya.

Ingin rasanya Cantika menyumpal mulut jahat pria itu dengan bara api agar terbakar dan terdiam.

Cantika menyandarkan kepalanya di dinding gua. Tangannya masih memegang kakinya yang terluka. Rasa penat, lelah dan pusing menderanya, belum lagi rasa sakit lukanya belum juga reda. Namun, dia berusaha untuk tidur dan bangun keesokan harinya lalu pergi dari pria buruk ini. Entahlah apa dia masih punya kekuatan untuk pergi. Untuk berdiri saja rasanya tidak sanggup.

Dia melihat apa yang dilakukan Hanafi. Pria empat puluh tahun itu tidak seperti pria pada usianya. Dia terlihat lebih muda dari usianya. Penampilannya pun selalu terlihat santai dan segar. Walau begitu kharisma yang terpancar tidak kalah dengan pria berjas atau pun para artis yang pernah Cantika temui.

Dari perkataan ayahnya tentang Hanafi, pria ini katanya belum menikah. Mungkin dia pria petualang seperti kebanyakan pria pada umumnya tebak Cantika yang melihat dari penampilan Hanafi.

Lama kelamaan Cantika mulai dari memejamkan matanya. Sejenak melupakan semua terjadi dalam hidupnya.

Beberapa saat kemudian, tubuhnya terasa sangat dingin, seperti berada di bumi bagian Utara. Rasa dingin itu menyerangnya seperti di tusuk oleh ribuan jarum ke seluruh tubuh. Cantika merintih sambil memeluk tubuhnya sendiri.

Sesuatu yang hangat terasa menempel di dahi lalu lehernya. Cantika yang dalam posisi masih memejamkan mata dan setengah tidak sadar memegang tangan itu.

"Kai, tolong aku. Dingin sekali di sini," rintihannya.

Tidak lama kemudian tubuhnya terasa dipeluk. Nyaman dan hangat, itu yang Cantika rasakan. Dia lalu memasukkan dirinya lebih dalam ke pelukan pria itu. Hingga pipinya menempel ke kulit dada pria itu. Dia menghirup aromanya.

"Aku sangat merindukanmu, Kai. Jangan pergi lagi," gumamnya terisak sambil tangannya memeluk leher pria itu.

Bab. 03

Beberapa hari kemudian.

Cantika sedang duduk di halaman belakang ketika seorang pelayan datang dan memberitahunya jika ada yang sedang mencari. Dia menutup majalah fashion yang sedang dipegang dan bangkit.

Kakinya masih terasa sakit karena luka yang diderita kemarin. Dia berjalan dengan menyeretnya.

Di ruang tamu berdiri pria membelakangi Cantika. Pria itu memakai kemeja biru laut yang lengannya sebagian dilipat ke atas. Memakai celana berwarna coklat tua yang pas di tubuhnya.

"Bagas?" panggil Cantika.

Bagas membalikkan tubuhnya dan berjalan mendekat ke arah Cantika lalu memeluknya. Cantika terdiam, tidak membalas pelukan Bagas.

"Aku langsung kemari ketika mendengar kabarmu," ucap Bagas dengan suara khawatir.

Pria itu merenggangkan pelukannya dan melihat Cantika dari atas kebawah untuk memeriksa keadaannya. Dia melihat perban masih menempel di kaki Cantika.

Bagas membungkuk dan hendak menyentuhnya, tapi Cantika memundurkan kakinya ke belakang.

"Apa yang terjadi, Cantika?" tanya Bagas sedih. Cantika masih bisa melihat perhatian dan cinta di mata Bagas. Andai saja waktu masih bisa dia putar kembali, dia ingin bersama Bagas waktu itu.

"Tidak ada apa-apa, aku hanya terpeleset dan jatuh saja," ujar Cantika berbohong.

"Jatuh ke dalam laut, itu sangat mengerikan. Jangan ulangi lagi karena aku tidak sanggup mendengar hal buruk menimpamu."

"Kau lihat, aku masih bisa berdiri tegak di depanmu. Aku baik-baik saja," ujar Cantika.

"Oh, aku lupa," ucap Bagas. Dia lalu menyerahkan buket bunga mawar merah ditangannya.

"Aku membawa ini untukmu, kau menyukainya kan?" ucap Bagas. Cantika terpaku menerima buket bunga itu.

Bagas lalu berjalan mengambil tas berisi makanan.

"Aku juga membawa martabak manis spesial kesukaanmu, keju bercampur kacang dan coklat. Masih panas," imbuh Bagas dengan wajah berseri-seri.

"Oh, satu lagi, kau makan ini bersama dengan Es Boba."

Netra Cantika berkaca-kaca. Ternyata Bagas masih mengingat semua hal yang dia sukai. Sudah lama sekali dia tidak merasakan rasanya dicintai.

"Kemarilah," ajak Bagas menarik tangan Cantika ke kursi sofa. Pria itu lalu membuka kotak berisi martabak, memotongnya lalu menyuapi Cantika.

Cantika terdiam, tapi akhirnya dia menerima suapan itu.

"Enakkan? Ini aku beli ditempat biasa kita makan bersama sewaktu kuliah dulu."

Entah mengapa, air mata mengalir di pipi Cantika tanpa bisa dia tahan. Bagas yang melihatnya langsung menyeka air mata Cantika dengan tisu yang ada di atas meja.

Namun, Cantika menolaknya.

"Istrimu, dia pasti menunggu di rumah," ucap Cantika.

Bagas menghela nafas panjang. "Dia sudah tahu tentang kita dan Alisa, dia juga sudah menerima jika seandainya aku memilih menikah denganmu."

"Kau sangat jahat sekali, dia baru saja kehilangan rahimnya dan kau malah mengatakan hubungan yang belum pasti aku akan menerimanya."

"Tapi ...." Bagas ingin menyela. Cantika merenggangkan tangannya. Di saat itu, Alisa yang baru saja pulang sekolah masuk ke dalam ruangan itu.

Dia melihat ibunya bersama dengan pria yang pernah dia lihat di sekolah dulu.

"Om, kenapa di sini bersama Ibu?" tanya Alisha.

Bagas yang melihat kedatangan Alisa langsung bangkit, berdiri, mendekat ke arah Alisha.

"Hei Cantik, kita bertemu kembali. Om kemari untuk bertemu dengan ibumu," ujar Bagas.

"Om kenal dengan Ibu?" tanya Alisha lagi seperti memastikan satu hal dengan gaya seperti anak pada umumnya.

"Ya, kami sudah kenal lama," jawab Bagas melihat ke arah Cantika yang sedang menatap keduanya.

Anggukan Cantika membuka Alisha percaya. Dia lalu melihat ke arah Bagas lagi. "Waktu itu Om, mengambil fotoku, aku ingin melihatnya," ujarnya.

"Fotomu masih ada di rumah, Om, kau bisa melihatnya kapan pun."

"Foto? Foto apa?" tanya Cantika tidak mengerti.

"Om datang ke sekolah untuk memotret semua anak di sekolah katanya untuk apa ya?" terang Alisha tidak jelas.

"Untuk brosur toko swalayan tempat dimana ku bekerja. Aku hendak menjadikan anak sekolah dan ibunya sebagai icon-nya. Sedangkan Alisha, fotonya sangat unik dan menarik, hanya saja aku tidak mungkin mengambilnya untuk kujadikan model sebelum mendapatkan ijin darimu. Aku hanya ingin menyimpannya di rumah," jelas Bagas.

"Jadi fotonya sudah jadi dan bukan aku yang nanti fotonya akan ada di swalayan?" cecar Alisha yang terlihat kecewa.

"Semua harus seijin ibumu," kata Bagas.

"Bu ... boleh kan?" tanya Alisha penuh harap.

Cantika tidak suka jika Alisha turun ke dunia hiburan dan hidup terekspos dan menjadi milik publik ketika masih kecil. Dia ingin Alisha menikmati dunianya. Hanya bermain dan bersekolah saja. Namun, dia tidak mungkin akan menolaknya karena itu bisa berakibat fatal untuk hubungannya dengan sang anak. Alisha bisa tambah membencinya setelah semua yang terjadi.

"Boleh," jawab Cantika ragu dan kaku, dia melirik ke arah Bagas.

"Bagaimana kalau kau ikut juga menjadi modelnya. Perusahaan kami pasti akan sangat menyukainya jika artis dengan nama besar seperti mu bisa menjadi icon swalayan milik kami."

"Kau gila, seperti yang kau tahu namaku sedang jelek di mata publik."

"Kita akan membangunnya lagi," ujar Bagas. Pria itu memang yang dulu menemaninya merintis karir di dunia hiburan hingga sampai bisa meraih menjadi ratu kecantikan sebuah ajang pencarian bakat. Itu titik awal perjalanan karirnya yang meningkat.

Kini, dia hanya ada di rumah saja setelah tahu bahwa Fadil bukan ayahnya.  Dia tidak sesibuk seperti dulu lagi. Tawaran ini seperti angin segar untuknya kembali lagi bersinar.

"Bagaimana?" tanya Bagas penuh harap. Cantika menatapnya.

"Apa masih ada harapan?"

"Selalu masih ada harapan untuk mereka yang mau berusaha, betul begitu Alisha?" tanya Bagas bersemangat.

"Iya, Bu, ayo, kita foto biar nanti foto kita ada di mana-mana," bujuk Alisha.

Cantika melihat ke arah Alisha lalu berjongkok di depannya. "Kau ingin kita melakukannya?" tanya Cantika.

"Iya, agar ayah melihatnya dan bangga punya anak seperti ku. Aku rindu dia, Bu, tapi Ayah tidak pernah datang lagi. Apa ayah sudah lupa padaku setelah punya Lana? Aku ... aku sangat sedih."

Cantika langsung memeluk Alisha erat.

Keterangan Alisha membuat hati Cantika terluka. Anak itu antusias melakukan ini karena Kaisar. Alisha masih berharap Kaisar menjemputnya dan membawanya pergi.

Hati ibu mana yang tidak hancur mendengar pengakuan anaknya. Bagaimana cara untuk menerangkan pada Alisha bahwa Kaisar bukan ayahnya. Walau di pengadilan Alisha mendengarnya tapi dia masih berkeyakinan bahwa hanya Kaisar yang bisa jadi ayahnya tidak ada pria lain.

Cantika sendiri tidak tahu apakah Alisha mengerti jika Bagas adalah ayahnya. Jika iya mengapa Alisha masih memanggilnya Om, jika tidak mengapa dia terlihat santai saja ketika bersama Bagas.

Cantika menatap ke arah Bagas yang nampak kecewa mendengar ungkapan hati putrinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!