Menikah dengan orang yang di cintai adalah suatu impian setiap insan. Lalu perjalanan pernikahan menjadi rumah tangga yang sempurna juga menjadi cita -cita setiap pasangan.
Hubungan yang di bangun dari rasa percaya dan rasa sayang bisa menjadi satu kesatuan yang utuh dalam ikatan pernikahan.
Sama seperti yang di rasakan Yumna dan Duta saat ini. Pasangan muda yang baru saja menikah itu harus siap berpisah untuk sebuah cita -cita dan kesuksesan di masa yang akan datang.
Yumna dan Duta sudah berada di lobby Bandara. Bunda Sinta dan Yuri ikut mengantar pasangan pengantin muda tersebut.
Yuri dan Bunda Sinta semakin akrab dan terlihat cocok sekali. Yuri yang memang sahabat Yumnasejak SMA, sudah mengenal keluarga Yumna dengan baik. Apalagi setelah lulus, Kak Dafa berjanji untuk melamar Yuri.
Yumna sejak tadi tak lepas dalam dekapan Duta. Duta juga menunggu rombongan dosen dan beberapa temannya yang ia kenal untuk pergi ke Jepang.
"Jangan lupa kabarin Yumna setiap detik!!" ucap Yumna tegas sekali tanpa menatap Duta. Yumna sengaja mengumpat di balik dada bidang Duta agar tak terlihat orang banyak kalau ia sedang menangis. Hanya seseklai Yumna mengangkat tangannya untuk menyeka air mata dan mengelap air matanya dengan tissu yang sudah kumal di genggaman tangannya.
"Harus setiap detik gitu? Nanti malah Kakak gak bisa kerja dong?" cicit Duta melemas.
"Ya mau gimana? Dulu Kak Duta sibuk malah di deketin Atika. Jangan -jangan nanti sibuk juga ada yang lagi deketin juga. Kak Duta kan terlalu baik, tyerlalu fair sama orang, bisa salah paham, tapi anehnya kalau sama Yumna galak!!" ucap Yumna kesal. Yumna mengungkapkan uneg -unegnya dengan jujur.
Duta mengusap kepala Yumna pelan dan di kecup pucuk kepala Yumna penuh kasih sayang berkali -kali.
"Sayang ...Kalau berbuat baik sama orang itu wajib, hukumnya kan seperti orang sedang bersilaturahmi. Masalah dia baper atau salah paham, itu urusan dia, yang terpenting hati Kakak sudah buat kamu seutuhnya. Cinta Kakak sudah bulat sempurna untukmau, begitu juga kasih sayang Kakak selalu tumpah ruah buat kamu. Kalau Kakak suka galak, itu tandanya Kakak peduli sama kamu. Kakak pengen kamu jadi wanita yang baik dan lebih baik lagi, biar jadi jadi istri yang sempurna di mata Kakak. Memangnya tidak mau, jadi humairahnya Kakak selamanya di dunia dan di akhirat?" tanya Duta lirih.
Yumna hanya mengangguk pelan di dada Duta.
"Mau dong, Kak," ucap Yumna pada Duta.
"Klaau mau, ya, kamu harus mau dan siap di kritik sama Kakak, di sarankan yang baik. Kamu gak mnegeluh dengan penilaian Kakak. Karena Kakak ingin kamu jadi lebih baik. Apa Kakak melakukan hal yang sama pada orang lain? Kan gak? Itu karena Kakak gak peduli, dengan tingkah polah dan jungkir balik mereka pada hidupnya. Kakak cuma fokus berbuat baik, apapun Kakak lakukan asal itu tidak haram. Apalagi sekarang kita sudah menikah, Kakak itu semakin mengurangi intensitas bareng dengan perempuan lain, kecuali kamu, Sayang. Masih ragu? Masih gak percaya? Kamu ingat -ingat lagi lah, waktu Kakak sekarang lebih banyak sama kamu. Kalau di rumah sudah jelas kan? Di Kampus juga sebisa mungkin Kakak samperin kamu di kelas, kita makan di kantin bareng, kita ke BEM bareng, apa itu bukan suatu bukti buat kamu? Apalagi yang kamu ragukan?" tanya Duta pada Yumna.
"Tapi kan mulai besok Kak duta di Jepang, di negeri orang. Yumna gak akan tahu apa yang Kakak lakukan, apa yang Kakak makan, apa yang sedang Kakak kerjakan, dengan siapa Kakak jalan, teman satu kamar Kakak siapa? Yumna gak tahu, kan," ucap Yumna mulai merasa kesal sendiri. Akhir -akhir ini Yumna selalu over thinking, dan punya ketakutan tersendiri jika kehilangan Duta.
"Setiap Kakak telepon, kita video call ya. Kalau Kakak balesnya hanya kasih pesan singkat, berarti Kakak memang lagi sibuk. Kakak akan berusaha kasih kamu kabar setiap saat dan sesering mungkin," ucap Duta pelan.
Yumna melepas pelukan Duta dan menatap wajah suaminya dengan tatapan lekat sekali.
Tangan Duta mengulur ke wajah Yumna dan mengusap sisa air mata yang masih ada di sekitar pipi Yumna dengan ibu jarinya.
"Senyum dong buat suami. Kakak gak mau lihat kamu sedih dan nangis begini," ucap Duta pelan dan mengecup pipi Yumna.
Yumna memaksakan tersenyum pada Duta.
"Senyum kok manyun. Na ... Kamu hamil gak?" tanya Duta pelan.
Seketika Yumna menggelengkan kepalanya. Tadi pagi baru saja ia datang bulan dan kini sedang memakai pembalut.
"Gak Kak. Ini aja lagi datang bulan. Kenapa?" tanya Yumna pelan.
"Gak apa -apa. Kalau hamil, Kak Duta kan harus sering -sering pulang buat nengokin kamu," ucap Duta tertawa.
"Ohhh ... Jadi kalau Yumna gak hamil, gakpulang gitu?" tanya Yumna kesal.
"Bukan gitu. Tapi Kakak kerjanya bis alebih fokus. Klau istri hamil, tentu pikirannya bercabang. Udah deh gak usah OVT. Kalau mau main ke Jepang tinggal atur waktunya, nanti Kakak jemput di Bandara, oke?" ucap Duta memberi tahu.
Rombongan Profesor dan beberapa dosen sebagai dosen pendamping serta beberapa mahasiswa pilihan sudah hadir di sana dan berkumpul untuk brifing. Duta pamitan untuk kumpul dulu sebelum berangkat.
"Uhhh ... Bakalan ada yang nagis tujuh hari tujuh malam," goda Yuri pada Yumna.
"Enak aja. Udah lebih kuat ini, gak nangis lagi," cicit Yumna sendu. Berusaha menahan rasa sakit di dadanya.
"Sabar ya, Na. Ada Bunda yang bakal nemenin kamu di apartemen, ada Yuri juga, nanti bakal ada Bunda Gita juga," hibur Bunda Sinta sambil mengusap punggung Yumna pelan sekali.
Yumna mengangguk pelan dan tersenyum lebar. Duta memnaggil Yumna. Duta sudah akan berangkat. Duta memeluk Yumna erta dan berpamitan. Pesawat yang akn mereka tumpangi sudah siap dan akan terbang langusng menuju Jepang.
"Kamu hati -hati di rumah sendiri. Jaga kesehatan, kalau ke Kampus jangan suka nongkrong, terus langsung pulang gak usah main. Kalau mau belanja di Supermarket biasa aja. Uang nanti Kakak isi ulang terus biar kamu gak kekuranagn beli cemilan. Ingan jaga diri, jaga hati, jaga pandangan, jaga sikap, oke. Kamu udah istri harus bisa menjaga diri kamu dengan baik. Jangan sampai ada yang laporan ke Kakak soal kamu yang tidak baik selama berada di Kampus," titah Duta pada Yumna.
"Iya Kak Duta. Nasihatnya Yumna laksanakan. Kak Duta harus percaya sama Yumna," ucap Yumna pelan.
"Kak Duta percaya sama kamu, Na. Cuma Kak Duta takut kehilangan kamu," ucap Duta yang langsung mencium bibir Yumna di depan umum. Duta sudah tak peduli apa kata orang. Tidak perlu lagi menutupi hubungannya dengan Yumna lagi. Kini mereka sudah SAH menjadi suami istri, jika merekea melakukan hal mesra yang membuat iri tentu saja, sudah HALAL di lakukan.
"Eummhhh ... Sukanya nyium tiba -tiba. Yumna kan gak siap," cicit Yumna kesal.
"Mau d ulang?" goda Duta.
"Gak. Nanti Yumna kangen malahan," ucap Yumna menunduk tak bisa menahan isak tangisnya.
Duta memeluk Yumna erat dan melepas perlahan untuk pergi. Yumna mulai hiseris. Dadanya naik turun merasaka sesak di dadanya melihat Duta yang kian menjauh pergi. MEREKA AKAN TERPISAH RUANG DAN WAKTU.
Beberapa bulan kemudian ...
Hubungan Yumna dan Duta semakin mesra dan harmonis walaupun terpisah jarak dan waktu. Perbedaan waktu dan tempat tidak membuat mereka saling membatasi satu sama lain.
Duta mengikuti semua keinginan Yumna. Ia selalu mengirimkan pesan singkat dan menunjukkan bukti dengan foto bahwa ia sedang melakukan aktivitas apa. Begitu pun dengan sebaliknya.
Setiap pagi saat Yumna terbangun dari tidurnya selalu bahagia. Senyumnya yang manis selalu terbit saat Duta sudah mengirimkan kata -kata manis dan foto terbaru Duta. Jika Yumna membalas, Duta pun langsung video call untuk memotivasi istrinya untuk melaksanakan aktivitas paginya agar semangat.
"Haiii sayang ... Sudah bangun, kecupan Kakak sampai apartemen kamu kan?" goda Duta pada istrinya yang masih terlihat muka bantal.
Yumna hanya memajukan bibirnya dengan kesal. Pagi -pagi moodnya selalu di buat senang sekaligus malu. Walaupun dengan suami sendiri, aklau terlihat jelek rasanya tetap saja tidak percaya diri. Belum lagi ada iler yang masih menjejakkan petanya di dekat bibir Yumna.
"Kecupannya bikin candu, Kak. Minggu depan Yumna ke Jepang ya? Kan sudah selesai ujian akhirnya. Kita udah enam bulan gak ketemu, Kak," ucap Yumna pelan.
"Hemmm ... Gimana ya? Kakak sibuk, Na. Kamu gak apa -apa kalau Kakak tinggal -tinggal di apartemen. Kakak lagi bikin gambar untuk proyek prof. Daniel. Kalau berhasil, ini di jadiakn skripsi Kakak, jadi Kakak bisa lulus cepat," ucap Duta dengan bangga.
"Gak apa -apa. Yumna pengen ketemu Kak Duta. Yumna rindu sekali, pengen di suapin, pengen makan bareng, pengen tidur ada yang meluk, hemmm rindu pokoknya," cicit Yumna rindu dan sendu sekali. Ada sesak yang di tahan karena ingin menangis setiap melihat wajah Duta dalam layar ponselnya. Rindunya sungguh meronta -ronta ingin seegra menemui sang suami yang amat Yumna cintai.
"Iya ... Kamu sendiri kan? Sendiri aja ya, jangan sama Bunda atau Yuri," ucap Duta pelan.
"Emang kenapa? Kalau bawa Yuri atau Bunda. Lagi pula mereka bisa tidur di hotel," ucap Yumna pelan.
"Kita gak bebas, Sayang. Kak Duta kayaknya mau titip sesuatu deh," ucap Duta terkekeh.
"Titip apa? Kalau titip sesuatu di depan Yuri atau Bunda juga tak masalah kan?" ucap Yumna pelan.
"Ya gak mungkinlah, Kakak titip benih di depan Yuri atau Bunda," ucap Duta mengulum senyum ingin mengetahui respon istrinya yang masih tidak konek, karena koneksi otaknya agak lambat.
"Titip benih? Benih apa? Ikan?" tanya Yumna yang begitu polos.
"Memang benih, cuma benih ikan aja? Benih cinta yang menjadi seorang bayi nantinya," ucap Duta pelan.
"Hah? Maksud Kak Duta kita punya anak gitu?" tanya Yumna sedikit terkejut. Walaupun saat ini Yumna sudah mau menerima resiko untuk punya anak.
Menurut nasihat Bunda Sinta dan Bunda Gita, kalau punya anak itu rasa cinta dan sayang suami ke istri makin bertambah. Tidak itu saja, pemicu berantem pun akan berkurang. Lelaki akan sering pulang dengan alasan kangen sama anak. Kalau masih sama -sama sibuk, sampai kapan pun rasa egonya akan tetap tinggi. Itu nasihat yang paling di ingat Yuman dari Bundanya maupuin Bunda Duta.
"Iya. Kamu belum mau punya anak?" tanya Duta pelan. Duta pikir selama enam bulan berpisah, dan kini Duta kuliah sekaligus punya penghasilan sendiri. Apa kurang pembuktian dan pengorbanan untuk berjuang bertanggung jawab atas Yumna.
"Mau Kak. Yumna mau punya anak," ucap Yumna dengan suara tegas dan sangat yakin sekali.
kedua mata Duta berbinar senang. Ia tak percaya kalau respon Yumna begitu antusias sekali. Mungkin dnegan sudah memiliki anak, Duta akan lebih bebas membawa Yumna kemana pun ia pergi. Alasan terkuat ada di anak. Tentu saja Duta sudah memikirkan jauh -jauh hari.
"Kamu serius kan, Na? Gak bercanda?" tanya Duta amsih tak percaya.
"Serius Kak. Masa iya bikin anak, mau punya anak, masih aja bercanda. Kita menikah sudah lama," ucap Yumna tiba -tiba menjawab bijak.
"Good answer my wife. Love u," ucap Duta senang.
"Love u too, Kak. Yumna mau mandi ya, mau ujian juga. Yuri kayaknya udah bikin sarapan, soalnya wangi banget," ucap Yumna pelan.
"Iya. Makan yang banyak. Fokus dan konsetrasi penuh ya, Sayang. Sukses buat ujiannya, ahti -hati, jaga diri," ucap Duta menasihati.
Yumna mengangguk dan tersenyum lalu menutup sambungan video call itu dengan hati berbunga -bunga. Tidak ada kebahagiaan lain saat ini kecuali kebahagian yang di buat suaminya untuk Yumna.
***
Yuri dan Yumna sudah berjalan di lobby. Setelah sesia satu ujian, nanti di sesi tiga ada ujian mata kuliah lain. Untuk menunggu waktu, Yuri mengajak Yumna ke Kantin Kampus.
"Yumna ...." panggil seseorang dengan suara asing di telinga Yumna dan Yuri.
Keduanya menoleh ke arah sosok wanita yang terlihat cantik dan anggun. Ya, wanita yang sempat dekat dengan Duta dulu.
"Kak Alice? Ada apa?" tanya Yumna pelan menunggu Alice yang sedang berjalan menghampiri Yumna.
Alice adalah Ketua BEM yang baru atas permintaan Dekan. Alice adalah putri tunggal dosen senior di Kmapusnya. Saat namanya mencuat untuk di jadikan Ketua BEM, langsung di acc begitu saja. Padahal secara kemampuan akademis dan kemampuan kepemimpinannya kurang. Entah siapa yang mendorongnya dari belakang untuk mau dan yakin bisa menjadi seorang Ketua BEM.
"Ekhemmm Duta apa kabar? Bisa minta nomornya? Karena aku butuh sesuatu hal yang urgen banget. Ini ada kaitannya dengan dia, saat ia masih menjabat sebagai Ketua BEM," ucap Alice santai.
"Soal apa? Lagi pula, ini sudah enam bulan berlalu. kenapa baru ada masalah sekarang?" tanay Yuman sedikit ketus.
"Laporan keuangan organisasi BEM tidak balance. Jadi aku harus tuntut dong pertanggung jawabannya, karena Dutayang menjabat Ketua BEM," ucap Alice nampak serius.
"Hemmm .. Itu bukan urusan Kak Duta saja, organi sasi BEM itu terdiri banyak orang. Jajaran pentingnya ada tiga, Ketua, Sekertaris dan Bendahara. Ketiganya punya penting dan punya kuasa saat itu. Kalau mau, pertemukan semua," ucap Yumna mulai panas.
Kenapa sekarang baru di bahas soal selisih laporan keuangan. Aneh sekali, batin Yumna kesal.
"Oke. Kalau kamu gak mau kasih aku nomor Duta. Aku bisa cari dengan mudah. Inget, aku anak dari dosen senior, jadi aku bisa lakukan apa saja yang aku mau. Satu hal lagi? Kamu tahu dimana Lukas?" tanay Alice pelan.
"Lukas? Gak. Yumna sudah lama gak berhubungan sama Lukas. Komunikasi pun gak pernah," ucap Yumna ketus.
"Kita gak ada waktu untuk urus beginia. Kalau ada sesuatu hal, yang langsung aja hubungin orang yang bersangkutan, dan itu bukan KITA!!" ucap Yuri mengegrtak Alice.
Di Kantin Kampus, Yumna danYuri sedang duduk berdua menikmati makan siangnya. Hari ini hari terakhir ujian akhir. Mulai besok, mulai libur akhir semester. Satu semester sudah tanpa di temani Duta, Yumna hanya kurang bersemangat saja. padahal Kak Jone, Kak Daffa, Bunda Gita dan Bunda Sinta saling bergantian menemani Yumna di apartemen.
"Kamu jadi ke Jepang, Na?" tanya Yuri di sela -sela makannya.
"Jadi. Lusa kayaknya. Mau titip oleh -oleh?" tanya Yumna pelan sambil mengunyah batagor.
"Gak kok. Kamu kesana buat ketemu Duta, bukan buat mencari oleh -oleh. Ada juga waktu liburan kamu habis buat cari oleh -oleh saja," ucap Yuri terkekeh.
"Ya gak lah. Yumna lumayan lama kan, soalnya sekalian tahun baruan disana juga. Kak Duta juga sudah kasih waktu beberapa hari untuk Yumna, walaupun selebihnya Yumna akan ada di apartemennya sendirian. Mungkin waktu itu yang akan Yumna pake untuk jalan -jalan di deket situ beli sesuatu untuk sahabat Yumna yang paling baik sejak dulu," ucap Yumna pelan sambil tersenyum pada Yuri.
"Iya deh. tapi gak usah di paksain ya," ucap Yuri menasehati. Yuri tidak mau Yumna terlalu memikirkan banyak orang cukup pikirkan dirinya sendiri dan Duta serta hubungannya.
Siang itu memang lumayan agak panas teerik hingga hawa dan udara membuat terasa gerah dan mudah berkeringat.
"Na ... Ada sesuatu yang mau aku omongin. Memang udah agak lama sih, tapi aku baru bisa ngomonginnya ke kamu," ucap Yuri pelan.
Yumna menoleh ke arah Yuri dan tersenyum.
"Ngomong aja, Ri. Ada apa? Gak usah pake gak enakan kayak gitu. Kita bersahabat jan, juga sudah lama," ucap Yumna pelan.
"Beberapa waktu lalu, aku ketemu Lukas," ucap Yuri mengehntikan pembicaraannya. Yuri hanay ingin tahu bagaimana respon Yumna selanjutnya. Kalau Yumna bertanya lebih lanjt, mungkin Yuri akan melanjutkan ucapannya. Tapi, jika Yumna tidak ingin membahas Lukas, Yuri tidak akan melanjutkannya kembali.
"Lukas? Apa kabar dia?" tanya Yumna denagn santai dan tak nampak terlalu antusias. Yumna memang sedikit demi ingin menjauhi Lukass. Yumna hanya ingin hidupnya bahagia dan tidak terlalu tergantung dengan orang lain terlebih dengan Lukas.
"Dia baik saat itu. Dia cuma pesan, agar kamu bisa jaga diri," ucap Yuri pelan.
"Aku baik - baik saja lho. Lukas pasti tahu akn. Yumna yang sekarang tidak se -manja dan se -cengeng itu. Tapi ... akhir -akhir ini, memang perasaan Yumna kurang baik baik. Tiba -tiba, cemas dan gelisah, terus degub jantung juga selalu deg -degan setiap saat," ucap Yumna pelan.
"Itu cuma ketakutan kamu, Na. Atau mungkin karena mau ketemu Kak Duta?" tanya Yuri pelan.
"Entahlah. Beberapa hari ini, Kak Duta memang jarang berkomunikasi lewat chat dengan Yumna, apalagi video call, paling cuma telepon sebentar dan kirim voice note aja. Makanya lusa mau kesana tuh, mastiin juga, kalau Kak Duta baik -baik saja," ucap Yumna pelan.
"Maksudnya gimana sih? Kok aku gak paham, apa aku yang gagal paham. Tadi kamu bilang, lusa mau kesana? Itu belum ada kesepakatan berdua?" tanay Yuri pelan.
"Kesepakatan sih udah ada dari sebulan lalu, Ri. Tapi, seminggu terakhir ini, Kak Duta emang sibuk kayaknya, jarang komunikasi. Kemarin pas telepeon juga kayak buru -buru banget. Kalau di tanya soal, keberangkatan, dan bisa jemput kapan tuh kayak mulai gak di bahas," ucap Yumna pelan.
"Sabar ya, Na. Mungkin emang Kak Duta sibuk banget, jadi dia bingung ngatur waktunya. Mau jujur sama kamu soal kesibukannya takut kamu kecewa, tapi dia juga dilema, antara tugas dan kerjaan sama rumah tangganya. Kamu harus bisa lebih bijaksana dan dewasa menyikapinya," ucap Yuri menyarankan.
"Jadi, menurut kamu. Aku urungkan keberangkatan aku, lusa besok? AKu tunggu kesiapan Kak Duta gitu?" tanya Yumna pelan dan mulai bimbang.
"Gini aja. Nanti malam, kan kamu udah mulai santai nih. Coba kamu hubungi Kak Duta duluan, kamu chat, atau kamu voice note dan bilang mau telepon penting. Kalau di bales, berarti dia lagi ada waktu, dan kamu langsung telepon saja. Kamu tanya soal kesiapan Kak Duta, kalau kamu datang lusa. Jadi kalau LDR gini gak usah pakai surprise, nanti yang ada kita malah kena surprise sendiri," ucap Yuri menyarankan.
"Aku juga gak ngasih surprise. Bunda Gita juga nyaranin begitu. Kalau aku kasih surprise, pas Kak Duta lagi jalan sama orang atau lebih spesisfik sama perempuan, ternyata rekan atau partnernya yang ada malah jadi berantem kalau Yumnanya gak sabaran. Gitu. Tapikemarin Bunda Gita juga di telepon gak dia angkat. Kayak perasaan Yumna bilang ada sesautu yang terjadi," ucap Yumna pelan.
"Na ... Jangan OVT. Ingat Kak Duta selalu kasih kamu nasihat jangan pernah berpikir negatif, walaupun memang ada sesuatu hal yang etrus memenuhi pikiran kamu. Toh, Kalau memang ada sesuatu yang terjadi, Bunda Gita, Kak Duta, atau Bunda Sinta pasti kasih tahu kan. Mereka akan jujur dengan apapun," ucap Yuri pelan.
Yumna hanya mengangguk pelan dan berusaha menenangkan diri. Jujur saja, dua hari terakhir ini, mimpi buruk seolah terus melewati mimpinya. Yumna tahu, Duta, suaminya adalah lelaki baik dan setia. Tidak mungkin, Duta itu melakukan hal buruk dibelakangnya. Itu sudah terbukti dengan hubungannya yang selalu awet beberapa tahun saat mereka pacaran dan akhirnya Duta melamarnya untuk menghalalkan hubungannya ke jenjang yang lebih serius.
"Coba deh, nanti malam, aku iktin saran kamu, Ri. Kamu gak nginep di apartemen aku?" tanya Yumna pelan.
"Kan aku udah bilang. Kalau ada Bunda Gita, aku gak enak, Na. Biar kamu sama Bunda Gita bisa lebih enak ngobrolnya kalau gak ada aku," ucap Yuri yang memang canggung dengan Ibu mertua Yumna.
"Itu sih perasaan kamu saja, Ri. Bunda Gita itu baik, sama baiknya kayak Bunda Sinta. Gak pernah marah dan selalu memberikan support dan motivasi terbaik untuk Yumna," ucap Yumna pelan.
"Aku cuma orang lain, Na. Walaupun aku sahabat kamu. Kapasitas aku, bukan bagian keluarga Duta. Pasti ada hal, yang Bunda Gita tidak ingin di ketahui orang lain, kecuali kamu, sebagai anak menantunya. Aku gak mau ganggu moment kebersamaan kamu sama mertua kamu, kebahagiaan kamu sama Bunda Gita dan tawa kalian berdua," ucap Yuri pelan. Yuri merasa canggung saj, walaupun memang Bunda Gita begitu baik tidak pernah membedakan dan selalu bersikap adil.
"Tapi, Bunda Gita udah pulang dari tiga hari yang lalu, ada urusan penting. Terus kayak buru -buru gitu, di suruh pulang sama Ayah. Mungkin saja, Ayah harus pergi pindah dinas, biasanya gitu. Tadinya suruh Bunda gantiin, kebeetulan Bunda lagi sakit. Kak Jone juga pas ada urusan lain di Kantor Ayah. Kak Dafa, lagi sibuk urus restaurant sambil skripsi," ucap Yumna pelan.
"Ya udah. Ntar malam aku ke apartemen kamu. Tapi, aku ada acara keluarga dulu ya? Paling jam delapanan ke sana," ucap Yuri memastikan.
"Oke. Makasih ya, Ri. Kamu emang sahabat palin baik buat aku," ucap Yumna pelan sambil memeluk Yuri, sahabatnya itu.
***
Satu semester ini, Duta melewatinya dengan baik. Pekerjaannya dan studinya juga berjalan seimbang. Di saat kebahagiaannya berada di puncak dengan rencana kedatangan Yumna, seolah semua itu hanya cerita dongeng yang berakhir pada mimpi buruk bagi Duta.
Hidupnya terasa terhenti saat kejadian beberapa hari lalu menimpanya. Suara itu amat ia kenal dan tak sempat ia melihat siapa orang itu dan kini ia hanya bisa duduk terdiam dan meratapi semua takdirnya.
Air matanya tak lagi bisa menetes, rasanya sudah kering dan tak mampu lagi kesedihannya menitikkan air mata.
"Duta ... Makan dulu ya," pinta Bunda Gita pada anak semata wayangnya itu.
Tidak ada jawaban dari Duta. Mungkin, anak lelaki itu masih syok dan ia tidak tahu harus bagaimana lagi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!