NovelToon NovelToon

Istri Sah Rasa Simpanan

Tiba-tiba menikah.

Takdir terbaik adalah apa yang sedang kamu jalani saat ini.

"Saya terima nikahnya dengan mas kawin yang tersebut."

Begitulah kalimat sakral yang dengan lantang diucapkan oleh seorang pemuda bernama Aleandra aryaguna al ahnaf dengan seorang gadis bernama Aisyah anidia yang berprofesi sebagai room service di hotel tempat ia menginap malam ini. Mereka adalah dua orang yang sama sekali belum pernah bertemu sebelumnya, mereka juga bukan sepasang kekasih yang kepergok berduaan di tengah-tengah lorong. Semua karena kesalahpahaman yang berujung pernikahan dadakan ini.

Tidak ada tenda biru apalagi kursi pelaminan biru, yang ada hanya kedua mempelai tanpa didampingi kedua orang tuanya masing-masing.

Setelah semua prosesi telah selesai dilaksanakan secara tertutup,dengan tidak mengurangi kelima rukun nikahnya, kini kedua mempelai tanpak berjalan berjauhan. Pengantin pria akan masuk kedalam kamarnya,sementara si wanita kembali ke tempat kerjanya sebagai seorang room service di hotel tersebut.

"Hei! Kamar kita di sini, kamu mau ke mana?" tanya si pria memperhatikan wanita yang sudah sah menjadi tulang rusuknya itu.

"Saya akan kembali bekerja Pak," jawab Aisyah dengan menundukkan kepalanya.

"Ikut ke kamar saya!" titahnya.

"Ikut ke kamar? Ngapain?" tanyanya dalam hati. Namun,akhirnya ia ikuti juga hingga kini sudah ada di depan pintu kamar sang suami.

"Kenapa hanya berdiri di situ? Ayo masuk,lalu kunci pintunya!"

Degh! Jantung Aisyah mau copot saja rasanya kini.

"Apa dia ini sejenis reptil yang suka merayap di tempat basakah? Bisa-bisanya siang bolong ngajak ngerongrong," umpat Aisyah dalam hati.

"Jangan berpikir yang aneh-aneh, saya tidak sebejat itu!" ucapnya seolah tau apa yang di pikirkan oleh Aisyah. Aisyah beranjak dari tempatnya lalu berjalan mendekat pada Ale.

"Aisyah anidia,itu namamu?"

Aisyah mengangguk pelan.

"Lalu,saya harus memanggilmu apa? Ai, Ais atau Syah?" tanyanya bertubi-tubi.

"Terserah Bapak saja! Asal jangan panggil saya Ani," jawabnya sedikit ketus.

Ale mengerutkan kedua alisnya bingung.

"Saya nggak mau ya ditinggalin seperti Ani dalam lagunya Bang Haji,"

Duh Ai, berat banget sih perumpamaannya.

"Jangan takut.Saya tidak akan meninggalkanmu. Walaupun kita menikah tanpa cinta,saya akan berusaha menjadi suami dan Ayah yang baik untukmu dan anak-anak kita nantinya,"

"Ehm," Aisyah berusaha menetralkan nafasnya yang sedikit sesak akibat ucapan suaminya itu.

"Kenapa jauh banget sih pembahasannya, istri, anak,lah menikah juga baru hitungan menit," gerutunya dalam hati.

"Pelan- pelan, semua butuh proses.Saya akan setia menemanimu melewati setiap prosesnya,"

"Priiitt," Aisyah kembali mengumpat dalam hatinya.

"Aku tidak boleh tertipu dengan wajahnya yang sok cool dan kalem itu," batinnya lagi.

Aisyah mengangguk.Sungguh dia sadar bahwa dosa- dosanya umpama buih di lautan. Namun,untuk pernikahan mendadaknya hari ini, entah dosa mana yang tengah mendapatkan ganjaran-Nya. Menikah dengan pria yang sama sekali belum pernah dilihatnya, bahkan dalam mimpinya saja pria ini belum pernah singgah.Lalu ,sekarang dia nyata-nyata ada di depan matanya.

"Saya akan kembali ke kantor. Sebaiknya kamu ikut saya ke apartemen, selama saya belum pulang, jangan kemana-mana. Tidak ada yang boleh tau jika kamu adalah istriku begitupun sebaliknya.Apakah kita bisa bekerja sama dengan baik?"

Aisyah mengangguk.

"Ambil amannya saja.Tidak perlu sering-sering bertanya," ucapnya dalam hati.

"Mana handphonemu?" tanya Ale seraya mengulurkan satu tangannya.

"Untuk apa?" tanya Aisyah bingung. Namun, Ale bergeming yang membuat Aisyah akhirnya menyerahkan saja benda pipih yang sudah retak di bagian layarnya itu.

Ale tampak mengetikkan nomor ponselnya pada ponsel Aisyah.

"Jika ada situasi darurat segera hubungi saya!" ucapnya seraya menyerahkan kembali benda pipih tersebut kepada Aisyah.

Aisyah mengerutkan keningnya saat membaca nama yang tertera pada nomor sang suami.

"Suamiku," gumamnya yang masih dapat didengar oleh Ale.

"Ya, suamiku, dan namamu di sini adalah istriku.Adilkan?."

"Bukannya tadi Bapak bilang tidak ada yang boleh mengetahui tentang pernikahan kita, lalu kenapa malah diumumkan di sini?" tanyanya bingung.

"Handphone termasuk salah satu barang pribadi kita, jadi tidak akan ada yang mengetahuinya," jawab Ale.

"Dunia kita berbeda Pak," tolak Aisyah ragu.

"Mulai sekarang dunia kita sama Aisyah.Walaupun saya belum bisa memperkenalkanmu dihadapan semua orang, setidaknya dengan hidup bersamaku kamu akan terbiasa menjadi Nyonya Al ahnaf," tegasnya.

Aisyah bergeming. Istri sah rasa simpanan? Gimana ya? Mungkin jika yang Aisyah rasakan adalah sebagai istri sah rasa pelakor maka dia hanya tinggal merebut hati suaminya yang mungkin sedang melanglang buana di hati wanita lain. Tapi ini berbeda kasus lur! Suaminya tidak sedang mendem tresno karo wedoan liyo( jatuh cinta pada wanita lain),dia juga tidak sedang terikat kontrak kerja yang tidak memperbolehkan dirinya untuk menikah, tidak! Karena dia adalah CFO di perusahaan milik Ayahnya. Lalu apa alasannya? Entahlah! Urusan kaum berada memang tidak sesimpel kaum jelantah.

Aisyah diboyong menuju apartemen Ale Dengan mengendarai mobil mewah yang berlambang kuda jingkrak di bagian depan dan belakangnya itu.

"Ini passwordnya, jika ada kondisi darurat.Semua makanan ada di sini,gunakan microwave jika ingin menghangatkannya," tunjuknya pada sebuah lemari pendingin berpintu dua.

"Apa Bapak tidak memiliki peralatan memasak yang manual saja, seperti kompor dan para dayangnya?" tanya Aisyah berseloroh.

"Saya ini lajang sebelum menikahimu, jadi saya tidak pernah menggunakan alat-alat dapur seperti yang kamu tanyakan tadi. Saya di sini hanya beberapa hari dalam satu bulan, jika sedang ingin menikmati waktu sendiri saja, setelah itu saya pulang ke rumah orang tua saya,"

"Itu artinya saya akan tinggal di sini seorang diri?" tanya Aisyah was- was kini.

"Untuk beberapa hari ini saya akan pulang ke apartemen. Saya tau lah, kamu pasti belum terbiasa tinggal di tempat seperti ini, jangan takut," ucap Ale coba meyakinkan.

Aisyah membuang nafasnya lega. Setidaknya pria yang menjadi suaminya ini adalah pria yang bertanggung jawab.

"Ah, mudah-mudahan saja dia tidak sedang berkamuflase," gumamnya saat Ale masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Ale sudah siap dengan pakaian kantornya. Saat berjalan melewati ruang tamu, Ale melihat jika Aisyah ternyata tertidur di sofa panjang dengan satu tangan menutupi wajahnya.

"Kasian sekali gadis ini, karena kesalahan yang sama sekali tidak dilakukannya, dia harus mengorbankan masa remajanya dengan menikah denganku. Banyak hal yang belum kuketahui tentang dirinya. Baiklah sepertinya aku harus pulang lebih awal hari ini," gumamnya sebelum melangkah keluar.

"Selamat siang Pak" sapa Evan asisten pribadi Ale di kantornya.

"Siang Van, apa saja jadwal yang sudah direschedule hari ini?" ucapnya seraya berjalan masuk ke ruangannya.

"kita akan mengecek pembangunan hotel di kota A,satu jam lagi Pak,"

"Kita berangkat sekarang! O iya apa Bapak ada menanyakan saya pagi tadi?" tanyanya sedikit khawatir, karena selama ini dirinya tidak pernah terlambat datang ke kantor.

"Ada Pak, saya jawab jika Pak Ale sedang meninjau salah satu proyek yang baru saja di mulai pengerjaannya," jawab Evan.

"Kerja bagus! Tunjanganmu akan saya tambah bulan ini" ucap Ale menepuk pelan pundak asisten pribadinya itu.

Happy reading.Terima kasih.

Menjadi orang rumah.

Setelah selesai mengecek lokasi proyek, Ale kembali ke kantor untuk mengurus berkas- berkas keuangan sesuai jabatannya sebagai seorang CFO (Chief finansial officer) di kantor tersebut.

Saat melihat jam di pergelangan tangannya Ale terkesiap.

"Ternyata udah jam 5 sore," ucapnya lalu segera membereskan seluruh file-file yang baru saja dibukanya.

"Saya pulang ke apartemen malam ini Van, kamu pakai kendaraan kantor saja ya, maaf," ucapnya sebelum melangkah keluar.

"Ck, Kok minta maaf segala sih Pak," gerutu Evan yang sesungguhnya dia terharu akan sikap bos mudanya ini. "Low profile," gumamnya lagi,lalu berjalan mengikuti Ale.

Sementara itu di apartemen Ale.

Aisyah sudah sejak tadi terjaga dari tidurnya. Ia sudah selesai membersihkan tubuhnya. Mengenakan setelan longgar berwarna navy,Aisyah duduk menyandar di atas ranjangnya seraya menimang-nimang smartphone bututnya.

"Suami? Jadi bener aku udah memiliki suami?" gumamnya dengan ujung kelopak mata yang mulai mengembun.

"Ayah, Ibu. Maafin Aisyah karena mengambil keputusan sebesar ini tanpa meminta izin dan restu kalian, maaf. Aisyah janji akan memberitahu kalian tentang pernikahan ini," janjinya pada diri sendiri.

Aisyah berniat menghubungi sang Ibu melalui panggilan suaranya. Namun ia urungkan saat mendengar suara tombol berbunyi dan pintupun terbuka.

Aisyah tersenyum. Entah mengapa ada gurat bahagia saat melihat sang suami ternyata tak mengingkari janjinya untuk pulang ke apartemen malam ini.

"Rasanya seperti melihat Ayah pulang dari ladang dengan membawa satu tenteng ikan mujairnya," ucapnya dalam hati.

"Maaf sudah membuatmu terlalu lama menunggu. Apa ada masalah selama saya tinggal?" tanyanya dengan pandangan bergerilya keseluruh sudut ruangan apartemennya ini.

Aisyah menggeleng lalu meraih tas kerja dari tangan Ale.

"Bapak pasti lelah," ucapnya sebelum berlalu masuk ke kamar.

Ale mengangguk, lalu ikut masuk.

"Apa kamu tidak makan hari ini Ai? Semua makanan masih utuh," tanyanya heran saat membuka lemari pendingin dan ternyata semua makanan masih pada posisi sebelumnya saat dia menjelaskan pada Aisyah siang tadi.

Aisyah menggeleng.

"Kenapa?" tanyanya lagi seraya berjalan mendekat kepada sang istri.

"Kan saya sudah bilang, saya nggak bisa menggunakan alat memasak yang Bapak sebutkan tadi, salah-salah bisa kebakaran nanti," keluh Aisyah dengan memalingkan wajah kesalnya.

"Kamu lapar?"

"Pertanyaan macam apa itu, tentu saja aku lapar Bos," umpatnya dalam hati.

"Saya akan pesan delivery, panggil saya jika ada yang datang!" pinta Ale lalu meraih ponsel di atas nakas. Tak ingin berlama-lama berduaan di dalam kamar, Aisyah memilih keluar dengan menutup pintu kamar mereka.

"Pak, ada yang datang" ucapnya seraya mengetuk daun pintu kamarnya.

Ale segera membuka pintu. Namun melihat Aisyah yang kini malah menutupi kedua mata dengan dua tangannya Ale pun heran. Dia mulai memindai penampilannya dari ujung ke ujung.

"Ya Tuhan, maaf," ucapnya cepat,lalu kembali masuk ke kamarnya.

"Ceroboh sekali," Ale tersenyum malu saat melihat pantulan tubuhnya di depan cermin. Rupanya dia hanya mengenakan boxernya saja tadi.

"Pantas saja Aisyah menutup kedua matanya, huh," ucapnya lalu melangkah keluar.

"Siapa yang datang?" tanyanya. Aisyah menggeleng.

"Kenapa nggak coba dilihat?" Ale menarik pelan tangan Aisyah agar ikut bersamanya.

"Kamu bisa melihatnya dari sini,"tunjuknya pada lubang kecil yang terhalang kaca.

Aisyah mengangguk, ia buru- buru bersembunyi saat Ale membuka pintu.

"Makanlah! Kamu pasti sangat lapar kan," ucapnya seraya meletakkan dua buah sterefoam di atas meja makan.

"Pak," Aisyah memberanikan diri untuk menyampaikan uneg- uneg dalam hatinya.

"Hmm," Ale menjawab tanpa menoleh karena ia tengah fokus pada laptopnya.

"Apa saya boleh kembali bekerja?"

Pertanyaan Aisyah langsung membuat Ale menyudahi kegiatannya. Ia tutup layar laptopnya lalu menatap intens terhadap Aisyah.

"Berapa nomor rekeningmu?"

Aisyah menggeleng.

"Kamu tidak punya nomor rekening?" tanyanya lagi.

"Bapak salah paham, bukan itu maksud saya. Saya punya kok tabungan," protesnya tak terima.

" Ya sudah cepat katakan berapa nomornya!" pinta Ale lagi.

"Saya ini ingin bekerja bukan minta di kasihani Pak! Lagi pula di sini saya juga nggak ngapa-ngapain, pagi menunggu siang, siang menunggu sore, seterusnya hingga malam lalu Bapak pulang. Saya suntuk Pak," keluhnya.

"Saya akan penuhi semua kebutuhanmu Aisyah, semuanya, apapun yang kamu inginkan akan saya berikan,"

"Saya ini tulang punggung untuk keluarga saya di desa Pak. Adik- adik saya semuanya masih sangat membutuhkan banyak biaya untuk sekolah dan kuliahnya. Ayah saya cuma seorang buruh tani, kalau saya tidak bekerja bagaimana dengan sekolah kedua adik saya?" ucapnya dengan raut wajah sedih jika mengingat tentang kehidupan mereka yang susah di desa.

"Berikan nomor rekening Ayahmu! Sekarang mereka semua menjadi tanggung jawabku," Ale tak ingin lagi berdebat dengan istri kecilnya ini.

Ya, Aisyah yang masih berusia 23 tahun sementara dirinya sudah menginjak usia 35 tahun perbedaan usia yang cukup terpaut jauh antara keduanya.

Ale segera menuju mobile banking pada smartphonenya.

"Untuk urusan pekerjaan kita bicarakan lain waktu. Tapi tidak dalam waktu dekat ini, saya sedang sangat sibuk di kantor,oke?" Ale menepuk pelan lengan Aisyah.

Ponsel Aisyah berdering.

"Ayah," gumamnya masih belum menjawab panggilan suara dari sang Ayah.

"Angkat saja, janji tidak akan bersuara," ucap Ale yang seolah tau arti tatapan mata sang istri yang terlihat ragu sebelum menerima panggilan suara dari Ayahnya itu. Ale mengacungkan dua jarinya kembali meyakinkan Aisyah.

"Assalamu'alaikum Yah. Maaf Aisyah belum bisa kirim uang sekarang, Aisyah belum gajian Yah. Maaf,"lirihnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Kamu ngomong apa sih Ai,ayah malahan bingung sama jumlah uang yang kamu kirim, kenapa banyak sekali? Kamu tidak salah kirim kan?" tanya sang Ayah.

Aisyah menoleh kepada Ale yang kini berpura-pura sibuk dengan ponselnya padahal sebelumnya ia tengah fokus mendengar pembicaraan Aisyah dengan Ayahnya.

"Ai, kenapa diam? Kamu baik- baik saja kan?"

"Aisyah baik- baik saja Yah, iya ada rezeki lebih untuk Ayah, Ibu dan juga adik-adik," sesalnya karena harus berbohong. Kebohongan yang pasti akan berbuntut pada kebohongan- kebohongan yang lainnya.

"Huh," Aisyah menghembuskan nafasnya lelah. Baru saja ia akan berterimakasih kepada Ale, ternyata sang suami sudah lebih dulu beranjak dari duduknya.

Pagi hari di meja makan.

"Malam ini saya pulang ke rumah orang tua saya, jika ada situasi darurat segera hubungi saya, saya pasti segera datang," Aisyah mengangguk lalu meletakkan sendoknya. Mereka sedang sarapan pagi ini.

Ale sudah bersiap ke kantor.Namun, sang Mama memintanya untuk pulang ke rumah malam ini. Entah apa yang ingin di bicarakan.Ale tak ingin banyak bertanya, baginya semakin banyak bertanya maka akan semakin lama menjadi terdakwa untuk sang Mama.

"Kapan pulang ke sini Pak?" tanya Aisyah memastikan.

"Besok pagi sebelum ke kantor saya akan singgah ke sini. Kenapa? Apa kamu takut di sini sendirian?"

"Saya masih asing dengan tempat dan para penghuni di sini Pak, bohong banget kalau saya bilang tidak takut," jawab Aisyah kesal.

"Pura-pura tak tau pula rupanya dia," umpatnya lagi.

"Tenang, saya akan temani sampai kamu tertidur,"

Aisyah mengerutkan keningnya bingung.

"Kamu tunggu saja malam ini, saya pergi dulu,"

"Saya pergi dulu da," ucapnya menirukan ucapan Ale seraya menutup pintu apartemennya.

*

*

*

Terimakasih sambutan hangatnya untuk tulisan recehku ini. Like, fav dan komentar kalian sangat berarti untukku.

Sendiri tanpa suami.

Hadiah terbaik adalah apa yang kamu miliki.Kurangin ngeluh, banyakin syukur!.

Jika waktu menjadi rahasia bahkan untuk detik- detik selanjutnya, maka Aisyah hanya perlu menunggu dan menghitung maju. Akan seperti apa kisah rumah tangga dadakannya ini menjadi cerita.Apakah akan lebih banyak airmata ataukah terselip canda dan tawa dalam perjalanannya? Entahlah. Nyatanya mereka masih sebagai dua orang yang merasa belum memiliki keterikatan satu sama lainnya.

Aisyah mungkin saja sudah mulai merasakan arti hadir pria tersebut disampingnya, dia akan lebih merasa nyaman jika melihat dan mendengar suara suaminya.Tapi Ale? Sepertinya pria itu belum merasakan getaran apapun saat bersamanya.

Hati mencoba menata seluruh asa yang dahulu selalu ia damba. Kedua adik perempuannya haruslah bisa hidup berdikari menggapai masa depan untuk hidup yang jauh lebih dan lebih lagi.

Peluh dan airmata kedua orang tuanya adalah hakikat cinta dalam iringan doa.Tak pernah tersirat lara. Namun,mata jelas mampu mengeja, betapa mereka berjuang bukan hanya dengan ungkapan sayang umpana para kaum dari kasta Brahmana.

"Sedang menunggu yang katanya indah pada waktunya," gumamnya seraya menata semua peralatan makan yang baru selesai dicucinya.

Tak ada yang ditunggunya malam ini. Sang suami yang biasanya pulang menjelang azan berkumandang, nyatanya sudah pamit pagi tadi.

Pov Aisyah.

"Kakak kapan pulang? Ini sudah lebih dari tiga bulan lho Kak," Aku menarik nafasku lelah saat membaca pesan singkat yang dikirimkan oleh Inayah Adik bungsuku yang sebentar lagi akan menyelesaikan sekolah menengah pertamanya.

Aku sebagai anak pertama sekaligus Kakak tertua untuknya.Belum lagi aku selesai mengetik kalimat balasan, sebuah pesan kembali masuk. Kali ini dari Alya adik pertamaku.

"Kak, besok Alya mulai masuk kuliah. Doakan Alya ya semoga Kakak seniornya ganteng- ganteng dan juga baik hati,"isi pesan dari Alya yang diakhiri dengan emoticon pipi bersemu merahnya. Kedua adik perempuanku dengan kepribadian yang berbeda.

Alya yang cantik dan berlesung pipi, dia sedikit centil. Berbanding terbalik dengan Inayah,adik bungsuku yang manis dan lebih pendiam. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya dengan berbagai macam kegiatan organisasi di sekolahnya.

"Nggak usah kecentilan! Ingat tujuanmu kuliah itu untuk apa!" balasku pada pesan singkat Alya.

"Kita ini kan sama-sama gadis Kak. Nanti kalau Alya ingin curhat,sama Kak Ais aja ya, masa iya aku curhatnya sama Ibu, Ibu mana ngerti.Ibu sama Ayah menikahnya tanpa pacaran tanpa cinta Kak."

Aku seperti tertampar saat membaca pesan adik pertamaku itu. Aku Kakak yang disanjung- sanjungnya,menjadi panutan untuknya. Diam-diam sudah menjadi istri orang. Akulah yang mewarisi kisah Ayah dan Ibu yang menikah tanpa cinta apalagi pacaran. Akankah rumah tanggaku sebahagia Ayah dan Ibu dengan ketiga buah hati mereka?

Aku tak menampik jika Pak CFO suamiku itu sangatlah sempurna bentuk fisiknya. Akupun tak pernah bermimpi bisa bersuamikan pria sesempurna dirinya. Tampan?Tentu dia adalah definisi tampan yang sesungguhnya. Aku rasa aku tidak sedang jatuh cinta saat mendeskripsikan tentang dirinya.

Tinggi badannya bahkan lebih tinggi dari pintu rumahku, kulitnya yang kuning langsat membuat mataku rasanya ingin kuganjal saja menggunakan selotip agar tak berkedip saat melihatnya. Alisnya yang tebal laksana semut yang berbaris, hidung bangir lalu bibir merahnya yang emm, seperti permen dengan aroma buah yang bertuliskan kalimat- kalimat cinta pada kemasannya.Manis dan harum. Dan aku hanya mampu memandanginya saja, itupun ketika si empunyanya sedang terlelap. Jika ia terjaga akupun pura-pura tidak mengaguminya.

Lalu aku? Entah seperti apa penilaiannya tentang diriku. Nanti dululah untuk menilai sikapku, karena pada kenyataannya semua orang akan melihat fisik kita terlebih dahulu, barulah kemudian menjalar pada inner beautynya.

"Iya cerita aja, Kakak selalu ada untuk kalian," balasku yang tak kunjung dibaca oleh Alya, mungkin dia sudah tidur.

Malam ini aku tak dapat memejamkan mataku barang sedetik saja. Takut, jelas aku takut. Sendirian di dalam gedung bertingkat,entah berapa akupun tak ada waktu untuk menghitungnya. Sungguh rasanya aku ingin kabur saja jika tidak ingat pesan dari Pak Ale tadi.

Aku mondar-mandir sudah seperti setrika arang cap ayam kini. Duduk salah, berdiri salah, berbaring apalagi, jelas makin serbasalah.

Pak Ale yang berjanji akan menghubungiku nyatanya tak kunjung kudengar suaranya. Mungkin dia sedang ada acara dengan keluarga besarnya. Secara orang kaya, minum teh tubruk saja make-up nya melebihi pengantin yang akan berganti gaun lamanya.

Baru saja aku akan berbaring, ponselku berdering. Besar harapan bahwa itu adalah panggilan dari Pak Ale. Aku hembuskan nafas kecewa saat melihat nama Amel temanku saat bekerja sebagai room service hotel waktu itu yang muncul.

"Iya Mel" ucapku menyapanya singkat.

"Ai, kamu beneran udah resign ya, kenapa Ai?" tanyanya bertubi-tubi.

"Iya Mel, maaf ya nggak sempat pamit ke kamu. Semua mendadak Mel," ucapku meminta maaf dengan alasan yang mudah- mudahan saja bisa diterima oleh logika.

"Terus kamu tinggal dan kerja di mana sekarang Ai?" tanyanya lagi.

"Aku masih di tempat lama Mel, sementara ini jadi beban negara dulu," ucapku berseloroh agar tak terlalu serius juga obrolan kami ini.

Setelah panggilan berakhir, aku hempaskan benda pipih yang sudah retak sejuta itu biar jadi semiliyar sekalian di atas ranjang empuk suamiku. Ah suamiku, kenapa rasanya seperti ini, baru juga hitungan hari dia menjadi suamiku, kenapa rasanya aku tak ingin jauh darinya. Ah murahan sekali jatuh cintaku jika benar seperti itu.

ponselku kembali berdering.Daripada kecewa, karena kenyataan tak sesuai khayalan, kubiarkan saja benda pintar itu berkedip- kedip genit pada layarnya.

Senyumku mengembang sempurna seperti adonan kue yang dilapisi margarin,saat melihat nama suamiku yang muncul di sana.

"Assalamualaikum Pak" ucapku canggung, sudah seperti bawahan kepada atasannya saja.

"Waalaikumussalam, belum tidur kamu, ini udah larut malam lho," tanyanya lembut yang membuat jantungku seperti orang habis lari maraton.

"Belum Pak, saya nggak bisa tidur,"jawabku jujur.

"Nungguin saya ya," godanya. Dan aku dapat mendengar suara tawa lirihnya yang membuatku tiba-tiba terkena serangan penyakit asma kini. Sesak nafas karena menahan malu.

"Bapak yang janji," ucapku jujur karena tak sanggup juga untuk tidak mengakuinya.

"Sekarang sudah saya telepon, mau ngomong apa?" tanyanya yang terdengar seperti alunan dawai pujangga yang malah membuat otakku jadi berkelana tak tahu rimbahnya.

Baru saja aku akan bicara, tiba-tiba aku mendengar suara perempuan memanggil namanya.

"Mas Ale."

"Saya tutup dulu sebentar ya, sepertinya Mama memanggil," ucapnya segera mengakhiri panggilan suara kami yang baru saja akan dimulai.

Sudah lebih dari satu jam aku menunggu, nyatanya dia tak kunjung menghubungi.

"Nasib istri sah rasa simpanan ya seperti ini, entah kapan ada titik-titiknya,"keluhku pasrah seraya memeluk guling empuk milik Pak Ale.

*

*

*

Happy reading all.

Terimakasih 🥰.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!