16 tahun kemudian...., seorang gadis remaja masih saja bermalas-malasan di kasurnya yang empuk. Padahal matahari sudah nampak di luaran sana, sinarnya bahkan masuk ke dalam kamar namun sama sekali tidak membuat gadis remaja tersebut bangun dari mimpi indahnya.
“Heh! Bangun-bangun, anak gadis jam segini belum juga bangun. Bukannya kamu harus pergi ke sekolah? Ayo cepat bangun,” ujar lelaki tampan. Dia adalah Biru, kini dirinya sudah berusia 34 tahun. Namun wajah tampannya itu masih tetap sama bahkan tidak terlihat menua. Semakin bertambah umur lelaki tersebut semakin terlihat muda.
Tubuh remaja itu menggeliat, dia membuka matanya sedikit. “5 menit lagi, Om.”
Biru menarik selimut gadis itu. Karena gangguan dari Omnya maka Senja pun bangun. Menatap Biru lalu melirik ke arah jam yang berada disampingnya. Matanya langsung terbuka setelah tahu bahwa dirinya kesiangan. Senja bangkit dari tidurnya, meminta sang Om untuk pergi keluar lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badan.
“Masih aja nggak berubah,” gerutu Biru.
Lelaki itu lalu berbincang dengan Pak Arya Papanya Andi. Setelah meninggalnya Mama dan Oma, Pak Arya kini hanya tinggal bersama Senja. Sesekali Biru akan datang untuk bermain dan melihat gadis remaja tersebut. Beberapa saat kemudian, Senja turun dan sudah bersiap dengan seragamnya.
“Senja pamit dulu ya Pah, Om,” ujar gadis itu sembari mencium kedua lengan lelaki di depannya.
“Aku antar aja,” seru Biru.
“Nggak mau! Senja bisa berangkat sendiri, nanti kalo yang antar Om Biru teman-teman Senja pada caper semua.”
Biru tak menghiraukan perkataan gadis tersebut, dia menarik tangannya lalu menyuruhnya naik ke motor. Dengan wajah kesalnya Senja pun menurut karena dirinya sudah kesiangan untuk berangkat ke sekolah. Jika terus menolak perkataan Omnya sudah dipastikan mereka berdua akan terus beradu mulut. 20 menit kemudian, mereka berdua telah sampai di sekolah.
Seperti ucapannya waktu pagi, banyak para siswi yang berteriak memanggil nama Biru. Dari remaja sampai sudah menjadi Om, cowok itu masih saja menjadi rebutan para perempuan. “Nah kan, apa Senja bilang. Om Biru tuh jadi rebutan mereka semua tahu.”
“Jelas dong, tampan begini sudah pasti jadi rebutan para cewek,” jawabnya dengan percaya diri.
Senja menyunggingkan bibirnya mendengar perkataan sang Om yang sangat percaya diri. Setelah berpamitan gadis itu masuk ke kelas. Di dalam sana sudah ada 4 teman cowoknya yang menunggu kehadiran gadis tomboy tersebut. Belum menyimpan tasnya, teman-teman cowoknya sudah mengajak Senja pergi ke kantin untuk sarapan.
Diperjalanan menuju kantin, teman Senja yang bernama Bintang berkata jika dirinya sangat menyukai Biru, betapa terkejutnya gadis tersebut serta ketiga temannya yang lain saat mendengar perkataan itu.
“Sadar Bin sadar. Om Biru cowok loh, ya kali lu suka sama yang sesama jenis. Astaghfirullah, kenapa dengan teman hamba yang satu ini,” ungkap Bima.
Bintang memukul pelan mulut Bima, maksud perkataannya bukanlah suka karena cinta. Melainkan suka karena sikap dan perilaku Biru yang sangat cool dan baik, selain itu dia juga senang jika melihat ketampanan Biru. Bahkan jika dia berada disamping Om Senja, dirinya selalu merasa insecure.
Keempat temannya berseru oh bersamaan. Mereka mengelus dada, bersyukur salah satu temannya tidak belok. Saat tiba di kantin, circlenya Senja selalu menjadi pusat perhatian, selain memiliki teman-teman yang tampan, Senja sendiri memiliki wajah yang sangat cantik. Banyak para siswi yang kagum akan kelima orang tersebut, walau sedikit nakal tapi semuanya sangat pandai dalam pelajaran.
“Mau pesan apa? Kali ini gue yang traktir,” ujar Bima.
“Banyak duit lu, pasti abis jalan sama si Tante,” sahut Leo.
“Wah tuh mulut kalo ngomong sembarangan. Belum gue sumpel pakai sambal sih,” jawab Bima melempar tissue.
Semuanya tertawa, tak heran jika Senja betah dan mau berteman dengan keempat cowok itu. Mereka sangat baik, humoris dan tidak pernah berbuat aneh-aneh. Awalnya Biru tidak mengizinkan gadis kesayangannya bermain dengan seorang lelaki karena takut terjadi sesuatu. Namun, setelah lamanya dilihat dan diperhatikan, keempat cowok tersebut selalu menjaga Senja dengan sangat baik.
Ditengah candaan itu, datang seorang perempuan berkaca mata sembari memegang surat. Dia memberikan sebuah kertas kepada Bintang dengan wajah tertunduk. Setelah kertas itu tersimpan didepan cowok yang disukai, si cewek langsung berlari pergi meninggalkan meja Senja.
“Buka woy buka, wah surat cinta nih kayaknya,” ucap Leo.
“Berani bener tuh cewek ngasih surat ke si Bintang. Nggak takut kena serbu penggemarnya apa?” seru Daffa.
Karena tidak ada yang mengambil surat itu untuk dibuka. Maka Senja lah yang mengambilnya lalu membacanya. Dia melirik Bintang sembari tersenyum, benar saja ucapan Leo, jika cewek tersebut menuliskan surat cinta untuk temannya itu.
Daffa, Bima, Leo dan Senja saling memandang dan tersenyum, sedangkan Bintang sendiri malah memasang wajah datar. Tak mereka ketahui, jika sebenarnya Bintang menyukai gadis lain. “Andai lu tahu Sen, gue cuman suka ke lu doang.”
“Udah ah kasian digoda terus anak orang. Sana pesan makan Daf, keburu bel masuk bunyi,” seru Senja.
“Siap Buketu, minumnya lu semua mau apa? Kalo bisa pesan yang mahal-mahal, kan si Bima yang mau bayarin,” ucap Daffa melirik ke arah temannya.
“Parah lu Daf, traktir sih traktir, tapi nggak yang mahal juga kali. Tekor gue,” sahut Bima.
Daffa pun pergi untuk memesan makan dan minum. Sisanya menunggu dimeja, beberapa saat kemudian makanan pun datang dibawa oleh Daffa, cowok itu terlihat kerepotan membawa pesanan para teman-temannya. Setelah sarapan bersama, mereka kembali lagi ke kelas.
“Buset gue lupa!” ujar Senja menepuk jidatnya. Keempat temannya menatap gadis itu penuh pertanyaan.
“Pr woy! Lu berempat udah pada ngerjain belum?” sambungnya. Barulah setelah Senja berkata itu mereka berempat ikut menepuk jidatnya masing-masing. Ternyata mereka semua belum ada satupun yang mengerjakan tugas sekolah. Saat malam, kelima sahabat tersebut malah asik main bersama anak-anak lain.
“2 menit lagi bel bunyi. Nggak bakal keburu buat ngerjain, pasrah aja. Palingan cuman berdiri didepan kelas doang selama 2 jam,” ucap Bima.
“Iya paling 2 jam. Itu bisa buat kaki gue keram karena berdiri terus kampret!” sahut Leo menjitak kepala Bima.
Keempat cowok itu terus saja bertengkar, mereka tidak menyadari jika Senja tengah mengerjakan tugasnya sendiri.
“Yeayy! Gue udah kelar dong, kebanyakan ngomong sih lu semua. 2 menit cukup buat ngerjain pr, lah lu pada malah adu mulut.”
Jelas saja cukup baginya. Sudah dikatakan jika mereka semua sangat pintar dalam pelajaran. Namun waktu yang seharusnya untuk mengerjakan tugas malah dipakai untuk beradu mulut.
Guru sudah datang dan duduk di kursinya. Leo, Daffa, Bintang dan Bima menelan ludahnya. Sangat disayangkan, guru yang mengajar kali ini adalah Bu Meta, wanita yang terkenal galak serta sangat disiplin. Dia tidak suka jika ada anak muridnya yang tidak mengerjakan tugas pemberiannya. Tidak peduli murid itu bertampang tampan ataupun memiliki otak pintar. Semua diperlakukan sama jika ada yang lupa mengerjakan tugas, yaitu diberikan hukuman.
“Baiklah anak-anak! Tugas minggu kemarin yang ibu berikan silahkan kalian kumpulkan didepan. Dan yang tidak mengerjakan pergi keluar, bawa kursi berdiri sampai pelajaran ibu selesai!”
Senja tersenyum pada keempat temannya. Dia maju kedepan mengumpulkan bukunya. Sedangkan Bintang dkk membawa kursinya pergi ke luar. Bu Meta menggelengkan kepalanya saat melihat keempat muridnya itu. Diluar sana, Daffa menggoda Bintang karena cewek yang berkaca mata itu lewat di depan mereka.
“Lumayan cakep bro, sabi kali buat dijadiin pacar.”
“Culun ah,” sambung Leo.
“Yeah nggak boleh gitu, biasanya yang culun tuh suhunya. Jangan lihat dari luarnya doang, bisa jadi tuh cewek mafia. Bwahaha,” sahut Bima.
“Buset mafia nggak tuh! Tapi bener juga, yang culun tuh bisa jadi suhu coy!” seru Daffa.
“Berisik lu ah!” ucap Bintang.
Ketiga cowok itu langsung diam menutup mulutnya. Bisa dilihat jika Bintang sangat kesal akan godaan dari mereka. Teman-temannya pun tidak lagi menggoda, raut wajah Bintang sudah terlihat malas. 2 jam berlalu, kini pergantian jam pelajaran. Bu Meta keluar dan menyuruh empat murid tersebut untuk masuk dan mengikuti pelajaran berikutnya.
Bima menghela napasnya lega. Dia benar-benar pegal berdiri selama 2 jam sembari mengangkat kursi yang cukup berat. Senja yang melihat teman-temannya kelelahan pun malah tertawa.
Di tempat lain. Ara dan Galang tengah mengobrol diteras depan rumahnya. Ternyata mereka berdua telah menikah dan memiliki seorang anak perempuan yang sangat menggemaskan. Disaat sedang asik berbincang, datanglah Biru membawa kantong plastik berisi camilan dan buah-buahan. Dia memberikannya kepada adik tersayang dan keponakannya.
“Gimana kabarnya kalian? Sorry nih baru bisa datang ke sini. Sibuk sama usaha,” ungkap Biru mengelus rambut Shena.
“Om, om. Permen lolipop kesukaan Shena nggak ada kah?” tanya gadis kecil yang berumur 4 tahun itu. Biru menepuk jidatnya tanda dia lupa jika gadis yang tengah berada didepannya sangat menyukai lolipop. Dia tersenyum memegang kepala Shena dan meminta maaf.
“Nggak papa Om, nanti Ayah yang beliin lolipopnya. Iya kan, Yah?” ucapnya.
“Iya sayang, nanti Ayah yang belikan lolipopnya, sana lanjut main lagi. Ayah sama Ibu akan mengobrol dengan Om Biru,” jawab Galang dengan suara lembut. Tak disangka, cowok yang dahulu terkenal sangat kejam dan nakal kini berhati lembut. Dia benar-benar berubah banyak saat bersama dengan Ara. Cinta telah membuatnya berubah menjadi cowok yang lebih baik.
Shena pergi bermain boneka didalam, sedangkan kedua orangtuanya berbincang bersama Biru. Sampai siang hari, perbincangan itu pun selesai. Biru pamit pada adiknya karena harus memeriksa usahanya. Sekarang dia telah memiliki banyak cabang, dikenal sebagai pemuda sukses.
Kembali ke sekolah. Senja dan teman-temannya tengah bermain basket di lapangan. Semua siswa yang menonton bersorak ria. Keringat yang bercucuran pada keempat teman cowoknya membuat mereka nampak terlihat keren. Pada gadis memegangi dadanya karena merasa meleleh saat melihat itu semua.
Berteriak memanggil nama Bintang, Leo, Daffa dan Bima. Sedangkan murid cowok meneriaki nama Senja. Dalam loker mereka, terdapat banyak surat serta makanan ringan yang diberikan oleh para siswa-siswi lain. “Emang ya jadi good looking itu enak. Lihat aja, tanpa harus membeli sudah ada didepan mata. Gue kadang kasian aja sama mereka semua, udah tahu cinta mereka bertepuk sebelah tangan, tapi masih aja dilakuin. Yang ada rugi sih,” ujar Leo memandang beberapa snacks yang ada didalam lokernya.
“Hak mereka juga, lagipula kita semua nggak pernah minta. Kalo kata bokap gue sih rejeki jangan ditolak. Hehe,” sahut Daffa.
“Ah lu mah gratisan terus,” sambung Bima.
“Toilet dulu, ada yang mau ikut buat ganti baju?” tanya Leo.
Ketiga temannya mengangguk. Setelah berganti baju mereka menghampiri Senja yang sedang duduk seorang diri melihat handphonenya. Gadis itu terlihat sangat serius memperhatikan pesan yang masuk. Bima yang penasaran pun mendekat dan melirik apa isi pesan tersebut. Senja terkejut mendapati Bima yang seperti itu.
“Ngapain sih Bim? Kepo amat lu!”
“Lah lu serius banget lihatnya. Pesan dari siapa sih? Jangan-jangan pacar ya....?”
“Bukan. Ini ada pesan masuk tapi gue nggak tahu dari siapa. Katanya sih dia tahu tentang gue dan keluarga gue. Dia juga tahu tentang masa lalu Om Biru.”
“Wah siapa tuh? Coba gue lihat pesannya,” seru Daffa.
Mereka terdiam, dalam pesan tersebut orang itu seperti ingin mengatakan semua masa lalu Senja dan keluarganya. Namun disengaja tergantung agar membuat si penerima pesan semakin penasaran padanya. Leo mengembalikan ponsel teman perempuannya, dia menyuruh Senja untuk menghiraukan pesan tersebut.
“Dah lah. Pulang sekolah ke kedainya Om gue yuk? Makan gratis nanti di sana,” ucap Senja sembari tertawa kecil.
“Gass poll! Sekalian mau lihat Tante Nadia yang kece badai itu, semakin tua malah semakin menarik buat dijadiin istri,” ujar Bima.
“Cari mati nih anak, mau lu di mutilasi sama Om Arka?” sahut Bintang. Cowok itu baru mengeluarkan suaranya. Entah mengapa daritadi dia lebih banyak diam, matanya pun selalu melirik Senja tanpa sepengetahuan teman-temannya.
Pukul 15.00, bel pulang telah berbunyi. Seperti yang disepakati, mereka akan pergi ke kedai Biru untuk makan cake gratis. Senja yang tidak dijemput menumpang kepada Bintang. Mereka keluar dari gerbang sekolah.
Diperjalanan saat lampu merah, seorang nenek yang akan melintas terlihat jalan sangat lambat. Padahal sebentar lagi lampu berubah menjadi hijau. Suara klakson dari mobil yang berada disamping Senja membuat gadis itu kesal. Bintang turun tanpa membuka helmnya, dia menghampiri si nenek lalu membantunya jalan lebih cepat.
Setelah itu, saat lampu berubah hijau. Senja mengacungkan jari tengahnya kepada orang yang tidak sabaran tersebut, begitupun dengan keempat temannya. Beberapa saat kemudian mereka semua sampai di kedai, terlihat Nadia yang tengah duduk berdua dengan Arka.
“Berisik banget tadi bapak-bapak. Nggak sabaran jadi manusia,” gerutu Bima.
“Lu harusnya marah didepan bapaknya, bukan pas di sini.”
“Hehe, badannya itu loh, gede banget. Bisa dibanting nanti,” jawab Bima terkekeh.
“Eh Bim, ada Tante kece tuh sama suaminya. Katanya lu mau godain, sana samperin.”
“Ada laki nya woy! Lu mau gue dihajar sama Om Arka hah?!”
Nadia dan Arka yang menyadari kehadiran Senja serta teman-temannya pun memanggil mereka semua. Menyuruhnya duduk bersama, Bima tersenyum lalu melirik ke arah Arka.
“Om, dapat istri kayak Tante Nadia dimana sih? Bima juga mau,” ujarnya.
Arka terkekeh mendengar perkataan Bima. Dia menjelaskan jika Tuhanlah yang telah memberikan Nadia kepadanya, sedangkan remaja itu hanya manggut-manggut saja akan ucapan lelaki didepannya. Mendengarkan kisah cinta Arka dan Nadia saat dulu dengan raut wajah yang sangat serius. Tak lama Biru datang, dia mencubit pipi Senja. “Kebiasaan! Pulang sekolah bukannya kerumah malah ke sini. Pasti mau makan gratis kan?”
“Hehe..., tahu aja Om Senja yang satu ini. Iya nih perut aku sama teman-teman udah kelaparan, mau cepat-cepat merasakan cake buatan Om lagi.”
Sikap Senja begitu berbeda saat disekolah dan di basecamp dibandingkan saat bersama Biru. Gadis itu seketika berubah menjadi perempuan hangat. Biru masuk kedalam, lalu membawakan cake yang masih utuh untuk dimakan oleh Senja dan temannya.
“Kenapa cemberut?” tanya Biru.
“Ini mah terlalu bagus buat dimakan, Om. Mending disimpan aja cakenya deh nggak usah di santap.”
“Weh! Enak aja lu, ini Om Biru ngasih buat dimakan. Seenak jidat buat disimpan, kita udah pada lapar Sen,” ujar Bima mengambil cake yang ada didepan Senja.
“Bim! Balikin nggak cakenya,” seru Senja memicingkan matanya tajam pada Bima. Cowok itu tersenyum, dia langsung mengembalikan cake yang tadi diambil. Biru hanya menggelengkan kepalanya saja melihat tingkah kelima remaja tersebut. Dia kembali teringat saat dulu masih muda, lalu pikirannya terlintas wajah Andi.
“Nad, Ka. Lu berdua habis makan di sini mau kemana lagi?” tanya Biru.
“Kita mau kemana Yang?” tanya Arka pada istrinya.
“Nggak kemana-mana. Emangnya kenapa Bi?”
“Gue kangen sama Andi, lu berdua mau ikut nggak ziarah ke makamnya. Udah lama juga kita nggak ke sana,” jawabnya. Senja yang mendengar itu langsung berdiri, dia berkata ingin ikut ziarah ke makam Andi. Biru mengangguk, gadis itu diajaknya untuk ikut ziarah.
Pada malam harinya. Senja diam-diam berjalan keluar rumah. Dia mengambil kunci motornya dengan sangat pelan agar tidak diketahui oleh Papanya. Setelah berhasil, kini gadis itu hendak menyalakan motornya lalu pergi. Namun, siapa sangka, Biru telah menunggunya diluar gerbang. “Mau balapan lagi?”
Senja menoleh kesamping. Dia tersenyum menatap Omnya yang tengah berdiri sembari memegang pinggang. “Woah Om! Ngapain tengah malam berdiri di sini? Kayak hantu aja.”
“Kamu sendiri ngapain keluar tengah malam? Anak gadis kelayapan malam-malam, nggak baik! Masuk sana, nggak ada main saat malam lagi.”
“Sekali ini aja Om, urgent soalnya. Nanti pulang jam satu deh, janji.”
“Nggak boleh!!” seru Biru menggeleng.
Diam-diam Senja menyalakan motornya lalu mengegasnya melaju pergi meninggalkan Biru. Lagi dan lagi laki-laki itu menggeleng, tidak habis pikir dengan Senja. Gadis tersebut sangat susah untuk di nasihati. Biru hanya bisa menghela napasnya, dia masuk kedalam rumah karena hari itu dia disuruh untuk menginap oleh Pak Arya.
Ditempat lain, seorang lelaki tengah memandangi poto seorang perempuan. Dia menyunggingkan senyum, lalu memakai jaketnya dan pergi menggunakan motor. Setelah itu, lelaki tersebut berhenti disebuah rumah, memperhatikan keadaan sekitar.
“Udah hidup bahagia ternyata!”
Setelah berkata demikian, dia pergi kembali. Sebelum itu tidak lupa dirinya mengirimkan sebuah pesan kepada seseorang. Senja yang sudah sampai di basecamp nya disambut hangat oleh yang lain. Dia merebahkan tubuhnya sebentar, lalu meminta salah satu orang untuk membelikannya minuman.
“Sampai sini langsung rebahan, kalo gitu mending dirumah aja Buketu, bukannya Om Biru ada dirumah lu ya? Kok bisa sih keluar?”
“Bisa lah, cuman Om Biru.”
“Jadi kita kumpul di sini mau ngapain nih? Gue ngantuk, cepetan!” ujar Bintang.
“Tumben lu Bin, biasanya paling senang kalo datang ke basecamp. Kenapa lu? Ada masalah sini cerita ke kita-kita,” seru Bima.
“Nggak ada! Gue cuman capek aja hari ini.”
“Ya udah mending balik sana Bin, atau tidur di sini aja bareng anak-anak lain. Lagipula besok libur,” sahut Senja sembari menyeruput minuman yang dibawakan temannya.
Bintang menganggukkan kepalanya, dia pergi kedalam. Merebahkan diri di sofa dan tak lama matanya terpejam. Entah apa yang membuat cowok itu kelelahan, padahal mereka semua setelah dari kedai Biru tidak pergi ke tempat manapun lagi. Senja berbincang-bincang dengan teman-teman lainnya, hanya dia perempuan seorang yang berada di sana. Akan tetapi tidak ada yang berani berbuat macam-macam padanya, mereka tahu siapa Senja.
Malam semakin larut, sebuah notif pesan dari nomor yang tidak Senja kenal kembali muncul. Orang itu mengirimkan sebuah poto bayi dengan bertulisan “Ayah merindukanmu....”
Jelas saja hal itu membuat Senja bingung. Siapa sebenarnya orang yang selalu mengirimkan pesan aneh kepadanya. Pukul 01.30, gadis itu pamit pada yang lain untuk pulang, Bintang bangun dari tidurnya dan menyuruh teman lain mengantarkan Senja. Tapi gadis itu menolak untuk diantarkan.
“Udah larut banget, nurut sama gue,” ujar Bintang.
“Gue bisa jaga diri Bin, nggak usah khawatir. Kayak nggak tahu gue aja,” jawabnya.
“Tetap aja gue khawatir. Biasanya jam segini gengnya Aldo kumpul dipinggir jalan sana.”
“Nah benar tuh Sen, kita semua nggak mau lu kenapa-kenapa. Gue aja yang antar gimana?” seru Leo.
“Iya, lu pulang bareng Leo aja.”
Senja menghela napasnya menurut akan perkataan Bintang. Cowok itu selalu tidak suka jika perintahnya ditolak. Leo pun pergi mengantarkan Senja pulang kerumah. Sesampainya di sana, Biru masih setia menunggu gadis kesayangannya diluar.
Setelah memasuki gerbang, Biru menyuruh Senja untuk segera pergi ke kamarnya. Namun gadis tersebut memanyunkan bibirnya berkata bahwa dirinya lapar. Biru menghela napas, dia membawa Senja ke dapur, membuatkan gadis remaja itu semangkok mie dengan sedikit toping sosis. Disela makannya, Senja bercerita bahwa dirinya akhir-akhir ini selalu mendapatkan pesan dari seseorang yang tidak dia kenal.
Merogoh ponselnya dari saku jaket lalu memperlihatkan isi pesan itu pada Omnya. Biru terdiam memperhatikan pesan tersebut dengan teliti. Dan setelah itu dia mengingat seseorang yang dulu menjadi pusat masalah dalam kehidupannya.
“Jangan hiraukan pesan ini, kalo bisa kamu blok saja nomornya. Habis makan cuci kaki, terus tidur.”
“Om Biru kenal sama orang itu?”
“Nggak! Orang aneh atau iseng doang kali.”
“Tapi Om, katanya dia tahu tentang masa lalu keluarga kita,” ungkapnya.
“Udah-udah nggak usah bahas itu. Cepetan makannya, bukannya besok mau ikut ke makam Andi?”
“Ah iya, ini udah abis. Ya udah Senja ke kamar dulu,” jawabnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!