Mentari Devano Galaxy
Putri dari Devano Brian Galaxy, salah satu orang terkaya di kota tersebut. Akan tetapi, kekayaan tak lantas membuat wanita itu bahagia, karena pada kenyataannya Mentari tersiksa dengan pernikahan yang hanya dianggap istri pajangan dan di khianati selama bertahun-tahun oleh suaminya sendiri. Wanita itu dinikahi hanya untuk dimanfaatkan bukan karena rasa cinta seperti apa yang Mentari pikirkan.
Gala Sky Vernandes.
Pria sederhana yang di bayar Mentari untuk menjadi teman tidur karena kekecewaannya pada sang suami yang telah membuat wanita itu hancur berkeping-keping.
Meskipun berawal karena kesepakatan, hari demi hari yang ia lalui bersama Mentari membuat pria itu benar-benar takluk dan mencintai wanita itu sungguh-sungguh.
Gala sadar, bahwa Mentari masih status milik orang lain, bukan miliknya. Akan tetapi, rasa cintanya pada Mentari tidak bisa di buang begitu saja saat rasa itu hadir tanpa ia sengaja.
Demian Aditya Putra
Suami Mentari yang hanya memanfaatkan wanita itu dengan kekayaan yang dimiliki oleh wanita tersebut.
Demian rela bertahun-tahun menikah dengan Mentari demi harta, ia pura-pura seakan-akan benar-benar mencintai wanita itu hingga membuat Mentari luluh dan terjebak dalam permainan pria tersebut.
__________
Di siang hari yang cerah, Mentari kini mengayunkan langkahnya setelah turun dari mobil menuju pintu masuk.
Wanita itu datang ke kantor suaminya karena ia ingin makan siang bersama dengan sang suami setelah sekian lama suaminya selalu pulang telat dengan alasan sibuk bekerja.
Meskipun jabatan suaminya bukan seorang CEO, tapi ia bangga karena merasa sangat dicintai oleh suaminya dengan perlakuan lembut yang pria itu berikan.
Mentari tipe seseorang yang selalu berpikiran positif, hingga ia selalu menepis rasa curiganya pada sang suami yang selalu pulang telat dan sering keluar kota.
Wanita itu berpikir, suaminya seperti itu karena ia tidak punya jabatan yang cukup tinggi dan harus menuruti apa keinginan pemilik perusahaan.
*
*
*
Dengan membawa rantang makanan, Mentari kini membuka pintu ruangan suaminya dengan senyum yang mengambang. Akan tetapi, senyumnya seketika redup saat ia melihat pemandangan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Prang ....
"Mas Demian ... !"
Seketika makanan yang dibawa wanita itu berhamburan di lantai saat melihat orang yang sangat ia cintai kini memangku wanita lain di kursi kerjanya sambil berciuman layaknya sepasang suami istri.
"Mentari!" Demian langsung mendorong tubuh wanita tersebut dari pangkuannya. Sementara Mentari langsung keluar dari ruangan itu membawa rasa sesak yang bersarang di dadanya.
"Mentari tunggu!" Demian mengejar sang istri yang kini lari meninggalkan ruangannya.
Saat Mentari hendak memasuki lift, pergelangan tangan wanita itu dicekal oleh oleh suaminya hingga langkahnya terhenti. "Dengarkan aku dulu!"
Mentari mengehempaskan tangan Demian kasar. "Dengar apa, Mas? Jadi ini alasan kamu kenapa kamu tidak ingin memiliki keturunan dariku? Jadi ini alasan kamu kenapa kamu jarang pulang? Dan jadi ini alasan kamu kenapa aku dilarang untuk mengantar makan siang setiap hari?"
"Kamu hanya salah paham, Sayang! Kamu hanya salah paham!" Demian terus berusaha memegang pergelangan tangan Mentari, namun wanita itu terus menolaknya karena ia mendapat penghianatan dari suami yang sangat ia percayai.
"Salah paham? Terus tadi apa? Kalian berciuman layaknya suami istri, apa itu salah Paham? Di leher wanita itu apa? Digigit nyamuk? Pantas saja ya Mas, selama ini kamu jarang pulang, ternyata kamu sering keluarga kota dengan sekretarismu karena ini?"
"Dengarkan aku, Sayang! Itu semua tidak seperti apa yang kamu lihat, kamu hanya salah paham."
Demian terus berusaha menjelaskan. Namun, Mentari sama sekali tidak perduli dan tidak mau mendengarkan penjelasan suaminya tersebut.
Setelah sekian lama Mentari merasakan keanehan pada suaminya, kini semua sudah terjawab tanpa perlu ia mencari tahu, ia kini bisa melihat secara langsung apa yang dilakukan oleh suaminya tersebut.
"Lihat ya, Mas! Apa yang bisa aku lakukan untuk membalasmu!" ancam Mentari.
Mentari langsung melangkah memasuki lift, sementara Demian menatap sang istri frustasi. Lalu, kembali ke ruangannya setelah bayangan Mentari hilang di balik pintu.
*
*
*
Mentari yang kini merasa kecewa pada sang suami, ia langsung pergi ke salon kecantikan dan mengubah penampilannya yang semula cupu kini menjelma bak seorang ratu.
Malam harinya, ia langsung mengelilingi kota dan melihat club malam dan melangkahkan kakinya menuju tempat tersebut.
Saat memasuki tempat itu, ia menyelusuri seluruh isi dari Club, dan tatapannya jatuh pada seorang pria yang hanya duduk dengan pakaian sederhana dengan wajah melamun.
Tanpa kata Mentari langsung mengahampiri pria tersebut dan duduk di sampingnya. "Hai ... !" Mentari mengedipkan sebelah matanya.
Pria itu hanya melirik sekilas, lalu mengabaikan wanita di sampingnya yang terlihat aneh.
"Jika kamu datang untuk menggodaku dan berharap membayarmu, maaf ... aku tidak punya cukup banyak uang untuk membayarmu!" ucap pria tersebut dengan wajah datar tanpa ekspresi.
Mentari mencebikkan bibirnya. "Tidak, aku tidak ingin memintamu untuk membayarku. Bahkan aku yang akan membayarmu jika kamu mau ku ajak kerjasama."
Seketika pria itu menoleh dan menatap wanita di sampingnya dengan mata yang memicing. "Kerja sama?"
"Iya kerjasama. Aku akan membayarmu dengan nilai yang fantastis," ucap wanita tersebut.
"Aku curiga, sebenarnya kamu siapa? Aku tidak mau ya, jika disuruh membunuh orang, aku bukan pembunuh." Pria itu menatap Mentari dengan penuh selidik.
Mentari mengehela nafas. "Kenalkan, aku Mentari Devano Galaxy."
Deg
Pria itu terkejut mendengar nama belakang wanita tersebut. "Baiklah, aku akan membantumu."
Pria itu langsung menerima tawaran Mentari saat mengetahui tentang latar belakang wanita tersebut. Meskipun sebenarnya ia masih curiga dengan pekerjaan yang ditawarkan oleh wanita itu.
"Aku akan membayar hutang budi orang tuaku pada Tuan Devan. Mungkin dengan membantu putrinya, aku bisa membalas kebaikan mereka pada keluargaku."
"Benarkah? Kamu mau membantuku?" tanya Mentari berbinar.
"Iya, boleh! Tapi tidak dengan bunuh orang!" Pria itu menatap Pelangi dengan wajah datar.
Mentari menganggukkan kepalanya dengan senyum yang terukir dari bibirnya. "Oh iya, nama kamu siapa?" tanya Mentari.
"Gala Sky Vernandes." Pria itu menatap Mentari tanpa senyum.
Sementara Mentari mengerutkan kening mendengar sebuah nama yang tidak asing di telinganya.
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Mentari seraya memegang dagunya dan menatap Gala intens.
"Memangnya kenapa?" Gala masih memasang wajah datar.
Mentari menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak, entah mengapa namamu sangat familiar."
"Itu hanya perasaanmu. Sepertinya kita tidak pernah bertemu karena aku dibesarkan di Dubai, jadi mana mungkin kamu mengenalku?" Gala mencoba meyakinkan wanita tersebut.
Mentari pun mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penjelasan Gala. Lalu, ia menatap pria itu kembali dengan senyum yang mengembang.
"Ya sudah, kalau begitu kamu ikut aku sekarang!" Mentari menarik pergelangan tangan Gala setelah membuat kesepakatan dengan pria itu. Sementara Gala hanya mengikuti langkah Mentari pasrah menuju pintu keluar.
"Kamu ingin membawaku kemana?" tanya pria itu saat melihat Mentari menghentikan mobilnya di sebuah rumah megah yang terletak jauh dari perumahan orang-orang.
Saat Mentari turun dari mobil, ia kini di sambut dengan begitu hormat oleh beberapa bodyguard dan juga beberapa pelayan di rumah megah tersebut.
Setelah itu, ia menyerahkan kunci mobilnya pada supir yang ada di rumah itu. Lalu, ia menarik pergelangan tangan Gala untuk memasuki rumah tersebut.
Gala pun hanya mengikuti langkah Mentari pasrah. Pria itu hanya memasang wajah datar tanpa ekspresi.
Begitu sampai di depan sebuah kamar yang terletak di lantai dua, Mentari mengehentikan langkahnya, lalu menarik Gala untuk masuk ke kamar tersebut.
Sesampainya di dalam kamar, Mentari kini mengunci pintunya, lalu merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
Sementara Gala masih bingung dan tidak mengerti dengan apa yang Mentari inginkan. Pria itu kini memasukkan tangannya pada saku celananya sambil menatap Mentari dengan wajah penuh tanya.
"Sebenarnya apa yang kamu inginkan?" tanya Gala.
Pria itu masih berdiri sambil menatap Mentari yang kini tidur terlentang dengan mata yang terpejam.
"Oh iya, aku lupa mengatakannya." Mentari tersenyum. Lalu, bangkit dan menarik pergelangan tangan Gala hingga pria itu reflek menjatuhkan tubuhnya pada tubuh wanita tersebut.
Posisi keduanya sangat dekat dengan Gala yang mengukung Mentari tanpa sengaja. Dalam beberapa saat tatapan keduanya bertemu. "Aku hanya ingin kau menemaniku tidur."
Deg
Gala terkejut mendengar ucapan Mentari, namun ia tetap memasang wajah datar seperti mendengar sesuatu yang sudah biasa.
"Ternyata benar, kamu kesana untuk mencari seorang pria yang bisa melampiaskan hasratmu," ucap Gala yang kini menatap wajah Mentari dengan tatapan datar.
Pria itu hendak bangkit, namun Mentari memegang pinggang pria itu erat, hingga Gala sulit untuk bangkit dan masih tetap di posisinya.
"Aku belum selesai menjelaskan." Mentari menatap pria itu lekat.
"Apa yang ingin kau jelaskan?" tanya Gala dengan tatapan tajamnya.
"Aku memang ingin menjadikanmu teman tidur, tapi ya hanya tidur, tidak lebih dari itu. Aku hanya ingin merasakan tidur dengan seorang pria tanpa takut esok harinya sudah pergi dari sisiku."
"Terus bagaimana jika aku pergi sebelum kamu membuka mata?" tanya Gala.
"Kamu tidak akan pergi sebelum aku bayar, jadi aku tidak perlu merasa takut kamu akan meninggalkanku." Mentari tersenyum.
"Aku punya solusinya agar kamu bisa punya teman tidur tanpa harus membayar," ucap Gala.
"Apa?" tanya Mentari seraya menatap mata Gala dengan penuh tanya.
"Kamu harus menikah, jadi kamu tidak perlu membayar seorang pria hanya untuk dijadikan teman tidur," jawab Gala.
"Aku sudah menikah, tapi aku tidak bisa merasakan hal itu."
Jedduarrr ....
Gala terkejut mendengar pernyataan Mentari, seketika pria itu melepaskan tangan Mentari kasar dan bangkit dari tempat tidur tersebut hendak melangkahkan kakinya meninggalkan Mentari.
"Jika kamu keluar dari kamar ini maka aku akan membunuh diriku sendiri." Mentari kini mengambil pisau di nakas.
"Aku tidak peduli!" ucap Gala.
Pria itu balik badan untuk mengambil kunci kamar tersebut. Namun, apa yang ia lihat membuat Gala terkejut.
Mentari memulai mengiris pergelangan tangannya dengan senyum yang terukir dari kedua sudut bibirnya.
Darah mulai menetes dari luka pergelangan tangan Mentari. Namun, Gala langsung merampas pisau tersebut dan membuangnya.
Pria itu panik melihat darah dari pergelangan tangan Mentari, lalu ia kini mencari kotak obat di laci nakas, setelah menemukannya, Gala menarik tubuh Mentari hingga wanita itu duduk di pinggiran tempat tidur.
Dengan telaten, pria itu mengobati wanita tersebut. Sementara Mentari terus menatap wajah Gala yang terlihat sangat cemas. Ia salut dengan kebaikan Gala yang perduli pada orang lain, bahkan pada orang yang tidak dikenalnya.
Sangat beda dengan suaminya yang selalu bertutur kata lembut, namun tidak pernah memperlakukan wanita itu seperti apa yang dilakukan Gala. Jika pun ia terluka, suaminya pasti memanggil pelayan untuk mengobati.
Dia diperlakukan bak seorang ratu di rumahnya karena pelayan, bukan karena keperdulian suaminya. Bahkan, Demian lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah dibandingkan dengan Mentari.
Selama mereka menikah, Demian pulang hanya untuk tidur. Selain itu, Demian selalu memakai pengaman jika ia ingin berhubungan suami istri dengan Mentari, karena pria itu belum siap untuk mempunyai keturunan.
Dengan rayuan Demian yang begitu lembut, membuat Mentari percaya sepenuhnya pada sang suami. Saat ia sempat curiga karena suaminya jarang pulang, ia menepisnya sendiri dan mencoba berpikiran positif.
*
*
*
"Apa ini sakit?" tanya Gala seraya menatap Mentari dengan wajah khawatir.
Seketika lamunan Mentari buyar dan tersenyum ke arah pria itu. "Kenapa kamu perduli padaku? Padahal suamiku sendiri saja tidak pernah perduli?" tanya Mentari dengan air mata yang tergenang.
Gala yang tidak tega melihat kesedihan dari mata wanita yang ditemuinya itu, kini ia langsung memeluk tubuh Mentari hingga tangisan Mentari pun pecah dan terdengar memilukan.
"Kita bisa menjadi sahabat, kamu tidak perlu membayarku untuk menemanimu tidur, aku akan menemanimu di sini sampai kamu terlelap jika memang itu yang kamu inginkan. Tapi jika untuk menemanimu semalaman, aku hanya takut menjadi penyebab kehancuran rumah tanggamu nanti," ucap Gala.
"Rumah tanggaku sudah hancur, Gala! Rumah tanggaku sudah hancur!" jawab Mentari dengan isakan yang terus terdengar di telinga pria itu.
Gala yang mendengar tangisan Mentari, kini membuat pria itu iba untuk meninggalkan wanita tersebut. Ia khawatir Mentari akan melalukan hal yang lebih nekat dibandingkan bunuh diri.
"Kamu bicarakan baik-baik dulu sama suamimu! Memangnya apa yang terjadi hingga kamu seperti ini." Gala melerai pelukannya, lalu menatap wanita itu dengan begitu dalam.
"Ceritanya panjang, tapi aku terluka, sangat-sangat terluka. Selama ini aku menganggap aku adalah orang yang beruntung karena merasa sangat dicintai oleh suamiku, tapi pada kenyataannya dia berkhianat. Dan aku melihatnya sendiri apa yang mereka lakukan di ruangan suamiku tadi siang."
Gala mengehela nafas. "Terkadang apa yang kita lihat tidak sesuai kenyataan, cobalah dengarkan suamimu. Bicarakan masalah kalian baik-baik!" Bujuk Gala.
"Jika Suamiku memang mengkhianatiku, terus apa yang harus aku lakukan?" tanya Mentari dengan air mata yang semakin terus mengalir deras.
"Kamu bisa datang padaku, dan aku siap membantumu," ucap Gala yang masih memasang wajah datar.
"Terima kasih, Gala!" Mentari tersenyum.
Sementara Gala hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. Setidaknya ia lega karena wanita itu mau mendengarkan ucapannya.
"Ya sudah, lebih baik sekarang kamu pulang! Jangan sampai kamu yang disalahkan semua orang jika memang suatu saat jalan terbaik kalian adalah perpisahan."
Mentari tersenyum sambil mengangguk-anggukan kepalanya mendengar saran dari pria tersebut.
"Andai suamiku itu kamu, mungkin aku tidak akan seperti ini. Meskipun aku baru kenal kamu, tapi aku bisa melihat ketulusan kamu." Mentari tersenyum.
"Aku tidak haus akan pujian, jadi kamu tidak perlu memujiku berlebihan," ucap Gala yang masih dengan wajah datarnya.
"Iya aku tahu itu, seandainya malam ini aku salah milih orang, mungkin aku sudah melakukan kesalahan besar karena masih dengan emosi yang tidak bisa aku tahan," ucap Mentari.
"Lain kali jangan datang ke Club malam. Di sana bukan tempat menyelesaikan masalah, tapi tempat untuk menambah masalah," ucap Gala.
"Iya, terima kasih banyak karena kamu telah memberiku saran yang baik, tapi untuk malam ini aku akan tidur di sini, jika kamu tidak keberatan, temanilah aku sampai terlelap, aku hanya ingin merasakan tidur ditemani oleh seseorang agar aku bisa tidur dengan damai," ucap Mentari.
"Baiklah," jawab Gala pasrah.
Akhirnya Mentari tidur dengan Gala yang tidur di sampingnya. Mentari memjamkan matanya dengan senyum yang mengembang, sementara Gala merasa sesak karena jantungnya yang berdetak tidak normal.
"Tidak, ini salah! Aku tidak boleh jatuh cinta pada istri orang!"
Setelah Mentari terlelap, Gala hendak melangkahkan kakinya untuk meninggalkan kamar tersebut.
Akan tetapi, Mentari menggeser tubuhnya hingga wanita itu memeluk Gala layaknya bantal guling. Jantung pria itu pun semakin berdetak tak karuan.
Pria itu kini pasrah dan menunggu Mentari sampai benar-benar terlelap. Akan tetapi, tanpa sadar pria itu kini menyusul mentari ke alam mimpinya hingga ranjang tersebut menjadi sebuah saksi bahwa di malam itu menjadi malam di mana sepasang yang tanpa hubungan itu tidur berdua di ranjang yang sama.
Sementara di tempat lain, Demian pulang lebih awal dari biasanya, ia berharap Mentari masih mempercayai penjelasan yang ia susun untuk membuat Mentari takluk kembali.
"Tidak, Mentari tidak boleh meninggalkanku, jika sampai dia pergi, aku tidak yakin bisa mendapatkan jabatan sebagus ini di Perusahaan lain."
"Aku bekerja di sana berkat rekomendasi darinya, jika dia sampai balas dendam beneran, karirku pasti akan benar-benar hancur. Mentari pasti akan minta CEO untuk memecatku! Aku tidak boleh kehilangan Mentari, aku tidak boleh kehilangannya."
Demian terus berjalan mondar mandir di kamarnya seraya menunggu wanita itu pulang. Namun, hingga jam 12 malam pun sang istri tak kunjung menampakkan batang hidungnya.
"Kemana sih, Mentari? Apa mungkin dia pulang ke rumahnya?"
"Tidak, tidak ... ! Jangan sampai itu terjadi! Bisa-bisa habis aku di tangan mertuaku." Demian begitu Frustasi menunggu sang istri yang tak kunjung pulang.
Pria itu mencoba menghubungi sang istri, namun nomornya di blokir hingga ia tidak dapat menghubungi wanita itu sama sekali.
Jam tiga pagi kini telah di lalui, Demian masih tak dapat memejamkan mata karena ia takut kehilangan segalanya jika sampai Mentari benar-benar pergi.
Akan tetapi, di detik berikutnya mata pria itu berbinar saat ia mengingat sesuatu yang akan membuat Mentari bertahan.
"Oh, iya! Kenapa aku harus takut Mentari pergi dariku, bukankah sebelum menikah, aku bikin kesepakatan dengan Mentari?" Demian mengembangkan senyumnya.
Pria itu kini mengambil surat kontrak di mana dirinya dan Mentari tidak akan bercerai sampai kapanpun, dan siapa yang menuntut perceraian terlebih dahulu, maka akan membayar Denda sebesar 100M.
"Seharusnya aku senang jika Mentari menuntut perceraian, karena rumah ini akan menjadi milikku. Selain itu, aku juga akan mendapatkan uang sebesar 100M." Demian mencium kertas itu, lalu memasukkan kertas itu kembali ke tempatnya. Ia kini merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan tidur terlentang dengan senyum puas
"Ah ... dari dulu aku memang selalu pintar ... hahaha ... " Demian langsung memejamkan matanya dengan tawa penuh kebahagiaan.
*
*
*
Di tempat lain.
Mentari membuka matanya lebih dahulu, lalu ia tersenyum saat seseorang yang ia temui di club masih berada di sampingnya dengan posisi tangganya memeluk pinggang wanita itu. "Rasanya aku belum percaya masih ada orang yang sebaik Gala di masa sekarang."
Setelah itu, Mentari bangkit dari posisinya. Ia mengambil sebuah cek dari tasnya, ia menaruh cek tersebut di bawah ponsel pria tersebut. Selain itu, ia juga meletakkan sebuah kertas yang ia tulis dari tangannya sendiri.
"Maafkan aku, aku harus pergi lebih dulu!"
*
*
*
Mentari melangkah menuju pintu keluar setelah mencuci muka, lalu ia memanggil seluruh pelayan di rumah megah tersebut.
"Apa yang kalian lihat di sini, jangan sampai bocor pada siapapun, termasuk orang tuaku! Jika sampai itu terjadi, aku akan pastikan kalian tidak akan dapat pekerjaan di mana pun!" ancam Mentari.
"Baik, Nona!" Semua pelayan tertunduk hormat.
"Selain itu, kalian juga layani pria yang saya bawa tadi malam!" titah Mentari.
"Baik, Nona!" jawab semua pelayan serempak tanpa berani menatap bosnya itu.
Sepanjang jalan menuju pintu keluar, semua pelayan menundukkan kepalanya, dan begitu sampai di depan pintu, kini seorang supir membukakan pintu mobil untuk wanita tersebut.
"Aku ingin mengemudi sendiri!" Mentari berdiri di samping mobil sambil memakai kacamata tebalnya kembali.
Sopir pun menutup pintu belakang, lalu mengitari mobil tersebut dan membuka pintu kemudi. "Terima kasih," ucap Mentari seraya memasang wajah datar tanpa ekspresi.
*
*
*
Gala kini menggeliat, ia terkejut saat membuka mata dan tidur di kamar yang terasa asing baginya. Saat ingatannya kembali, ia tersenyum tipis.
"Oh iya, aku tadi malem di sini dengan putrinya Tuan Devan. Tapi kemana wanita itu?" pandangan Gala menelusuri kamar tersebut.
"Siapa namanya? Mentari ya kalau gak salah?" Gala mencoba mengingat-ingat wajah Mentari.
"Apa dia di kamar mandi?" Gala beranjak, lalu ia melangkah menuju kamar mandi mencoba mencari wanita itu di sana.
Akan tetapi, ternyata dugaannya salah. "Kosong?" Gala mengerutkan kening.
"Ya sudah lah. Mungkin dia sudah pulang." Gala memasuki kamar mandi dan mencuci mukanya.
Setelah itu, Gala keluar dari kamar mandi itu dan melangkah menuju ranjang untuk mengambil ponselnya di atas nakas.
Saat Gala mengambil ponsel, ia mengerutkan kening ketika melihat sebuah kertas yang ada di bawah ponselnya.
Ambilah cek itu sebagai tanda terima kasih karena kamu telah menuruti keinginanku, nanti malam datang lagi ke rumah ini, aku ingin menjadikanmu hanya sebatas teman curhat, tidak lebih dari itu. Oh, iya ... aku juga akan menuruti saranmu, aku akan memberi suamiku kesempatan kedua. Jika dia bisa berubah, aku akan mempertimbangkan pernikahanku, jika tidak ... maka tidak ada kesempatan ketiga baginya.
Gala tersenyum tipis membaca surat dari wanita tersebut. "Aku tahu kamu orang baik, Mentari. Aku salut karena kamu masih mau mendengarkanku meskipun hatimu terlampau kecewa."
Setelah itu, Gala mengambil Cek dan ponselnya. Pria itu hanya memasang wajah datar saat melihat sebuah angka yang tertulis di cek tersebut.
"500 juta?"
Setelah itu, Gala melangkahkan kakinya meninggalkan kamar tersebut. Lalu, ia menuruni tangga dengan para pelayan yang berjejer rapi di lantai bawah untuk menyambutnya.
Gala menghentikan langkahnya, lalu menatap semua pelayan yang tertunduk hormat pada pria itu.
"Untuk apa kalian di sini? Aku bukan majikan kalian, jadi tidak seharusnya kalian menghormatiku layaknya menghormati Mentari." Gala menatap semua dengan wajah datar tanpa ekspresi.
"Maaf, Tuan! Kami melakukan ini atas perintah Nona Mentari, jika kami tidak menghormati Anda, maka sama saja kami tidak menghormati Nona Mentari," jawab ketua pelayan.
"Ya sudah, kalau begitu kalian boleh bubar! Katakan pada Mentari, jangan menungguku jika nanti malam aku tidak datang. Aku juga meletakkan nomor ponselku di bawah Vas bunga di meja rias!" ucap Gala.
"Baik, Tuan! Akan saya sampaikan pada Nona Mentari." Ketua pelayan membungkukkan sedikit badannya.
Setelah itu, Gala hendak melanjutkan langkahnya kembali. Akan tetapi, langkahnya di cegah oleh salah satu Chef di rumah megah tersebut.
"Maaf, Tuan! Sarapan untuk Anda sudah siap! Kami harus memastikan Anda sarapan terlebih dulu sebelum Anda meninggalkan rumah ini, jika tidak ... maka Nona Mentari akan memecat kami," ucapnya.
Gala pun menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar ucapan Chef tersebut. Akan tetapi, ia mengikuti kemauan Chef itu, karena ia tahu karakter Mentari yang tidak bisa dibantah oleh siapapun.
Bahkan dirinya yang keras, masih kalah keras dengan wanita itu, semua itu sudah dibuktikan saat Mentari benar-benar mengiris pergelangan tangannya saat wanita itu mengancam akan bunuh diri.
"Dasar gila!" umpat Gala pelan.
Setelah itu, Gala melangkah menuju meja makan. Di Sana sudah tersedia berbagai menu makanan hingga pria itu benar-benar merasa diperlakukan melebihi Sultan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!