“Ibu…. Ibu… hhhik.. hhiik kakak nakal bu” adu seorang balita cantik nan menggemaskan sambil menangis menghampiri ibunya.
“Sayang… kenapa kamu menangis, nak?” ucap seorang ibu sambil memeluk anak tersebut di pelukannya.
“Emmmhh… ibu au kelingat” ucap balita tersebut sambil menutup hidung dengan tangannya, saat menyadari aroma tubuh ibu yang memeluknya. Hingga membuat balita tersebut lupa akan tangisnya.
“Juniii… “ ucap ibu tersebut dengan mimik wajah yang di buat jengah mendengar penuturan putrinya tersebut.
Ya memang benar ibu tersebut terlihat berkeringat setelah lelah seharian dalam menjalani pekerjaannya.
“Heee…. tapi Juni tetap ayang ibu” ucap Juni dengan raut wajah yang menggemaskan. Membuat ibunya kembali tersenyum saat mendengar mulut manis putrinya tersebut.
“Dasar… bocah bermulut manis” ucap ibu tersebut merasa gemas sambil mencubit putri cantiknya itu.
“Mami… mami…” teriak balita lainnya sambil berhamburan menghampiri ibunya.
“Aku juga mau di peluk mami” ucapnya merasa iri pada adik perempuannya yang terlihat dekat dengan maminya tersebut.
“Sayang … anak ibu” ucap ibunya sambil memeluk anak lainnya tersebut.
Rupanya balita-balita tersebut adalah anak kembar.
Mereka begitu menggemaskan dan menyayangi ibunya.
“Tunggu sebentar… sepertinya tadi ibu mendengar Juni menangis?” ucap ibu penasaran saat teringat tadi mendengar putrinya menangis.
“Tadi Juni kenapa menangis?” tanya nya dengan penuh perhatian sambil menatap kedua anaknya bergantian.
“Maaf… maaf mi, tadi Juna yang bikin Juni nangis” jawab Juna lebih dulu sambil menunduk merasa bersalah.
“Juna janji gak akan nakal lagi dan gak akan bikin Juni nangis lagi” lanjutnya takut membuat maminya marah.
“Kemari sayang… “ ucap ibu merasa terharu sambil memeluknya, mengapresiasi atas keberanian putranya yang mengakui kenakalan yang di buatnya tersebut.
“Tapi lain kali jangan di ulang lagi ya, nak” ucap ibu sambil menatap anaknya tersebut.
“Kamu anak laki-laki dan sebagai anak laki-laki tidak boleh membuat anak perempuan menangis apalagi Juni adalah adik perempuan kamu. Dan sebagai kakak, kamu harusnya menjaga dan melindunginya. Apa kamu mengerti, sayang?” lanjut ibu menasihati balitanya tersebut.
Entah dia mengerti atau tidak, tapi yang jelas sedari dini ibu tersebut ingin menerapkan hal tersebut supaya anak laki-lakinya menjaga, menghargai dan melindungi perempuan apalagi itu adalah adik perempuannya sendiri.
“Iya mi… Juna minta maaf ya, mi” ucapa balita tersebut pada maminya dengan expresi yang kembali membuat ibu tersebut tersenyum gemas.
“Nah kalau begitu, sekarang kamu minta maaf sama adik mu” ucap ibu memberitahu.
Kemudian anak kembar yang berbeda jenis itu kembali akur dan kembali bermain bersama.
Melihat hal tersebut tentu membuatnya merasa tenang dan senang.
“Anggun.. kamu sudah pulang, nak?” tanya seorang wanita paru baya saat melihat Anggun tengah terduduk di tengah lantai yang melihat anak-anaknya kembali bermain bersama menjauh dari tempatnya duduk.
“Eh bi Asri” ucapnya.
“Iya, Bi. Anggun baru pulang” lanjutnya.
“Apa anak-anak bertengkar lagi?…. Maaf tadi bibi ke luar sebentar, jadi tidak memperhatikan mereka” ucap bi Asri merasa bersalah meninggalkan balita-balita tersebut berdua hingga membuat kedua balita itu sempat bertengkar.
“Tidak apa-apa, bi. Namanya juga masih anak-anak dan pertengkaran mereka juga masih wajar di usia mereka yang masih belum mengerti apa-apa” ucap Anggun pada bi Asri.
“O iya.. memangnya tadi bibi keluar habis dari mana?” lanjut Anggun bertanya, merasa sedikit penasaran.
“Itu Gun, bibi dapat tawaran dari orang kota. Katanya kalau bibi mau ada kerjaan jadi art” ucap bi Asri memberitahu.
“Terus gimana, bi?” Anggun kembali bertanya.
“Bibi juga bingung. Kalau bibi pergi nanti anak-anak kamu siapa yang jaga?” ucap bi Asri mengutarakan ke galawannya.
“Bi Asri gak usah khawatir. Aku masih bisa jaga anak-anak sambil kerja. Lagi pula kerjaanku juga gak formal, di tempat kerjaanku malah sering pada nanyain si kembar biar bisa di bawa” ucap Anggun, tidak ingin membuat orang yang selama ini baik padanya merasa terhalang-halangi.
Selama ini bi Asri lah yang telah membantu dan merawat anak-anak Anggun.
Pada hal jika di pikir-pikir Anggun bukan siapa-siapa nya bi Asri. Tapi bi Asri begitu baik padanya.
Entah apa yang membuat bi Asri begitu perduli pada Anggun saat melihatnya terlunta-lunta di jalanan dalam ke adaan hamil besar dan tanpa saudara ataupun teman.
Sejak saat itu, bi Asri membawa Anggun ke kampung halamannya. Beruntung di tempat kampung halaman bi Asri bukan orang-orang yang egois dan sok suci.
Mereka saling perduli satu sama lain. Tidak memandang rendah orang lain, apalagi di saat melihat seorang wanita dalam ke adaan hamil tanpa suami tidak membuat mereka beranggapan bahwa wanita tersebut adalah seseorang yang suka melakukan zinah di luar nikah. Mereka tidak seperti itu. Meskipun latar belakang pendidikan di tempat tersebut masih terbilang rendah tapi dalam kemanusiaan merekalah orangnya.
Anggun merasa bersyukur di pertemukan dengan bi Asri dan orang-orang kampung yang baik padanya.
Tidak seperti orang-orang yang telah di temui sebelumnya. Orang-orang yang sudah di anggap nya keluarga dan teman-teman yang dia percayai tapi malah sebaliknya, acuh tak acuh dan tidak perduli dengan apa yang terjadi padanya.
Namun semua itu adalah masa lalu yang ingin Anggun lupakan. Tidak ingin terlalut dalam penderitaan dan kesedihannya di masa lalu.
Meskipun terkadang ingatan kelam di masa lalu masih sering mengusik batin dan pikirannya.
Terlebih jika memandang lama wajah anak sulungnya yang mengingatkan Anggun pada laki-laki yang telah membuatnya hancur dan tersiksa.
Seperti saat ini, saat dimana anak-anaknya mulai terlelap dengan wajah sayu dan damainya.
Anggun mulai menatap anak-anaknya satu persatu, hingga pada saat melihat Juna wajah dan ingatan itu memaksa memorinya untuk kembali ke masa lalu.
Flash black on
Malam itu Anggun dan suami sah nya yang bernama Leon Adinata telah melangsungkan pernikahan yang hanya di hadiri keluarga inti saja.
Pernikahan tersebut memang berlangsung secara tertutup, hal tersebut atas permintaan Leon yang tidak ingin pernikahannya menjadi konsumsi publik.
Selain dia menikahi gadis yang baru lulus SMA dan umur mereka terpaut usia 10 tahun, Leon tidak ingin di cap sebagai seorang pedofil yang menyukai anak-anak kecil, pikir Leon. Walaupun sebenarnya tidak seperti itu dan entah pemikiran itu dari mana datangnya.
Tapi yang jelas Leon tidak suka dan amat benci dengan perjodohan yang harus di lakukannya.
Terlebih papanya memaksa dan mengancam akan mencoret namanya dari daftar tunggal pewaris perusahaan Adinata Grup. Di mana perusahaan tersebut lima dari daftar perusahaan terkaya di kota A.
Hal tersebut membuat Leon semakin membenci Anggun yang di anggapnya telah menghasut ayahnya supaya mau di jodohkan dengannya.
Apalagi Leon tahu seberapa sayang papanya tersebut pada Anggun.
Hingga membuat Leon berpikir bahwa Anggun telah memanfaatkan kasih sayang papanya tersebut demi apa yang di inginkannya.
Setelah pernikahan mereka sah di kantor KUA, mereka kembali ke kediaman Adinata. Namun berbeda dengan papanya Leon yang bernama Michael Adinata, setelah menyaksikan putranya resmi menikah dengan gadis pilihannya, tuan Michael Adinata segera berpamitan untuk pergi ke luar kota untuk urusan bisnisnya.
“Leon.. papa titip Anggun. Malam ini papa sama mama harus ke luar kota” ucap Pak Michael pada putranya.
“Tapi ingat kamu tidak boleh menyentuhnya untuk saat ini. Dia baru lulus sekolah. Ingat itu!” lanjutnya mengingatkan sambil berbisik di telinga putranya tersebut.
“Apaan sih, Pa. Lagian siapa juga yang nafsu sama bocah kaya dia” sarkas Leon tidak perduli Papanya akan marah.
“Leon.. kamu!” ucap pak Michael menahan amarahnya. Dia mengerti bahwa anaknya tersebut masih belum sepenuhnya menerima perjodohan tersebut. Tapi yang terpenting sekarang putranya sudah resmi menikah dengan gadis pilihannya.
Kemudian Michael pun berpindah pada Anggun dan berpamitan padanya.
“Anggun… Om senang kamu sudah resmi jadi mantu Om. Mulai sekarang kamu panggil Om, Papa, ya” ucap Pak Michael pada orang yang kini resmi menjadi mantunya.
“Malam ini Papa harus keluar kota. Besok papa baru pulang. Kalian berdua baik-baik di rumah, ya” lanjutnya memberitahu.
“I.. iya, Pa” ucap Anggun terlihat masih malu-malu belum terbiasa dengan panggilan tersebut.
Kemudian Michael dan istrinya yang dari tadi hanya bisa diam dan ngedumel dalam hati akhirnya pergi dari tempat tersebut tanpa mau berbicara pada mantunya.
Sementara itu, Leon mengambil kesempatan di saat papanya ke luar kota dia lebih memilih hendak pergi ke club malam dan meninggalkan Anggun pergi sendiri ke rumah kediaman Adinata.
“Mas.. tunggu. Mas Leon mau pergi kemana?” panggil Anggun saat melihat suaminya tersebut melangkah pergi tanpa mengajaknya.
“Kau tidak perlu tahu aku mau pergi kemana”ucapnya kasar.
“Dan jangan mengikutiku. Mengerti!!” tambah Leon membentaknya.
“I..iya, Mas” ucap Anggun terbata-bata sambil menunduk merasa sedikit kaget dengan perlakuan orang yang selama ini di anggapnya baik dan tidak pernah marah ke padanya.
Meskipun Anggun merasa semenjak beberapa hari lalu setelah mendengar perjodohan tersebut sikap Leon banyak berubah terhadapnya.
Namun dia tidak mengira kalau hal tersebut begitu mempengaruhi sikap Leon padanya.
Walaupun sebenarnya dari awal Anggun sempat menolak perminta papanya Leon untuk bersedia di jodohkan dengan anaknya.
Selama ini Anggun menganggap Leon seperti kakaknya sendiri. Meskipun terkadang ada perasaan aneh setiap kali dekat dengan Leon. Tapi Anggun menepis perasaan tersebut.
Bukan karena apa-apa, Anggun memang merasakan sikap Leon terhadapnya hanya sebatas perhatian kakak pada adiknya. Membuatnya tidak berani berpikiran terlalu jauh.
Tapi siapa sangka setelah Anggun di nyatakan lulus sekolah dan di usianya yang ke 17 tahun Pak Michael meminta dirinya untuk bersedia di jodohkan dengan putranya tersebut.
Berkali-kali Anggun menolaknya secara halus, tapi Michael berhasil meyakinkan Anggun bahwa Leon juga setuju di jodohkan dengannya.
Namun Anggun tidak tahu jika Leon setuju di jodohkan dengannya karna paksaan dan ancaman dari papanya tersebut.
Sementara Anggun yang pada akhirnya menerima perjodohan tersebut karena merasa tidak enak hati pada Michael yang telah baik dan bersedia mengurusnya dari kecil.
Bisa di bilang Anggun menerima perjodohan tersebut karna terpaksa dan rasa balas budi pada orang yang telah merawatnya.
Terlebih setelah Anggun pikir-pikir selama ini Leon juga selalu bersikap baik dan terkadang perhatian kepadanya.
Membuat Anggun merasa tidak ada salahnya jika perjodohan tersebut di terima olehnya.
Dan pada akhirnya mereka pun sah dan resmi menikah.
Tapi setelah menikah, Anggun baru menyadari perubahan sikap Leon yang rupanya tidak suka menikah dengannya. Tapi apa boleh buat, ikrar suci telah di ucapkan di depan penghulu.
*******
Leon sudah berada di club malam dengan meminum-minuman beralkohol hingga habis beberapa botol.
Dia meluapkan kekesalannya pada minuman-minuman tersebut.
Sementara di kediaman Adinata, Anggun baru sampai di rumah dan hendak masuk ke kamar yang biasa dia gunakan.
Tapi saat dia hendak masuk ke dalam kamarnya seorang pelayan wanita bergegas menghampirinya.
“Maaf, non Anggun. Semua barang-barang anda sudah di pindahkan ke kamar tuan muda” ucap pelayan tersebut memberitahu.
“Tapi kenapa, Mba?” tanya Anggun merasa sedikit bingung.
“Itu permintaan tuan besar” ucapnya memberitahu.
“Bukankah anda dan tuan Leon sudah menikah” lanjut pelayan tersebut mencoba mengingatkan.
“Ah iya… kenapa aku bisa lupa begini” ucap Anggun pelan saat menyadari kebodohannya sendiri.
Bagaimana tidak, dimana-mana orang yang sudah menikah tentu akan satu kamar. Jadi bagaimana bisa Anggun mempertanyakan hal tersebut pada pelayan, kenapa barang-barangnya di pindahkan ke kamar Leon.
Meskipun pernikahan mereka di langsungkan secara tertutup tapi para pelayan dan yang bekerja di rumah tersebut tetap di beritahu tentang pernikahan mereka.
“Iya Mba, makasih. Kalau begitu saya akan langsung ke kamar Mas Leon” ucapnya.
Kemudian Anggun pun segera melangkahkan kakinya menuju kamar yang kini telah sah menjadi suaminya.
Namun saat di depan pintu kamar Leon, tiba-tiba Anggun merasa ragu untuk masuk. Dia takut menyinggung sang pemilik ruangan, masuk tanpa seizinnya.
Meskipun kini sudah resmi menjadi istrinya, tapi Anggun masih tidak berani untuk masuk ke kamar tersebut.
“Aduuh gimana ini. Aku masuk gak, ya?” ucap Anggun berbicara sendiri, merasa ragu untuk melanjutkan.
“Mana barang-barangku udah di pindahin semua” lanjutnya merasa serba salah.
“Ah sudahlah. Lebih baik aku masuk dulu dan cepat-cepat ganti baju sebelum Mas Leon datang. Lagi pula aku juga udah gerah dari tadi” ucap Anggun berusaha memberanikan diri dan bergegas masuk ke dalam kamar Leon.
Di dalam kamar Anggun segera mencari pakaiannya dan buru-buru masuk ke dalam kamar mandi suaminya.
Semenjak Anggun melihat perubahan sikap Leon yang tidak lagi hangat seperti dulu, membuatnya merasa takut jika harus berhadapan langsung dengannya dan berpikir untuk lebih baik menghindar darinya.
Di dalam kamar mandi, Anggun terlihat buru-buru dan ingin segera menyelesaikan ritual mandinya. Dan entah kenapa perasaannya begitu tidak tenang.
Membuatnya tanpa sengaja menjatuhkan pakaiannya sendiri.
“E.. e.. e.. eh … “ ucap Anggun sambil berusaha menyelamatkan pakainya, namun sayang tetap jatuh dan terkena air yang belum mengering.
“Aduuhh… kenapa aku jadi ceroboh begini. Pake jatuh segala, lagi” ucapnya merasa kesal pada diri sendiri.
“Ya sudahlah, aku ganti yang lain saja. Mudah-mudahan Mas Leon belum pulang” ucapnya penuh harap.
Kemudian Anggun pun perlahan mengintip sedikit dari balik pintu kamar mandi. Dia takut Leon sudah berada di dalam kamar dengan ke adaanya yang hanya menggunakan handuk pendek.
Di lihat nya tidak ada orang di tempat tersebut. Hingga membuatnya yakin bahwa Leon belum pulang.
Anggun pun keluar dari balik pintu kamar mandi hendak mencari pakaian gantinya.
Dan setelah menemukan yang dia cari, Anggun berniat kembali masuk ke dalam kamar mandi untuk mengganti handuk dengan pakaian tidurnya.
Tapi saat Anggun berbalik dan hendak melangkah, tubuhnya seketika mematung sesaat.
Bagaimana tidak, tiba-tiba Leon sudah berada di hadapannya dengan begitu dekat membuatnya tertahan di posisi tersebut.
“Mam.. mas Leon udah pulang” ucap Anggun terbata-bata dan sedikit ketakutan, apalagi dengan keadaannya saat ini yang hanya mengenakan handuk. Memperlihatkan tubuh mulus dan halusnya.
Sementara Leon yang terlihat mabuk mulai mengedarkan pandangannya pada setiap lengkungan tubuh milik istrinya tersebut yang nampak terekspos.
Dengan senyum semirik yang seolah menghina Anggun dengan tatapan sinis dan juga nakalnya, Leon mulai meracau dan menganggap bahwa Anggun tengah sengaja menggoda dirinya dengan hanya mengenakan handuk di hadapannya.
“Dasar wanita tidak tahu diri, murahan!!. Kau sengaja ingin menggoda ku, kan” hinaan Leon yang segera membuat air mata Anggun menetes menahan sakit saat mendengar ucapan Leon tersebut.
“Mas Leon ngomong apa. Tolong menyingkir aku mau lewat” ucap Anggun sambil menahan tangis, dia hendak melewati tubuh Leon yang terus menghadangnya saat dirinya ingin kembali ke kamar mandi untuk berganti pakaian.
“Mas.. Anggun mohon menyingkirlah. Anggun mau ganti baju” lanjut Anggun kembali mencoba berbicara dan memberanikan diri.
“Kenapa harus ganti, sayang” ucap Leon sedikit pelan sambil mengaitkan anak rambut yang menghalangi wajah cantik Anggun di telinganya. Namun hal tersebut membuat Anggun semakin ketakutan dan ingin segera pergi dari hadapan Leon.
Saat ini Anggun memang terlihat mempesona di mata Leon. Apalagi dengan rambut basah dan aroma wangi yang tercium dari tubuh Anggun sehabis mandi, sedikit banyak membuat Leon tergoda akan hal itu.
Namun hal tersebut justru membuat Leon semakin yakin bahwa Anggun memang benar-benar sedang menggoda dirinya.
Membuatnya mengeluarkan kata-kata kasar dan hinaan yang siapapun pasti akan sakit hati jika mendengarnya.
Tiba-tiba Leon segera menarik pinggul Anggun dengan kedua tangannya untuk lebih dekat dengan tubuhnya.
“Bukan kah ini yang kau inginkan, hah?!” ucap Leon sambil perlahan menggesek-gesekkan tubuhnya dengan tubuh Anggun yang hanya mengenakan handuk mini.
Menerima perlakuan seperti itu, Anggun merasa sedang di lecehkan dan harga dirinya sedang di injak-injak, meskipun yang melakukan hal tersebut adalah suaminya sendiri.
Tapi, apa yang di lakukan Leon tidak selayaknya seorang suami yang baik pada istrinya.
Sambil menahan tangis, Anggun berusaha melepaskan diri dan mencoba memberi pengertian pada Leon.
“Mas.. tot.. tolong lepasin Anggun, Mas” ucap Anggun sambil menahan tangis dan meminta untuk di lepaskan.
“Mas Leon sadarlah… Mas lagi mabuk” ucap Anggun mencoba menyadarkannya. Tapi hal tersebut malah semakin membuat Leon murka dan marah.
“Diam kau wanita murahan. Jangan sok suci di depanku” bentak Leon sambil menarik rambut belakang Anggun dengan kasar. Lalu tiba-tiba menyambar bibir ranum milik Anggun dengan rakus.
Membuat Anggun tidak dapat berkata apa-apa lagi. Matanya hanya dapat membulat dan air matanya mulai mengalir deras saat Leon menciumnya lebih dalam dan kasar.
Anggun masih terus berusaha melepaskan diri dan mencoba kembali menyadarkan Leon yang saat ini di bawah pengaruh minuman keras.
Hingga akhirnya Anggun terpaksa menggigit bibir Leon untuk melepaskan dirinya dari cengkraman mulut buaya tersebut. Dan usahanya pun berhasil, Leon segera melepaskan tautan di bibirnya.
Sementara Anggun segera menjauh dan menjaga jarak dari tubuh Leon sambil menangis menahan rasa takutnya.
“Kurang ajar, beraninya kau membuat bibirku berdarah” murka Leon tidak terima dengan apa yang di lakukan Anggun pada bibirnya.
“Ma.. maafkan aku. Aku terpaksa melakukannya” ucap Anggun gemetaran sambil tetap menjaga jarak dari Leon. Berusaha menghindar dari tangkapannya.
“Dasar wanita tidak tahu di untung. Kau sengaja memanfaatkan kasih sayang papa dan sekarang kau ingin memanfaatkan aku juga” ucap Leon dengan segala pemikiran salahnya.
“Tidak semudah itu, wanita licik!!” lanjut Leon kembali menghina Anggun dan segera menghampiri Anggun yang terus menghindarinya.
“Jangan berpura-pura menghindariku, kau pikir aku bodoh seperti papa. Kau sengaja melakukannya supaya kau terlihat seperti wanita baik-baik yang tidak pernah di sentuh, begitu?!” ucap Leon berhasil kembali menyayat hati Anggun dengan kata-katanya tersebut setelah Anggun kembali di dalam cengkramannya.
“Tidak Mas.. Mas salah paham. Tolong lepaskan Anggun, Mas” ucap Anggun dengan tangisannya yang terisak-isak tapi tidak mampu membuat Leon merasa iba padanya.
“Lepaskan katamu?!… Baiklah aku akan membantumu melepaskannya” ucap Leon.
Syuuusss… suara handuk yang di tarik paksa oleh Leon dan membuangnya ke sembarang tempat.
Membuat Anggun terbelalak tidak percaya dengan apa yang telah di lakukan Leon terhadapnya, membuat tangisannya semakin histeris.
Tapi sayangnya tidak ada satupun yang mendengar jerit tangisnya. Selain kamar tersebut kedap suara, penghuni rumah tentu tidak akan merasa aneh jika ada suara-suara tertentu di dalam kamar pengantin.
Sementara itu, Leon yang masih dalam ke adaan mabuk dan melihat Anggun sudah tanpa sehelai benang di bawah kungkungannya membuat Leon menjadi kalap dan tidak dapat menahan lagi gairah di tubuhnya.
Anggun berusaha menutup tubuhnya yang polos dengan kedua tangan di dadanya sambil terus menangis, berharap Leon akan iba dan mengurungkan niatnya.
Tapi, apa yang terjadi Leon benar-benar melakukannya. Dengan tenaga yang kalah kuat, dan dengan mudahnya Leon berhasil menyingkirkan tangan yang menghalangi dua gundukan putih mulus dan menahan kedua tangan Anggun di atas kepalanya.
Leon yang seolah berubah seperti binatang, tidak menghiraukan jeritan Anggun apalagi merasa iba dengan tangisan pilunya. Seolah telinganya mendadak tuli dan tak berperasaan.
Leon terus menjelajahi tubuh Anggun hingga pada akhirnya pintu surga duniawi yang selama ini tertutup rapat di tembus juga oleh Leon hingga beberapa kali sampai Leon puas dengan sendirinya.
Sementara Anggun, entah dia harus benci atau bahagia. Benci karena apa yang di lakukan Leon terhadapnya seolah hanya untuk melecehkannya. Tapi bagaiman pun, Leon adalah suaminya dan berhak atas tubuhnya, pikir Anggun dalam diam dan sedihnya.
Flashback off
Anggun pun kembali menangis setiap kali teringat kejadian malam itu.
Tiba-tiba anak sulungnya terbangun dan melihat tangis di wajah maminya tersebut.
“Mami.. apa mami menangis?”
“Tidak sayang, ibu tidak menangis” ucap Anggun sambil buru-buru menghapus air matanya dan kembali menidurkan anak sulungnya.
Pagi harinya, Anggun seperti biasa menyiapkan sarapan terlebih dahulu untuk anak-anaknya sebelum ia kembali bekerja.
“Pagi anak-anak” sapa Anggun pada kedua anaknya yang masih terlihat menguap dan mengantuk.
“Pagi bu..” ucap Juni sambil menghampiri dan memeluk kaki ibunya yang sedang memasak dengan wajah gemas khas balita.
“Pagi mi..” ucap Juna yang langsung duduk di kursi meja dengan wajah yang sama menggemaskannya.
Melihat kedua anaknya yang sudah bangun dengan wajah yang menggemaskan, membuat hari-hari Anggun terasa bahagia dengan senyuman tanpa beban.
“Juna sayang… bisa kah kamu memanggil ibu tidak dengan sebutan mami” pinta Anggun yang sudah sering di mintanya untuk tidak memanggilnya dengan sebutan tersebut.
Anggun merasa tidak nyaman dengan panggilan itu. Dia merasa tidak cocok dengan keseharian dan tempat dimana kini mereka tinggal.
Namun entah dari mana anak sulungnya itu suka sekali memanggilnya mami, berbeda dengan Juni yang lebih suka memanggil Ibunya dengan sebutan Ibu.
Entahlah siapa yang mengajari Juna memanggilnya mami pada ibunya tersebut.
*****
Di tempat lain, terlihat seorang pria dewasa tengah bersiap-siap untuk berangkat ke kantornya.
Pria tersebut nampak terlihat gagah dengan wajah yang terlihat mempesona dan berkarisma.
Namun sayangnya dia nampak memiliki kekurangan di balik wajahnya yang sempurnanya.
Hal itu yang sering membuatnya terlihat lemah dan tak berdaya.
“Pagi Leon sayang” ucap seorang wanita paru baya dari belakang punggungnya sambil mencium pipinya tanda sayang.
“Mah.. “ ucapnya datar merasa risih dengan perlakuan mamahnya yang terkadang terkesan menganggapnya masih anak kecil, pada hal dirinya sudah menjadi pria dewasa yang kini tengah menginjak umur 32 tahun.
Mereka ibu dan anak, bernama Leon Adinata dan ibunya yang bernama Murni Adinata.
Mereka tengah bersiap untuk sarapan pagi dan menunggu tuan besar Michael datang.
“Pagi, Pa” sapa nyonya Murni pada suaminya yang tengah hadir di meja sarapan.
Mereka pun memulai sarapan bersama dengan tanpa ada suara.
Prak…. tiba-tiba sesaat kemudian suara sendok yang di gunakan Leon terjatuh.
“Sayang …. Kamu gak pa pa, kan?” tanya nyonya Murni sambil segera melihat ke adaan putranya tersebut, merasa khawatir.
Pasalnya ke khawatirkan nya tersebut bukan tanpa sebab. Sudah beberapa bulan ini Leon harus berada di kursi roda. Itu lah yang membuat Leon terlihat lemah tak berdaya.
Bukan hanya itu beberapa minggu yang lalu Leon harus mengalami struk ringan, beruntung setruknya tidak berkepanjangan. Hal itulah yang membuat nyonya Murni terlihat khawatir dan berlebihan.
Tapi sayang kelumpuhan di kakinya masih tidak dapat di pulihkan.
“Mah… aku gak pa pa. Mamah gak perlu berlebihan seperti ini” ucap Leon sedikit kesal, tidak ingin di perlakukan sebagai seorang yang lemah.
“Leon… Mamah kamu itu khawatir sama kamu. Tidak sepantasnya kamu bernada seperti itu” ucap pak Michael pada anaknya, tidak suka melihat anaknya meninggikan suara pada istrinya tersebut yang tidak lain adalah ibu Leon sendiri.
“Udah, Pa.. Mamah ngerti. Papa jangan marah lagi sama Leon” ucap nyonya Murni pada suaminya.
“Tapi, Mah…. “ ucap Pak Michael tidak suka istrinya tersebut terus membela dan memanjakan putranya tersebut.
“Sudahlah… Leon sudah tidak nafsu makan lagi. Leon ke kantor sekarang” ucapnya sambil berlalu meninggalkan kedua orang tuanya yang masih berdebat.
Semenjak Leon mengalami kecelakaan dan mendapati kakinya lumpuh, dia lebih sensitif dan lebih sering tersinggung.
Dia tidak suka dan tidak terima siapapun yang menganggap dirinya lemah hanya karena dia lumpuh dan berada di atas kursi roda.
“Pak Dimaaaan …. “ teriak Leon memanggil sopir yang biasa mengantar dan membantunya bergerak.
“Kenapa lama sekali!!” ucap Leon dengan nada marahnya.
“Kebiasaan anak itu… teriak teriak tidak jelas” kesal Pak Michael dengan tingkah laku anaknya tersebut.
“Papa jangan ngomong kaya gitu dong, bagaiman pun juga dia putra kita, Pa” ucap nyonya Murni saat mendengar kekesalan suaminya tersebut.
Kemudian nyonya Murni segera menghampiri putra semata wayangnya itu.
“Sayang … kamu tenang dulu” ucap nyonya Murni mencoba menenangkan putranya.
“Pak Diman gak akan datang. Apa kamu lupa, kamu sendiri yang sudah memecatnya kemarin” lanjut nyonya Murni memberitahu.
“Apa?.. lagi?” Pekik tuan Michael mendengar penuturan istrinya tersebut saat sedang memberitahu putranya.
“Keterlaluan kamu Leon.. sudah berapa orang yang kamu pecat hanya karena sikap keras kepala dan egoismu itu?!” kesal tuan Michael setiap kali mendengar sopir atau asisten yang kembali di pecat oleh Leon.
Michael tahu, jika putranya lah yang terlalu sensitif dan keras kepala hingga setiap orang selalu salah di mata anaknya, tidak perduli ketidak sengajaan atau kesalahan kecil yang di buat selalu berujung dengan pemecatan.
“Tidak bisakah kamu menghargai orang lain yang membantu mu. Sampai kapan kamu akan terus bersikap seperti itu?” lanjut Michael meluapkan kekesalannya.
Sementara Leon hanya diam, tidak perduli dengan segala ucapan papanya tersebut.
“Papa tahu kamu itu lumpuh… tapi bukan berarti kamu bisa bersikap seenaknya pada orang lain. Setidaknya jangan biarkan hatimu juga lumpuh tak berperasaan” ucap Michael mengakhiri kekesalannya sambil berlalu meninggalkan putranya bersama sang istri.
Sementara Leon terlihat mengepalkan tangan dan matanya penuh dengan emosi setiap kali mendengar siapapun berkata bahwa dirinya lumpuh. Seolah kata lumpuh atau cacat seperti bom yang siap meledakkan perasaannya setiap saat.
“Sabar ya, sayang. Papa mu hanya sedang marah saja. Kamu jangan ambil hati ucapan papa mu itu” ucap mama Murni kembali mencoba menenangkan perasaan putranya tersebut.
“Sekarang kamu di antar Pak Asef dulu, ya. Biar Mama hari ini di rumah saja, sekalian mama cariin sopir baru buat kamu nanti” ucap mama Murni yang biasa setiap hari pergi dan berkumpul dengan teman-teman sosialita di antar sopir pribadinya, tapi hari ini mengalah demi putra tercintanya supaya anaknya tersebut dapat di antar jemput oleh pak Asef.
Hingga akhirnya Leon pun pergi ke kantor di antar dengan pak Asef, sopir pribadi mamanya. Membuat pak Asef harus selalu standby seharian di kantor Leon, mana kala di perlukan bantuannya.
Meskipun Leon memiliki banyak karyawan di perusahaannya dan pasti akan ada saja yang akan membantunya jika di perlukan, tapi mereka juga pasti memiliki pekerjaannya masing-masing. Berbeda jika Leon memiliki asisten pribadi di luar pekerjaan perusahaannya.
Sesampainya di kantor dan di tempat kebesarannya, Leon mulai melakukan pekerjaannya.
Meskipun secara fisik Leon terlihat lumpuh dan lemah tapi tidak dengan ke jeniusan otaknya dalam memimpin perusahaan yang kini telah di tampuknya.
Setelah papanya memberi kepercayaan pada Leon sebagai CEO di perusahaannya, beberapa minggu kemudian Leon mendapat kecelakaan hingga akhirnya membuat Leon harus rela berada di atas kursi roda sampai saat ini.
Awalnya papa Leon hendak menggantinya dengan pemilik saham lain di perusahaan tersebut setelah melihat apa yang terjadi pada anaknya itu.
Tapi Leon dapat meyakinkan papanya dan pemilik saham lain di perusahaan bahwa dirinya masih bisa melanjutkan ke pemimpinannya sebagai CEO walaupun dalam keadaan cacat sekalipun.
Dan hingga sampai saat ini Leon pun masih bisa mempertahankan kepemimpinannya tersebut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!