“Wahai Putri-Putri ku ... para keturunan ku ... Aku Sang Raja ****, akan memberikan semua kekuatanku kepada keturunan ku yaitu ketiga putriku yang telah terlahir kedunia,”
“... Sampai kapan pun, kekuatanku akan terus ada di dalam tubuh mereka, hingga mereka bisa menyelesaikan apa yang tak bisa diselesaikan olehku.” ucap seorang Pria dengan pakaian khasnya. Mengenakan jubah merah dengan mahkota dikepala.
Selain dirinya yang berdiri, terdapat satu wanita cantik berrambut panjang berwarna putih keabu-abuan. Dengan mahkota kecil dikepalanya, Ia tersenyum menatap keranjang bayi. Terdapat tiga orang bayi yang sedang menikmati mainan mereka. mata mereka beragam dengan warna yang segar. Dengan senyum manis yang menjadi pelengkap diparas cantik mereka.
Semua pelayan yang ada disana begitu sangat senang memandang ketiga keranjang yang berisikan Bayi cantik dan imut.
Dari masing-masing bayi itu, mereka memiliki mata yang indah, yang di tengah memiliki mata berwarna Merah kehitam-hitaman, disamping kanan si tengah, memiliki mata berwarna Biru Malam dan disebelah Kiri si tengah, memiliki mata berwarna Merah Terang.
Meski belum sepenuhnya bisa melihat, hanya warna yang bisa ditangkap. Para Bayi ini sudah menarik perhatian semua orang. Hal ini lah yang membuat Sang Raja yang berbicara tentang kekuasaan. Tak tahan lagi untuk mengumumkan siapa yang akan mendapatkan kekuatannya.
“Untuk para tamu undangan yang telah hadir ... Aku selaku Ayah dari Tiga Putri yang di dalam keranjang itu akan menyampaikan, bahwa ketiga putriku ini akan mendapatkan kekuatan yang setara dan yang pasti tak ada yang bisa mengalahkan mereka.” ucap Sang Raja lagi.
Hal itu membuat semua orang saling terdiam, bahkan tak bisa berbisik sama sekali. Karena tekanan yang diberikan oleh Sang Raja untuk memberitahukan bahwa saat ini ia tak sedang bermain-main. Kekuatannya sampai membuat orang-orang merasa sesak.
“Maka aku membuat perjanjian darah dan langsung meneruskan kekuatan dan kekuasaanku kepada Putri-Putriku”
Sang Raja pun mengores pedang ditangannya hingga memberikan luka kecil yang dalam. perlahan darah mengalir dengan segar di lengannya. Membuat aula yang luas dihadiri oleh orang-orang penting menjadi penuh dengan aroma darah. Ruangan itu dipenuhi oleh siluman Naga, lebih tepatnya para Naga yang menyerupai Manusia.
Darah yang semakin kental dan semakin kuat aromanya, maka bisa dipastikan bahwa ia lebih kuat dari mereka. dan kedudukkannya tidak bisa dipandang rendah. Semua orang yang hadir langsung bertekuk lutut ketika aroma darah itu telah memenuhi ruangan.
Sang Raja yang sudah menyayat tangannya, pergi menuju ke keranjang Putri-putrinya berada. dia mengalirkan darahnya kemulut Anaknya masing-masing lalu meneteskan darah tersebut ke-.
“WOY!”
“Woy!!!”
“Kau tuli?”
Seorang Pengawas diruang perpustakaan tengah membangunkan seorang Wanita yang dengan tenangnya tertidur ditimpukkan buku.
Wajahnya ditutupi oleh buku sejarah yang berjudul ‘Masa Lalu Reinkarnasi’. Pengawas itu mengambil buku tersebut dan menyusunnya. Membuat Wanita yang tertidur itu pun bangun karena tahu buku yang dipegangnya telah menghilang.
“Siapa?” tanyanya sambil mengosok mata dan mengselaraskan pandangannya.
“Tamayra! ... sudah berapa kali aku bilang, jangan tidur diperpustakaan dan jangan kau ulangi lagi.” ucap Sang Pengawas perpustakaan.
Belum sempat menjawab, seorang Ketua Osis datang dengan buku ditangannya.
“Apa dia berulah lagi?” tanya sang Ketos yang merupakan Pria Idaman di sekolah.
Wanita yang menjadi Pengawas itu mengangguk. Mengiyakan pertanyaan sang Ketos.
“Tamayra ... sudah berapa kali kau di tegur. jangan ulangi. Apa kau tidak mendengarkan peringatan itu?” tanya sang Ketos langsung dan mengambil alih tugas sang Pengawas untuk menegur Tamayra, gadis yang saat ini pura-pura mendengar padahal malas tidak mendengar sekalipun.
“Hey Tamayra! Apa kau mendengar perkataan ku?” tanya sang Ketos lagi. Membuat sang pemilik nama Tamayra hanya memutar bola matanya dengan malas.
“Tahu,tahu,dengar, dan dengar. kau lihat orang didepanmu ini? Dia punya dua telinga. Jadi bisa dipastikan aku bisa mendengar. kalau sampai tak bisa mendengar maka aku tak akan menjawab atau meladeni hal ini.”
“Sudahlah, kalau masalah menjelaskan fakta, sebagai Ketos anda pasti sudah mengetahuinya. Jadi tidak perlu dijelaskan lagi.” ucap Tamayra.
Tamayra dan Ketua Osis di sekolahnya merupakan seorang rival dalam bidang segala hal. Baik bidang non akademik maupun yang akademik. Selain masalah nilai dan kemampuan, mereka kadang selalu berdebat masalah sepele, seperti waktu makan siang untuk anak kecil apa bisa diubah atau tidak?.
Perdebatan itu sempat membuat pihak sekolah ikut menyelesaikan dan berakhir dengan mereka bertanya langsung ke dokter ahli gizi bahkan dokter anak sekali pun. Walau hasil yang tak memuaskan bagi keduanya. Mereka tetap akan berdebat walau masalah itu kecil sekalipun. Tak ada yang waras di antara mereka.
Sang Ketos langsung menatap tajam kearah Tamayra yang berdiri dan hendak berlalu pergi.
“Ke mana sopan santun anda Tamayra?” tanya Ketos sambil berbalik badan dengan tangan yang kini terlipat didadanya.
“Apa perlu sopan santun ku?” tanya Tamayra kembali sambil menunjukkan wajah mengejeknya.
Semua orang yang ada disana memperhatikan dua orang yang selalu berdebat. Momen-momen ini adalah momen yang sudah biasa terjadi. Dan bisa dibilang harus ada orang yang menjadi penengah untuk menjauhkan mereka berdua.
“Perlu! Sebagai seorang Ketua Osis disekolah ini, aku perlu mendisipinkan orang-orang yang kelewatan batas seperti dirimu.” Jelasnya dengan nada tinggi untuk orang-orang yang nakal seperti orang didepannya.
“Cih! Tidak perlu melakukan hal itu,. seseorang pasti akan memberikan sopan santun mereka jika memang diperlukan. Dan saat ini, sopan santunku tidak diperlukan di depan ketos seperti anda, karena pada dasarnya tetap saja dimata orang-orang aku tidak memiliki kesopanan.” jelas Tamayra dengan cepat sambil menatap malas kearah Ketos.
Semua orang yang ada disana hanya bisa menatap dengan malas, rasanya ingin cepat-cepat mengakhiri hal seperti ini, karena kalau diteruskan tak akan ada habisnya.
Tamayra yang mengerti akan perubahan suasana langsung pergi setelah mengucapkan penjelasannya. Tanpa membalikkan tubuh saat Ketos memanggil namanya berkali-kali.
Berjalan menyusuri lorong sekolah, menuju ke tempat yang biasa dijadikan tempat kumpul oleh Tamayra dan dua Sahabatnya.
Dengan suasana kesal yang menghampiri diri, rasa kantuk pun hilang dengan cepatnya. “Bener-bener nih cowok, Ketos apaan coba. selalu ada dimana pun jika aku membuat pelanggaran.”
“Coba kalau aku berbuat baik, di mana dirinya....” keluh Tamayra dengan kepala yang sudah memanas. Ia melangkah dengan cepat sampai ia melihat dua orang yang tengah duduk dengan wajah yang suram.
Tiba ditempat tersebut, Tamayra langsung bertanya. “Kenapa dengan kalian berdua?”
Dua orang yang ada didepannya menatap Tamayra dengan tatapan suram.
“Apa kalian mendapat masalah?” tanya Tamayra lagi. Dan kali ini kedua Sahabatnya mengangguk.
Salah satu dari mereka pun mengela nafas. “Tamayra ... apa kau tahu, kenapa setiap aku ingin membeli makan di kantin selalu ketemu wakil ketos itu ... aghhhh menyebalkan!” ucap Lestayra.
Lestayra seorang gadis yang memiliki sifat ceroboh level atas. Memiliki wajah cantik dengan rambut setengah punggung berwarna hitam pekat.
Dirinya lebih tinggi daripada Tamayra dan Sahabat satunya lagi. Meski tubuhnya tinggi, usianya lah yang paling muda diantara Tamayra dan Sahabatnya.
“Itu mungkin sudah menjadi takdirmu. Coba aku entah angin mana sang Bendahara Osis bisa-bisanya mengangguku beberapa minggu ini. sangat tidak wajar bukan?” ucap Melyra.
Melyra seorang gadis yang memiliki sifat tenang bagaikan air tapi bisa kacau yang akan membuat banjir satu kota,Kalau dia marah.
Selain sifat tenangnya, dia merupakan orang yang paling tua diantara Tamayra dan Lestayra. Meski diantara mereka bertiga hanya beda beberapa bulan saja. Namun itu penting untuk mereka dalam menghargai yang paling tua. Melyra memiliki tubuh yang lebih rendah dengan tinggi 159cm dari Tamayra dan Lestayra.
Mereka bertiga tinggal dipanti asuhan karena dari kecil lebih tepatnya dari bayi sudah berpisah dengan orang tua masing-masing.
Tamayra ditinggal oleh kedua orang tuanya pada saat usianya belum genap 2 bulan. Karena kedua orang tuanya terjerat dalam pembunuhan masal dirumah sakit.
Saat melahirkan Tamayra, Tamayra dibawa oleh seorang suster untuk dimandikan dan saat waktu itulah pembunuhan terjadi. Hingga akhirnya Tamayra dikirim kepanti asuhan.
Lestayra ditinggal orang tuanya saat usianya memasuki 3 bulan. Orang tua Lestayra meninggal karena kecelakaan beruntut.
Sedangkan Melyra ditinggal orang tuanya saat usianya belum genap 1 bulan. Penyebab kematian orang tua Melyra karena fitnah dari boss Ayahnya. Hingga orang tuanya terjerat hukum dan berakhir dibunuh.
Dari mana mereka semua tahu penyebab kematian kedua orang tua mereka? yaitu dengan mencarinya sendiri saat usia mereka memasuki 15 tahun. Saat itulah dunia yang mereka kira sempurna ternyata penuh dengan tantangannya.
Tapi mereka tak memperdulikan hal itu lagi, menurut mereka itu adalah takdir yang tak bisa dihindari. Jadi bagaimana kehidupan yang telah mereka dapatkan tidak boleh mereka sia-siakan.
Maka dari itu, sekarang diusia 17 tahun yang sebentar lagi akan lulus SMU. Mereka akan mengapai impian mereka dan keinginan orang tua mereka untuk tetap hidup dengan bahagia. Mungkin itulah yang dipikiran mereka saat ini.
Tapi semua yang mereka alami tak akan mudah, kalau masalah aneh tak muncul didepan mereka.
Hari ini adalah hari libur. Tentu saja sekolah harus ada hari libur. Tamayra, lestayra dan Melyra memutuskan untuk mengunjungi kampung halaman mereka. tempat di mana mereka dibesarkan.
Panti asuhan yang terletak di kampung kecil, tidak membuat Tamayra, Lestayra dan Melyra malu untuk memberitahukannya kepada teman-teman mereka.
Karena mendapatkan libur, mereka memilih untuk pergi ke kampung dan menikmati suasana hijau yang segar dipandang.
Jika di kota kita melihat bangunan maka di kampung kita melihat hutan dan pemandangan desa yang luar bisa menyegarkan mata.
“Tamayra! Lestayra! apa yang kalian tunggu? ayo berangkat, kita perlu ikut bus pertama.” ucap Melyra yang tengah menunggu di teras dengan mengendong tas miliknya.
“Bentar!” jawaban kedua orang yang sedang ditunggu oleh Melyra. Tidak berapa lama dua orang itu pun keluar dengan tas yang lumayan besar dari tas milik Melyra.
“Apa yang kalian bawa? hei kita ke kampung bukan sedang bertamasya ya!” ucap Melyra.
Tamayra dan Lestayra saling memandang satu sama lain.
“Hehe tentu saja ini hadiah untuk adik-adik kita dipanti.” ucap Tamayra yang mendapat anggukkan oleh Lestayra.
Melyra yang mendengarnya tersenyum, tentu saja tasnya juga berisikan hadiah untuk adik-adik panti mereka.
Mereka bertiga pun berangkat menuju pemberhentian bus. Menuju ke kampung mereka, ketiganya harus menaiki tiga bus dan memakan waktu tiga jam untuk tiba di sana.
Tidak berapa lama menunggu, bus pun tiba. bus yang menjadi akses pertama mereka saat ini tidak bisa dilewatkan. Mereka dengan cepat naik untuk bisa mendapatkan tempat duduk.
Setibanya didalam, bukannya mendapat tempat duduk, mereka harus mendapati bahwa bus saat ini penuh dengan orang yang akan membuat suasana menjadi panas.
“Seharusnya kita ikut bus yang kedua saja.” ucap Lestayra yang mendapat anggukkan dari Tamayra dan Melyra.
Menunggu hingga satu jam kemudian mereka akhirnya bisa bebas. selama dalam bus yang memakan waktu satu jam itu, tidak sama sekali mereka memiliki kesempatan untuk bisa duduk. Sediki menyebalkan.
“Kita akan ikut bus lagi kali ini?” tanya Lestayra. sangat menyebalkan berdiri dengan tas yang begitu beratnya.
Mereka ingin marah tapi tak tega karena yang ikut dalam bus tak lain adalah orang tua. Jadi tentu saja mereka tak tega menyinggirkan orang tua, dimana sopan santun mereka?
“Apa kita bersepeda saja?” ide entah dari mana datang dari Tamayra yang membuat Melyra berpikir keras sedangkan Lestayra langsung setuju.
“Aku setuju, setidaknya kita lelah juga sambil duduk bukan? Yeah bersepeda memakan waktu lebih lama, tapi jalan yang kita lewati datar tidak bergunung bukan?” Lestayra langsung memikirkan rute yang harus mereka lewati.
jalan cepat yang ingin mereka lewati sebenarnya seperti jalan ninja, mereka perlu melewati gunung dan perairan kecil, bahkan jembatan. Tapi karena bersepeda, mereka perlu jalan yang tak seperti itu agar mengalir seperti air.
“Aku tahu jalan yang lebih mudah, tapi itu memakan waktu gimana?” tanya Tamayra.
Melyra belum memberi pendapatnya, kedua Sahabatnya ini langsung mengambil tindakkan jika sudah mendapatkan ide yang cemerlang.
“Hei tunggu dulu! Aku belum memberikan pendapatku!” ucap Melyra yang kini berlari mengejar Sahabatnya. mereka pergi ke salah satu toko sewa sepeda.
“Kalian seharusnya dengarkan aku dulu!” pekik Melyra yang sudah menyusul sahabatnya. Ia berbicara tapi tidak ada yang menghiraukannya.
“Tamayra! apa kau yakin jalan itu sangat aman?” Lestayra bertanya sambil memeriksa sepeda yang kini sudah 100% disewa oleh mereka.
“Apa kau lupa, kalau aku tidak buta map, aku akan mengunakan map yang ada lalu mengingatnya dalam memoriku.” ucap Tamayra dengan percaya diri.
“Baguslah,kalau begitu mari berangkat!” ucap Lestayra yang kini bersepeda lebih dahulu. Meninggalkan Tamayra yang masih memeriksa sepeda miliknya.
“Hei tunggu aku!” Tamayra langsung bergegas menyusul Lestayra, melupakan Melyra yang baru saja membayar sewa sepeda untuknya.
“Ini pak,Makasih” panik Melyra, dia langsung mengejar dua sahabat laknatnya itu. “KALIAN! TUNGGU, BENAR-BENAR SAHABAT LAKNAT!”
...▪︎▪︎▪︎...
Perjalanan kali ini penuh dengan kebahagian, tentu saja tiga orang sahabat yang begitu akrab seperti saudara menikmati waktu bersama. Sangat jarang bisa seperti ini, apa lagi terlepas dengan namanya tugas sekolah. Meski hanya beberapa minggu mereka libur. Setidaknya seminggu itu sangat bermanfaat untuk mereka.
Jalan yang mereka lewati seperti apa yang dikatakan oleh Tamayra, mereka berjalan dengan begitu tenang tanpa harus banyak membuang keringat karena jalan yang mereka lewati lurus tak bergelombang.
“Habis ini kita belok ya, sepertinya ada jalan pintas yang bisa kita gunakan.” ucap Tamayra yang melihat tikungan. dia langsung mengarah kesana dengan diikuti oleh Lestayra dan Melyra.
Semua masih tenang,tapi semakin lama jalan yang mereka lewati semakin gelap. Mungkin hutan yang membuat matahari tak bisa menerani jalan.
Hingga Lestayra mempercepat ayunan sepedan
ya begitu juga dengan Melyra.. Mereka mendekati Tamayra yang masih tenang bersepeda.
“kenapa dengan kalian?” tanya Tamayra dengan melirik dua sahabat yang tiba-tiba berada disampingnya.
“Kita bersepeda bersama-sama.” ucap Melyra, sedangkan Lestayra bertanya. “Kau yakin ‘kan? jalan ini benar menuju ke kampung?”
“Tentu saja benar! Aku sudah menghapal mapnya, tenang saja kita tak akan tersesat. habis ini, kita akan keluar tidak lama lagi.” Tamayra mengayunkan sepedanya sedikit cepat bersamaan dengan yang lain.
Mereka terus bersama sampai mereka menemukan jalan yang penuh dengan ranting-ranting dan akar dari pepohonan.
“Apa jalan ini jarang dilewati?” tanya Melyra karena bingung dengan jalan yang mereka lewati saat ini.
“Sepertinya begitu, padahal ini jalan pintas. Seharusnya sering dilewati.” Tamayra menjawab pertanyan Melyra.
Mereka terus mengayuh sampai tak menyadari bahwa ada dahan pohon yang menghalangi jalan. Hingga ketiganya menabrak dahan tersebu dan berakhir dengan terjungkal.
Mereka menutup mata menikmat suasana jatuh yang akan memberikan rasa sakit luar biasa.
Dari penghitungan Tamayra, jika mereka jatuh ke tahan. Akan memberikan rasa sakit yang bertahan selama 30 menit. Karena Tamayra yang terakhir menutup mata, melihat betapa tingginya mereka terjungkal ke depan.
Rumus matematika yang dipakai Lestayra saat pertama kali menutup mata adalah menghitung seberapa lama mereka terjatuh. Dia memperkirakan hanya perlu waktu sepuluh detik untuk bisa menikmati rasa tersungkur ke jalanan.
Sedangkan Melyra memikirkan obat apa yang akan dioleskan nanti jika mereka telah menerima luka,. Dia orang yang kedua menutup mata.
Memikirkan luka yang akan diterima oleh mereka. bisa dibayangkan jika diwajah, Melyra harus mencari dedaunan yang memberikan manfaat agar tak berbekas. Kalau ditubuh, dia hanya perlu memberikan obat yang dibawanya. Kalau parah dia akan mengingat resep panti asuhan.
Semua yang mereka pikirkan dengan mata tertutup berharap secepatnya bisa membuka mata. Namun semakin dipikirkan semakin aneh yang mereka rasakan.
Bukan rasa sakit dengan hitungan 30 menit yang akan datang. Bukan rumus Matematika yang membuat mereka merasakan rasa jatuh dalam hitungan 10 detik dan bukan luka yang akan mereka dapatkan jika tidak merasakan semua itu.
“Jadi aku terjatuh apa tidak nih?” benak mereka bertiga. Setelah itu, ketiganya membuka mata bersamaan.
Apa yang akan kau pikirkan jika pertama kali membuka mata setelah memperkirakan hal tadi. Pasti hal aneh bukan?
“Apa aku telah meninggal, sampai melihat keindahan langit yang luar biasa birunya, bahkan cahaya matahari kalah cantik dengan birunya langit.” ucap Tamayra yang mengangkat tangannya, menghalangi keindahan langit.
“Apa aku mendapat keberuntungan hingga bisa terjatuh langsung ke surga tanpa harus melewati ujian dosa.” Lestayra mengusap wajahnya untuk memastikan dia tidak salah bicara.
“Sepertinya Aku telah bangun dari mimpi buruk. Saat ini aku pasti lagi tertidur di taman sekolah. Sampai memimpikan rasa sakit karena terjungkal dan menerima luka yang harus diobati.” ucap Melyra yang memilih untuk duduk.
Mereka bertiga berdiri memandang sekeliling. melihat apakah mereka benar dalam berpikir. Tapi lagi-lagi pendapat mereka salah karena yang mereka lihat tidak seperti yang mereka bayangkan.
Seorang wanita dengan anggun berjalan mendekati Tamayra, Lestayra dan Melyra. Saat ini mereka tengah dikepung oleh para orang-orang lengkap dengan pakaian perang.
“Apakah Anda sekalian adalah orang baru disini?” tanya seorang wanita anggun itu. Dia begitu cantik dengan gaun yang seperti dongeng kerajaan, berwarna merah muda.
“Apa kita sedang bermimpi? Bagaimana bisa masuk ke dunia kerajaan?” ucap Melyra yang membuat Tamayra mengangguk sedangkan Lestayra mengeleng.
“Apa itu?” tanya Wanita anggun. Membuat Ketiga orang yang merasa keanehan langsung berteriak histeris.
“AGH! Di mana kita?”
“Apa kita telah mati? lalu masuk ke tubuh dimasa lalu?”
“Gila! Apa kita dikirimi santet oleh musuh kita?”
Bruk! bruk! bruk!
Tamayra,Lestayra dan Melyra pingsan saat mereka menerima sebuah pukulan ditengkuk mereka oleh seseorang.
“Apa yang kau lakukan Selir Rosita? Mereka sepertinya penyusup, atau orang ... gila.” ucap wanita lain yang bergaun kuning.
“Maaf Selir Jia Li. Mereka terlihat tersesat, jadi Selir Rosita ini berniat membantu mereka.” jelas Selir Rosita yang berbicara dengan Ketiga gadis asing itu.
“Kebaikkanmu sungguh sangat dipuji Selir Rosita. Tapi, kita harus membawa mereka dulu ke kerajaan sebelum membantu mereka. Anda tahu sendiri bahwa saat ini musuh tengah mengintai kita?” ucap Selir Jia Li.
Mereka pun pergi bersama dengan prajurit yang ada. Tentu saja Melyra, Lestayra dan Tamayra dibawa oleh mereka.
Kesadaran telah kembali. Tamayra, Lestayra dan Melyra pun bangun dengan duduk di lantai yang dingin.
Mereka menatap ke segala arah dan menangkap keadaan yang ada di depan mereka.
Sebuah lampu dengan kemegahannya, dinding yang bukan seperti dinding. bisa dibilang ini seperti bangunan yang dilapisi kekayaaan. Terdapat corak-corak indah disetiap dindingnya.
Mata mereka menatap takjub. Apa lagi melihat sekumpulan orang yang mereka anggap patung. Namun semakin diliat semakin aneh, karena yang di anggap patung itu bergerak bahkan berbisik. Suara mereka pun terdengar oleh mereka bertiga.
Seketika itu juga mereka langsung menatap sekeliling dan melihat wanita yang tak asing dimata mereka. dia adalah orang yang mengajak mereka berbicara sebelum pingsan.
“Kalian sudah bangun?” tanya seseorang dengan suara keras yang membuatmu tunduk.
Tapi bagi mereka bertiga itu hal yang biasa. Apa lagi bagi Melyra, bergaul dengan sahabatnya yang tidak bisa diam bahkan berbicara pun suaranya bervolume tinggi, jadi tak ada lagi rasa takut baginya.
Tamayra, Lestayra dan Melyra hanya terdiam dan sedikit mengangguk. Mereka pun berdiri yang membuat para orang aneh menodongkan pedang sembari mengelilingi mereka.
Pria yang bertanya itu mengangkat tangannya untuk menenangkan orang-orang asing itu.
“Aku bertanya, kalian dikirim oleh siapa?’ tanya Pria yang kini duduk ditahta. Tamayra si pencinta komik, novel, dan segala macam cerita langsung bisa mengetahui bahwa Pria itu adalah Raja.
“Lestayra,Melyra,Pria itu adalah Raja.” bisik Tamayra yang mendapat anggukkan oleh kedua Sahabatnya.
“Maaf sebelumnya, kedatangan kami sebenarnya bukan karena kiriman siapa pun. kami berasal dari tempat terpencil yang tersesat....”
Tamayra berucap dengan perkataan yang membuat Lestayra langsung membungkam mulutnya.
Tentu saja dia lakukan itu karena baru tahu bahwa Tamayra bisa berakting dengan sangat baik. ‘Perlu diajak pergi main film kalau gini’ itu yang dipikiran Lestayra.
Melyra sedikit menahan tawa melihat Tamayra menyembunyikan kedua tangannya karena gugup.
Yeah, Melyra merasa saat ini mereka tengah berakting diatas panggung. Dan penontonnya adalah orang-orang yang memperhatikan mereka.
“Bagaimana aku bisa mempercayai kata-katamu, sedangkan sikapmu terlihat mencurigakan.” ucap Pria yang kini diketahui seorang Raja. Dia memandang dengan tatapan curiga.
Melyra berlutut dengan sikap layaknya seorang kstatria yang sangat dianggunkan. Hal itu membuat Lestayra langsung tertawa lepas.
“Ha...Hahaha, aduh perutku! ... sangat-sangat perfect,” ucap Lestayra sebelum mendapat pukulan di kepalanya oleh Tamayra.
Dump!
“Maafkan adik kami baginda Raja.” ucap Tamayra sambil melakukan hal yang sama seperti Melyra. Mereka membiarkan Lestayra yang tengelam dalam alam pingsannya.
“Kalian saudara?” tanya sang Raja yang kini memandang serius.
“Kami bukan Saudara kandung. kami merupakan seorang teman yang menganggap satu dengan yang lain Keluarga.” jelas Melyra yang membuat semua orang mengangguk-angguk.
“Maaf atas ketidaknyamanan kalian semua, kami mengatakan yang sebenarnya. kami dari Desa terpencil yang ingin pergi mencari sesercah uang untuk kehidupan kami.” Entah apa yang ada di otak Tamayra saat ini.
Melyra menatap kagum kepada Tamayra, jarang-jarang Tamayra menjadi seperti ini. Yeah kalau disuruh akting disekolah, sudah dipastikan dia akan memilih untuk tidak masuk sekolah dari pada harus berakting. Langka untuk melihat akting tanpa naskah ini.
Raja yang melihatnya kini mengangguk. “Baiklah..kalau begitu kami akan mengawasi kalian selama satu minggu, dan jika memang apa yang diucapkan olehmu benar, kalian akan dibebaskan.” ucap sang Raja.
Tamayra yang mendengarnya mengangguk, Lagian apa boleh buat.Yang harus dilakukan olehnya adalah berdiskusi masalah tentang keanehan yang mereka alami ini.
Setelahnya, mereka bertiga di ajak ke kamar yang sudah di siapkan. Pengawal pun menjaga mereka di luar pintu kamar.
Tamayra dan Melyra memutuskan untuk melempar Lestayra di kasur tengah. Kamar yang kini mereka bertiga tinggali begitu Luas.
Di dalam kamar ini terdapat tiga kasur yang sangat empuk. Dan tentu saja, karena mereka berada di kerajaan, motif kamar ini sedikit berbeda dengan kamar tidur mereka sendiri.
Di setiap kasur itu, terdapat kelambu yang siap begitu indah, bahkan sangat lembut seperti kamar khusus.
“Hah! apa yang terjadi sebenarnya.” tanya Melyra yang baru saja membanting Lestayra. Tamayra juga telah melakukan hal yang sama.
Mereka berdua duduk di dua kasur yang tersisa. “Entahlah ... aneh, kita ada di kerajaan.” ucap Tamayra yang membuat Lestayra langsung terbangun.
“Kerajaan?”
Kaget? Yeah tentu saja, bayangkan niat yang awalnya ingin pulang kampung malah berakhir dengan mereka tiba di kerajaan. ‘Siapa yang menjemput mereka? mahluk gaib?’ pikiran melayang menghantui mereka.
“Sepertinya iya, kau tidak lihat semua yang ada disini? baik bangunan atau pun pakaian mereka, aku terpikirkan saat pingsan tadi, sebenarnya aku tak sepenuhnya pingsan.” ucap Tamayra.
“Aku pun engak.” jawab Lestayra. Tapi saat pingsan barusan, dia benar-benar pingsan. Itu semua karena pukulan Tamayra yang sangat berbahaya.
“Aku pun engak pingsan.” jawab Melyra.
“Aneh, pukulan itu kuat tapi terasa geli.” ucap Lestayra menyentuh tengkuknya, di mana pukulan itu berasal.
“Sudahlah, untuk saat ini kita ikuti apa yang ku ucapkan barusan. Kita berasal dari desa dan mencari uang untuk kehidupan kita. Jadi kalian jangan bertingkah, Selama aku mencari bukti tentang kita ini. Aku harap kalian tak berbuat masalah.” tegur Tamayra.
“Tenang saja May, kami akan mengingatnya,” ucap Lestayra.
Melyra mengangguk menyetujui perkataan Lestayra. Mereka bertiga pun memilih untuk mengistirahatkan diri mereka.
...°°°...
“Selir Rosita, apa yang kau ingin sampaikan kepadaku.” ucap sang Raja yang tak lain suami Rosita juga. dia menatap sang Suami dengan tatapan tenang dan tidak berani mengangkat lebih tinggi untuk memandangnya.
“Maafkan saya Yang Mulia. Saya yang menemukan mereka, jika mereka adalah musuh-musuh kita, maka tolong hukum saya yang telah membawa mereka.” ucap Selir Rosita dengan begitu tulusnya.
Raja yang mendengarnya mengusap lembut kepala selirnya itu. “Aku tidak akan menghukummu, apa lagi Selir Jia Li, kalian tak salah. kita akan lihat apakah mereka musuh atau orang yang sekedar lewat.” ucap Sang Raja yang kemudian pergi meninggalkan Selir Rosita.
Tidak berapa lama, langkah kaki seseorang datang dengan pakaian megahnya. “Salam Yang Mulia Ratu.” ucap Selir Rosita terhadap wanita yang tersenyum dan mengangguk untuk menjawab sapaan itu.
...°°°...
TUK TUK TUK
Tidur nyenyak itu terusik dengan suara ketukan. Ketiganya terbangun dan melirik satu dengan yang lain.
Tamayra yang bangun terlebih dahulu untuk membukakan pintu kamar mereka. di sana terlihat seorang wanita muda cantik dengan rambut yang diikat seperti ekor kuda.
“Maaf menganggu kalian.” ucap Wanita itu, membuat Lestayra dan Melyra melangkah mendekat.
“Tak apa, ada yang bisa ku bantu?” tanya Tamayra. Jujur saja Lestayra masih menahan tawa begitu juga dengan Melyra, Mereka berbisik.
“Tamayra terlihat seperti penjaga toko.” bisik Lestayra kepada Melyra. “Bukan penjaga toko lebih ke resepsionis.” balas Melyra.
“Selir Rosita menyuruhku untuk mengantarkan kalian makanan, siapa tahu kalian lapar.” ucap sang Wanita itu.
“Kami tidak La-.”
Cruk~
Tamayra sedikit memerah, untung dia belum selesai berbicara. “Kami tidak menolak apa yang kalian berikan, terimakasih.” Tamayra langsung mengambil napan yang diserahkan oleh wanita itu.
Setelah kepergiannya. Tamayra melihat kearah Melyra yang kini terdiam dengan wajah menunduk sedangkan Lestayra menahan tawa yang dalam.
“Jadi Sang tertua disini lapar, ini makanlah.” ucap Tamayra dengan nada sedikit mengejek. Membuat Lestayra tertawa lepas.
“Hahaha ... tidak ku sangka, Melyra bisa lepas kendali dengan masalah perutnya... hahaha.”
Mereka hanya bisa mengeleng bersama-sama menikmati apa yang terjadi. Tak ada yang bisa mereka lakukan sekarang. Yang ada mereka harus bertahan dulu untuk bisa bebas dan mulai mencari tahu alasan dan kenapa mereka bisa masuk ke dunia yang bukan dunia mereka.
Makanan yang didapat oleh mereka merupakan makanan yang unik. Ada sup yang hanya airnya dan sebuah makanan yang terbuat dari gandum. Mereka merasakan makanan yang baru dan pertama kali mereka makan.
“Ini makanan yang menarik dan enak. ternyata gandum bisa dibuat seperti ini.” ucap Lestayra yang mengunyah makanan dari gandum itu melebihi Tamayra dan Melyra.
“Bukan hanya Gandum, biasanya juga Kentang, Ubi-Ubian, dan lain-lain. semua itu juga bisa.” ucap Melyra memberikan pendapatnya yang mendapat anggukkan oleh Tamayra.
Tanpa mereka sadari, Selir Rosita dan Sang Raja berada diambang pintu melihat tingkah mereka yang makan dengan berlesehan tanpa merasa risih sekali pun.
Setelah melihat hal itu sang Raja dan Selir Rosita pergi tanpa pamit atau pun permisi. Lagian istana ini adalah milik mereka.
Pintu tertutup dengan tenang tanpa menganggu ketiganya yang menikmati makan siang mereka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!