NovelToon NovelToon

Sandiwara Pernikahan

Permintaan Menikah Dari Ibu?!

"Usia kamu sudah pantas untuk menikah Vin, Ibu ingin segera mempunyai menantu"

Gevin menghampiri Ibunya sambil tersenyum, bukan baru sekali saja Vania mengatakan hal ini pada Gevin. Memang dia yang sudah menginginkan anak laki-lakinya itu segera untuk menikah.

"Bu, aku baru 25 loh. Baru juga lulus kuliah, kenapa Ibu ingin aku untuk segera menikah?"

"Ibu cuma ingin kamu segera menikah, untuk apa terus terpuruk dengan masa lalu yang sudah lama. Ingat Gevin, tidak mungkin selamanya kamu akan seperti ini. Kamu harus bisa melupakan mantan pacar kamu yang pergi begitu saja, lagian apa si yang membuat kamu begitu jatuh cinta pada dia"

Terkadang Vania merasa heran dengan anaknya yang begitu terpuruk karena kepergian wanita yang pernah menjadi pacarnya, namun malah meninggalkan dia tanpa alasan yang jelas.

"Bu, jatuh cinta dan mencintai itu tidak butuh syarat apapun. Aku jatuh cinta padanya, tidak ada alasan"

Vania memegang tangan anaknya, dia tahu bagaimana hancurnya perasaan Gevin saat kekasihnya itu pergi. "Ibu tahu Nak, tapi sudah 3 tahun berlalu dan sekarang kamu juga sudah lulus kuliah, kamu sudah bisa bekerja di perusahaan Papa. Jadi sekarang, kamu harus bisa melupakan dia. Kalau memang kamu tidak bisa mencari wanita yang cocok untuk kamu jadikan istri, biar Ibu saja yang cari"

Gevin menghela nafas pelan, dia tahu bagaimana Ibunya yang sudah sangat tidak sabar untuk melihat Gevin segera menikah.

"Tapi Bu..."

"Vin, kamu mau melihat Ibu meninggal tapi belum melihat kamu menikah"

"Bu, jangan kayak gitu dong bicaranya. Yaudah terserah Ibu saja"

Gevin benar-benar tidak bisa menolak apa parkataan Ibunya. Dia menatap Ibu yang keluar dari dalam kamarnya dengan binar bahagia. Membuat Gevin hanya mengusap wajah kasar, dia tidak bisa melakukan penolakan apapun lagi sekarang.

Vania tersenyum sambil bersorak tanpa suara pada anak perempuannya yang sedang duduk menunggunya di ruang tengah.

"Bagaimana Bu?"

Vania duduk di samping anak bungsunya itu. "Berhasil Gen, Ibu bilang saja kalau Ibu mau melihat Kakak menikah sebelum Ibu tua dan meninggal"

Genara tertawa mendengar ucapan Ibunya itu. Tentu kedua wanita beda usia ini memang sedang merencanakan sesuatu untuk Gevin yang sedang terpuruk karena di tinggal kekasihnya tanpa alasan itu.

"Yaudah Bu, kalau gitu langsung hubungi Bibi Jenny"

"Siap, nanti Ibu akan hubungi dia. Ahh, Ibu senang sekali karena akhirnya Kakak kamu mau juga menikah. Ibu yakin sekali jika dia akan bahagia menikah dengan Zaina, gadis yang mencintainya sejak dulu"

"Iya Bu, lagian Kakak juga ngapain si pake harus gagal move on segala dari mantan pacarnya yang gak seberapa itu"

Vania mengangguk, memang dari awal dia tidak pernah menyukai Lolyta yang menjadi kekasih anaknya itu. Vania merasa jika Lolyta terlalu memanfaatkan Gevin dalam segala hal. Sering kali Vania melihat Gevin yang mengerjakan tugas kuliah dirinya, padahal jelas itu bukan tanggung jawab Gevin.

"Yaudah, kalau gitu Ibu mau hubungi Bibi Jenny"

"Oke Bu"

Genara menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, tersenyum melihat Ibunya yang begitu bahagia. "Akhirnya aku punya Kakak Ipar juga"

#######

"Apa Bun? Bunda jangan bercanda deh"

Zaina benar-benar terkejut mendengar ucapan Bundanya yang mengatakan jika dia akan menikah dengan Gevin, pria yang dia cintai selama ini.

Jenny mengelus kepala anaknya itu, dia tersenyum dengan bahagia dengan kabar ini. Karena Jenny tahu bagaimana anaknya ini yang sangat mencintai Gevin.

"Benar Nak, Bibi Vania sendiri yang barusan menghubungi Bunda dan bilang jika Gevin sudah siap menikah dengan kamu"

Zaina menatap Bundanya dengan mata yang berkca-kaca, dia masih merasa tidak percaya dengan ucapan Bundanya itu.

"Beneran Bu? Zaina bisa menikah bersama Gevin?" Air matanya menetes begitu saja, saking dia bahagia dengan kabar yang diberikan oleh Bundanya.

Jenny langsung memeluk anaknya dengan senyuman. "Iya Nak, semuanya benar. Kamu akan menikah dengan Gevin"

Zaina tersenyum dengan air mata yang menetes begitu saja dalam pelukan Bundanya. Sekarang, dia tidak perlu lagi memendam perasaannya yang bukan hanya satu atau dua tahun saja. Tapi sudah bertahun-tahun dia memendamnya.

Dan dua hari berselang dari kabar yang di dapatkan Jenny dari sahabatnya itu. Hari ini keluarga mereka datang ke rumah mereka untuk memastikan tentang pernikahan anak mereka ini.

Ketika mobil terparkir di halaman rumah, Gevin langsung menatap Ibunya dengan penuh tanya. "Bu, kenapa kita kesini? Bukannya kita akan ke rumah calon istri Gevin yang telah Ibu pilihkan itu?"

Vania tersenyum, memang dia belum memberi tahu anaknya tentang ini. Dia sengaja melakukan ini agar menjadi sebuah kejutan untuk Gevin.

"Kan emang rumah calon istri Kakak itu disini. Gimana si" kekeh Genara di akhir kalimatnya, tentu dia juga ikut senang dengan semua ini.

Gevin terdiam mendengar ucapan adiknya itu. Ini adalah rumah sahabat Ibunya, dan dia sering berkunjung ke rumah ini sedari kecil. "Bu, jadi maksud Ibu calon istri aku yang Ibu pilihkan itu adalah..."

"Ya, Zaina yang akan menjadi istri kamu"

Gevin menggeleng tidak percaya dengan ucapan Ibunya itu. Zaina? Dia adalah gadis yang Gevin anggap sebagai saudaranya sendiri. Dan sekarang dia harus menikah dengannya. Benar-benar tidak sesuai dengan pemikirannya. Tapi tidak ada lagi yang bisa Gevin lakukan saat ini. Tentu saja karena dia sudah menyepakati semuanya.

"Terserah Ibu mau pilihkan siapapun, karena aku memang tidak punya teman wanita yang bisa aku nikahi dalam waktu dekat ini"

"Baiklah, kalau begitu"

Gevin jelas mengingat bagaimana percakapannya dengan Ibu satu hari yang lalu. Dan sekarang tentunya dia tidak akan bisa mengelak apappun lagi.

Kedatangan keluarga Gara dan Vania ini langsung di sambut hangat oleh Jenny dan Hildan.  Mereka semua makan siang bersama, barulah berkumpul di ruang keluarga untuk mendiskusikan tentang pernikahan Zaina dan Gevin.

"Mungkin sudah tahu dari awalnya, jika kedatangan kami kesini adalah untuk melamar anak kalian, Zaina untuk anak kami, Gevin" Papa Gara langsung membuka percakapan tanpa bertele-tele lagi.

"Saya menerima niat baik kalian ini, namun semuanya akan tetap saya serahkan pada anak saya..." Daddy Hildan menoleh pada anak perempuannya itu. "...Bagaimana jawaban kamu, Nak?"

Zaina yang duduk di tengah kedua orang tuanya itu, hanya menunduk dengan tangan memegang rok yang dia pakai. Tentu saja Zaina sangat gugup dan merasa tidak percaya dengan semua ini.

Zaina menghembuskan nafas pelan, lalu dia menatap Gevin yang dari tadi hanya diam saja. Pria yang dia cintai selama ini, sebentar lagi akan menjadi suaminya.

"Iya Dad, Zaina menerima lamaran dari Gevin"

Semua orang tersenyum mendengarnya, namun hanya sebuah senyum yang di paksakan yang terlihat di wajah Gevin saat ini.

Bersambung

Menikah

Zaina menatap pantulan dirinya di cermin, gaun pengantin yang melekat di tubuhnya terlihat begitu indah. Masih tidak percaya jika saat ini dirinya akan menikah dengan pria yang selama ini dia cintai, namun Zaina tidak berani mengungkapkan perasaannya ini karena Gevin yang sudah berpacaran dengan Lolyta saat kuliah. Padahal Zaina sudah jatuh cinta padanya sejak mereka duduk di bangku sekolah menengah atas.

"Kak, sudah siap?"

Zaina tersenyum pada Bundanya yang baru saja masuk ke dalam kamar. Jenny juga sudah terlihat cantik dengan kebaya yang dia kenakan. Matanya sudah berkaca-kaca ketika melihat anak perempuannya yang sebentar lagi akan menjadi seorang istri dan tidak akan lagi menjadi gadis kecilnya.

"Anak Bunda, cantik sekali..." Jenny memegang lengan Zaina, dia menatap anaknya itu dengan berkaca-kaca. "...Selamat ya, semoga pernikahan kamu ini akan menjadi pernikahan yang pertama dan terakhir dalam seumur hidup kamu. Dan kamu juga harus bahagia dengan pernikahan ini"

Zaina menganggu sambil tersenyum, dia memeluk Bundanya dengan erat. Meski Jenny hanya ibu sambung baginya, namun kasih sayang Jenny tidak pernah berbeda pada Zaina ataupun pada kedua adiknya. Jenny selalu bisa adil terhadap semua anak-anaknya.

"Terima kasih ya Bunda, karena Bunda sudah mau menjadi ibu aku. Dan Bunda yang sudah merubah masa kecilku menjadi lebih baik, aku bahagia bisa mempunyai Bunda dalam hidup ini"

Jenny mengelus punggung anaknya itu, tentu dia juga tidak mau jika sampai dirinya menambah luka dalam diri anak kecil yang di tinggal Ibunya sejak dia lahir. Jenny menyayangi Zaina seperti anaknya sendiri.

"Ayo kita keluar sekarang"

Zaina mengangguk, dia keluar dari kamar dengan di dampingi oleh Bundanya. Zaina terkekeh kecil ketika melihat dua adik laki-lakinya yang sudah rapi dengan jas dan dasi kupu-kupu. Melihat adik pertamanya yang memang sedikit cuek dan dingin, sangat berbanding terbalik dengan adik kedunya yang begitu jahil.

"Wah, Kak Zaina cantik sekali" ucap Haiden yang menjadi anak bungsu di rumah ini.

"Ayo Kak" Hilmi langsung merangkul lengan Kakaknya, tanpa banyak berbasa-basi seperti seperti adiknya.

Jenny hanya menggeleng pelan dengan dua anak laki-lakinya yang mempunyai sifat yang sangat berbanding terbalik. Namun kehidupannya lebih berwarna dengan kehadiran anak-anaknya ini.

Halaman rumah yang sudah ramai dengan orang-orang dan juga hiasan yang menjadi suasana halaman yang terasa begitu berbeda. Zaina berjalan di atas karpet merah dengan di temani oleh kedua orang tuanya dan dua adiknya di belakang mereka. Di ujung karpet ini ada Gevin yang sudah terlihat tampan dengan jas yang dia kenakan dan warnanya yang senada.

Daddy Hildan menyerahkan tangan Zaina pada Gevin. "Dengan ini, Daddy serahkan putri Daddy ini untuk kamu sayangi dan cintai"

Jenny sudah tidak bisa menahan air mata bahagia yang dia rasakan ketika melihat anaknya yang setelah ini bukan lagi putri kecilnya. Zaina akan menjadi seorang istri dan seorang Ibu setelah ini.

Akhirnya keduanya selesai menjalani pernikahan, Zaina dan Gevin telah resmi menjadi suami istri. Tangisan haru dari Jenny dan Vania benar-benar membuat suasana menjadi mengharu biru.

"Sudah Sayang, anak kita itu menikah. Bukan mau berangkat perang"

Vania langsung memukul kaki suaminya yang malah bercanda di saat seperti ini. Tidak tahu jika dia sedang sangat terharu dengan pernikahan anaknya. Pada akhirnya Gevin bisa menikah dengan wanita yang baik dan mencintainya. Vania senang karena melihat anaknya yang bisa menikah dengan wanita yang mencintainya dengan tulus.

Genara dan kedua adik Zaina sengaja naik ke atas pelaminan, memberikan selamat untuk Kakak-Kakak mereka.

"Selamat ya Kak Zaina, akhirnya aku punya Kakak Ipar juga" ucap Genara sambil memeluk Zaina

"Terima kasih ya Gen"

Hilmi menjabat tangan Gevin, dia menatap Kakak Iparnya itu dengan lekat. "Jaga Kakak aku baik-baik ya, dia itu terlalu baik dan juga terlalu rapuh"

Haiden yang berada di samping Kakak laki-lakinya itu hanya menggelengkan kepala heran. Bisa-bisanya di acara pernikahan Kakaknya, Hilmi malah mengucapkan kalimat yang bernada ancaman seperti itu.

Haiden merangkul bahu Kakaknya itu, dia ingin mencoba mencairkan Hilmi yang sudah membeku seperti balok es. "Kak Gevin, Kak Zaina, selamat ya atas pernikahan kalia. Aku do'akan kalian bahagia dan segera punya anak. Hehe"

"Ya ampun, kamu ini ada-ada aja deh"

Terkadang Zaina selalu merasa heran dengan sikap kedua adiknya ini. Namun dia juga tidak jarang merasa terhibur dengan kedua adiknyaini.

"Maaf ya, tadi ucapan Hilmi"

"Tidak papa, aku sudah tahu kok sifat mereka kayak gimana"

Zaina mengangguk, mereka sering bertemu. Jadi sudah seperti keluarga sejak kecil, semuanya karena orang tua mereka yang bersahabat baik sejak dulu.

######

Acara pernikahan telah selesai, saat ini Zaina sedang berada di dalam mobil untuk kembali ke kota tempat tinggal suaminya dan keluarganya. Meski sempat ada drama kecil karena Bundanya yang masih belum merelakan dia untuk pergi. Namun semuanya bisa teratasi karena Jenny juga tahu jika anak perempuan yang sudah menikah pasti harus ikut kemana suaminya pergi. Jadi dia tidak bisa menahan-nahan.

Sampai di rumah Gevin langsung mengambil barang-barang yang sudah dia sipakan sebelumnya. "Pa, Bu, aku langsung bawa Zaina ke Apartemen saja ya. Kan aku sudah pernah bilang jika aku akan langsung tinggal di Apartemen setelah menikah"

"Iya, Ibu tahu itu. Tapi apa langsung hari ini juga, Nak? Apa kalian tidak capek? Istirahat saja semalam, dua malam disini"

"Iya Vin, kasihan juga istri kamu yang terlihat begitu kelelahan" Papa Gara juga ikut menimpali, membuat Gevin tidak bisa menolak.

"Yasudah, aku dan Zaina akan tinggal disini untuk malam ini. Besok baru kita akan pindah"

"Nah gitu dong, sekarang bawa istrimu ke kamar. Dia terlihat begitu kelelahan"

"Bibi, Paman, aku ke kamar dulu ya" pa,it Zaina

"Loh kok masih manggil seperti itu, mulai sekarang panggil Ibu dan panggil Papa ya" ucap Vania sambil tersenyum hangat pada Zaina

"Iya Bu"

Mungkin Zaina memang harus menyesuaikan diri untuk semua panggilan itu. Zaina masuk ke dalam kamar, dia duduk di sofa dan menunggu suaminya yang membawakan koper dan tas miliknya.

"Barang-barangnya tidak usah di keluarkan semua, keluarkan saja yang kamu perlukan. Besok kita akan pindah ke Apartemen"

"Baik Mas"

Gevin berhenti melangkah sejenak saat mendengar Zaina yang memanggilnya seperti itu. Benar-benar terasa aneh, namun hatinya berdebar mendengarnya.

Zaina menatap sekeliling ruangan ini, dimana ada foto suaminya yang terpajang di dinding dan di atas nakas. Zaina berjalan ke arah nakas dan membuka laci nakas itu untuk mencari charger. Namun ternyata yang dia temukan adalah sebuah foto Lolyta.

"Kenapa Mas Gevin masih menyimpan ini?"

"Apa yang kau lakukan?!"

Gevin datang dan langsung merebut foto di tangan Zaina, membuat Zaina begitu terkejut.

Bersambung

Kita Lakukan Sandiwara

"Mas, aku hanya sedang mencari charger ponsel"

Zaina benar-benar tidak tahu kenapa Gevin harus menatapnya dengan begitu dingin. Ini bukan Gevin yang dia kenal, Gevin yang ramah dan juga sangat perhatian.

Gevin menghembuskan nafas pelan, dia tahu jika tidak sepantasnya harus marah pada Zaina yang belum mengetahui apa-apa tentang perasaannya. 

"Kita duduk dulu sebentar, ada yang ingin aku bicarakan dengan kamu"

Zaina mengangguk, dia mengikuti Gevin untuk duduk di atas sofa. Zaina menatap tangan Gevin yang masih memegang foto Lolyta dan dirinya itu. Entah kenapa Zaina mulai merasa ada hal buruk yang mungkin terjadi.

"Zaina, aku tahu jika kamu juga pasti sangat terkejut dengan pernikahan ini. Aku juga tidak bisa melakukan apapun, karena Ibu yang terus memaksa aku untuk menikah. Kamu juga pasti tepaksa 'kan dengan pernikahan kita ini?"

Zaina tidak menjawab, dia malah bingung kemana arah tujuan ucapan Gevin ini. Karena sebenarnya dia benar-benar tidak merasa terpaksa sedikit pun untuk menjalani pernikahan ini.

"Kita lakukan sandiwara pernikahan di depan mereka"

Seketika Zaina langsung menoleh pada suaminya. Tangannya meremas rok yang dia pakai, berharap jika dia hanya salah dengar saja.

"Maksud Mas?"

Gevin setengah memutar tubuhnya untuk menghadap Zaina. Dia simpan foto yang dia pegang di atas meja, lalu dia meraih tangan Zaina dan menggenggamnya dengan lembut.

"Kita menikah bukan karena cinta, Zaina. Jadi kita lakukan saja sandiwara pernikahan di depan orang tau kita. Bersikap seolah kita sangat bahagia dengan pernikahan ini. Kamu mengerti 'kan maksud aku?"

Zaina mendongakan wajahnya, menahan air mata yang siap meluncur begitu saja dari matanya. Zaina tidak ingin terlihat sangat menyedihkan karena dia yang mencintai suaminya, namun suaminya malah menjadikan pernikahan ini sebagai sandiwara semata.

"Aku mengerti Mas, tapi kenapa? Kita sudah menikah dengan resmi"

"Ya, aku tahu. Tapi aku masih belum bisa mencintai siapapun lagi setelah Lolyta. Maaf Zaina, jika aku telah melibatkan kamu dalam masalah hidupku ini. Tapi aku benar-benar tidak akan bisa menjalani pernikahan seperti kebanyakan orang, karena aku tidak mencintaimu"

Deg..

Hunjaman besar yang menusuk langsung di relung hatinya. Tidak pernah menyangka jika di malam pertamanya ini malah menjadi malam yang menyakitkan bagi Zaina.

Tanpa sadar dan tidak bisa di tahan lagi, air matanya menetes begitu saja. Melihat Zaina yang menangis, membuat Gevin semakin merasa bersalah. Dia mengusap air mata Zaina.

"Maafkan aku Za, tapi kalau memang kamu tidak akan kuat dan tahan dengan situasi ini. Kamu boleh minta cerai saja padaku. Aku tidak papa"

Malam pertama pernikahan mereka, namun suaminya malah mengatakan kata cerai. Apa memang seperti ini kisah Zaina, yang mencintai Gevin sejak dulu. Dan ketika dia bisa menikah dengannya, malah harus menerima kenyataan yang begitu pahit.

Zaina menggeleng pelan, dia mengusap bawah matanya untuk menghilangkan sisa air matanya. "Tidak papa Mas, aku bisa kok jika harus bersandiwara di depan orang tua kita. Asalkan aku minta satu syarat saja padamu, apa boleh?"

Gevin langsung mengangguk, tentu saja dia akan memperbolehkan Zaina mengajukan sebuah syarat. Karena dirinya sudah menghancurkan hidup seorang gadis dengan sebuah pernikahan yang seperti ini.

"Kita memang menikah tanpa cinta dan hanya melakukan sandiwara pernikahan. Tapi aku minta, kita jangan tidur terpisah. Tetap di satu kamar yang sama, karena jika tiba-tiba orang tua kita datang dan mengetahui jika kita tidur di kamar yang terpisah, tentunya tidak akan melancarkan sandiwara kita ini"

Setidaknya dengan seperti ini, aku bisa lebih dekat dengan suamiku. Berharap suatu saat nanti dia bisa melihat aku dan menyadari cintaku.

Gevin berpikir sejenak, tapi apa yang di ucapkan oleh Zaina barusan memang ada benarnya juga. "Baikalah, aku bisa tidur di sofa dan kamu di tempat tidur. Yang penting kita tidur di kamar yang sama"

Zaina tersenyum miris mendengarnya, saking tidak maunya Gevin menyentuh dia sampai Gevin lebih memilih untuk tidur di sofa. Namun Zaina juga tidak bisa melakukan apapun, bisa untuk tetap tidur satu kamar saja sudah sangat bersyukur. Meski tidak tidur satu ranjang.

Dan malam ini sandiwara mereka di mulai, keduanya turun untuk makan malam. Menuruni anak tangga dengan Gevin yang merangkul pinggang Zaina. Tentu saja hal itu membuat Zaina sangat berdebar, namun dia tetap terlihat bisa saja.

Ingat Zaina, dia hanya sedang bersandiwara.

"Wah pengantin baru lengket banget nih" goda Genara sambil terkekeh pelan di akhir kalimatnya.

Zaina hanya tersenyum, meski hatinya benar-benar terluka dengan semua ini. Ada luka yang menganga lebar, namun sama sekali tidak mengeluarkan darah. Sakitnya yang luar biasa.

Gevin menarik kursi untuk istrinya, dia benar-benar memerankan perannya dengan sangat baik. "Silahkan duduk Sayang"

Deg...

Lagi-lagi Zaina tidak bisa menahan diri untuk tidak berdebar. Apalagi ketika Gevin yang memanggilnya Sayang. Sungguh sebuah panggilan yang tidak pernah Zaina sangka akan dia dengar dari Gevin.

"Te-terima kasih"

Vania tersenyum melihat anaknya yang terlihat begitu bahagia dengan pernikahan ini. "Ayo makan Za, kamu harus isi amunisi dulu sebelum nanti malam tenaga kamu akan terkuras habis"

Zaina hanya tersenyum, dia tidak polos dan tentu mengerti apa yang di maksud oleh Ibu mertuanya itu. Namun Zaina sadar jika hal itu tidak mungkin terjadi. Karna Gevin sendiri yang sudah mengatakan jika pernikahan ini hanya sebuah sandiwara.

Zaina mengambilkan makanan untuk suaminya, dia juga sedang memerankan seorang istri yang baik dan begitu bahagia dengan pernikahan ini.

"Terima kasih Sayang"

"I-iya"

Semua orang tidak akan tahu jika pernikahan mereka ini hanya sebuah keterpaksaan dan sebuah sandiwara. Karena Gevin yang bisa begitu natural memerankan peran suami yang mencintai istrinya ini.

"Oh ya, Papa sudah siapkan tiket honeymoon untuk kalan"

Uhuk..uhuk..

Zaina langsung terbatuk-batuk ketika mendengar ucapan Papa Gara barusan. Honeymoon? Bagaimana mungkin? Pernikahan mereka ini hanya sebuah sandiwara pernikahan.

"Sayang, pelan-pelan dong makannya ah" Gevin langsung menyodorkan minum pada Zaina yang tersedak karena kaget dengan ucapan Papanya.

"I-iya, terima kasih Mas"

"Ciee,, Dipanggil Mas nih" goda Genara dengan kekehan kecil.

"Aku terserah Papa saja, sebenarnya aku juga sudah merencanakan untuk honeymoon kami. Tapi karena Papa sudah menyiapkan, tentu saja aku senang. Jadi tidak keluar uang sendiri 'kan"

"Kamu ini"

Zaina hanya diam dan fokus dengan makanannya. Mendengar ucapan Gevin dan Papa Gara, benar-benar membuat Zaina bingung. Memikirkan bagaimana nanti saat dia menjalani bulan madu dengan suaminya yang hanya menjadi sandiwara pernikahan saja.

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!