Pagi hari yang sejuk. Di mana ada seorang gadis yang masih terlelap tanpa terusik keributan di luar kosannya.
Bruk!
"Aw," ringis gadis itu di saat dirinya terjatuh dari atas tempat tidurnya.
"Sialan banget, padahal lagi mimpi nikah sama om duda banyak duitnya," gerutunya sambil berusaha berdiri.
Dia merai ponselnya yang berada di atas nakas berniat melihat jam. Seketika dia membulat sempurna saat melihat jam sudah pukul 7.23 WIB pagi hari, hari ini dia ada kuliah pagi.
Dia pun tergesa-gesa berlari ke kamar. Saking Terburu-burunya dia jadi bingung letak kamar mandi di mana.
"Astaga, di sana. " Dia buru-buru memasuki kamar mandi dan segera membersihkan diri.
"Aduh, lupa lagi hari ini ada kuliah pagi jangan sampai dapat teguran dari dosen," gumamnya mengingkat rambut, memakai sepatu dan tak lupa memasukan buku-buku yang dia perlukan ke dalam tas ranselnya.
Dia menarik tas ranselnya keluar dari kamar kosannya.
Baru berbalik badan dia sudah di kejutkan oleh seseorang yang selalu dia hindari. Siapa lagi kalau bukan Bu kos.
Gadis itu menggaruk belakang kepalanya yang tak merasa gatal.
"Bu, besok deh Bu saya belum gajian soalnya," ujar Gracel membujuk.
Bu kos itu melipat tangannya di depan dada sambil menatap Gracel, Gracel yang di tatap merasa suasana menjadi horor.
"Kau, sudah 2-bulan menunggang!"
"Ya Bu, besok baru saya bayar please Bu." Gracel memohon pada Ibu kos.
"Ok, saya kasih kamu waktu sampai minggu yang akan datang, kalau masih belum membayar uang kos bulan ini dan bulan lalu. Terpaksa saya akan membuat mu angkat kaki keluar dari kosan saya!" tekan Bu kos.
Gracel mengangguk cepat. "Siap Bu, saya akan berusaha membayar kosan sebelum minggu mendatang," ujar Gracel.
Ibu kos itu berdehem lalu pergi dari sana membuat Gracel bernafas lega. Dia pun buru-buru pergi, jangan sampai dia ketinggalan bus.
Dia ngos-ngosan karena berlari ke arah halte untuk menunggu bus.
Dia melihat jam sudah pukul 9.35 WIB. kali ini dia benar-benar ketinggalan jam kuliah pertama dan terpaksa mengikut jam kuliah kedua. Dia harus menanggung akibatnya besok, entah apa yang akan di lakukan dosenya kepadanya.
"Gini amat hidup gue. Tuhan turunkan lah duda spek song jung ki kepada ku," ujarnya ambigu.
Dia terus saja mendengus di saat lelah menunggu bus yang tak kunjung datang.
"Ini gue nunggu bus kaya nunggu dia aja deh, lama menunggu yang tak pasti," gumamnya. "Eh, tapi dia siapa?" tanyanya sendiri.
"Gue aja lama nunggu, Jeno, untuk datang melamarku."
Dia kembali melihat jam yang berada di ponselnya sudah jam 9.56 WIB. Gadis itu bedecak kesal.
"Benar, percuma gue datang ke kampus kalau jam segini! Ngikutin jam kedua pun kalau bus tak kunjung datang, akan kelewat."
Akhirnya sekian lama menunggu bus pun datang, banyak orang yang masuk menduluanginya naik ke atas bus, bahkan ada yang mendorongnya membuatnya berdecak kesal.
Saat hendak menaiki bus, tiba-tiba sebuah tangan kecil memegang pergelangan tangannya membuat Gracel menoleh sekilas. Dia kira bocah itu ingin ikutan masuk, dia pun menggendongnya ke dalam bus.
Orang saling mendorong di atas bus sehingga dirinya hampir saja terjungkal bersama dengan bocah yang dia gendong saat ini.
"Sialan,"umpatnya mendudukan anak kecil itu di kursi penumpang.
"Mana orang tua mu?" tanya Gracel.
Anak itu menggeleng. "Kamu Mommy ku," sahut anak kecil itu, sedikit keras membuat Gracel membulatkan mata dan cepat-cepat membungkam mulutnya.
"Saya bukan Mommy mu bocah. Jangan sembarangan memanggil seseorang sebagai Mommy," pesan Gracel.
Anak itu kembali menggeleng. "Kamu benar Mommy ku! Kata Daddy Mommy itu cantik, kamu cantik berarti kamu Mommy ku!"
Gracel mengoyel pipi bocah di depannya. "Bukan cuma saya aja yang cantik, banyak wanita di luar sana yang cantik! Aku bukan Mommy yang di maksud Daddy mu itu," jelas Gracel.
Anak kecil itu selalu saja mengekor di belakang Gracel membuat gadis itu merasa kesal karena bocah tersebut memanggilnya Mommy terus-terusan.
"Mommy."
Gracel merentangkan kakinya ke tanah dan menoleh ke belakang. "Berapa kali ku katakan, saya bukan Mommy mu!" tegas Gracel kesal.
"Kau Mommy ku!" Anak kecil itu ikutan tegas.
"Bapak mu di mana sih? Kok dia gak nyari anaknya ini," gumamnya berjongkok.
"El, gak punya Bapak," jawab anak itu.
"Ha?"
"El, punyanya Daddy gak punya Bapak."
Gracel memutar bola matanya jengah. "Sama aja bambang," gumamnya.
Entah apa yang telah dia perbuat sehingga di pertemu oleh anak di depannya.
"Siapa, nama mu?" tanya Gracel.
"Xaviel panggil aja El," jawabnya.
"Ok, Xavie," ujar Gracel.
"El, Mommy!"
"Maunya Xavie gimana dong?" tanya Gracel meledek.
"Yaudah gak papa, itu nama panggilan kusus Mommy untuk El, ya Mommy?"
Lagi-lagi Gracel memutar bola matanya dengan jengah. Dia memperhatikan Xaviel kaki sampai kepala, dia yakin anak ini, anak orang elit.
"Xavie, tau rumahnya di mana?" tanya Gracel lagi.
"Tau! Tapi El lapar jadi Mommy harus beri anak mu ini makan." Xavie melompat kegendoangan Gracel.
"Anjir, gue jadi mak dalam satu hari," batinnya. "Tuhan, gue mintanya duda spek song jong ki bukan anak tengil ini," lanjutnya.
Mereka pun berjalan kaki mencari warung makan, Gracel menggendong belakang Xaviel dengan enteng.
"El, mau makan di sana Mommy...," tunjuknya pada Café yang membuat Gracel membulat sempurna, uang buat makan ayam lalapan aja kadang mikir dia.
"Gak, makan di warung aja!"
"Gak, El maunya di sana! Daddy selalu mengajakku makan di tempat seperti itu!" tekan Xaviel.
"Itukan Daddy mu, kalau saya gak punya duit! Kalau ingin makan di sana kau pulanglah, kasih tau alamat rumah mu akan ku bawa kau pulang," ujar Gracel merasa pegal menggendong anak itu jadi dia menurunkannya dari gendongan.
"Gak mau Mommy, El lapar. "Xaviel memperlihatkan wajah gemassnya pada gadis itu.
Gracel menggigit bibir bawahnya, jujur anak yang ada di depannya sangatlah gemas dia jadi gak tahan menolak permintaanya.
"Di Café bisa ngutang gak sih?" tanya Gracel bergumam.
"Kita makan di sana aja, gak kalah enak kok mau gak?"
"Gak enak."
"Enak, saya selalu makan di sana enak banget gak ada bedanya sama yang ini...," tunjuk Gracel ke Café.
Akhirnya Xaviel mengangguk. "Yaudah kita makan di sana aja, Mommy," ujar Xaviel.
Gracel pun mengandeng tangan bocah itu masuk ke dalam warung kecil.
Dia mendudukannya di kursi.
"Tunggu di sini, akan ku pesan kan," peringat Gracel membuat Xaviel hanya mengangguk.
Beberapa saat, Gracel pun kembali ke tempat di mana dia menyuruh Xaviel duduk.
"Mommy, kok tempatnya kecil ya? Emang nanti makanannya enak?" tanyanya.
Gracel mengangguk, dia sangat merasa kesal kalau sebutan Mommy terus saja keluar dari mulutnya.
Karena anak itu dia absen sehari tak masuk kampus.
Gracel merengok isi tas ranselnya dan menemukan dua puluh ribu.
"Aduh ini uang untuk makan gue nanti, tapi kasian juga nih anak kalau gak makan," ujarnya dalam hati.
Dia hanya memesan tempe dan tahu beserta nasinya jadi total lima belas ribu, lebihnya dia akan membelikan laut untuknya juga nanti.
"Ayo, makan," pinta Gracel saat makanan sudah datang.
"Ini, apa Mommy?" tanya Xaviel pada tempe dan tahu yang ada di atas piring.
"Itu tempe dan tahu!" jawabnya. "Gini amat mungut anak orang kaya, tempe dan tahu aja gak pernah lihat," lanjutnya dalam hati.
Gracel melirik ke samping di mana bocah itu belum memakan-makanannya.
"Ada apa?"
Xaviel menoleh ke arah Gracel lalu menggeleng. "El, gak tau cara makannya gimana," jawabnya.
Gracel menghela nafas, dia mengambil piring berisi tempe dan tahu beserta nasi tersebut.
"Ayo buka mulut!" pintanya, Xaviel pun hanya menurut.
"Enak kan?" tanya Gracel terlihat ragu.
Xaviel mengunyah sampai habis lalu mengangguk. "Enak, Mommy!"
Sudah sore, dan Gracel akan mengantar anak kecil ini pulang ke rumahnya.
"Mommy kita naik taksi aja, lama nih nunggu busnya datang, El mau ketemu Daddy pasti dia sudah pulang kerja," sahut Xaviel yang duduk di pangkuan Gracel.
"Gak punya uang," balas Gracel singkat.
"Nanti di bayarin Daddy saat sampai di rumah," ujar Xaviel.
"Nih ada genius banget dah," batin Gracel, dia merongok saku dan mengambil ponselnya.
"Coba katakan Alamat rumah mu," pinta Gracel, Xaviel pun menyebut Alamat rumahnya.
Mereka pun menunggu taksi datang. Dan tak lama taksi tersebut datang mereka pun menaikinya.
"Mommy, El punya coklat. Mommy mau?" tanya anak kecil itu.
"Mana?"
Xaviel membuka tas ransel kecilnya dan mengeluarkan sebungkus coklat, dia memberikannya pada Gracel.
Beberapa saat kemudian mereka sudah sampai di Alamat yang telah di sebutkan tadi oleh Xaviel.
"Paman, tunggu bental ya!" pinta Xaviel turun dari taksi.
Gracel membalalak melihat rumah yang di depannya, bukan rumah melainkan sebuah mansion, benar-benar mewah.
"Ck, Xavie kita gak salah Alamat ini?" tanya Gracel mendongak ke bawah.
"Benar, Mommy ini rumahku dan Daddy," jawab Xaviel.
Xaviel sedikit berlari ke arah Boygrup yang menjaga di depan gerbang mansion tersebut.
"Den El," panggil boygrup tersebut. "Akhirnya Den pulang."
"Paman boleh pinjam uangnya?" tanya Xaviel merentangkan tangannya.
Boygrup yang bingung hanya merongok saku celananya mengeluarkan sebuah dompet.
Belum sempat membuka dompet, Xaviel merebutnya dan berlari kembali ke arah Gracel dan pengendara taksi.
Xaviel memberikan dompet itu pada Gracel.
"Bayar Mommy, baru kita masuk!"
Gracel hanya mengambil selembar uang lima puluh ribu dan memberikannya pada mas taksi.
"Nah, kembali ke pada paman itu!" pinta Gracel, Xaviel pun hanya menurut.
"Ini paman dompernya, nanti minta gantian sama Daddy aja," ujar anak itu.
Boygrup tersebut mengambil dompetnya kembali dan menatap Gracel.
"Dia, siapa Den?" tanya Boygrup itu.
"Ini Mommy El! El mau memperkenalkannya pada Daddy," jawab Xaviel kembali menarik tangan Gracel.
"Eh, saya sudah antar Xaviel pulang, jadi biarin Mo-mmy pulang ya!" bujuk Gracel.
Xaviel menggeleng. "Mommy harus kenalan dengan Daddy!" tegas Xaviel tetap menarik tangan Gracel.
Gracel hanya bisa pasrah dan mengikuti Xaviel.
"Tuan, tenanglah, Den, pastikan akan di temukan," ujar satu boygrup.
"Maksud lo, gue harus santai di saat anak gue gak balik-balik? Lo pada gak becus sialan. Menjaga satu bocah aja gak bisa."
"Daddy," teriak Xaviel memeluk pinggang Daddynya yang sedang di leputi amarah karena tidak mendapati putra kesayangannya setelah pulang kerja.
Ravendra langsung menggendong putranya dan memeluknya. "Kamu dari mana sih? Kamu bikin Daddy khawatir gak!" omel Ravendra.
"Tadi pas beli eskrim aku lihat Mommy jadi aku semperin, lupa ngasih tau paman Marro," jawab Xaviel.
"Mommy?"
Xaviel mengangguk. "Itu...," tunjuk Xaviel pada Gracel yang hanya diam. "Dia cantik, dia Mommy El."
Xaviel turun dari gendongan Ravendra dan berlari kecil ke arah Gracel yang mematung.
"Mommy, ayo," ajak Xavier sehingga lamunan Gracel buyar.
Dia tersenyum kaku dan mengikuti Xaviel.
Revandra menatap Gracel atas sampai bawah.
"Dia bukan Mommy mu, Mommy sudah ada di tempat yang indah," ujar Revandra berjongkok di depan sang anak.
"Kata Daddy, Mommy El cantik, dia cantik berarti dia Mommy El!" balas Xaviel menatap Gracel.
Gracel ikut berjongkok mengsejejerkan dirinya dan anak itu.
"Gak semua wanita cantik itu, Mommynya Xavie," jelas Gracel. "Kakak bukan Mommynya Xavie."
Xaviel menggeleng. "Kau Mommy ku!" tekan Xaviel menangis, membuat kedua orang dewasa tersebut panik.
"Tap-" Gracel belum selesai merucap Revandra sudah menggendong tubuh kecil itu.
"Yaudah, dia adalah Mommy mu ok? Kau bisa memangginya Mommy," bujuk Revandra melap air mata putranya.
Gracel seketika melotot ke arah pria yang ada di depannya.
"Mommy akan tidur bersama ku?" tanya Xaviel membuat gadis itu membulat.
"B-ukan, maksudnya Mommy gak bisa, soalnya Mommy mu akan pulang," ujar Revandra.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!