Saat ini seorang gadis tengah menggerutu panjang pendek karena skripsinya lagi-lagi disuruh revisi oleh dosen paling kejam dan disiplin seantero kampusnya. Dia sudah melakukan revisi sampai 3 kali dan kali ini disuruh memperbaikinya kembali. Dosen pembimbingnya pun tak pernah memberi tahu dimana letak kesalahannya sehingga membuat gadis itu benar-benar frustasi.
"Mentang-mentang dosen, seenaknya sama mahasiswanya. Dipikir kalau kelamaan lulus nggak nambah
biaya apa? Huaaaa... RIP beasiswa." seru gadis itu.
Gadis itu adalah Lilian Restia Ginanjar atau yang biasa dipanggil dengan Lili. Ia adalah seorang mahasiswa kedokteran semester akhir di sebuah Universitas ternama di kota Jakarta. Lili mempunyai sifat yang bar-bar, ceplas ceplos, dan penuh kasih sayang. Sifat itu ia tunjukkan untuk menghilangkan rasa sepi yang ada dalam hidupnya.
Sukses dalam pendidikan dengan meraih beasiswa penuh teryata tak membuatnya bahagia dalam kehidupannya. Terlebih kedua orangtuanya yang selalu sibuk mengejar karir membuat mereka tak pernah ada waktu untuk dirinya. Lili sendiri heran dengan sikap kedua orangtuanya yang seakan-akan tak menganggap dirinya ada.
***
Lili benar-benar frustasi pasalnya beasiswanya akan dicabut kalau dia tak bisa menyelesaikan skripsi itu dalam waktu 3 bulan. Sudah satu bulan berjalan, namun tampaknya skripsinya itu masih jalan di tempat. Kini ia terus berjalan menyusuri kampusnya untuk bertemu dengan sahabatnya yang tengah menunggu di kantin. Setelah sampai di kantin, Lili segera saja mendekat kearah tempat duduk sahabatnya yang tengah memakan mie ayam.
Sruppppp...
Lili segera meminum minuman milik sahabatnya yang ada di meja itu sampai habis. Melihat hal itu sontak saja sahabat Lili mendelikkan matanya tajam. Sedangkan Lili hanya tersenyum tanpa dosa kearah sahabatnya itu.
"Datang-datang main minum minuman orang" ketus sahabat Lili yang bernama Senada Arista.
"Biarin aja sih, Nad. Gue lagi kesel banget nih sama tuh satu dosen killer, butuh yang dingin-dingin." kesal Lili.
"Butuh yang dingin-dingin sih boleh aja, tapi jangan minum minuman gue juga dong," ucap Nada tak terima.
"Bodo amat, nih gue kasih duit buat beli es teh lima gelas." ucap Lili.
Lili meletakkan selembar uang diatas meja kemudian berlalu pergi dari hadapan Nada yang masih kesal atas ulahnya. Nada pun bertambah kesal saat melihat uang yang ada di meja kantin, selembar uang seribu rupiah lah yang diletakkan oleh Lili.
"Lili... Awas aja loe kalau ketemu!" kesal Nada.
Sedangkan orang yang sudah pergi dari kantin itu tertawa puas sambil membayangkan bagaimana wajah kesal Nada. Yang pasti kini Nada tengah mengumpati dirinya dengan nama hewan di kebun binatang. Karena tak fokus memperhatikan jalan, membuat Lili menabrak seseorang yang berjalan berlawanan arah dengannya.
"Adohhhh... Siapa yang naruh tembok disini sih? Benjol kan jidat mulus gue" seru Lili tanpa melihat kearah apa yang ditabraknya.
"Saya bukan tembok" ucap seseorang dengan nada datarnya.
Lili yang mendengar suara seseorang yang sangat ia benci pun akhirnya mendongakkan kepalanya. Ternyata oh ternyata... Yang ditabrak Lili bukanlah tembok melainkan seorang dosen. Dosen pembimbing Lili yang amat sangat gadis itu ingin jitak kepalanya agar segera meloloskan skripsinya.
"Eh... Pak Aldo" ucap Lili cengengesan sambil mengelus dahinya.
"Mana skripsimu yang harus kamu revisi? Bukannya langsung pulang dan revisi skripsi tapi ini malah berkeliaran di kampus. Kamu itu mau cepat lulus atau tidak?" ucap dosen pembimbing skripsi Lili dengan ketus.
Dosen pembimbing skripsi itu adalah Renaldo Yusuf Narendra. Dosen paling killer dan disiplin seantero kampus tempat Lili menempuh pendidikan. Tak ada yang berani membantah ucapan dosen itu karena nilai adalah taruhannya. Dan sialnya bagi Lili adalah dia menjadi satu-satunya mahasiswa skripsi yang berada dibawah bimbingannya.
Dibalik sikap kejam, dingin, dan otoriternya, tak ada yang tahu bahwa dia menyimpan kesedihan yang begitu mendalam. Pasalnya orang yang sangat ia cintai kini tengah terbaring koma dan dokter pun tak tahu kapan dia akan sadar. Orang yang sangat ia cintai itu adalah istrinya sendiri, Arlinda Deandra. Istrinya itu mengalami koma saat kejadian kecelakaan satu tahun yang lalu.
Bahkan dari kecelakaan itu, Aldo merasa sakit hati dengan istrinya. Ternyata Arlin terlibat kecelakaan mobil saat hendak pergi bersama dengan mantan kekasihnya. Ia begitu hancur saat tahu istrinya bermain dibelakangnya. Namun sampai saat ini rasa cinta itu mengalahkan kebencian yang ada didalam dadanya.
***
Lili kesal bukan main dengan ucapan dosennya itu. Dia itu manusia bukan robot yang terus dipaksa untuk bekerja otaknya. Lagi pula dirinya hanya bisa mencari hiburan saat berada di kampus saja, sedangkan ketika di rumah ia akan merasakan kesepian.
"Ya Allah, pak. Saya baru keluar dari ruangan bapak saja belum sampai satu jam, masa iya saya harus sudah pulang dan kerjakan revisi. Bisa depresi nanti saya, pak" cerocos Lili sambil memegang kepalanya.
"Dasarnya pemalas" sentak Aldo tak mentolerir alasan Lili.
Lili hanya bisa menghela nafasnya panjang sambil mengelus dadanya saat mendapat sentakan dari dosennya itu. Setelah menghina Lili, Aldo segera saja pergi dari sana meninggalkan mahasiswanya yang tengah mengumpati dirinya didalam hati.
"Dasar dosen kejam, skripsi aja dipersulit. Aku do'akan semoga saja nanti kamu jatuh cinta dan jadi bucin sama mahasiswamu sendiri" seru Lili tanpa dosanya.
Dia tidak takut dengan apa yang dilakukannya, kalaupun nanti dipersulit oleh dosennya itu maka dia akan melakukan demo untuk meminta ganti dosen pembimbing. Lili belum mengetahui tentang status dosennya itu yang sudah menikah.
"Iya, mahasiswa yang kamu maksud itu adalah dirimu sendiri. Setelah aku jatuh cinta denganmu, akan ku kurung kau di gudang yang gelap agar tak bisa keluar" balas Aldo dengan nada kerasnya.
Lili yang mendengar itu tentu saja langsung memelototkan matanya tajam melihat Aldo yang terus berjalan menjauh. Dia sedikit bergidik ngeri bahkan tak bisa membayangkan jika nanti ucapan dosennya itu menjadi kenyataan.
"Huh... Pasti tuh dosen kesurupan jin tomang sampai bisa mengucapkan hal seperti itu. Itu tadi bercanda kan ya?" gumam Lili.
"Amit... Amit..." lanjutnya sambil mengetuk kepalanya berulangkali.
Lili kemudian berjalan pergi sambil terus berdo'a agar apa yang diucapkan dosennya tadi tak menjadi kenyataan. Lili memutuskan untuk pulang ke rumahnya agar bisa segera menyelesaikan revisi skripsi yang teramat banyak itu. Lili keluar dari area kampus kemudian berjalan kaki untuk menuju rumahnya.
Saat sampai di sebuah taman, Lili melihat ada seekor kucing yang tengah berjalan ke tengah jalan raya. Tanpa melihat kanan kiri, akhirnya Lili berjalan dengan antusias kearah tengah jalan raya itu untuk menyelamatkan kucing yang begitu lucu menurutnya. Tiba-tiba saja...
Brukkkk...
Tubuhnya terpental akibat dorongan dari sebuah mobil karena tak sempat menghindar saat menyelamatkan seekor kucing. Darah mengucur deras di kepala dan mulutnya membuat semua orang yang melihat kejadian itu berteriak histeris. Kejadian yang begitu cepat dan area sekitar taman yang tak terlalu ramai membuat beberapa
orang tak sempat berteriak untuk mengingatkan gadis yang saat ini tergeletak di aspal itu. Gadis yang tertabrak itu adalah Lili.
"Mungkinkah ini akhir hidupku? Ku harap dikehidupan yang lain aku bisa menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya tanpa harus pusing mikirin skripsi" ucapnya lirih kemudian pingsan.
Mobil yang menabrak Lili sudah kabur entah kemana setelah tahu kalau telah membuat seseorang celaka. Orang-orang disana pun tak sempat mengejarnya dan lebih memilih fokus pada keselamatan Lili. Semuanya berkerumun dan ada salah satu warga yang langsung menghubungi ambulance.
Setelah beberapa menit dihubungi, mobil ambulance pun datang. Para petugas segera mengevakuasi korban dan melarikannya ke rumah sakit beserta barang bawaan Lili. Setelah Lili berada dalam mobil ambulance, salah satu petugas langsung mendekat kearah warga yang masih berkerumun.
"Apakah disini ada yang menjadi saksi dari peristiwa ini? Karena kami pasti akan melaporkan kejadian ini ke polisi sehingga membutuhkan banyak saksi untuk dimintai keterangan," tanya salah satu petugas ambulance.
Akhirnya beberapa orang mengikuti petugas ambulance itu masuk ke dalam mobil. Mobil ambulance dikemudikan dengan kecepatan tinggi hingga mereka hanya membutuhkan waktu selama 10 menit saja untuk sampai rumah sakit. Mereka semua segera menurunkan brankar Lili kemudian mendorongnya kearah UGD. Dokter dan perawat memasuki ruangan itu, sedangkan beberapa polisi mulai berdatangan untuk meminta keterangan dari para saksi.
Ceklek...
"Apa ada keluarga pasien disini?” tanya seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang UGD.
“Keluarganya masih dalam perjalanan, dok." jawab salah satu polisi yang memang sudah berhasil menghubungi orangtua Lili.
Dokter itu pun hanya menganggukkan kepalanya. Tak selang berapa lama, ada dua orang pasangan paruh baya tengah berlarian menuju kearah ruang UGD. Nafas keduanya terengah-engah karena berlarian dari tempat parkir sampai ruang UGD. Kedua orang paruh baya itu adalah orangtua Lili yang langsung berangkat ke rumah sakit saat
mendapat kabar dari kepolisian mengenai anaknya yang terlibat kecelakaan.
"Bagaimana dengan keadaan anak saya?" tanya ayah dari Lili dengan nafas
terengah-engah.
"Mohon maaf, dengan berat hati saya mengatakan kalau anak anda mengalami koma. Kami juga tidak bisa memprediksi kapan anak anda akan sadar. Terlebih luka pada kepalanya cukup berat dan ada pendarahan dalam kepala." ucap dokter itu dengan rasa bersalahnya.
Kedua orangtua Lili merasa terkejut bahkan kedua kakinya terasa lunglai mengetahui anaknya mengalami koma. Mereka hanya bisa menyesali semua yang sudah terjadi karena tak sempat memberikan kasih sayang kepada anaknya itu disaat sehatnya. Kini mereka hanya bisa berdo'a agar anaknya itu masih bisa bertahan dan sadar
kembali.
***
Sedangkan ditempat lain...
"Tolong jaga anak dan suamiku dari orang-orang yang berniat jahat kepadanya. Buatlah suamiku memaafkanku atas semua kesalahanku dalam waktu 30 hari. Jika kau berhasil maka setelah 30 hari itu, kamu akan kembali ke dalam ragamu. Namun jika kau tak berhasil, maka kamu akan selamanya bertahan di dalam tubuhku."
ucap seorang wanita cantik memakai baju serba putih dan rambut panjang kemudian menghilang bersama angin.
Hah... Hah... Hah...
Seorang wanita terbangun dari komanya setelah selama 1 tahun lamanya tertidur dengan pulasnya diatas brankar rumah sakit itu disertai nafas yang ngos-ngosan. Bahkan terlihat sekali keningnya sudah bercucuran keringat seakan tengah mengalami mimpi buruk. Namun wanita yang terbangun itu hanya raganya saja yang sama, berbeda dengan jiwa yang menempatinya. Wanita yang sudah mempunyai seorang suami namun jiwanya diisi oleh seorang gadis remaja yaitu Lili.
“Gue belum mati? Terus siapa tadi perempuan yang ada dalam mimpiku? Apa gue sekarang ada di raga oranglain terus disuruh melakukan sesuatu agar bisa kembali ke tubuh asli?” gumamnya sambil melihat kearah sekitar ruangan yang ditempatinya itu.
Ternyata Lili kini berada di rumah sakit dengan menempati raganya yang baru. Identitasnya yang sekarang menjadi Arlinda Deandra. Saat dirinya mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, tiba-tiba saja matanya melotot kearah sebuah cermin yang tak sengaja menampilkan wajahnya.
“Jadi apa yang diucapkan perempuan dalam mimpi itu benar? Gue transmigrasi ke tubuh seorang wanita bersuami,” gumamnya sambil menepuk-nepukkan pipinya seakan semua ini hanyalah mimpi.
Arrrrgggghhhh....
Tiba-tiba saja kepalanya terasa pusing dan berat secara bersamaan karena ada beberapa ingatan yang tak ia kenal masuk dalam otaknya. Bahkan ia sampai menjambak rambut panjangnya sendiri akibat ingatan acak yang masuk dalam pikirannya. Karena terlalu pusing, akhirnya Arlin kembali pingsan akibat tak kuat menahan rasa sakitnya.
Ceklek...
Disaat yang bersamaan dengan kembalinya Arlin pingsan, ada seseorang yang memasuki kamar rawat inapnya. Seorang laki-laki yang tak lain adalah suami Arlin, Aldo masuk dalam ruang rawat inap istrinya itu. Namun dahinya mengernyit heran saat melihat brankar istrinya terlihat berantakan.
Aldo pun langsung berpikir bahwa istrinya tadi sudah sempat sadar. Dengan gerakan cepat, Aldo menekan tombol panggilan dokter dan perawat untuk memeriksa sang istri. Tak berapa lama, dokter dan perawat masuk ke dalam ruang rawat inap Arlin.
“Sepertinya istri saya sudah sadar, pasalnya brankar dan rambutnya terlihat berantakan.” ucap Aldo menjelaskan.
Rambut Arlin memang berantakan karena tadi sempat dia acak-acak karena rasa pusing yang mendera. Dokter dan perawat segera memeriksa semuanya dengan teliti. Mereka akhirnya setuju dengan ucapan Aldo bahwa memang pasien sudah sempat sadar namun pingsan kembali.
“Pasien saat ini pingsan. Beberapa jam lagi pasti pasien akan sadar. Setelah sadar nanti, saya akan memeriksa kembali keadaan pasien untuk memastikan tak ada hal yang serius setelah koma selama satu tahun lamanya” ucap dokter itu.
Aldo menganggukkan kepalanya kemudian menatap sang istri dengan tatapan sulit diartikan. Sedangkan dokter dan perawat segera keluar dari ruang rawat inap pasien. Aldo segera duduk di samping brankar sang istri kemudian memegang telapak tangan Arlin.
“Setelah kau sadar nanti, ku harap kamu bisa berubah. Berubah perasaannya agar bisa mencintaiku,” gumam Aldo penuh harap.
Bahkan kini Aldo mencium punggung tangan Arlin begitu lama dan merapikan rambut istrinya. Ia meresapi setiap detik waktu yang diberikan Tuhan untuk bisa bersama disamping sang istri. Walaupun sang istri selama ini tak pernah baik atau membalas perasaannya, namun ia sangat berharap kalau Arlin bisa mencintainya setelah sadar nanti.
“Namun jika kau tetap tak bisa mencintaiku, aku ikhlas jika harus melepaskanmu.” lanjutnya dengan tersenyum sendu.
Aldo pergi dari ruang rawat inap Arlin agar bisa memberikan waktu untuk istrinya itu istirahat. Lagi pula kemungkinan Arlin sadar menurut dokter masih lah beberapa jam lagi. Ia segera saja pergi berlalu menuju kantin karena sebentar lagi mungkin ART nya juga akan datang kemari untuk mengantarkan anaknya. Anak dari hubungan Arlin dan Aldo ini lahir karena sebuah kecelakaan.
Tadi setelah selesai mengajar di sebuah kampus, Aldo memang langsung ke rumah sakit tanpa makan siang dulu. Untuk masalah anaknya, Aldo memang meminta ART mengantarnya ke rumah sakit dan bertemu di kantin. Hubungan pernikahan Aldo dan Arlin sudah berjalan selama 4 tahun dengan anak mereka yang kini berusia 2 tahun.
"Semoga jika nanti kau sadar, kau takkan lupa denganku dan anak kita. Terlebih kata dokter waktu itu saat awal masuk rumah sakit mengenai pendarahan yang ada di otak kamu itu bisa saja menyebabkan amnesia." gumam Aldo yang kini sudah duduk di salah satu meja kantin.
Aldo segera memakan makanannya dengan lahap hingga semua yang ada di piringnya tandas. Tak berapa lama, Aldo dikejutkan dengan kehadiran ART nya yang datang dengan menggendong anak laki-laki berusia dua tahun. Anak laki-laki dengan wajah yang begitu mirip dengannya itu hanya menatap datar kearah papanya.
Semenjak kecil ia sudah terbiasa dengan sikap buruk mamanya dan diacuhkan oleh papanya membuat bocah laki-laki itu tak begitu antusias jika diajak ke rumah sakit. Bahkan hampir setiap hari, bocah kecil itu bermain sendirian kalau tidak ya ditemani oleh ART di rumahnya saat tak sibuk. Bocah kecil itu bernama Keilan Dicky Narendra atau biasa dipanggil Kei.
"Ini tuan perlengkapan baby Kei," ucap ART di rumahnya bernama Mbok Mala.
Mbok Mala langsung menyerahkan sebuah tas berisi perlengkapan dan pakaian Kei. Sedangkan Kei sendiri juga langsung diturunkan oleh Mbok Mala kemudian didudukkan disamping papanya. Aldo langsung menerimanya kemudian Mbok Mala pamit undur diri.
"Ayo kita masuk dalam ruangan mama." ucap Aldo dengan kalimat memerintah.
Kei hanya menganggukkan kepalanya kemudian Aldo membantu bocah laki-laki itu turun dari kursinya. Sambil membawa tas berisi perlengkapan anaknya, Aldo menggandeng tangan mungil Kei. Kei hanya diam saja karena memang tak terlalu akrab dengan papanya yang sibuk mengurus istrinya dan pekerjaannya itu. Walaupun masih sedikit tertatih-tatih mengikuti langkah papanya, namun Kei tak pernah mau menunjukkan kesusahannya.
***
Ceklek...
"Kamu ngapain disini?" teriak Arlin yang ternyata sudah sadar dari pingsannya.
Bahkan ia sudah duduk diatas brankarnya dibantu oleh seorang perawat yang memang tadi ia panggil melalui tombol yang ada diatas brankarnya. Arlin begitu terkejut saat melihat siapa yang masuk dalam kamarnya. Seorang laki-laki tampan yang tadinya akan berjalan kearahnya namun langsung menghentikan langkahnya saat melihat respons sang istri.
Walaupun tampan, namun tetap saja Arlin atau lebih tepatnya Lili begitu kesal bahkan benci karena laki-laki itu merupakan dosen pembimbing skripsinya sendiri. Dia adalah Aldo, dosen yang membuatnya selalu darah tinggi ketika bertemu. Bahkan Kei yang berada disamping Aldo pun langsung menatap malas kearah mamanya yang tak pernah berubah, suka teriak-teriak.
"Jelas saya ada disini. Saya masih sah sebagai suami kamu. Kamu pun masih sah sebagai istriku. Dan ini, anakmu Kei kalau kau lupa," ucap Aldo dengan wajah datarnya.
"Enggak, gue belum punya suami dan anak!" seru Arlin tak terima.
Sepertinya Lili melupakan sesuatu jika kini ia sedang tak berada di raganya sendiri. Padahal tadi sewaktu ia sadar, tentunya ia paham kalau dirinya tengah bertransmigrasi ke tubuh seorang wanita bersuami dan mempunyai anak. Mendengar penjelasan dari Aldo tentu dia menggelengkan kepalanya dengan cepat. Ia tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh dosennya.
Namun tiba-tiba matanya terpaku pada bocah laki-laki yang terlihat begitu tampan dengan kaos putih, celana jeans selutut, dan sepatu yang warnanya senada bajunya. Mata bulat hitam nan tajam itu sangat mirip dengan Aldo membuat ia sedikit terdiam. Tak ada senyum dari bocah laki-laki itu membuatnya hanya bisa kikuk sendiri.
"Arlin... Jangan bercanda. Ingat-ingat lagi siapa dirimu." ucap Aldo dengan titah tegasnya.
Arlin langsung terdiam kemudian ia mengingat tentang kejadian sewaktu dia sebelum pingsan itu. Ia kini ingat kalau dirinya sedang transmigrasi namun melupakannya karena tadi terlena untuk mengisi perutnya yang sudah sangat lapar. Bahkan dokter yang memeriksa pun mengatakan bahwa dirinya hilang ingatan dan kakinya tak bisa digerakkan untuk sementara waktu.
"Anda kehilangan ingatan untuk sementara. Ini efek dari pendarahan yang ada di otak akibat kecelakaan satu tahun yang lalu," ucap dokter itu.
"Satu tahun?" tanya Arlin bingung.
"Iya, anda sudah koma atau tak sadarkan diri selama satu tahun." jawab dokter itu.
Padahal dia sama sekali tak hilang ingatan. Dirinya masih ingat namanya sendiri dan baru kemarin siang mengalami kecelakaan namun melupakan fakta bahwa dia sudah tak berada dalam raga aslinya. Saat Aldo datang, dirinya langsung saja tersadar bahwa apa yang terjadi ini bukanlah sebuah mimpi. Ia kini masuk dalam raga istri dari Aldo dan mempunyai seorang anak.
Fakta ini membuatnya frustasi bahkan tak bisa menerimanya. Ia hanya diam saat Aldo dan anaknya duduk di kursi sofa yang ada di ruangannya. Ia kini kebingungan harus melakukan apa, terlebih memikirkan misi yang harus dilakukannya agar bisa kembali dalam raganya sendiri. Beberapa ingatan kecil mengenai kelakuan Arlin juga sudah masuk dalam pikirannya namun ia belum bisa menerima takdir ini.
"Apa salahku Tuhan? Sampai-sampai kau memberikanku cobaan seberat ini dengan menjadi istrinya dosen resek itu." gumam Arlinyang kemudian menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Bahkan ia tak menghiraukan kehadiran Aldo dan Kei yang menatapnya aneh. Mereka juga bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Arlin. Akhirnya Aldo memilih untuk mendekat kearah sang istri kemudian mengelus lembut rambut Arlin. Arlin yang merasakan usapan lembut di kepalanya pun langsung mendongakkan kepalanya. Ia langsung menjauhkan kepalanya dari jangkauan Aldo saat melihat dosennya itu ada didekatnya.
"Aku mau menemui dokter dulu untuk mencari tahu tentang kondisimu." ucap Aldo pamit dengan sedikit kecewa dengan respons Arlin.
Tanpa menunggu jawaban dari Arlin, Aldo berlalu pergi dari ruang rawat inap istrinya itu. Aldo pergi dengan meninggalkan Kei didalam ruangan itu bersama Arlin. Kei terus menatap wanita yang tak pernah ada untuknya itu membuat Arlin yang merasa diperhatikan langsung menghadap kearah seseorang itu.
"Apa yang harus aku lakukan dengan bocah itu? Punya adik aja kagak, masa iya harus ngurus anak." gumamnya tersenyum miris.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!