Siang itu di salah satu hotel di kawasan Ibukota. Seorang pegawai kontrak di bagian personalia diminta untuk menghadap ke ruangan Direktur Utama, atau Boss Grand La Plazza Hotel.
"Dista, kamu diminta menghadap ke Boss," kata Bu Dewi kepala Personalia di hotel ini.
Tentu ini adalah hal yang sangat aneh. Tidak pernah sebelumnya pegawai rendahan sepertinya diminta untuk menghadap ke Boss Besar atau yang biasa dipanggil para karyawan dengan sebutan Mr. R itu. Terlebih Dista merasa bahwa tidak memiliki kesalahan sama sekali. Lantas apa yang membuat Dista diminta menghadap Mr. R di ruangannya.
Dengan perasaan bingung dan juga takut, akhirnya Dista pun berjalan perlahan ke ruangan Mr. R. Setiap langkah kakinya seakan dia hitung perlahan, sembari bertanya-tanya dalam hati mungkinkah dia telah melakukan satu kesalahan, hingga Boss Besar memanggilnya. Akan tetapi, Dista memilih untuk berani menghadapi, yang penting sekarang menemui sang Boss terlebih dahulu.
Tok ... Tok ... Tok ...
Tangan Dista terangkat dan mulai mengetuk pintu sang Bos Besar. Beberapa kali Dista menghela napas panjang. Hingga akhirnya terdengar sahutan suara bariton dari dalam ruangan.
"Masuk."
Pelan-pelan, Dista mendorong pintu kayu itu dan menghadap sang Boss Besar secara langsung. Berdebar-debar? pasti saja. Sebab, Dista hanya seorang pegawai kontrak di Hotel ini. Namun, kenapa sang Boss memintanya untuk menghadapnya?
"Permisi, Mr. R ..., apakah Anda ingin perlu dengan saya? Saya bingung, ada kepentingan apakah sampai Direktur Utama La Plaza Hotel ingin bertemu dengan saya?" tanya Dista.
Menatap sang Boss pun, Dista tak berani. Dia berbicara dengan menunduk wajahnya. Sebab, Dista hanya seorang bawahan, sementara orang yang dia temui sekarang adalah seorang Direktur Utama.
Sang pria yang mengenakan Black Suit dengan dasi yang melingkar di lehernya. Tampilan yang sangat perlente dengan aura dingin yang seakan dipancarkan oleh sang Boss Besar.
"Jadi, nama kamu Adista?" tanya sang Boss.
"Ii ... iya, Bos. Saya Adista Maharani," jawabnya.
Tampak sang Boss memperhatikan tampilan gadis muda dengan setelan kemeja putih dan rok pendek berwarna hitam itu. Rambutnya yang disanggul rapi seolah memperlihatkan leher si gadis yang memang begitu jenjang. Sang Boss pun diam-diam memperhatikan garis leher yang terlihat sexy di matanya.
"Kamu tahu, untuk alasan apa saya memanggilmu ke sini?" tanya Mr. R.
Dista yang masih menunduk pun menggelengkan kepalanya perlahan. "Tidak ... saya tidak tahu, Mister," jawab Dista.
Dengan mengulum senyuman di sudut bibirnya akhirnya Boss Besar itu pun maju hingga ke depan meja kerjanya, satu tangannya yang dimasukkan ke dalam saku celananya, lantas menatap Dista.
"Tentu ... kamu tahu kan kalau kontrak kerja kamu hanya tinggal hitungan bulan? Tidak lebih dari dua bulan," katanya.
Dista menghela napas panjang, barulah dia ingat bahwa memang kontrak kerjanya hanya tinggal dua bulan saja. Oleh karena itu, Dista juga seketika merasa gamang, dalam dua bulan semuanya bisa saja terjadi. Pemutusan kontrak kerja atau perpanjangan kontrak kerja. Dilema pegawai kontrak memang seperti ini. Dista baru menyadarinya sekarang.
"Bb ... benar, Mister. Saya sampai belum mengingatnya," jawab Dista dengan suara yang terdengar terbata-bata.
"Tentunya kamu juga tahu bukan? Bagi mereka yang bekerja secara kontrak semua bisa jadi terjadi, entah itu perpanjangan atau pemutusan kontrak," kata Sang Boss lagi.
Tidak ada jawaban dari Dista. Akan tetapi, Dista sangat tahu bahwa mereka yang dipekerjakan secara kontrak kadang tidak memiliki hak layaknya karyawan tetap. Ketika, tidak ada perpanjangan kontrak, maka si pegawai di akhir kontraknya bisa menjadi pengangguran dan bahkan tidak mendapatkan pesangon.
"Ya, saya sangat tahu," kata Dista menyahut sang atasan.
"Tujuan saya memanggil kamu kemari untuk itu. Untuk memberitahumu kalau kontrak kerjamu akan habis dua bulan lagi. Saya punya kesepakatan denganmu yang ... tentunya bisa kamu pertimbangkan terlebih dahulu."
Adista berpikir dalam hati, penawaran apa yang sekiranya hendak diajukan oleh Boss-nya itu. Namun, Adista hanya mampu merespons dengan menganggukkan kepalanya saja. Tidak berani untuk menjawab karena Adista sendiri merasa semakin bingung.
"Dengarkan baik-baik ... saya bisa perpanjangan kontrak kerjamu kurang lebih satu tahun ke depan dengan syarat."
"Syaratnya apa, Pak?" tanya Adista tanpa berpikir panjang.
Pikir Adista jika memang bisa memperpanjang kerjanya tentu adalah hal yang baik. Toh, dia bukan seorang sarjana yang bisa dengan mudahnya mendapatkan pekerjaan. Dia hanya lulusan Sekolah Perhotelan saja. Lagipula La Plaza Hotel ini adalah hotel bintang lima yang bagus di Ibukota.
Selain itu, himpitan ekonomi keluarga, tentu saja akan menjadi perhitungan sendiri untuk Adista. Jika, dia bisa mendapatkan pekerjaan tanpa bingung dengan gaji tetap, maka lebih baik memang bertahan di La Plaza Hotel.
"Rupanya kamu tertarik yah?" tanya Mr. R,.
"Saya hanya berusaha mempertimbangkan terlebih dahulu, Mister," sahut Adista.
Ada anggukan samar sang Boss dengan terus menatap Dista yang hanya berjarak beberapa meter di hadapannya.
"Ikutlah staycation bersamaku sepekan ke Bali. Nanti perpanjangan kontrak kerja bisa kamu tanda tangani. Jika tidak, maka silakan siap-siap angkat kaki dari La Plaza Hotel dua bulan lagi."
Bagi Adista itu bukan tawaran, justru seakan terdengar seperti transaksi gila. Bagaimana mungkin justru Boss besarnya mengajukan syarat staycation sepekan kepada Adista? Sungguh, dipikir berapa kali pun rasanya tidak benar, tidak logis dalam pemikiran Adista.
Gadis itu hanya bisa menekan perasaan kesal dalam dada. Mungkinkah si Boss tengah berusaha melecehkannya dengan tawaran transaksi gila ini?
"Ikutlah Staycation bersamaku sepekan ...."
Suara sang Boss kala memberikan penawaran gila itu seolah masih terngiang-ngiang di telinga Adista. Sekarang, di tempat tidurnya Adista kembali teringat dengan tawaran Si Boss. Adista memejamkan matanya perlahan-lahan. Tentu penawaran Boss nya itu seolah tawaran transaksi.
Staycation?
Staycation bukankah terbentuk dari kata Stay and Vacation. Liburan yang dilakukan dengan cara tinggal atau menetap di villa atau hotel. Artinya Mr. R., mengajakku cek in? Aku dibooking gitu?
Pikiran Adista seketika melayang kemana-mana. Dia seketika sudah berpikiran negatif kepada Boss nya itu. Adista yang hingga malam itu belum bisa tidur akhirnya mencoba berselancar dengan mesin pencarian di handphonenya mencari tahu sosok Mr. R,. itu. Kenapa rasanya dari tutur kata, pandangan, dan gestur tubuh yang Mr. R,. tunjukkan kepadanya seolah menunjukkan arti tersendiri.
Apa iya, Mr. R., merupakan pria Predator? Jika iya, kenapa tak pernah ada skandal tentangnya. Lalu, kenapa dia mengajakku stay di hotel?
Adista masih bermonolog sendiri dalam hatinya. Mencoba mengurai apa arti tawaran dari Boss nya. Selain itu Mr. R., juga memberikan waktu bagi Adista mempertimbangkan semuanya selama satu minggu.
Hingga Mesin Pencarian di handphonenya menunjukkan profil Direktur Utama La Plaza Hotel itu, Raka Syahputra atau yang biasa dipanggil dengan panggilan Mr. R., itu adalah putra seorang pengusaha ternama bernama Zaid Syahputra yang memiliki ratusan kafe La Plaza, sementara Ibunya sendiri seorang Desainer yang cukup memiliki nama di Ibukota. Selain itu, Raka Syahputra juga lulusan dari Universitas di Amerika Serikat.
Melihat profil lulusan Raka Syahputra seketika Adista mengernyitkan keningnya. "Mungkinkah itu karena Mr. R., terbiasa dengan kehidupan barat yang bebas? Bisa berhubungan dengan wanita mana pun tanpa terikat dengan ikatan apa pun? Apa semua pria yang mencecap pendidikan di luar negeri akan berkarakter seperti Pak Raka ini?"
Adista kembali bergumam dalam hati. Dia menerka bahwa mungkin saja atasannya itu sudah terlibat dalam kehidupan Barat yang bebas, tidak lagi mempertimbangkan berbagai adab dan norma ketimuran. Sudah terbiasa menggumuli banyak wanita bahkan tidak ada kata pernikahan.
Membayangkan itu saja Adista bergidik ngeri. Dia menggelengkan kepalanya beberapa kali. Adista akhirnya memilih menaruh handphonenya ke nakas yang berada di sisi single bed miliknya, setelah itu Adista berusaha untuk tidur dan tidak mengingat-ingat lagi penawaran gila dari pria bernama lengkap Raka Syahputra itu.
...🍀🍀🍀...
Hari Berganti ....
Adista sudah siap untuk berangkat bekerja, Ibunya pun menanyakan sesuatu kepada Adista sebelum dia berangkat bekerja.
"Dis, ini sudah tahun keduamu bekerja di La Plaza Hotel. Kalau tidak salah, usai ini kamu akan bekerja di mana? Kan kamu hanya pegawai kontrak di sana?" tanya Bu Ratih kepada putrinya.
"Mungkin Dista akan mencoba mencari pekerjaan lain, Bu. Dista memiliki ijazah dan pengalaman bekerja juga. Semoga nanti Allah tunjukkan jalan untuk mendapatkan pekerjaan baru, Bu," jawab Adista.
"Yah, kalau bisa mengajukan perpanjangan kontrak, Dis. Sekarang mencari pekerjaan itu sudah. Sekarang saja gajimu sedikit banyak di atas UMR, itu sudah sangat membantu juga. Apalagi Bapakmu yang hanya berprofesi sebagai sekuriti, dengan kamu bekerja itu sangat membantu keluarga, Dis."
Kalau dipikir-pikir bekerja di La Plaza Hotel memang menyenangkan. Para staf dan karyawan bekerja dengan baik, ramah satu sama lain, Boss besar sebelumnya yaitu Pak Zaid Syahputra juga adalah Boss yang sangat baik sering membagikan makanan untuk pegawai dan memberikan insentif berlebihan jika memang pemasukan hotel tengah ramai.
Hanya saja, dalam dua bulan ini ketika kepemimpinan hotel digantikan oleh Mr. Raka semua perlahan berubah. Apalagi untuk Adista sendiri, kembali dia teringat dengan tawaran gila dari Boss-nya.
"Ya, nanti coba Dista ngobrol-ngobrol ke HRD dulu yah, Bu. Kalau memang tidak bisa, Ibu jangan khawatir yang pasti Dista akan selalu bekerja dan membantu pengobatan Desta," balasnya.
Desta Maharja adalah adik kandung Adista yang masih berusia 12 tahun. Namun, Desta yang baru berusia 12 tahun mengidap penyakit cukup kronis yang mengharuskan Desta untuk kontrol rutin ke Rumah Sakit. Selain itu, ada beberapa obat milik Desta yang tidak tercover oleh asuransi kesehatan. Praktis, Dista lah yang harus membayar biaya obat adiknya itu.
"Iya, Dista. Tolong pikirkan dulu yah," kata Bu Ratih.
Lantaran memikirkan kondisi keuangan keluarga dan kondisi penyakit adiknya, jujur membuat Adista menjadi gamang. Namun, dia sudah sampai pada keputusannya. Lagipula, walau dari keluarga miskin, tapi Dista adalah gadis baik-baik. Jika sampai Atasannya membookingnya untuk sepekan, Adista tak tahu bagaimana nasibnya dan keluarganya nanti.
Tiba di hotel, rupanya Adista sudah kembali menerima pesan bahwa dia harus segera menghadap ke Boss Besar lagi. Sampai ada pegawai di Personalia yang bertanya kepada Adista.
"Sebenarnya ada apa sih, Dista? kok kamu diminta menghadap Mr. R., terus. Ada masalah apa sih?" tanya Rika, teman kerja Adista.
"Entahlah, aku juga gak tahu, Rik. Ya sudah, aku menghadap Mr. R., dulu," balas Dista.
Menaiki lift ke lantai 15, akhirnya Dista kembali tiba di ruangan Mr. R., tak perlu berlama-lama, Dista pun segera mengetuk pintu sang Boss.
"Permisi, Mr. R., saya Adista," kata Dista dengan masih berdiri di luar pintu.
"Ya, langsung masuk," sahut suara dari dalam.
Kembali berhadapan dengan Mr. Raka di ruangannya sekarang membuat Dista merasa resah. Lebih baik memang segera saja memberikan jawaban ketika pria itu nanti menanyainya.
"Sudah beberapa hari berlalu sejak saya mengajukan tawaran. Bagaimana, kamu terima atau tidak? Tentu, semua ada konsekuensinya," tanya Mr. R., dengan pandangannya yang mengintimidasi Dista.
"Maaf, saya tidak bisa Pak Raka. Mungkin Bapak adalah lulusan Amerika yang terbiasa kehidupan bebas di luar sana. Terbiasa celup-celup dengan status di luar pernikahan. Jika, Bapak berpikir begitu, Bapak salah benar. Saya menolak tawaran itu."
Adista tak mampu bertahan, dia meledak dalam emosi dan menuduhkan pemikirannya sendiri dengan menerka atasannya itu memang terbiasa dengan kehidupan bebas, kehidupan percintaan walau tak ada ikatan.
"Oh, begitu ... oke, saya tidak akan bertanya lagi. Jadi, dua bulan lagi ketika kontrak kerjamu berakhir, silakan bereskan barangmu."
Raka berbicara dengan nada yang terdengar tegas dan sorot mata yang tajam. Sang Atasan tak segan-segan untuk mengingatkan Dista dengan kontrak kerja yang akan berakhir. Ketika, ada penolakan, maka harus angkat kaki juga dari La Plaza Hotel.
"Silakan kembali bekerja," kata Raka kemudian.
Adista pun kemudian menganggukkan kepalanya. "Baik Mr. Raka," balasnya.
Walau takut dan kesal yang seolah bercampur menjadi satu, tapi Dista beruntung bisa menolak dengan tegas. Jika yang Bossnya cari hanya menikmati kehidupan percintaan bebas sebelum pernikahan tentu itu adalah salah. Adista masih bisa berpikir jernih dan berharap selamanya, dia tidak akan pernah salah langkah.
Keluar dari ruangan Mr. Raka, Dista merasa sangat lega. Walau sekarang Dista akan dihadapkan dengan kenyataan pahit yaitu pemutusan kontrak setelah dua bulan ini. Akan tetapi, bukankah setiap orang akan menerima konsekuensi dari keputusannya? Pun demikian dengan Adista yang berusaha berlapang dada. Mungkin bekerja di La Plaza hotel bukan keputusan terbaik untuknya.
Lebih baik aku kehilangan pekerjaan ini Mr. Raka, daripada aku harus menemanimu Staycation. Itu sangat menjijikkan untukku. Lagipula, tidak pernah ada aturan dalam undang-undang kerja untuk memperpanjang kontrak harus Staycation dengan bossnya. Aku akan mencari pekerjaan setelah dua bulan nanti dan akan membantu untuk adikku untuk berobat lagi.
Walau sedih dan juga sudah memiliki pikiran berat untuk apa yang akan terjadi usai dua bulan ini, tapi Dista memilih untuk menolak ajakan gila atasannya itu. Pun, Mr. Raka yang langsung tak berkomentar apa pun.
Jujur saja Adista menjadi gamang. Terlebih raut wajah Bossnya yang terlihat sangat menakutkan hingga menyuruhnya keluar dari ruangannya. Adista menggelengkan kepalanya beberapa kali, setelah itu dia kembali bekerja.
"Udah, Dista? Kamu salah apa sih? Kenapa sudah dua kali dalam sepekan dipanggil Boss?" tanya Rika yang tampak ingin tahu.
Kemudian Adista menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin, dia membuka kartu Bossnya yang mengajaknya Staycation. Oleh karena itu, Dista memiliki menggeleng sebagai jawaban.
"Sebenarnya ada apa, Ta? Kamu salah apa sama Boss? Sebelumnya tak pernah kan, Boss memanggil pegawai rendahan kayak kita?" tanya Rika.
"Gak apa-apa, cuma terkait pekerjaan aja. Toh, gak mungkin Boss besar manggil kalau enggak berkaitan dengan kerjaan," balas Dista.
Usai itu, Dista memilih menghitung jam presensi semua staf. Biasanya menjelang akhir pekan nanti, total jam bekerja itu akan diserahkan ke bagian keuangan dan setiap pegawai selain menerima gaji tetap, ada yang mendapat tambahan insentif jika memang mereka melebihi beban jam kerja di setiap bulannya.
Namun, belum selesai kerjaan Adista, ada Manajer Marketing perhotelan berbicara kepada Adista.
"Adista, saya lihat waktu kerja kamu hanya tersisa dua bulan yah? Tapi belum ada kepastian nih dari atasan untuk perpanjangan kontrak. Jadi, di sisa waktu kerja kamu, kamu bantuin di Event Planner yah? Soalnya, ada beberapa event di dua bulan ke depan. Aku sudah berbicara dengan Boss dan diizinkan. Sekarang ikut saya rapat yah?" kata Bu Linda, yang adalah Manager Marketing itu.
Adista menganggukkan kepalanya. Dia menyimpan kerjaannya terlebih dahulu, kemudian dia mengikuti Bu Linda untuk rapat mengenai Event Planner. Bagian Event Planner sendiri salah satu jobdesk perhotelan yang berkaitan dengan acara yang diselenggarakan di hotel.
Mengikuti Bu Linda di ruang rapat, ada kurang lebih tujuh orang di ruangan itu dan masing-masing berasal dari Divisi yang berbeda. Mungkin ini adalah tim baru yang dibuat pihak perhotelan karena memang sering ada event yang diselenggarakan di La Plaza Hotel mulai ada rapat, ulang tahun, hingga pernikahan.
Menunggu beberapa menit akhirnya Mr. R., turut bergabung dalam rapat itu. Sama seperti biasanya, semuanya terdiam ketika Boss masuk. Sementara Adista memilih menunduk, sekarang bertemu dengan Mr. Raka menimbulkan rasa tidak nyaman bagi Adista.
"Silakan dimulai," kata Mr. Raka.
Akhirnya Bu Linda yang berdiri dan memimpin rapat. Dia mulai menjelaskan kenapa butuh bagian Event Planner, dan memang hotel La Plazza akan serius menggeluti event ini karena memang ini bisa menjadi bisnis baru di La Plazza.
"Jadi, kita akan bekerja secara tim dan berurusan langsung dengan pihak penyelenggara acara yah. Dalam waktu dekat ada meeting yang dilakukan perusahaan Jaya Corp. Nah, nanti kita akan arrange semuanya. Siap semua?" tanya Bu Linda.
"Siap, Bu," jawab semuanya.
Setelah itu, Bu Linda menyampaikan kepada Mr. Raka dan bertanya apakah ada tambahan dari sang CEO atau Direktur Utama itu.
"Saya kira semuanya sudah baik. Tinggal kalian mengerjakan dengan fokus saja. Pastikan semua event yang berlangsung di La Plazza Hotel sukses," kata Mr. Raka.
Setelah itu, semua staf dipersilakan kembali bekerja. Akan tetapi, Bu Linda menahan Adista, kemudian bertanya kepada Mr. Raka lagi.
"Permisi Mister, terkait dengan pekerjaan Adista bagaimana? Kontrak kerjanya hanya sisa dua bulan. Sementara kalau kinerjanya baik," kata Bu Linda.
Tampak Mr. Raka menatap Adista dengan tatapan dingin. Pria itu tampak menghela napas beberapa kali, sementara Adista hanya menundukkan wajahnya. Lagi-lagi, Adista tak berani beradu pandang dengan atasannya itu. Pandangan Mr. Raka saja seolah mengintimidasinya.
"Saya belum bisa putuskan," kata Raka.
"Apa tidak bisa dipertimbangkan untuk perpanjangan kontrak, Mister? Sebab, kinerja Adista selama ini bagus. Selain itu, kita butuh staf seperti Dista ini," kata Bu Linda lagi.
Adista juga tak menyangka ada Bu Linda yang berusaha supaya Mr. Raka memperpanjang kontrak kerjanya. Adista pun memberanikan diri untuk menatap sekilas Mr. Raka, tidak disangka keduanya justru bersitatap satu sama lain dengan isyarat yang coba dijelaskan dengan tatapan mata itu.
"Saya belum bisa memastikan," jawab Mr. Raka dengan menatap Adista.
"Sayang sekali, Pak. Padahal banyak event untuk beberapa bulan ke depan. Tolong dipertimbangkan," kata Bu Linda.
"Saya akan mempertimbangkannya nanti. Lihat saja nanti," balas Mr. Raka.
Usai itu Mr. Raka meninggalkan ruangan. Seketika barulah Adista bisa bernapas lega. Semoga saja ada harapan untuk diperpanjang kontraknya walau sekarang ada perang dingin dengan Mr. Raka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!