NovelToon NovelToon

GuruKu, BojoKu

Bab 01, Pak Guru Baru

Sebuah kaki berdiri tegap di tengah -tengah jalan dengan tatapan memandangi sebuah gapura pintu masuk ke sebuah desa bernama, desa kuncup mekar.

Desa ini diampit oleh dua bukit tebing yang menjulang tinggi, dan hamparan hutan yang masih terjaga keasriannya.

Anjaz Anggara, adalah seorang pria berusia 25 tahun kelulusan di bidang seni lukis dan dan musik (piano) dan juga bela diri. Anjaz sendiri bertekad mendedikasikan diri untuk menjadi guru di desa tersebut sebab, persaingan di kota cukuplah sulit dan sengit.

Anjaz sendiri akan mengajar sebuah pelajaran seni dan juga olah raga di sebuah sekolah SMA negeri Pahar yang ada di desa tersebut.

SMA ini sendiri baru di renovasi agar menjadi sekolah favorit di desa tersebut. Sekolah SMA di desa tersebut hanya ada satu dan sekolah swasta tidak di izinkan di desa tersebut.

Meskipun sekolah ini terlihat ada di sebuah desa, namun desa ini tidak terlihat terkucilkan, justru desa ini cukup maju dengan asriannya yang masih terjaga.

Anjaz dengan yakin masuk ke desa tersebut dan bertekad akan mendedikasikan diri untuk menjadi guru dan mencari rezeki di desa tersebut.

Guru muda dan tampan langsung menggemparkan sekolah SMA Negeri Pahar. Banyak siswi yang kepo dengan guru baru mereka.

Ketika Anjaz berjalan percaya diri di koridor sekolah, semua murid menatapnya dengan terkagum-kagum. Di sekolah, hampir tidak pernah ada guru muda dan tampan setampan Anjaz. Jika ada guru muda, itu pun kebanyakan guru wanita yang selalu di idolakan siswa pria di sekolah.

Anjaz bener-benar merasa bangga karena ia menjadi pusat perhatian di sekolah tersebut. Jalan pun ia menegakan kepalanya karena kali ini ia merasa sangat keren sekali.

Sampai pada akhirnya, Anjaz tidak sengaja menginjak kulit pisang yang ada di lantai, alhasil, Anjaz pun terpeleset.

Ketika akan terjatuh, Anjaz dengan spontan mencari pegangan, namun hasilnya, ia malah menarik rambut seorang siswa wanita yang sedang berjalan sambil berlari-lari kaya anak kecil yang sedang berpapasan dengannya.

"ASYUUUUU!" teriak siswi itu ketika rambut di jambak oleh Anjaz.

BRUAK! suara jatuh.

"AW, ya ampun, sakit pak kepalaku mbok tarik-tarik sampe jatuh kaya gini!" keluh siswa yang bernama Monika Ayu, atau sering di sapa Menik di desa tersebut.

"Maaf-maaf, aku kepleset tadi. Ini, ini siapa yang menaruh kulit pisang di sini!" ujar Anjaz bertanya kepada siswa dan siswi yang ada di sekelilingnya.

Semua siswa dan siswi yang mendekat pun menggelengkan kepalanya tidak tahu.

Melihat muridnya tidak yang mau mengaku, Anjaz pun hanya bisa menghela nafas, sabar.

"Anak-anak, kalian harus membuang sampah pada tempatnya, agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi, apa kalian mengerti!?" ujar Anjaz memberi peringatan.

Semua murid pun mengangguk bersamaan tanpa mengeluarkan suara membuat Anjaz merasa mati kutu dan canggung.

Namun, pikirannya pun teralihkan pada siswi yang tadi rambutnya ke tarik olehnya. Anjaz ingat kata-kata yang keluar dari mulut siswi ini ketika rambutnya di ketarik.

"Kamu!" Anjaz menunjuk Menik.

"Iya, pak? bapak mau menggantikan pisang ku yang jatuh?" tanya Menik dengan polosnya.

Anjaz pun baru menyadari jika Menik sedang membawa kulit pisang di tangannya, dan memang ada pisang yang jatuh ke lantai. Karena terlalu syok, Anjaz pun tidak memperhatikan dengan seksama.

"Kamu!? jadi kamu yang buang kulit pisang sembarangan?" tanya Anjaz kesal.

Murid-murid lainnya hanya bisa diam menyaksikan pak Anjaz berdebat dengan Menik, sang ratu bar-bar di sekolah.

"Kulitnya gak aku buang, pak! tapi pisang ku yang jatoh gara-gara bapak, kok malah nyalahin Menik, gimana to bapak ini!?" sahut Menik.

"Ya aku jatuh itu gara-gara kamu buang kulit pisang ini, kalo kamu gak buang kulit pisang ini, aku tidak akan terjatuh dan menarik rambutmu!" jelas Anjaz.

"Loh loh loh... udah tak bilang, kulitnya gak jatuh pak, yang jatuh itu pisangnya!" elak Menik tetap ngeyel.

"Orang kamu yang makan pisang di sini, kamu tetap ngeyel ya gak mau ngaku!" ujar Anjaz mulai kesal dengan Menik.

Menik pun mengambil kulit pisang yang Anjaz injak dan membandingkannya dengan kulit pisang iya pegang.

"Ini loh pak kalo gak percaya, kulit pisangnya ada dua, satu di tanganku satunya lagi yang bapak injak. Mosok pisang 1 kulitnya dua, satunya kulit pisangnya siapa teros!?" tanya Menik menjelaskan.

"Menik, paling kulit pisang bapaknya itu looo..." Salah satu siswi mencoba menggoda pak Anjaz.

"HAHAHHAHAA...!" suara gemuruh ketawa pun terdengar meriah membuat wajah Anjaz langsung memerah.

"Cie.. Cie.. pisang bapak masih aman ndak tuh!? bapak masih punya hutang pisang loh sama Menik," goda Menik membuat Anjaz semakin memerah.

"HEY! ADA APA INI!" teriakan kepala sekolah membuat para murid langsung menghamburkan diri dan masuk ke dalam kelas mereka masing-masing.

Hanya tersisa pak Anjaz yang berdiri dengan wajah kesal memerah namun tetap ia berusaha untuk tenang.

"Pak Anjaz, apakah anak-anak membuat ulah?" tanya kepala sekolah.

"Tidak pak, hanya salah paham sedikit," jawab pak Anjaz tersenyum.

"Itu tadi adalah Menik, sebenarnya nama aslinya bagus, Monika Ayu, tapi karena sikapnya yang terlalu bar-bar, warga sini memanggilnya dengan sebutan Menik. Dia selalu buat onar dengan tingkahnya, tapi sebenarnya dia anak yang baik dan rajin," jelas pak kepala sekolah menjelaskan.

Pak Anjaz pun hanya tersenyum dan mengangguk mengerti.

"Iya, pak, namanya juga anak-anak, kita harus memakluminya," ujar Anjaz.

"Semoga bapak Anjaz betah mengajar di sini, ya. Semoga pak Anjaz juga bisa menjadi guru tetap di sini selamanya," ujar kepala sekolah menyemangati Anjaz.

Anjaz pun berjalan ke kantor para guru setelah berbincang-bincang dengan kepada sekolah. Terlihat guru-guru menyapanya dengan ramah.

"Pak Anjaz, selamat bergabung dengan kami ya, senang bertemu dan berkerjasama dengan bapak," ujar guru lainnya.

"Terima kasih semuanya, mohon bimbingannya untuk mengajar di sekolah ini," ujar Anjaz menyapa ramah.

Setelah perkenalan dengan para guru-guru, akhirnya Anjaz di beri tahu jelas pertama yang akan ia ajari.

Itu adalah kelas 3 C, kelas di mana Menik dan para kawakannya bersemayam.

"Selamat pagi anak-anak," sapa Anjaz ketika masuk ke dalam kelas 3 C.

"Pagi pak...!" seru murid-murid dengan antusias.

"Sebelumnya, saya ingin memperkenalkan diri sebagai guru baru di sekolah ini. Perkenalkan, saya adalah Anjaz Anggara, usia 25 tahun, saya akan mengajar pelajaran seni dan juga olah raga. Apakah ada yang ingin kalian pertanyakan?" ujar Anjaz.

Seorang murid pun menunjukkan tangan, ia adalah Menik.

"Pak, apakah bapak sudah punya istri atau anak?" tanya Menik.

"HUUUUUUUUUU....!" Murid-murid lainnya bersorak dengan pertanyaan Menik untuk sekedar bergurau.

"Sudah-sudah, tidak apa-apa, saya akan menjawab, saya jomblo, belum punya istri apalagi anak," jawab pak Anjaz membuat semua murid wanita bersorak kegirangan.

Hanya Menik yang tersenyum kalem dan menatap pak Anjaz dengan tajam.

Anjaz yang merasa di tatap dengan Menik pun langsung menggelengkan kepalanya usai Menik mengedipkan matanya padanya dengan singkat.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Jangan lupa dukung author dengan like dan komen ya ... Biar authornya semangat up up dan up :)

Bab 02, Meledeki pak Guru

Anak-anak murid kelas 3 C kini sudah bersiap untuk melakukan pelajaran praktek olah raga basket.

Sekolah yang baru saja renovasi besar-besaran, juga mendapatkan fasilitas tempat untuk bermain basket.

"Pak, kita mau olah raga basket, ya? Tapi kita belum pernah main basket loh, pak!" tanya murid bernama Menik.

"Iya, kita mulai sekarang akan melakukan olah raga basket, jadi kalian harus perhatikan bapak agar paham. Bermain basket bukan hanya sekedar merebut bola dari lawan, namun kalian juga harus memiliki taktik agar dapat menjaga bola dan juga memasukkannya ke dalam ring, ingat, jika di rasa kurang sampai, kalian jangan ragu-ragu melompat agar bola masuk dengan sempurna ke dalam ring seperti ini."

Pak Anjaz pun melompat dan mempraktekkan gayanya saat memasukan bola.

Usai mempraktekan, pak Anjaz pun menggoyangkan kepalanya agar rambut yang menutupi wajahnya menyingkir. Sebab, rambut pak Anjaz ini bergaya ala-ala oppa-oppa Korea.

"WAAAW!" beberapa murid pun bersorak dan bertepuk tangan..

Anjaz pun tersenyum dalam hati, merasa jika dirinya sangat keren sekali.

Namun, tiba-tiba saja suara Menik membuat tersipu.

"Walaaaaaaah, paaaak! Kalo aku yang lompat, susuku yo mendal-mendal!" ujar Menik membuat semua murid lainnya tertawa.

"HAHAHAHAHA....!"

"HAHAHAHAHA...!"

"HAHAHAHAHA...!"

"Menik! makannya pakek kutang, ben gak mendal-mendal susune!" sahut seorang pria dari sebelahnya.

"Wes, Yoo.. aku Lo pakek kutang si Mbah, agak kendor memang, hehehe!" sahut Menik dengan PD-nya.

"HUAAHAHAHAHA!" suara tawa murid lainnya menggelegar, membuat pak Anjaz tidak bisa berkata-kata.

"Sudah-sudah! kalian ini bicara apa. Menik, jaga bicaramu dan jangan mengatakan hal sensitif di sini. Kita hanya akan belajar pemanasan dan melatih tangan untuk melempar bola agar terbiasa. Kita belum akan langsung bertarung!" jelas pak Anjaz sekaligus memperingati Menik.

Menik tanpa merasa bersalah pun langsung berdiri.

"Nah, setuju pak, teman-teman ku itu memang otaknya suka pada ngeres Yo, pak! jadi gak usah di dengar. Ayo, Pak, ajari aku lempar bola, aku yang pertama, Yo?" ujar Menik yang langsung berjalan mendekati pak Anjaz.

Pak Anjaz pun hanya bisa kembali menggelengkan kepalanya. Mengajar kelas SMA memang harus sedikit sabar dan lebih harus telaten. Murid-murid di kelas ini memang sedikit sulit untuk di taklukkan untuk menuruti kemauan sang guru.

"Pak, ayo ajari ini tangannya harus kaya mana?" ujar Menik meminta untuk tuntun oleh pak Anjaz.

Pak Anjaz pun tidak ada pilihan lain selain harus memegang tangan Menik dan menuntunnya agar dapat memasukan bola dengan benar.

Pak Anjaz berusaha untuk profesional dengan pekerjaannya meskipun hal ini sangatlah menggoda iman.

Tubuh seorang siswi SMA sudah sangat sempurna untuk seorang gadis. Jelas beberapa tempat sudah mulai membentuk kesempurnaan untuk di pandang indah oleh mata.

Namun Menik sama sekali tidak rikuh atau pun malu, sebab ia di dalam otaknya, ia hanya benar-benar ingin belajar dengan giat.

Sekali lempar,

"HOREEE! Kita berhasil, Pak!" seru Menik bersemangat.

"Di ingat-ingat tangannya tadi harus bagaimana Menik, bapak tidak akan mengajari mu ke dua kali. Perhatikan teman-teman yang lainnya juga agar terus paham," ujar Pak Anjaz menjelaskan.

"Asyiap, Pak!" sahut Menik yang kembali duduk di pinggir lapangan di mana teman-teman menunggu untuk namanya di panggil.

Ketika Pak Anjaz memanggil murid satu persatu untuk praktek, Eka teman dekat Menik pun membisikan sesuatu kepada Menik.

"Menik, gimana rasanya tadi di peluk sama pak Anjaz?" tanya Eka.

"Aku gak di peluk, Yo ... Kaaa! Aku tadi cuma di ajarin gimana caranya megang bola yang bener, ngawur mulutmu nek ngomong," jelas Menik.

"Sama aja to, tetap aja tadi di peluk dari belakang. Aaa ... aku jadi gak sabar giliranku," ujar Eka dengan senyum-senyum gak jelas bak cabe-cabean.

"Tapi emang wangi tenan pak Anjaz iki, Ka. Gak koyo pak Wari, bau minyak urang-aring. Ckckck!" Menik cekikikan menertawai pembicaraan yang mereka bahas.

"Bener kamu, Nik. Untung aja guru penjas kita bukan Pak Wari. Ckckck!" sahut Eka.

Pak Wari adalah guru matematika. Berpawakan pendek, sedikit hitam, bibir tebal dengan perutnya yang buncit dan kumis yang tebal, juga rambutnya yang belah tengah dengan aroma minyak urang-aring.

Bisa di bayangkan betapa bersemangatnya murid-murid ketika pelajaran Matematika ini di mulai. Murid-murid sangat bersemangat untuk bolos masal pada saat mata pelajaran ini.

Setelah jam sekolah berakhir, Menik dan Eka pun berjalan untuk pulang. Kebanyakan, anak-anak yang sekolah di desa itu berjalan kaki. Jika rumah mereka sedikit jauh, maka meraka akan menggunakan sepeda.

Menik dan Eka pulang paling akhir karena mereka harus membereskan kelas, sebab besok mereka ada piket kelas. Biar gak kelabakan di esok paginya, jadi mereka membereskan kelas saat pulang sekolah.

Ketika akan keluar gerbang, tiba-tiba saja Menik melihat jika Pak Anjaz baru saja keluar dari kantor guru dan berjalan pulang.

"Ka, itu pak Anjaz kan? Dia jalan?" tanya Menik.

"Kayaknya iya, dia gak motor ataupun sepeda," jawab Eka.

"Ka, kita tunggu di sini, kapan lagi kita bisa pulang pak guru, wkwkwkwk!" ujar Menik menarik Eka untuk berdiri di samping gerbang untuk menunggu Pak Anjaz.

Ketika pak Anjaz keluar gerbang, Menik pun langsung menyapanya.

"Hay, Pak Anjaz. Pak Anjaz mau pulang?" sapa Menik..

"Loh, kalian belum pulang?" tanya Pak Anjaz kaget.

"Hehehe.. iya pak, kami tadi piket dulu," jelas Eka..

"Oh begitu. Lah kalian pulang ke arah mana?" tanya Pak Anjaz.

"Ngetan, Pak!" sahut Menik.

Pak Anjaz mengerutkan keningnya tidak mengerti.

"Sana Lo, pak, ke arah timur," ucap Eka menjelaskan.

"Oh, sama kalo begitu, ayo kita pulang bareng saja," ujar Pak Anjaz.

"Ayo, Pak!" sahut Menik dan Eka bersemangat.

Ketika baru berjalan 2 langkah, tiba-tiba suara klakson berbunyi.

TIN

TIN

"Pak Anjaz jalan?" tanya buk Santi, guru bahasa Indonesia.

"Oh, iya buk Santi, saya jalan," jawab pak Anjaz.

"Mau bareng, Pak? Saya bisa antar," tawar buk Santi.

"Loh, rumah buk santi kan arahnya ke sana," sahut Menik menunjukan jalan yang berlawanan arah.

Buk Santi pun langsung terlihat kesal dengan sahutan Menik. Namun ia mencoba untuk tetap tersenyum.

"Iya gak papa, Menik. Sesama kita harus saling membantu, lagian putar baliknya gak terlalu jauh kok," jawab Buk Santi.

"Kalo begitu, buk Santi anterin aku aja, yo? Kebetulan, kaki ku capek tenan mau jalan," sahut Menik kembali membuat buk Santi benar-benar merasa sangat kesal.

Buk Santi pun terasa kebakaran jiwa mendengar Menik yang sedari menganggu dirinya untuk PDKT dengan pak Anjaz.

"Ya sudah buk Santi, buk Santi bisa antar Menik saja sama Eka. Saya biar jalan saja," ujar Pak Anjaz mencoba untuk membujuk buk Santi.

"Hehehehe...!" buk Santi pun tersenyum kikuk, ia ingin mencari alasan untuk menolak Menik.

Sangat kebetulan, tiba-tiba saja ponsel Buk Santi berdering. Membuat Buk Santai bisa mencari alasan.

"Aduh, ini ibuku telpon, seperti aku harus cepat-cepat pulang. Menik, maaf ya, ibu belum bisa antar kamu sekarang. Lain kali kita bareng ya," ujar Ibu Santi dengan buru-buru berpamitan dan pergi.

Ketika motor buk Santi menjauh, Menik pun mendengus kesal.

"Huuuuuu.... katanya putar baliknya gak jauh, gitu kok alasan mamakne telpon!" ujar Menik menggerutu.

"Menik, buk Santi iku suka sama pak Anjaz," jelas Eka menggoda pak Anjaz yang sedari nyimak.

"Kalian ini bicara apa. Saya ini guru baru, baru sehari ngajar di sini, tapi kalian ini selalu saja iseng dengan saya," ujar Pak Anjaz menggelengkan kepalanya.

Menik dan Eka pun di sepanjang jalan terus saja menggoda pak Anjaz yang di sukai oleh buk Santi. Buk Santi sendiri adalah janda berusia 35 tahun..

Bab 03, kedekatan Menik dn pak Guru

Sore ini Menik dengan membawa tali dan arit berangkat untuk mencari rumput untuk memberi makan kambing yang ia rawat.

Kebetulan, arah mencari rumput ini melewati rumah yang pak Anjaz tempati.

Menik berjalan riang sambil bernyanyi-nyanyi sambil sesekali menyapa para tetangga yang berada di depan.

"Ayo, bude cari suket, weduse pean wes mbak-mbek ae loo...!" seru Menik menyapa tetangganya yang sedang menyapu latar.

"Ho'oh, ben nanti bapake wae yang cari suket, aku bar pakek skincarean, ndak luntur nanti," sahut ibu-ibu itu.

"Walaaah budeee ... kok nggaya men skincare -skincare'n. Besok Lo yo mau ngerit pari (panen padi) gosong nanti mukanya," sahut Menik.

"Aku tak libur gak ngerit pari sek. Aku tak leyeh-leyeh (santai) di rumah aja. Ben bapake ae seng bantuin ngerit pari," jawab sang ibu-ibu.

"Walaaah, Yo wes Menik tak cari rumput dulu ya bude .. Assalamualaikum!" Menik pun melanjutkan perjalanannya menuju pinggiran kali yang rumputnya cukup lebat.

Ketika melewati rumah pak Anjaz, Menik pun menoleh sampe lehernya pegel. Namun pak Anjaz terlihat tidak ada, karena rumahnya tutupan rapat.

Ketika sampai di tempat tujuan, Menik pun langsung membabat rumput untuk makan kambingnya. Kambing embahnya Menik cukup banyak, yaitu 7 kambing, jadi Menik harus mencari rumput lebih banyak agar cukup.

Ketika sedang membabat rumput, Menik sepertinya melihat ada seseorang yang sedang mandi di kali, terdengar dari suaranya yang jebur-jebur.

Ketika rumput Menik tebas, langsung nampak seseorang dengan tubuhnya yang putih sedang menyibak air yang ada di kepalanya.

Dia ternyata adalah pak Anjaz yang mandi di kali. Ketika pak Anjaz menyibak-nyibak rambutnya, pemandangan itu membuat Menik terpesona oleh kegagahan sang pak guru.

Menik pun melamun mengagumi sang guru baru.

Sampai akhirnya, pak Anjaz menyadari jika ada yang mengintipnya. Pak Anjaz sangat terkejut ketika melihat Menik yang sedang menatapnya dengan tatapan, gimana gitu.

"Hay! ngapain kamu di sana!" teriak Pak Anjaz menegur Menik.

Menik seketika langsung tersadar dan langsung menyahut pak Anjaz.

"Oh, aku lagi cari rumput, pak! Pak Anjaz lanjutkan aja mandinya!" sahut Menik berteriak.

Pak Anjaz pun langsung naik ke permukaan dan mengambil handuk untuk mengelap tubuhnya dan langsung memakai kaosnya untuk menutupi tubuhnya.

Setelah mengganti bajunya, Pak Anjaz pun mendekati Menik yang masih membabat rumput.

"Menik?" sapa pak Anjaz.

"Oh, pak pak Anjaz? pak sudah selesai mandinya?" tanya Menik.

"Sudah. Tapi, kamu ngapain di sini. Di sini belungkar, kamu ngapain membersihkan rerumputan di sini?" tanya Pak Anjaz yang mengira Menik sedang ingin membersihkan rerumputan belungkar di pinggiran kali yang berada di kedalaman.

"Aku lagi cari rumput buat makan kambing, pak. Bukan lagi ngebersihin tempat ini. Gilak aja aku bersihin tempat belungkar koyo gini," jawab Menik sambil tersenyum renyah.

"Ow, begitu. Kamu sendirian? jalan?" tanya Pak Anjaz setelah memperhatikan sekiranya.

"Iya, pak, aku sendirian. Aku juga udah biasa jalan," jawab Menik terlihat tegar.

"Tapi ini jauh, loh!? jugaan, kamu jalan sambil bawa rumput sebanyak ini!?" tanya Pak Anjaz terkejut.

"Opo, pak-pak! ini tuh dikit kali, biasanya bisa dua kali lipat dari sini," ujar Menik terlihat sangat menggampangkan pekerjaannya.

Pak Anjaz pun hanya bisa melongo ketika Menik mengikat rumput dan berniat akan mengendongnya.

Merasa dia adalah seorang guru dan laki-laki yang kuat bijaksana nan perkasa, Pak Anjaz pun berniat untuk membantu Menik.

"Menik, biar saya bantu, ya? biar saya yang membawakan rumput ini," ujar Pak Anjaz.

"Widiiiih ... beneran, pak!? bapak mau bantu aku?" tanya Menik sumringah senang.

"Ya, sesekali, kebetulan saya di sini," ucap pak Anjaz..

"Boleh-boleh!" ujar Menik langsung membersihkan pak Anjaz untuk membawa rumput yang sudah ia kumpulkan.

Namun, di luar bayangan pak Anjaz, rumput ini ternyata cukup berat sekali. Begitu, Menik mengatakan jika ia bisa membawanya dua kali lipat dari yang ini.

Pak Anjaz nampak mengeluarkan otot-otot karena menahan beban yang ia bawa. Pak Anjaz menahannya agar tidak malu-maluin di depan muridnya sendiri.

"Wih, pak Anjaz hebat loh, kuat angkat rumput ini." puji Menik.

"I-iya lah Menik, masak kamu kuat saya enggak. Apalagi katanya kamu bisa angkat dua kali lipat dari ini," ucap Pak Anjaz sambil kesulitan berjalan. Selain medannya yang menanjak, sandal yang ia gunakan juga licin karena basah.

"Em, tapi biasanya aku naik sepeda kalo rumputnya dua kali lipat," jawab Menik dengan santainya.

Mendengar itu, Pak Anjaz pun syok sampai kakinya tidak sinkron dan akhirnya pak Anjaz pun terpeleset. Pak Anjaz merasa sudah di tipu sama Menik.

"ADUH!" Pak Anjaz pun berteriak..

"Eh, piye to, pak. Sini-sini aku bantu!" Menik pun berusaha menyingkirkan rumput itu dari tubuh pak Anjaz.

"Walah pak-pak, kok bisa sih, kakinya sakit gak ini? kok kayaknya merah!?" tanya Menik memeriksa kaki Pak Anjaz.

"Aduh, Menik! Jangan di pegang!" seru Pak Anjaz kesakitan..

"Aduh, piye Iki? Yo wes, pak Anjaz aku gendong aja, yuk?" ucap Menik menawarkan bantuan. Karena seperti pak Anjaz tidak bisa berjalan.

"APA?" Pak Anjaz pun kaget dengan tawaran Menik.

"Wes gak apa-apa, aku kuat kok!"

"Menik, tinggi ku 168 dan berat badan ku 60kg. Kamu gak akan kuat," ujar Pak Anjaz meremehkan kekuatan Menik.

Menik dengan tinggi 160 dan berat badan 55kg adalah pemenang angkat beban berat pahitnya kehidupan.

"Wes pak, diem aja, sini ayo naik ke punggung ku, tak gendong sampe depan rumah pokok, wes!" ujar Menik tidak mau berlama-lama. Karena dia setelah ini harus balik lagi untuk ambil rumputnya. Mana hari sudah mulai sore dan gelap.

Sekali angkat, Menik terlihat sangat mudah, seperti tidak membawa beban seberat tubuh pak Anjaz.

Pak Anjaz pun hanya bisa terdiam dan memuji kekuatan Menik.

Di perjalanan, pak Anjaz pun bertanya, "Menik, memang bapak kamu kemana? kenapa kok malah kamu yang cari rumput untuk kambing-kambing, mu?" tanya pak Anjaz.

"Bapak sudah mati, mamak ku gak tau kemana, aku tinggal sama si Mbah aja," jawab Menik terlihat sangat tegar.

"Oh, maaf Menik, saya tidak tahu," ucap Pak Anjaz merasa tidak enak.

"Wes, gak papa pak, aku udah biasa kok kaya gini. Kalo gak kaya gini, belum tentu aku jadi wanita hebat dan kuat bisa gendong bapak, hehehe," ujar Menik menghibur diri sendiri..

Pak Anjaz lagi-lagi merasa kagum dengan kepribadian Menik yang sangat sabar dan kuat. Dia juga pintar dan berenergik.

"Oiaa, pak Anjaz mandi di kali, emangnya sumurnya gak ada air di rumah?" tanya Menik.

"Oh, bukan begitu, saya hanya jalan-jalan di kampung ini, dan saya tanya apakah di desa ada kali yang airnya bersih. Soalnya di kota sudah tidak ada kali bersih. Aku rindu mandi di kali yang jernih," jelas Pak Anjaz.

Menik pun terdiam. Di dalam pikirannya, ia justru ingin ke kota untuk melihat ibunya yang sudah meninggalkannya. Menik hanya melihat bagaimana sekarang keadaan ibunya.

Setelah sampai pemukiman warga, para warga yang kepo pun langsung mendekati Menik yang menggendong Pak Anjaz.

"Meniiiik....! ya ampun, ini pak guru kenapa?" tanya salah satu warga.

"Pak Anjaz kecetit, bude!"jawab Menik yang sambil meletakan pak Anjaz di lantai depan rumah pak Anjaz itu sendiri.

"Walaaah, Yo gek cepetan panggil tukang urut. Ini harus segera di urut pak Guru!?," ujar warga.

Menik pun berdiri dan berpamitan untuk ambil rumputnya.

"Yo wes, tak tinggal sek, Yo. Aku mau ambil suket ku," ujar Menik menyerahkan Pak Anjaz kepada warga untuk di urus.

Ketika Menik berjalan menjauh, Pak Anjaz terus menatap punggung kuat milik Menik. Entah mengapa, ada rasa empati yang besar yang pak Anjaz rasakan untuk Menik.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!