NovelToon NovelToon

Hanya Sebuah Ilusi

Semoga tidak ada yang terjadi

Di sebuah daerah tepatnya di pinggir pantai, terlihat sebuah mobil dengan keluaran terbaru tengah berhenti tepat di area parkiran. Seorang Pria kisaran 40 tahunan terlihat keluar dari dalam mobilnya lengkap dengan setelan jas kerja miliknya. Pemuda tampan dengan manik mata berwarna kecoklatan dan berhidung mancung sungguh menarik setiap mata seseorang yang memandangnya, terlihat mulai melangkahkan kakinya mendekat ke arah pesisir pantai.

Alvaro William Abhivandya seorang pemilik perusahaan kosmetik nomer satu di Indonesia, menyempatkan dirinya untuk datang dan melihat-lihat keadaan di suatu pulau terpencil demi risetnya untuk sebuah tanaman yang bisa mencegah penuaan atau sebagai anti aging alami. Sayangnya tanaman tersebut hanya bisa tumbuh di pulau tersebut, membuat Alvaro mau tidak mau harus berangkat dan meninjau sendiri lokasinya.

Sementara itu dari arah samping mobil, terlihat Abi tengah melangkahkan kakinya dengan langkah kaki yang terburu-buru kemudian membuka bagasi mobil dan bergegas mengeluarkan koper milik Alvaro.

"Anda bisa duduk dan menunggu di sini Pak, biar saya yang akan memastikan segalanya." ucap Abi mempersilahkan Alvaro untuk duduk namun langsung di tolak olehnya.

"Tidak perlu, lakukan saja tugas mu." ucap Alvaro dengan nada yang terdengar ramah namun juga tegas, membuat Abi lantas langsung mengangguk begitu mendengar perkataan dari Alvaro barusan.

Sekedar informasi perlu di garis bawahi Alvaro bukanlah seorang CEO dingin seperti kebanyakan. Alvaro cenderung berhati lembut namun juga tegas, sungguh berbanding terbalik dengan CEO pada umumnya yang selalu memasang wajah datar dan juga dingin kepada setiap orang termasuk asistennya sendiri. Sehingga banyak karyawan yang begitu mengagumi sosoknya dan tentu saja betah ketika bekerja dengan Alvaro.

Abi yang mendengar jawaban dari Alvaro hanya menganggukkan kepalanya, kemudian mulai melangkahkan kakinya mendekat ke arah sebuah kapal yang terletak tak jauh dari tempatnya berada.

**

Disaat Abi tengah sibuk mencari perahu yang bisa ia dan Alvaro tumpangi, Alvaro terlihat beberapa kali menatap ke arah ponsel miliknya dan langsung mendengus dengan kesal ketika mengetahui jika di sini susah sekali mendapatkan sinyal sehingga membuatnya tidak bisa menghubungi seseorang.

"Sepertinya beberapa hari ke depan aku tidak akan bisa berkontak dengan siapapun. Semoga saja tidak akan ada sesuatu hal yang mendadak terjadi ketika aku tidak bisa di hubungi." ucap Alvaro pada diri sendiri sambil meletakkan ponsel miliknya pada saku celananya.

Setelah beberapa menit menunggu, Abi nampak melangkahkan kakinya mendekat ke arah dimana Alvaro berada untuk mengatakan sesuatu tentang keberangkatannya.

"Maaf Pak, perahu ini adalah perahu terakhir yang bisa membawa kita menuju ke pulau di seberang sana. Hanya saja sayangnya mereka mengatakan jika hanya bisa membawa satu orang bersama dengan mereka. Lalu bagaimana menurut anda pak? Apakah kita akan kembali lagi besok saja Pak dan menunggu perahu selanjutnya?" ucap Abi kemudian mulai menjelaskan segala situasinya.

Mendengar perkataan dari Abi barusan membuat Alvaro lantas terdiam sejenak, Alvaro nampak berpikir dengan cermat keputusan apa yang akan ia ambil saat ini. Sampai kemudian helaan napas terdengar berhembus dengan kasar dari mulutnya, membuat Abi yang mendengar hal tersebut lantas langsung menatap dengan raut wajah penasaran ke arah Alvaro.

"Aku akan pergi lebih dulu kamu bisa kembali dan menyusul ku besok." ucap Alvaro kemudian yang lantas membuat Abi terkejut begitu mendengarnya.

"Bagaimana mungkin saya membiarkan anda untuk pergi sendiri, jika saja Ibu tahu dia pasti..." ucap Abi namun langsung di potong oleh Alvaro.

"Jika begitu jangan memberitahunya." ucap Alvaro sambil mulai melangkahkan kakinya menuju ke arah perahu tersebut.

"Tapi Pak.. Barang-barang anda bagaimana?" tanya Abi lagi karena Alvaro hanya berangkat membawa tubuhnya saja tanpa membawa apapun juga bersamanya.

Mendapat pertanyaan tersebut membuat Alvaro lantas menghentikan langkah kakinya, Alvaro kemudian berbalik badan sambil menatap ke arah Abi dengan tatapan yang intens.

"Bawa itu bersama mu besok namun jika bisa buatlah lebih kecil lagi, aku rasa kamu akan kesulitan jika harus membawa koper sebesar itu." ucap Alvaro kemudian.

"Lalu untuk uang dan perlengkapan anda Pak?" tanya Abi lagi karena merasa khawatir akan kepergian Alvaro.

"Sudahlah kamu tak perlu khawatirkan aku, lakukan saja tugas mu dengan baik. Aku pergi dulu..." ucap Alvaro kemudian melangkahkan kakinya menuju ke arah perahu tersebut dan mulai menaikinya.

Mendengar perkataan dari bosnya barusan pada akhirnya membuat Abi tidak lagi bisa berkata-kata atau bahkan menolak perintah dari Alvaro barusan. Abi nampak melepas kepergian Alvaro dengan tatapan yang khawatir sekaligus takut berkumpul menjadi satu. Ia bahkan menyesal tidak melakukan persiapan terlebih dahulu, jika tahu bahwa perahu tersebut hanya mampu membawa satu orang saja, mungkin Abi akan datang lebih awal dan menyewa perahu dengan kapasitas yang lebih besar lagi dari pada perahu yang saat ini membawa Alvaro pergi menuju ke pulau seberang.

"Semoga saja tidak ada yang terjadi hingga esok hari." ucap Abi sambil melepas kepergian Alvaro.

***

Setelah hampir setengah jam berlayar perahu yang membawa Alvaro terlihat mulai menepi ke daratan. Sebuah pulau dengan pesisir pantai yang putih dengan pemandangan yang begitu asri nampak tersaji di depan mata. Seorang Pria dengan kisaran usia 50 tahunan nampak melangkahkan kakinya dengan langkah kaki yang perlahan mendekat ke arah dimana Alvaro berada.

"Pak Alvaro?" tanya Pria tersebut.

"Iya" jawab Alvaro tepat setelah langkah kakinya terlihat menuruni perahu tersebut.

"Perkenalkan saya Banyu kades di tempat ini, kemarin pak Abi sudah menghubungi saya dan mengatakan jika anda akan datang ke pulau kami untuk melakukan reset." ucap Banyu dengan raut wajah yang begitu ramah.

"Ah iya salam kenal pak saya Alvaro." ucap Alvaro membalas jabat tangan Banyu dengan senang hati.

"Mari pak, biar saya tunjukkan tempat anda beristirahat selama di sini sekaligus jalan-jalan santai melihat keindahan pulau ini." ucap Banyu kemudian mempersilahkan Alvaro untuk mulai melangkahkan kakinya menyusuri area pulau.

"Tentu Pak, mari..." ucap Alvaro.

Pada akhirnya Banyu dan juga Alvaro nampak mulai melangkahkan kakinya meninggalkan area pesisir pantai dan masuk ke dalam pulau. Suasana yang begitu cantik dan juga asri dengan sambutan yang hangat, benar-benar memiliki kesan tersendiri bagi seorang Alvaro ketika langkah kakinya baru sampai ke tempat tersebut.

"Aku harap tidak ada sesuatu yang terjadi selama aku di sini, tetap fokus Alvaro dan segera pulang... Mari kita selesaikan dengan cepat, entah mengapa aku malah sudah merindukan suasana rumah walau tempat ini begitu indah dan memanjakan mata siapapun yang melihatnya." ucap Alvaro dalam hati sambil terus melangkahkan kakinya mengikuti kemanapun arah langkah kaki Banyu membawanya pergi.

Bersambung

Sebuah perasaan berdebar

Banyu membawa Alvaro berkeliling pulau sebentar sambil menjelaskan beberapa hal tentang pulau ini. Segala hal yang ada di pulau ini benar-benar membuat Alvaro takjub dan juga kagum ketika melihatnya secara langsung.

Setelah berkeliling cukup lama, Banyu kemudian terlihat menghentikan langkah kakinya pada sebuah rumah kayu dengan ukuran yang tidak terlalu besar, namun tersusun dengan cantik seperti sebuah rumah panggung yang ada di negara melayu.

"Ini adalah rumah yang kami persiapkan untuk anda tinggal selama melakukan penelitian di sini. Saya minta maaf jika rumahnya tidak sesuai dengan harapan anda Pak, ya.. Maklum di desa jadi rumahnya tidak sebagus yang di kota." ucap Banyu dengan nada merendah.

"Akh pak Banyu bisa saja, rumah ini sudah cukup untuk saya tinggali anda tidak perlu merendah seperti ini, saya malah sangat bersyukur karena anda menyambut saya dengan baik." ucap Alvaro yang lantas di balas senyuman oleh Banyu ketika mendengar perkataan dari Alvaro barusan.

Disaat kedua orang tersebut tengah sibuk berbicara, sebuah suara yang berasal dari arah belakang nampak menyapa keduanya membuat Alvaro dan juga Banyu langsung menoleh ke arah sumber suara.

"Permisi pak, apa bapak memanggil saya?" ucap sebuah suara yang lantas membuat Alvaro tertegun seketika begitu mendengarnya.

Sebuah suara yang begitu lembut dan terdengar menyejukkan hati, hingga membuat Alvaro terlena begitu mendengar suara tersebut. Seorang gadis cantik dengan kulit putih bersih di sertai dua gigi gingsul yang menambah kecantikannya, membuat Alvaro langsung terpesona akan kecantikan alami yang di miliki oleh gadis tersebut tanpa polesan make up sama sekali. Hanya bibir warna pink natural yang menghiasi bibir gadis itu namun sama sekali tak mengurangi kecantikannya.

"Ah Inara... Saya ingin meminta tolong kepadamu kemarilah biar saya kenalkan kamu pada seseorang." ucap Banyu sambil melambaikan tangannya ke arah Inara, membuat Inara lantas mulai melangkahkan kakinya mendekat ke arah dimana Banyu berada.

"Ini adalah pak Alvaro yang bapak bicarakan beberapa waktu lalu, saya harap kamu bisa membantunya untuk melihat beberapa tanaman obat yang ada di pulau kita." ucap Banyu mulai menjelaskan segalanya.

"Tentu pak dengan senang hati." ucap Inara dengan senyuman yang simpul.

"Baiklah pak Alvaro saya tinggal dulu, selanjutnya saya serahkan kepada Inara, mari..." ucap Banyu sebelum pada akhirnya melangkahkan kakinya meninggalkan keduanya.

**

Di sebuah hutan yang berada di tengah pulau ini, terlihat Alvaro dan juga Inara tengah melangkahkan kakinya berkeliling di area hutan tersebut. Setelah kepergian Banyu dari sana, Alvaro memutuskan untuk langsung melakukan riset daripada harus beristirahat dan berdiam diri di rumah.

Alvaro dan juga Inara terus menyusuri area hutan dengan langkah kaki yang perlahan. Awalnya suasananya nampak begitu canggung karena memang keduanya yang baru bertemu dan langsung melangkahkan kakinya berduaan, membuat suasananya kian terasa aneh. Namun setelah beberapa kali melangkah dan berjalan bersama, sikap Alvaro yang begitu ramah membuat Inara sedikit lebih bebas dalam bersikap namun masih dalam tempatnya dan bisa menjaga diri.

Inara tersenyum dengan simpul ketika sesekali melirik wajah tampan milik Alvaro. Inara benar-benar kagum akan sosok Alvaro yang terlihat berwibawa dan juga sopan, sungguh berbeda dengan bayangan Inara tentang pemuda kota pada umumnya.

"Aku tidak menyangka jika masih ada pemuda kota yang baik hati sepertinya." ucap Inara dalam hati sambil terus melangkahkan kakinya menyusuri area hutan bersama dengan Alvaro.

Disaat Inara tengah sibuk dengan pemikirannya sendiri, pandangannya lantas terhenti pada sebuah tanaman yang sedari tadi di cari oleh keduanya.

"Ayo kita pergi ke sana mas, lihatlah..." ucap Inara tanpa sadar sambil menarik tangan Alvaro begitu saja.

Alvaro yang di tarik hanya bisa mengikuti arah tarikan Inara tanpa protes ataupun marah akan tarikan tersebut. Alvaro malah tersenyum ketika Inara menarik tangannya dengan penuh semangat seakan bisa melupakan segala kepenatan yang ada di kepalanya sejenak saat itu.

Inara yang tanpa sadar menarik tangan Alvaro, lantas menghentikan langkah kakinya kemudian menatap seulas senyum yang terlihat terbit di wajah Alvaro saat itu.

"Ah maaf aku benar-benar tidak sadar, tadi aku hanya ingin membawamu ke sini dan menunjukkan itu..." ucap Inara sambil melepas pegangan tangannya yang melingkar di pergelangan tangan Alvaro.

"Tidak perlu minta maaf santai saja, memangnya apa yang ingin kamu tunjukkan kepada ku?" ucap Alvaro dengan senyum simpul di wajahnya.

Mendengar nada lembut Alvaro membuat Inara lantas tersenyum dengan simpul kemudian mulai menunjuk ke arah tanaman yang memang sedari tadi ingin ia tunjukkan kepada Alvaro.

"Ini adalah tanaman yang kamu cari, aku tidak sebegitu tahu tentang tanaman ini hanya saja kata nenek ku tanaman ini bisa menjadi anti aging yang bisa menghambat proses penuaan. Tidak hanya itu tanaman ini bisa di gunakan untuk obat seperti gatal-gatal dan juga obat kulit lainnya." ucap Inara mulai menjelaskan secara singkat tentang tanaman tersebut.

Alvaro tersenyum ketika mendengar semua penjelasan dari Inara tentang tanaman tersebut. Alvaro begitu terkesan pada sosok Inara, meski ia adalah gadis yang tinggal di desa namun Inara bukanlah gadis kolot dan juga bodoh. Inara sangat cerdas dan juga ceria, terlihat ketika Inara menjelaskan secara detailnya tentang tanaman tersebut. Jarang sekali gadis di seusia Inara mengerti tentang berbagai jenis tanaman dan juga beberapa hal yang ada di desanya. Apapun yang Alvaro tanyakan, Inara selalu bisa menjawabnya dengan jawaban yang tepat dan mudah di mengerti oleh Alvaro. Membuat Alvaro seakan hanyut akan setiap jawaban yang di berikan oleh Inara.

Disaat keduanya tengah asyik bertukar pikiran akan beberapa tanaman yang ada di sana, cuaca yang tiba-tiba panas mendadak berubah menjadi mendung di sertai dengan hujan yang lebat. Baik Alvaro maupun Inara sama sekali tidak mengira jika tiba-tiba akan turun hujan dengan lebat seperti ini secara mendadak. Membuat Alvaro lantas langsung menarik tangan Inara untuk berlari sekaligus mencari tempat untuk berteduh sebelum baju mereka basah semua karena terkena air hujan.

Keduanya lantas berlari dan terus berlari membelah rintikan hujan dengan berpegangan tangan. Entah bagaimana keduanya bisa akrab secepat ini, membuat Alvaro dan juga Inara tidak lagi merasa canggung dan malah sesekali tertawa di bawah rintikan air hujan yang membasahi tubuh mereka.

**

Tak lama setelah mereka berlari dan menembus rintikan air hujan, sebuah gubuk yang berada tak jauh dari posisi keduanya lantas membuat Alvaro memilih untuk berteduh di sana sambil menunggu hujan reda.

"Mengapa jantung ku berdebar dengan kencang? Apa yang sebenarnya terjadi?" ucap Inara dalam hati ketika keduanya baru saja sampai di gubuk tersebut.

Bersambung

Pria kota tak tahu tata krama

"Mengapa jantung ku berdebar dengan kencang? Apa yang sebenarnya terjadi?" ucap Inara dalam hati ketika keduanya baru saja sampai di gubuk tersebut.

Inara melirik ke arah Alvaro yang saat ini tengah sibuk mengarahkan rambutnya ke arah belakang karena basah terkena air hujan. Entah apa yang terjadi kepada keduanya dalam beberapa jam ini, hingga membuat Inara begitu terpesona akan sikap Alvaro yang begitu ramah dan juga hangat kepadanya.

"Ah sepertinya hujan kali ini akan memakan waktu cukup lama, apa kamu baik-baik saja akan hal tersebut?" tanya Alvaro sambil menatap ke arah Inara yang terlihat tengah terbengong menatap ke arahnya.

Mendengar perkataan Alvaro barusan, lantas membuat Inara salah tingkah dan langsung tersadar dari lamunannya. Inara membalik badannya dan menatap ke arah depan sambil sesekali membenarkan rambutnya yang basah sedikit ke belakang.

"Aku baik-baik saja, maklum cuaca di desa sering sekali berubah apalagi di sini dekat sekali dengan pantai dan juga perbukitan, membuat cuaca sering tidak menentu siklusnya." ucap Inara sambil menatap lurus ke arah depan.

"Apa kamu yakin? Bagaimana jika nanti suami dan ibu mu mencari mu karena tidak kunjung kembali juga ke rumah?" ucap Alvaro lagi yang lantas membuat Inara langsung menoleh ke arahnya.

Inara yang mendengar kata suami berasal dari mulut Alvaro tentu saja langsung tertawa dengan kecil, membuat Alvaro lantas tertegun ketika melihat tawa tersebut.

"Apa kamu bercanda mas? Jangankan suami pacar saja saya tidak punya, jika kamu mengatakan Ibu yang mencari mungkin itu akan terdengar lebih nyata." ucap Inara di sela-sela tawanya.

"Ah begitu rupanya.." ucap Alvaro kemudian dengan nada yang lirih.

Inara yang mendengar jawaban dengan senyuman di wajah Alvaro, lantas membuatnya langsung terdiam seketika dengan segala perasaan bertanya yang saat ini memenuhi dirinya. Sampai kemudian ketika suara petir yang terdengar begitu kencang lantas membuat Inara terkejut seketika.

Jeduarr...

"Aaa" pekik Inara sambil menutup matanya dengan spontan.

Sedangkan Alvaro yang mengetahui jika Inara tengah ketakutan akan suara petir yang menggelegar, kemudian terlihat melangkahkan kakinya mendekat ke arah dimana Inara berada dan dengan spontan langsung menutup kedua telinga Inara dengan tangannya. Membuat Inara yang semula terpejam karena ketakutan dengan spontan membuka matanya karena terkejut akan sentuhan hangat di area kedua telinganya yang tiba-tiba.

"Jangan takut, jika kamu takut suara petir akan terdengar lebih menakutkan dari pada sebenarnya." ucap Alvaro dengan nada yang lembut.

Mendapati hal tersebut membuat Inara langsung terdiam dengan seketika. Manik mata keduanya bertemu dalam waktu yang lama saling bertautan dan terhanyut dalam kejernihan manik mata masing-masing. Sepertinya Inara benar-benar telah terbius akan segala ketampanan dan juga sikap yang di tunjukkan oleh Alvaro kepadanya, membuat Inara sama sekali tidak bisa berpaling dari sosok seorang Alvaro.

Alvaro yang sadar ia sudah berlebihan saat ini, nampak mulai menurunkan tangannya secara perlahan, membuat tatapan keduanya langsung terputus dengan seketika.

"Aku minta maaf, aku benar-benar tidak bermaksud." ucap Alvaro kemudian.

"Tidak apa mas Nara mengerti." ucap Inara sambil mengalihkan pandangannya ke arah samping.

***

Malam harinya

Di kediaman Inara terlihat Ratih tengah menatap ke arah guyuran air hujan yang terus mengalir tanpa henti sejak sore tadi. Ratih benar-benar khawatir karena putrinya tak kunjung pulang juga padahal cuaca di luar sedang hujan lebat seperti ini.

"Kamu dimana Nara? Ibu benar-benar khawatir kepadamu." ucap Ratih sambil menatap ke arah halaman rumah yang saat ini masih terlihat basah karena guyuran air hujan yang tiada hentinya.

Ratih yang tak kunjung mendapati hujan mereda, lantas memilih menutup jendela rumahnya dan masuk ke dalam menunggu Inara pulang. Jika sampai besok pagi Inara tak kunjung pulang juga, Ratih akan melapor ke Kepala Desa dan meminta bantuan warga untuk mencari keberadaan Inara.

"Semoga saja tidak terjadi apapun kepada mu nak." ucap Ratih dengan nada yang lirih sambil terus melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.

**

Hutan

Sudah sejak sore hujan tak kunjung mereda juga, membuat Inara dan juga Alvaro lantas terjebak di dalam hutan dan tidak bisa keluar dari sana. Alvaro menatap ke arah Inara yang terlihat duduk di sudut gubuk dengan posisi meringkuk. Sepertinya gadis itu tengah kedinginan saat ini, terlihat dari bibirnya yang seperti bergetar menahan hawa dingin masuk ke dalam pori-pori kulitnya.

Alvaro yang tidak tega akan kondisi Inara yang seperti itu kemudian mulai melangkahkan kakinya mendekat ke arah dimana Inara berada sambil melepas jas yang ia gunakan sedari tadi.

"Pakailah ini, aku tahu kamu pasti sedang kedinginan." ucap Alvaro sambil memberikan jas miliknya kepada Inara.

"Lalu mas bagaimana? Apa mas tidak kedinginan?" tanya Inara kemudian yang lantas mendapat balasan senyuman dari Alvaro saat itu.

"Kamu tak perlu khawatir aku baik-baik saja." ucap Alvaro sambil mendudukkan pantatnya tepat di sebelah Inara.

Keheningan lantas terjadi diantara keduanya ketika mendapati malam yang semakin larut, di sertai rintik hujan yang semakin lebat mengguyur tempat tersebut. Pikiran Alvaro melayang membayangkan segala hal yang terjadi di dalam hidupnya selama ini. Bertemu dengan sosok Inara si gadis polos dan juga cerdas sama sekali tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Kedatangan Alvaro kemari hanyalah untuk sebuah pelarian di tengah peliknya kehidupan yang ia jalani di kota.

"Jika aku kembali ke kota, apa kamu mau pergi bersama ku dan menjadi asisten ku? Aku sungguh terkesan akan kecerdasaan mu, bagaimana Inara?" ucap Alvaro kemudian sambil menatap lurus ke arah depan.

"..."

Tidak ada jawaban apapun dari Inara selama beberapa menit ke depan, membuat Alvaro yang penasaran lantas hendak menoleh ke arah Inara dan memastikan apa yang tengah dilakukan oleh gadis itu. Hanya saja ketika Alvaro hendak menoleh ke arah samping, perlahan-lahan kepala Inara terjatuh di pundaknya membuat Alvaro lantas menghela napasnya dengan panjang begitu mengetahui hal tersebut.

"Sepertinya dia sudah tertidur, bagaimana bisa ia tertidur di tengah situasi yang seperti ini? Apakah dia tidak takut aku melakukan sesuatu kepadanya? Dasar!" ucap Alvaro sambil tersenyum dengan kecil.

***

Keesokan paginya

Suara ribut-ribut beberapa orang lantas nampak terdengar dan membangunkan Alvaro saat itu. Telinga Alvaro benar-benar penuh dengan banyaknya teriakan orang-orang yang terdengar seperti sedang marah kepadanya saat ini. Alvaro tersentak ketika ia membuka matanya dan melihat warga desa sudah mengerumuni ia dan juga Inara saat itu. Membuat Alvaro langsung berusaha membangunkan Inara yang saat itu tengah tertidur sambil bersandar di area bawahnya, dimana posisi kemejanya yang terlihat sudah terbuka beberapa kancing bajunya.

"Ada apa sebenarnya ini?" tanya Alvaro dengan raut wajah yang kebingungan begitu juga Inara.

"Dasar Pria kota tak tahu tata krama, apa begini caramu berterima kasih kepada kami? Bisa-bisanya kamu berbuat mesum di desa kami!" pekik salah satu warga yang nampak terdengar marah menatap tajam ke arah Alvaro dan juga Inara.

"Apa? Mesum?"

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!