"Five...!"
"Four...!"
"Three...!"
"Two...!"
Semua bersorak. Teriak serentak. Menghitung mundur dengan penuh penantian kala si pengantin wanita berdiri membelakangi stage bersiap melempar buket bunga pengantinnya. Terutama bridesmaids sudah mulai saling sikut, tak sabar untuk saling rebut.
Namun tidak dengan Kinanti meski bibir wanita itu tersenyum tetapi senyum itu tak mencapai matanya yang menyorot suasana itu dengan sendu. Meski begitu dia tetap bergabung dalam barisan besties yang berseragam kebaya merah terang.
"Gooo!"
Semua tangan pun melambai-lambai ke atas, siap menangkap disertai pekikan heboh tetapi semua kemudian terdiam. Semuanya bengong. Si pengantin wanita justru berbalik badan mengulurkan buket bunga pengantin yang ditunggu-tunggu banyak orang itu kepada seorang lelaki yang berlari-lari kecil menghampiri untuk mengambilnya. Menciptakan berbagai tanya yang menggantung dalam pikiran semua orang yang melihatnya.
Dan tiba-tiba saja lelaki itu dengan gentle membungkuk di depan Kinanti seraya berkata.
"Kinanti Queensha, will you marry me?" sambil mengulurkan buket bunga itu padanya.
Kinanti terperangah, tak mengira Daffin bakal bertindak sampai seperti ini.
Lelaki bernama Daffin itu pun menyeringai kecil dengan salah satu alis terangkat, masih membungkuk dan menyodorkan bunga. Menantinya.
Seketika ballroom hotel di riuhkan teriakan orang-orang dalam satu ketukan irama komando.
"Yes!"
"Yes!"
"Yes!"
"Yes!"
Tepukan meriah dan siulan orang-orang pun saling bersahutan ramai kala tangan Kinanti akhirnya terulur juga menerima buket bunga itu, Daffin pun berdiri mengeluarkan sesuatu dari saku celananya dan meraih tangan kiri Kinanti lalu memasang cincin belah rotan bermata berlian yang berkilau cantik di jari manis wanita itu.
Kinanti berkedip-kedip, tatapannya beralih dari cincin itu ke wajah Daffin yang tiba-tiba saja bergerak mendekati secepat kilat. Dan mendelik saat bibirnya terasa hangat di bawah kecupan Daffin yang sedang mencuri ciumannya.
"Fans service" bisik Daffin di tengah jeritan ramai orang-orang yang menyoraki mereka.
Kinanti menelan ludah dan memalingkan wajah. Tatapannya pun membentur si pengantin pria yang berdiri di atas pelaminan sana yang tak lain adalah Ikram, pria itu tengah menatapnya setajam elang mengoyak perasaan Kinanti dengan ketidaknyamanan secepat kilat Kinanti pun mengalihkan tatapannya kepada Daffin.
Daffin justru menertawakan wajah Kinanti yang semerah tomat.
"Jangan bilang kalau ini first kiss mu?" bisik cowok itu terdengar begitu meledek.
"Shut up!" desis Kinanti seraya berjinjit dan merangkul leher Daffin membuat pria itu mematung kala sekonyong-konyong Kinanti mencium bibirnya yang menganga kaget.
Sekilas Daffin melirik ke arah pelaminan menangkap ekspresi sang pengantin wanita yang tak lain mantan kekasihnya. Di sana Amber terbelalak tak percaya sambil mencengkram lengan Ikram yang juga terlihat jengah memalingkan wajah membuat Daffin bersorak menang dalam hatinya kemudian dia berbisik di sela-sela ciumannya.
"Good job, Kinanti"
##########
Dua jam sebelumnya.
Kinanti berbaur dalam suasana pesta yang sudah selayaknya dipenuhi dengan kegembiraan dan kebahagiaan, namun tidak dengan perasaannya kini, entah sudah yang ke berapa kali Kinanti mencuri tatap ke pelaminan dengan sorot sendu memandangi Ikram, pria itu tampak begitu menawan dan gagah dalam balutan jas mahalnya. Bersisian dengan Amber yang begitu cantik secantik gaun pengantinnya saat ini.
"Mereka cocok banget ya, serasi" celetuk Aleta yang diamini teman-temannya, lalu ke empat bridesmaid berseragam kebaya merah terang itu mulai membicarakan tekad mereka untuk saling rebut buket bunga pengantin dari Amber nanti, biar mendapatkan bisa lekas menyusul nikah.
'Siapa tahu mitos itu jadi kenyataan?' begitu harapan mereka.
Kinanti ikut tertawa palsu bersama teman-temannya yang lain meski perasaannya berantakan. Ikram adalah cinta satu-satunya yang sampai kini bertahta di hatinya namun bukan salah pria itu yang pilih melabuhkan hatinya kepada Amber sebab tiada komitmen apa-apa antara Ikram dengan Kinanti, bahkan mungkin Ikram tidak peduli bagaimana jantung Kinanti berdebar dalam setiap momen kebersamaan mereka.
Kinanti masih ingat rasanya saat Amber melempar bom itu padanya di sebuah acara reuni dua minggu yang lalu.
"Kinanti ini undangan buat kamu, aku sama Ikram mau menikah, kamu wajib datang, kamu mau kan jadi bridesmaid aku?" ucap Amber dengan ceria berbanding terbalik dengan Kinanti yang seketika memucat.
Tak ada angin, tak ada hujan, lalu dari manakah badai ini datang?
"M... Memangnya..." Kinanti menelan ludah pahit.
"Sejak kapan kamu sama Ikram jadian?"
Amber tersenyum simpul.
"Jadi, kami tunangan setahun lalu di XXX, kami mulai dekat sejak kuliah bareng di kampus yang sama di sana"
Pengakuan Amber terasa mencekik Kinanti hingga sulit berkata-kata, komunikasinya dengan Amber memang tersendat sejak Amber melanjutkan studi pasca sarjananya di Amerika dan kesibukan membuat keduanya menjadi sulit bertemu sekembalinya Amber ke Jakarta beberapa bulan lalu.
Kinanti terlalu terkejut sampai lupa memberi selamat, tatapannya menelusuri undangan cantik dan wangi di tangannya, jantungnya dipecut nyeri mendapati foto prewed Amber dan Ikram yang begitu mesra, Kinanti mengabaikan sosok Amber dalam foto itu perhatiannya tertuju lurus-lurus pada wajah Ikram yang sedang tersenyum dengan teramat manis. Rahang tegas dan belahan dagunya yang khas menyihir Kinanti dengan kekaguman seperti biasa, Kinanti pun membaca baris demi baris kalimat dalam undangan itu dan tatapannya terhenti, tertancap pada nama Ikram Adinata yang terukir indah dalam tinta emas seindah ukiran perasaan Kinanti terhadap pria itu selama ini, tiba-tiba netra Kinanti terasa memanas sebelum air mata benar-benar menetes dan mempermalukan dirinya di depan Amber dan teman-teman, Kinanti lekas menyingkir menuju restroom. Lalu membasuh wajahnya dengan air kran, Kinanti mati-matian menahan tapi air mata kurang ajar itu meluncur juga bersama setiap nyeri yang menggigit hati dan hari itu rasa nyeri itu kian terasa menjadi.
"Aku tahu Kinanti kamu pernah ada sesuatu kan sama Ikram? jadi, kita senasib sekarang, betulkan?" tebak Daffin yang tiba-tiba berdiri di sampingnya membuat Kinanti terbatuk-batuk kaget.
"Maaf, apa yang kamu bicarakan?" Kinanti mencoba mengelak dari ucapan Daffin, si cowok berisik yang kerap membuntuti dan menyogoknya dengan aneka coklat semasa SMA demi sekulik informasi tentang Amber. Ya Daffin adalah penggemar berat Amber sejak dulu. Harusnya Kinanti tiba mengingat betapa bucinnya Daffin kepada Amber tetapi pria itu tetap membesarkan hatinya untuk hadir disini, tetapi Kinanti jadi kesal karena Daffin mengungkit-ngungkit tentang dirinya dan Ikram.
"Mata itu jendela hati, Kinanti. Kamu menunjukkannya terlalu jelas, jadi aku tahu, semua orang tahu pernikahan ini menghancurkan mu"
Kata-kata Daffin bagai panah yang menancap telak ke jantung Kinanti, seketika kakinya gemetar. Sejelas itukah?
Seakan bisa mendengar isi pikiran Kinanti, Daffin bergerak mendekatinya dan berkata.
"Aku tahu perasaan kamu, Kinanti. Posisi kita sama, kita sama-sama di campakkan. Ikram tahu banget kamu masih suka sama dia, Amber juga tahu aku masih suka sama dia, di mata mereka kita ini pecundang. Jadi gimana kalau kita bersekutu, ayolah kita tunjukin ke mereka kalau kita udah move on dan bahagia bersama. Bukankah tampak bahagia itu pembalasan dendam terbaik?"
"Ckckck teori dari Hongkong" ketus Kinanti sambil beranjak pergi.
Daffin mencekal lengan Kinanti.
"Aku akan membayar kamu" ucapnya membuat wanita itu terpaku di tempat. Lalu pria itu menundukkan kepala dan membisikan sesuatu ke telinga Kinanti.
Setelah lamaran gila itu, teman-teman menyerbu Kinanti dan memberinya selamat.
"Wah... Wah haredang. Sumpah aku masih nggak percaya dengan apa yang aku lihat barusan, yang kita semua nggak ada yang tahu kapan kamu jadian sama Daffin"
"Gila kenapa jadinya kamu yang tahu-tahu dilamar sih, aku yang udah jalan lima tahun aja masih digantungin sama cowok aku, tapi jujur kamu sukses bikin kita semua shock, Kinanti"
"Ternyata selama ini kamu jomblo palsu. Kurang ajar kamu"
"Tapi, kamu sama Daffin? Oh My God, really?"
Kinanti terdiam seribu bahasa, dia sendiri masih bingung dengan apa yang baru saja terjadi dia yang beberapa menit lalu masih menjomblo tiba-tiba saja sekarang punya calon suami dan ciuman tadi? astaga.
"Daffin, kita perlu bicara" desis Kinanti sambil menarik Daffin keluar dari ruangan setelah berhasil menghindari rentetan pertanyaan teman-teman yang bisa membuatnya diare akut.
"Tenang saja, kita bakal banyak bicara setelah ini, Kinan. Kita sekarang kan couple"
"Fake couple" ketus Kinanti sewot. Ah, andai saja Daffin bisa melihat kepalanya yang terasa mengebul ini.
"Tapi mulai sekarang orang-orang menganggapnya gitu. Kita couple, jangan lupakan tentang itu" bisik Daffin sambil merangkul pundak Kinanti dan tersenyum menang setiap kali berpapasan dengan teman-teman yang menyapa dan mengucapkan selamat.
"Daf" panggil Kinanti setelah duduk berdua saja di dalam mobil Daffin dan jauh dari pantauan orang-orang tapi Kinanti tak juga melanjutkan kata-katanya dia malah menggigit bibir.
"Hmm?" Daffin menoleh, melihat Kinanti mengingat bibirnya seperti itu serta merta membuat jantungnya berdenyut dengan cara tak biasa. Ah, bagaimanapun mereka pernah berciuman tadi, ciuman yang cukup panas dan mengejutkan. Sisi lain dari seorang Kinanti Queensha yang selama ini dipikirnya dingin.
"Kok diam? mau ngomong apa, Kinan? ngomong aja nggak usah sungkan-sungkan"
"Menurut mu apa Ikram dan Amber bakal percaya tentang hubungan palsu kita?"
Daffin terbahak mendengarnya.
"Malah ketawa" Kinanti mendengus sebal.
"Emangnya kamu nggak lihat muka mereka pas kita kissing secara live tadi? Wadaww! A...ampun, sumpah... a...ampun" Daffin meringis karena Kinanti mencubitnya.
"Awas kalau kamu bahas-bahas lagi soal ciuman itu"
Daffin tergelak.
"Kamu belum lihat group chat angkatan kita ya? pada nge share video kita kissing tuh"
"Apa?" Kinanti terbelalak ngeri.
"Aaaaah! ini semua gara-gara kamu" omelnya sambil meninju lengan Daffin.
Daffin malah nyengir.
"Loh, bagus kan? misi kita berarti sukses"
"Cih" Kinanti melengos, tapi dalam hatinya diam-diam merasa lega. Sebelum acara lempar bunga tadi, Kinanti pergi ke restroom. Saat berada dalam bilik toilet dia tak sengaja menguping obrolan Aleta dan Tita yang baru memasuki restroom sambil membicarakan dirinya.
"Eh, Tita. Kasihan ya si Kinan kayaknya dia masih belum bisa move on juga dari Ikram, kamu lihat nggak sih sejak acara akad nikah sampai resepsi tatapannya ke Ikram dalam banget, bisa-bisa dia nangis darah sebentar malam" suara Aleta terdengar membuka obrolan.
"Ya, gimana nggak nangis Aleta? gila kamu bayangin aja udah sejak kapan tahu dia diam-diam suka sama Ikram, eh si Ikram malah nikahnya sama Amber bestie sendiri, pasti nyeseklah gila" Tita terdengar antusias menanggapinya.
"Kasihan Kinanti, tapi lebih baik kita tetap pura-pura nggak tahu aja lah kalau sebenarnya selama ini dia tuh pengagum rahasianya Ikram" ujar Aleta di antara suara air kran yang mengucur.
"Eh, ingat nggak sih Aleta, pas Amber kasih undangannya ke si Kinan. Si Kinan kan tidak mengucapkan selamat sama sekali, gila"
"Ya, aku ingat. Canggung banget kan itu"
"Heran, betah banget sih Kinanti ngejomblo cuma buat mengagumi Ikram doang"
"Mending kalau Ikram nya peduli, lebih baik cari yang lain aja kan keburu karatan, ya nggak?"
"Ya iyalah, ponakan aku yang SMP aja dah punya cowok serenteng masa dia yang udah dua puluh delapan nggak bisa move on pindah gebetan? emangnya cowok di bumi ini cuma Ikram doang?" seloroh Tita lalu keduanya tertawa menertawakan Kinanti.
Seketika Kinanti memegangi dadanya yang meledak-ledak kaget. Kalau yang dianggapnya teman dekat saja seperti itu bagaimana dengan yang lain? Kinanti menahan sesak yang kian menghimpit dadanya dengan rasa perih.
Mungkin karena itulah yang membuat Kinanti tak pikir panjang menerima saja sebuket bunga yang diulurkan Daffin di depan orang-orang tadi, demi melindungi harga dirinya di depan teman-temannya sendiri juga melindungi gengsinya di depan Ikram yang selama ini kerap menggantungkan perasaannya.
##########
"Btw, ciuman aku tadi nggak gratis, kamu janji kalau aku bisa bikin Amber dan Ikram tercengang kamu bakal bayar tiga kali lipat" ucap Kinanti sambil mengetikkan info rekening dan mengirimkannya kepada Daffin, bagaimanapun Kinanti membutuhkan uang itu.
Daffin terpingkal-pingkal hingga matanya berair.
"Jadi cerita itu benar rupanya tentang kamu yang sangat menyukai uang"
Kinanti tertawa sinis.
"Semua orang menyukai uang, aku realistis bukan matrealistis" ketusnya.
"Itu bukan masalah besar" sahut Daffin sambil mengetik sesuatu di layar ponsel canggihnya.
"Selesai, lima puluh juta" kata Daffin begitu santai seakan yang sedang di bicarakannya itu hanyalah uang lima puluh ribu saja.
Kinanti tersentak matanya melotot sebesar jengkol saat Daffin menunjukkan bukti transfernya, hanya untuk sebuah ciuman?
"What? lima puluh juta? are you kidding me?"
"Kenapa? kurang?" tanya Daffin dengan nada menantang.
"Kamu gila, Daffin?"
"Kenapa? bukannya kamu suka uang? selama ini kamu bekerja keras demi uang kan? jadi aku memberikan kamu"
Kinanti menelan ludah dan berkedip-kedip memandang Daffin.
"Tidak ada makan siang gratis, apalagi uang sebanyak ini. Katakan apa yang kamu inginkan?" desahnya sambil bersedekap.
"Marry me. Menikahlah dengan ku, Kinanti"
Kinanti bisa merasakan keseriusan dalam nada suara Daffin.
"Kenapa aku?" desaknya tak mengerti.
"Karena kamu adalah Kinanti Queensha," Daffin tersenyum dengan sorot mata melembut kalah mengucapkannya.
Untuk sejenak sanggup menghentikan detak jantung Kinanti karena dilamar dan dipandang sedemikian rupa oleh pria setampan Daffin. Tetapi dengan cepat Kinanti menguasai keadaan.
"Jadi apa?" ujarnya seraya mengedikkan dagu.
Daffin geleng-geleng dan berdecih.
"Yaelah, masih nanya. Kan kita dalam misi yang sama, Maemunah" sahutnya sambil menjitak pelan kening Kinanti.
Kinanti seketika menabok lengan Daffin yang seenaknya mengganti namanya jadi Maemunah. Tapi cowok sableng itu malah terkikik.
"Kebetulan kita berdualah yang lagi sama-sama patah hati, Kinanti. Kamu patah karena Ikram dan aku karena Amber, kebetulan juga kita sama-sama jomblo dan semua orang sama-sama memandang kita seperti pecundang yang kalah perang. Tapi pertunjukan kita tadi sukses bikin mereka shock berat, kamu lihat kan tadi? cara pandang mereka ke kita mulai berubah, harga diri kita akhirnya terselamatkan, Kinanti"
"Jadi, kamu mau melanjutkan sandiwara tadi sampai jenjang pernikahan betulan?"
"Kenapa tidak?"
"Tapi Daffin, kita kan nggak saling cinta"
"Kinanti, apa itu penting sekarang?"
Kinanti menghela nafas panjang. Betul juga yang terpenting sekarang menyelamatkan dulu gengsi dan harga diri mereka di mata orang-orang, tapi tetap saja bukankah pernikahan itu sesuatu yang sakral? sanggupkah Kinanti mempermainkannya demi kemarahan dan balas dendam?
Daffin seakan bisa merasakan kegalauan wanita itu maka direngkuhnya kedua tangan Kinanti dan digenggamnya erat-erat.
"Nggak perlu overthinking, Kinanti. Kita jalani saja rencana ini pelan-pelan yang penting kamu nyaman, oke?"
Kinanti Queensha, cuma itu saja namanya. Singkat dan padat sesingkat dan sepadan jawabannya setiap kali Daffin menanyakan sesuatu padanya semasa SMA dulu.
"Kinanti, lihat Amber nggak?"
Gadis itu cuma menjawab.
'Ke kantin' atau 'nggak tahu' kadang malah menunjuk langsung arah keberadaan Amber tanpa menoleh sama sekali pada Daffin sedangkan tatapannya tetap terpaku pada buku yang dibacanya.
"Woi, aku ini lagi tanya ya, bukannya lagi mau minta sumbangan pelit amat sih kamu kalau ngomong" Daffin mendengus sambil berlalu pergi tapi Daffin tak pernah kapok menanyai Kinanti tentang Amber lagi dan lagi sambil menyodorinya sebatang coklat baru Kinanti menoleh dan tersenyum kepadanya, setidaknya Kinanti bakal menjawab dengan jujur dan apa adanya meski irit kata, tidak seperti teman-teman Amber lainnya yang kerap menatapnya dengan sorot mata menghakimi dan mencemooh upaya pendekatannya, padahal Amber yang Daffin kejar-kejar, bukan mereka.
Brug!
"Makanya lihat-lihat dong kalau jalan" goda Daffin suatu kali sengaja mengerjai Kinanti yang sedang asik membaca sambil berjalan menuju kantin, Daffin sengaja menghadang jalannya secara tiba-tiba dan Kinanti betulan menabraknya lalu gadis itu tergagap sambil buru-buru membungkuk mengambil novelnya yang terjatuh.
"Eh sorry" ucap gadis itu sambil melaluinya, bikin Daffin garuk-garuk kepala, heran menerima respon datar Kinanti.
Ah, mengusili Kinanti ternyata nggak seru.
Lalu Daffin menemukan sepucuk kertas yang terlipat di lantai koridor, dia yakin itu punya Kinanti, sepertinya tadi terjatuh dari bukunya. Daffin pun iseng membaca puisi yang tertulis di sana.
"Dear I... kutulis namamu di atas pasir tapi ombak menghapusnya, lalu kutulis namamu di atas awan namun langit meniupnya pergi, maka aku tulis namamu dalam hatiku saja dan disanalah namamu terpatri selamanya"
"Ciee... dalam banget fall in love mu Kinanti?" Daffin nyengir sambil menoleh ke arah Kinanti yang sudah berjalan menjauh.
Daffin berniat mengembalikan kertas itu, berlari-lari kecil di belakang Kinanti, rupanya Kinanti menuju lapangan basket bukan ke kantin. Kinanti bergabung dengan Amber and the geng yang asik menonton Ikram lagi main. Tangan Daffin mengepal, cemburu mendapati Amber terus-terusan memberi sorakan dukungan buat Ikram hingga kertas di tangannya ikut teremas.
"Ikram" panggilnya seraya berlari-lari ke tengah lapangan dan memungut bola yang sedang menggelinding ke arahnya.
"Lawan aku" katanya demi merebut perhatian Amber sang gebetan, tentu saja Daffin yang akhirnya memenangi pertandingan sebab permainan basket sudah jadi makanannya sejak kecil beda dengan Ikram yang baru kenal bola basket kemarin sore, cowok rumahan itu kan masih baru belajar gaul, cuma ahli pegang stik PS bukan ahlinya pegang bola basket.
Daffin pun berhasil mengalahkan Ikram dengan telak lalu nyengir pada Amber yang tersenyum cantik seraya bertepuk tangan untuknya, saat itulah tanpa sengaja Daffin menangkap ekspresi Kinanti yang sendu sambil menancapkan tatapannya dalam-dalam pada Ikram. Tapi saat Ikram balas menatapnya gadis itu buru-buru membuang pandangannya ke arah lain dan hal itu terjadi berulang kali membuat Daffin tertawa geli. Aha! dari sanalah Daffin menebak jika inisial I dalam puisi tadi itu adalah nama Ikram, rupanya Kinanti naksir Ikram.
###########
Amber tertawa lirih.
"Ck, norak banget sih mereka berdua, please deh" gumamnya kemudian meletakkan ponselnya ke atas nakas dan merebahkan tubuhnya yang lelah di ranjang hotel yang empuk.
Ikram ikut merebahkan diri di sebelah Amber.
"Kenapa sih?"
"Kamu buka aja group chat angkatan kita lagi pada heboh soal Daffin sama Kinanti tadi, ada yang share video pas mereka kissing tadi"
Ikram menatap dan membelai-belai pipi Amber.
"Memang sejak kapan mereka jadian? selama ini Kinanti dan Daffin enggak kelihatan kayak orang yang lagi punya hubungan"
"Entahlah!" Amber mendesah ada gelenyar aneh yang merambati perasaannya, dia merasa dikhianati. Bukankah selama ini Daffin cuma bucin padanya? Daffin selalu mengemis cintanya bahkan pria itu masih gigih memintanya kembali saat Amber sudah bertunangan dengan Ikram.
"Amber, I love you so much" ratap Ikram malam itu membuat bibir Amber terkatup rapat, sebenarnya Daffin pria yang baik, kesalahan Daffin hanyalah terlalu lengket padanya, kelewat bucin sampai Amber risih, tapi bucin pada Amber seperti sudah menjadi panggilan jiwanya sulit dicegah, tak bisa diperbaiki karena itu bukan suatu kerusakan. Sayangnya, cowok bucin dan imut bukan tipe Amber, dia suka cowok yang tampak dingin di luar tapi sebenarnya hangat di dalam, seperti Ikram.
Lalu. Sejak kapan tiba-tiba Kinanti memasuki hidup Daffin dan kenapa harus Kinanti? lagi-lagi Kinanti! kenapa Kinanti selalu terlibat dengan lelaki yang menyukai Amber sih? berpikir cuma Ikram tapi ternyata diam-diam temannya itu juga menyukai Daffin. Wah luar biasa!
"Loh, gimana sih tadi kan kamu ngasih buket bunga mu itu ka Daffin? ku pikir kamu memang sudah tahu tentang mereka" Ikram terpancing penasaran.
Amber mendesah pelan.
"Pas Daffin foto barang kita tadi. Tiba-tiba dia bilang mau melamar seseorang dan kemudian dia minta agar buket bunga ku itu buat dia aja pada saat acara lempar bunga, aku oke-oke aja lah. Tapi aku tidak tahu siapa perempuan itu. Ternyata ...Kinanti"
"Berarti selama ini mereka sengaja pacaran diam-diam" Ikram menyimpulkan.
Amber membuang nafas.
"Tapi kenapa?" desahnya tak habis pikir Kinanti sanggup menyembunyikan rahasia sepenting itu.
'Tapi aku juga telah menyembunyikan hubunganku dengan Ikram darinya selama ini' pikir Amber sedikit merasa bersalah kepada teman dekatnya sendiri, dia merasa seperti tukang tikung pacar orang saja.
"Mereka punya alasan" sahut Ikram dengan seulas senyum, menutupi kecut dalam hatinya. Bukankah selama ini tatapan Kinanti hanya untuknya? perhatian yang diam-diam wanita itu sematkan bisa Ikram rasakan dengan jelas. Rasanya tak mungkin jika semua perhatian Kinanti padanya itu cuma halusinasi Ikram semata, tidak. Ikram bisa melihat jelas sorot kagum dan pantulan cinta yang memenuhi tatapan Kinanti setiap kali mata mereka bertemu, tatapan seperti itu tak pernah Kinanti tunjukkan pada pria lain selain dirinya. Ikram yakin itu, tapi sejak ciuman Kinanti dengan Daffin tadi, serta merta membuat Ikram kehilangan keyakinannya selama ini.
Ikram tertawa lirih menertawakan masa lalu yang tertinggal di belakangnya. Sudahlah sekarang dia sudah punya Amber wanita yang sah menjadi istrinya, sedangkan Kinanti bukan siapa-siapa lagi baginya, meskipun dalam hati Ikram yang terdalam mengakui masih ada jejak kisahnya bersama Kinanti yang belum sanggup dihapus sampai detik ini.
Amber memalingkan wajah saat Ikram mulai mencium dan menyerudukan hidung ke ceruk lehernya sambil menelusupkan tangan ke dalam baju. Ah, Amber bukannya tidak ingin, hanya saja sangat letih dan mengantuk, dia kurang tidur karena sibuk dan juga cemas menjelang pernikahannya.
"Aku ngantuk, Ikram"
"Kamu yakin?" Ikram ganti berbisik tanpa menghentikan belaian nya ke sekujur tubuh Amber. Ini adalah malam pertama pernikahan mereka, Ikram tak akan menyerah hanya karena Amber bilang tidak. Ikram yakin, Amber pasti akan memberikannya.
"Ikram" ******* Amber beberapa menit kemudian membuat Ikram tersenyum puas. Reaksi Amber tepat seperti yang dia pikirkan. Lalu Ikram menunduk mencium bibir Amber dan tiba-tiba kilasan ciuman pertamanya melintas begitu saja, ciumannya dengan Kinanti.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!