NovelToon NovelToon

Terpaksa Menikahi Pria Tua

TMPT - 1

...Dear pembaca. ...

...Dukung karya ini terus berkembang dengan like dan komen kalian. ...

*

"Kalo kamu enggak nurut kata Tante, adekmu yang bakal nanggung semuanya nanti," ucap Tante Imania, awal dari semua ini terjadi.

Lana memiliki kebiasaan menggigit jemarinya saat sedang gelisah. Hal yang tepatnya sekarang perempuan itu lakukan, berada di kamarnya sendirian.

Ada suara-suara bising dari percakapan di luar, lebih tepatnya di ruang tamu para orang tua dan tamu berkumpul, membicarakan pernikahan Lana.

Kata pernikahan di benaknya sudah cukup membuat Lana ingin muntah. Badannya gemetar. Wajahnya pucat pasi dan terus berkeringat. Lana tak bisa berhenti merasa gelisah memikirkan ancaman tantenya sejak kemarin.

Perjodohan paksa. Nyatanya di sekitar Lana, kejadian semacam ini sudah sering terjadi. Ia pasti akan pasrah menerima semuanya jika saja ... jika saja ... calon suaminya bukan pria tua yang terlihat seperti punya seratus cucu!

Badan Lana terus merinding oleh rasa jijik. Ia tak bisa melupakan bagaimana pria tua itu, dengan mata cabulnya, tersenyum saat mengetahui Lana adalah istri barunya.

Menjijikan, menjijikkan, menjijikan!

Kenapa tidak orang lain yang setidaknya berusia tiga puluhan? Kenapa harus pria tua berusia tujuh puluh tahun yang nampaknya tinggal menunggu kematian?

"Kayaknya sih bentar lagi juga dia mati," ucap salah satu sepupu Lana sambil tertawa kemarin. "Kalo entar mati kan warisannya buat kamu. Jadi yah enggak rugi-rugi banget, dong."

Tapi itu tetap menjijikan!

Lana tanpa sadar terlalu memikirkannya sampai rasa mual itu tak tertahankan. Gadis itu buru-buru mengambil kantong plastik, berusaha tak bersuara ketika muntah oleh rasa jijik.

Penolakan dalam diri Lana begitu kuat. Ia mau berteriak mengatakan kalau dirinya tak sudi, seujung kuku pun, menjadi istri pria tua menjijikan itu. Tapi ... tapi masalahnya!

"Kak Lana."

Ada seseorang yang harus ia lindungi.

"Kakak kenapa?"

Ada seseorang yang harus ia jaga masa depannya. Adik perempuannya.

"Lagi enggak enak badan. Kamu kenapa malah ke sini? Sana di luar main."

Lana berusaha keras tersenyum pada gadis berusia tujuh tahun itu.

Adik Lana, Luna, malah datang memeluknya.

"Kata Tante suaminya Kakak yang tangannya banyak cincin batu," kata anak itu.

Lana memeluk Luna berharap mendapat ketenangan.

"Kak, orangnya jelek banget. Kok Kakak malah nikah sama orang kayak gitu?" tanya Luna tak terima.

Lana menahan tangisnya agar tak keluar. Ia juga tidak mau. Ia sangat tidak mau sampai muntah setiap kali mengingat wajah pria tua itu.

Tapi dia terlalu kaya. Pria yang wajahnya lumayan tampan dan usianya sedikit lebih dekat dengan Lana tidak sekaya dia. Pria itu yang paling kaya, maka dari itu dialah yang memenangkan Lana dari tangan Tantenya.

Dan semua demi Luna.

"Tante janji bakal nyekolahin Luna," kata Tante Imaniah kemarin-kemarin, "sampe dia kuliah kalo perlu, asal kamu mau. Tapi kalo enggak, Tante nikahin Luna habis dia lulus SD."

Lana tidak bisa membayangkan masa depan adiknya hancur karena menikahi orang antah berantah di usia belasan tahun.

Jika itu pria seumuran Luna dan punya kepribadian baik, bahkan saat SD pun Lana setuju. Tapi mustahil ada kejadian seperti itu. Jika Luna menikah setelah lulus SD, tidak mungkin pengantinnya pria kecuali dia tua dan orang mesum.

"Enggak usah bahas itu, yah?" Lana menatap wajah Luna dengan wajah pucatnya. "Mending Luna keluar buat main. Aku mau istirahat dulu sebentar."

"Tapi Kakak kan enggak mau. Kenapa enggak bilang sama Tante? Suruh aja orangnya pulang. Kakak enggak mau kenapa malah dipaksa?"

Lana merasa sangat mual. Padahal ia tak mau mengatakan ini sekalipun cuma kebohongan, tapi jika Luna membuat keributan, Tante akan marah besar.

"Aku ... aku ma--aku m-mau." Lana menyengir. "A-aku ma-mau jadi udah, yah?"

Entah anak tujuh tahun bisa dibohongi dengan kebohongan sejelas itu atau tidak, tapi Lana buru-buru mendorong adiknya keluar. Mengunci pintu agar bisa muntah tanpa diketahui oleh siapa pun.

*

TMPT - 2

Tentu saja, kalau tidak dihentikan, maka pernikahan itu jelas akan terjadi.

Hanya butuh waktu dua minggu setelah pembicaraan berlangsung, Lana kini sudah berdandan memakai gaun pengantin putihnya.

Wajah Lana dihiasi oleh make up sangat tebal khas pengantin. Ia menjadi pusat perhatian di mana pun Lana berdiri. Diikuti oleh sejumlah orang seperti putri yang memastikan tidak ada gaun yang tersangkut atau Lana kepanasan.

Tapi, perjuangan Lana sesungguhnya adalah menahan rasa mual. Menahan ekspresi di wajahnya agar tak terlihat sekalipun sekarang ia mau menangis jijik.

Dosakah jika ia berdoa pria tua itu mati sekarang juga? Paling tidak sekarang mereka sudah menikah jadi matilah. Lana mohon.

Tolong.

Tolong!

"Semua orang bisa liat," bisik suara asing.

Lana tersentak oleh suara yang tiba-tiba terdengar di sisinya. Mau tak mau Lana berpaling hanya untuk melihat seorang pria muda tegap, sedang tersenyum manis padanya.

Dia tampan. Kulitnya putih dan tampak terawat, tapi wajahnya asing di ingatan Lana. Siapa? Kenapa dia bicara pada Lana?

"Nak Raul." Tante Imania langsung datang merangkul pinggang Lana. "Tante enggak denger kamu udah dateng. Gimana perjalanannya? Jam berapa tadi nyampe?"

Raul? Siapa Raul?

"Lancar, Tante." Pria muda itu tersenyum manis. "Aku nyampe barusan banget. Emang udah pake jas sebelum berangkat. Maaf yah baru sempet dateng."

"Enggak pa-pa, Nak. Kamu kan kuliah jadi mau gimana lagi."

Diam-diam, Tante Imania mencengkram pinggang Lana. Nampaknya itu isyarat karena Lana malah bengong alih-alih meneruskan langkah ke pelaminan.

"Ohiya, Tante," kata si Raul, "kalau boleh, biar aku aja yang nganterin pengantinnya? Emang sekalian aku mau ketemu Papa."

Papa? Hah? Papa dia bilang? Kalau begitu orang ini ....

Lana terpaku kosong saat pria muda bernama Raul itu mengulurkan tangan, lalu menggenggam tangan Lana penuh kelembutan.

Sentuhannya memaksa Lana kembali berjalan, tapi baru saja mereka menjauh, semakin dekat pada pelaminan, Raul mendadak berbisik, "Kentara banget kamu jijik naik ke atas."

Lana membeku. Tapi sejujurnya gadis itu sendiri tidak bisa menyadari betapa banyak keringat dinginnya yang menetes akibat rasa tertekan dan penolakan.

Ekspresi Lana itulah yang justru membuat Raul tertawa kecil.

"Nah, Mama Muda." Raul mengusap-usap punggung tangan Lana diam-diam. "Papa tuh—"

Ekspresi Lana semakin tak terkontrol.

"—paling suka jilatin daun muda."

Hal selanjutnya yang terjadi adalah Lana tergolek lemas dalam pelukan Raul, hilang kesadaran.

Raul berusaha keras menahan tawanya saat menyerahkan Lana pada keluarganya yang panik. Mereka langsung membawa gadis sekaligus pengantin itu pergi, sementara Raul malah pergi makan.

"Kamu ngomong apa sama istri baru Papa?" Pertanyaan itu melayang dari Mama Dewi, ibu kandung Raul, sekaligus istri ketiga dari suaminya sekarang.

Pria tua itu pernah memiliki dua istri sebelum menikahi Mama Dewi, namun kedua istrinya sudah meninggal menyisakan Mama Dewi seorang.

Ditambah Lana sebagai istri keempat, jika mau.

Meski begitu, Raul sebenarnya bukan anak kandung pria tua itu. Raul adalah anak hasil pernikahan Mama sebelumnya yang bercerai lalu menikahi orang yang sekarang Raul sebut Papa.

Tentu saja, Raul tahu segalanya.

"Aku cuma ngomong kenyataan," balas Raul tertawa kecil tanpa rasa bersalah sudah membuat ibu tirinya pingsan. "Lagian tanpa aku ngomong kayaknya begitu dia duduk di pelaminan, dia juga bakal pingsan. Anggep aja aku bantuin biar cepet."

Mama Dewi menggertak giginya kesal. "Raul, Mama udah bilang jangan ganggu. Kalo Papamu sampe marah—"

"Mama terlalu takut Papa marah. Yang salah kan bukan aku, tapi istri barunya. Siapa yang suruh dia pingsan? Jadi kalo nanti Papa mau mukul, ya kemungkinan yang dipukul juga istri barunya."

Setelah mengatakan itu Raul beranjak pergi, bergabung dengan para tamu di meja prasmanan sekali lagi. Bukan hanya terlihat tidak berdosa, Raul malah bersiul-siul seolah dia sedang gembira.

Memang dasar anak nakal itu.

*

TMPT - 3

Lana tidak berencana pingsan sepanjang hari demi menghindari acara pernikahannya sendiri, tapi itu bukan salahnya kalau memang semua terjadi.

Ketika Lana bangun, ternyata tahu-tahu semua acara sudah selesai dan Lana berbaring di atas tempat tidur pengantin. Kepala Lana pusing tidur sepanjang hari dengan sanggul berat, tapi yang membuatnya lebih pusing adalah ia langsung menghadapi malam pertama.

Sial, sial, sial! Ini malah seperti keluar dari kandang singa lalu masuk ke mulut buaya.

"Oya, udah bangun ternyata," kata seseorang.

Lana berjengit kaget akan kemunculan Raul dari jendela.

Pria sialan yang membisikkan hal menjijikan pada Lana sampai ia pingsan itu, sekarang malah manjat lewat jendela dan masuk ke kamar pengantin Lana.

Dia tertawa melihat ekspresi Lana. Seperti bocah yang melihat sebuah mainan bergerak menarik bagi matanya.

"Kamu—"

"Enggak usah takut. Papa udah tidur di luar." Raul menjatuhkan diri di tempat tidur. Duduk memandangi Lana. "Malam pertamanya batal, Mamah Baru."

Lana mendadak mual pada panggilan itu. Ia tak bisa menepis rasa gatal menjijikan dari tubuhnya setiap kali memikirkan harus jadi istri pria tua.

Jelas saja, Raul yang menyaksikan ekspresi Lana terus-menerus jadi bisa menangkap jelas betapa jijik dia pada pernikahan ini.

Raul tertawa dibuatnya. Sempat ia berpikir kalau Lana setidaknya pandai berakting menyukai Papa, karena mereka sampai melangsungkan pernikahan.

Tapi ternyata dia benar-benar tidak bisa.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Lana waspada, setelah mendapat semua kesadarannya lagi. "Kalo ada yang tau kamu masuk kamar saya, orang bisa salah paham."

"Kalo salah paham, bakal apa?" balas Raul justru tersenyum main-main.

Lana terkejut akan sikap itu, tapi yang lebih mengejutkan adalah ucapan Raul selanjutnya.

"Kalo kamu diperkosa di sini, sama anak Papa, kira-kira kamu nikahnya sama aku bukan Papa?"

Apa yang orang sinting ini bicarakan? Itu yang terlihat di wajah Lana hingga Raul tertawa.

"Becanda, becanda. Serius amat, sih? Santuy dong."

Siapa yang bisa santai jika setiap saat orang bisa memergoki mereka?! Lalu, siapa yang bisa santai kalau otaknya dipenuhi ketakutan akan malam pertama bersama pria mesum?

Ugh. Lana ingin muntah lagi.

"Mama Baru, gimana kalo—"

"Lana." Gadis itu melotot dengan wajah setengah gelisah dan takut. "Nama saya Lana. Saya bukan Mama kamu."

Raul mengangkat alisnya tinggi-tinggi tapi sejurus kemudian tersenyum. "Oke, Lana. Jadi, La-na, kamu enggak mau ngabisin waktu sama Papa, kan?"

Mulut Lana terkunci tak bisa menjawab, sebab ia takut dan tidak tahu apa niat anak ini.

"Aku bisa bantuin kamu biar enggak perlu ngelayanin Papa."

"Gimana?!" Tanpa sadar, Lana meresponsnya sangat cepat.

Tak dapat dibendung keinginan dalam diri Lana untuk menjauh dari pria menjijikan itu. Kalau perlu seumur hidup jangan pernah bertemu lagi.

"Gimana, yah?" Raul tertawa-tawa penuh kesan bermain-main. "Bisa sih bisa, cuma ... enggak mungkin bantuin doang, kan?"

"Plis." Lana menangkup tangannya di depan dadanya, mulai menangis oleh rasa tak sanggup menerima. "Plis. Apa aja saya lakuin asal enggak sama Papa kamu. Plis."

"Apa aja?"

"Apa aja, plis. Plis, Raul."

Sudut bibir Raul berkedut mendengar namanya disebut oleh bibir itu.

Pria muda itu mendekatkan wajahnya pada Lana. Menatap bagaimana gadis muda tersebut menangis karena tak bisa menerima suaminya yang menjijikan.

Lucu sekali. Sekalipun wanita adalah makhluk matrealistis, tapi sepertinya ada yang tak bisa benar-benar memaksakan diri demi uang.

Raul penasaran kenapa dia tetap terima padahal dia sangat tidak mau.

"Yaudah." Raul tersenyum lebar. "Aku bantuin."

Lana langsung berbinar. "Kamu serius, kan? Serius?"

"Serius." Raul menyipitkan mata dan Lana mungkin tidak menyadari kegilaan apa yang tengah anak itu pikirkan. "Gantinya Lana dengerin aku, oke? Apa pun yang aku minta, Lana mesti lakuin. Apa pun."

Gadis itu mengangguk tanpa tahu apa pun.

"Kalo gitu," Raul mengulurkan tangan ke wajahnya.

Dia sempat terlihat tegang, tapi saat pipinya ditarik ke dua sisi berbeda, ekspresi Lana menjadi cengo.

"Panggil lagi," ucap pria muda itu, "nama aku."

"Hah?"

"Buruan."

".... Raul?"

Manis. Manis sekali, boneka mainan barunya.

*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!