NovelToon NovelToon

Asa Di Bintang Altair

Part 1 ~ Asa & Altair

Matahari yang semakin terik, panasnya seakan ingin membakar isi bumi sungguh sangat dahsyat, tapi efek tersebut tidak membuat gadis manis berwajah baby Face yang sedang tertidur terganggu.

Gadis bernama Asa Feriske tersebut masih sibuk menyembunyikan kepalanya pada lipatan tangan, menikmati waktu istirahat dengan membuat pulau selebar mungkin di atas meja.

Bahkan ketika suara keributan terdengar gaduh di luar kelas, gadis itu tidak kunjung terbangun.

Pekikan, teriakan bahkan suara langkah segerombolan siswa yang terdengar semakin dekat, berbarengan guncagan di tubuh Asa terasa.

Gadis itu mendelik pada sahabatnya yang bernama Fely.

"Jangan ganggu aku, Fel! Aku ngantuk," gumam Asa membalik kepalanya membelakangi Feli.

Namun, bisikan yang diberikan Fely berhasil mengambil kesadaran Asa yang tadinya malas-malasan.

Mata yang engang terbuka itu seketika membola.

"Altair datang ke sekolah?" tanya Asa tidak percaya, sayangnya Fely mengangguk.

Lantas Asa berdiri dari duduknya dan berlari keluar dari kelas, tepat saat kakinya terpaku di ambang pintu, sosok pria tampan berjalan hampir melewati kelasnya.

Dia adalah Altair Evando Adhitama, aktor tampan sekaligus penyanyi yang berusia 16 tahun. Jarang berada di sekolah sebab mempunyai jadwal padat di usianya yang masih terbilang muda.

Mulut Asa terbuka melihat ketampanan Altair yang diluar nurul eh nalar maksudnya. Matanya engang untuk berkedip.

Siapa sih yang tidak akan jatuh cinta pada pesona seorang Altair Evando? Tangan Asa terangkat, melabai untuk menyapa Altair yang tepat berada di hadapannya.

Namun, pria itu lewat tanpa tersenyum padanya. Asa sakit hati, sungguh.

"Sombong banget," gumam Asa menghela nafas panjang.

"Altair, Asa di sini!" pekik Asa berdiri di tengah-tengah jalan sehingga tubuhnya ditubruk oleh beberapa fans Altair yang mengikuti sejak dari pagar sekolah.

Bukan sapaan balik yang Asa dapatkan, melainkan luka sebab tersungkur akibat dorongan fans-fans Altair yang bar-barnya tidak tertadangi.

Fely menghampiri Asa yang yang memangi lutut juga sikunya yang sedikit tergores di lantai.

"Kamu sih, udah tau ada yang mau lewat pakai nekat berdiri di tengah-tengah," omel Fely.

"Ya kan siapa tau Altair masih ingat sama aku, Fel. Dulukan sebelum jadi terkenal mainya sama aku," gerutu Asa.

Dia berdiri, membersihkan sedikit pasir di siku dan lututnya. Berbagai pertanyaan bermunculan di otak Asa saat ini.

Setelah berbulan-bulan tidak berkunjung ke sekolah, akhirnya Idola kaum hawa tersebut datang dengan managernya disertai beberapa pengawal yang setia menjaga pria tampan tersebut.

Asa mengembungkan pipinya, tidak ada harapan untuknya dekat dengan Altair lagi, terlebih dunia mereka kini telah berbeda. Altair adalah bintang sementara dia hanya ongokan sampah tidak berguna yang sering kali menjadi beban orang tua, termasuk ayah Samuel.

Ayah yang tidak pernah Asa rasakan betapa hangat pelukannya. Kadang Asa merasa iri pada adiknya yang selalu mendapatkan kasih sayang ayah Samuel, berbeda dengannya.

"Asa!" Fely menepuk pundak Asa yang melamun.

"Ngagetin aja, kita ke kantin yuk! Siapa tau ketemu kak Altair di sana," ajak Asa, menarik tangan Fely dan berlarian di koridor sekolah tanpa memperdulikan kaki mulusnya yang semakin memerah.

Gadis yang memiliki kepribadian ceria dan pandai menutup luka dengan senyuman itu lantas duduk di salah satu kursi setelah sampai di kantin. Tentu Fely selalu ada di sampingnya.

"Kira-kira Altair ke sekolah mau ngapain ya? Ih semoga aja kembali sekolah, pas belum terkenal banget dia kan sekelas sama kita." Fely terkikik geli.

Membayangkan akan satu kelas dengan Altair membuat sahabat Asa itu sangat senang. Berbeda dengan Asa yang fokus pada lukanya yang mulai perih.

"Fel, kamu pesan aja ya nanti aku balik." Asa beranjak dari duduknya.

"Mau kemana? Kok aku ditinggal sendiri?"

"UKS, bentar aja! Jangan lupa pesan mie ayam buat aku!" teriak Asa sambil berlari keluar dari kantin.

Langkahnya memelan ketika melihat Altair sedang berbicara dengan kepala sekolah.

"Itu lagi ngapain kak?" tanyanya pada pengawal, tapi pria berjas hitam itu hanya mengeleng dan mendorong tubuh Asa agar menjauh dari pintu.

"Susah banget sekarang kalau mau ketemu kamu," gumam Asa melanjutkan langkahnya menuju UKS.

Part 2 ~ Asa & Altair

"Kyaaaaaa!"

Pekikak Asa mengelegar di dalam UKS ketika seorang pria tiba-tiba memeluknya dari belakang. Gadis itu tengah serius mengobati luka dilututnya sampai tidak menyadari ada penyusup yang diam-diam masuk ke UKS dan mengunci pintu rapat-rapat.

Asa berkedip gemas ketika aroma tubuh yang sangat dia rindukan memenuhi indera penciumannya. Dia menelan salivanya berulang kali tanpa ingin berbalik untuk melihat siapa pemiliknya.

Hanya satu orang yang memiliki aroma Hujan yang sangat khas di tubuhnya. Dia adalah.

"Altair?" lirih Asa tebak-tebak berhadiah.

"Aku kangen banget, Sa. Maaf selama ini menghilang."

Bisikan ini, bisikan yang mampu membuat jantung Asa seakan ingin berhenti. Suara mengalung lembut dari bibir pria yang diidamkan semua orang terdengar tepat di telinganya.

Rasanya tubuh Asa melemas seiring detak jantung yang berpacu sangat hebat. Rasa senang menghampirinya karena Altair masih ingat padanya bahkan merindukannya.

"Asayang," bisik Altair. "Kamu nggak kangen?"

"Ak-aku."

"Hm?"

"Aku kangen banget sama kamu!" Asa kembali memekik.

Dengan cepat membalik tubuhnya dan membalas pelukan Altair. Jantung yang berdetak tidak karuan semakin tak terkenali kendati merasakan jantung Altair yang sama hebatnya.

Manik indah yang berwarna hitam pekat tersebut menatap manik milik Altair tanpa kedipan.

"Makin cantik."

"Benarkah?" Pipi Asa bersemu merah mendapat pujian dari pria yang sangat dia cintai.

Memiliki hubungan tanpa status memang bukan hal yang menyenangkan, tapi Asa tidak peduli karena tahu Altair tidak akan pernah menjadi miliknya.

"Al, waktu kamu tinggal 5 menit lagi," ujar sang manager yang sejak tadi menjadi nyamuk.

Namun, peringatan pria berjas itu tidak dihirauakan oleh Asa dan Altair yang sibuk melepas rindu satu sama lain.

"Maaf karena nggak senyum tadi, aku takut kamu jadi bahan bulian di sekolah." Mengusap pipi Asa yang memerah.

"Duduklah aku bakal obati luka kamu."

"Ng-ngak perlu, udah aku obatin. Kenapa tahu aku ada di sini? Dan kenapa selama ini setiap kali aku kirim pesan nggak ada yang di balas satupu?"

"Itu!" Altair menunjuk managernya. "Dia yang pegang ponsel aku, tapi tenang aja mulai besok aku bakal masuk sekolah lagi, nggak mungkin terus absen padahal pendidikan juga penting."

"Benarkah? Kita satu kelas lagi?" Mata Asa berbinar dan dijawab anggukan oleh Altair.

Asa hendak kembali bicara, tapi lebih dulu dipotong oleh Altair.

"Jaga diri cantiknya Air, nanti aku balik lagi. Dadah!" Altair melambaikan tangannya setelah memasang masker dan topi.

Sementara Asa terpaku ditempatnya dengan wajah cemberut. Baru saja bertemu mereka akan berpisah lagi, sungguh temannya sangat sibuk.

"Huh, gini banget suka sama Bintang," gumamnya menghela nafas panjang.

Asa lantas membereskan kotak P3K yang dia pakai tadi, lalu meninggalkan UKS, gadis itu telah selesai memberi hansaplast di lutut dan sikunya yang tergores.

Sepanjang jalan senyuman di bibir Asa terus merekah. Langkahnya berhenti tepat di ujung koridor saat tiga kakak kelas yang sengaja menabraknya tadi menghalangi jalan.

"Ups, ada tante-tante nih yang lewat," cibir Iren dengan tawa sumbangnya.

Asa tidak peduli, lanjut melangkah dan menabrak pundak Iren dan antek-anteknya yang menghalangi jalan.

"Sadar tante-tante, lo udah nggak pantas pakai seragam sekolah! Lo harusnya kuliah!" teriak Iren tapi dihiraukan oleh Asa.

Selain tidak ingin mencari keributan dan berujung ayah Samuel marah. Apa yang dikatan Iren ada benarnya. Dia seharusnya tidak sekolah lagi, seharusnya dia sudah menjadi mahasiswa sebab usianya telah menginjak 20 tahun.

Namun, karena tragedi kecelakaan yang mengharuskannya terbaring koma saat SMP dulu, Asa harus sekelas dengan Altair yang merupakan adik kelasnya dulu.

Bahkan, Asa hampir masuk ke SMA Angkasa bersama dengan Ayana-adiknya kalau saja belum sadarkan diri.

"Asa!"

"Apa?" Menatap Fely yang cemberut.

"Kamu kemana aja sih? Itu mie ayamnya udah dingin. Ke UKS udah kayak nyari jodoh, lama banget," omel Fely.

Bukannya merasa bersalah, Asa malah menguyel-uyel pipi cubi Fely dan merangkulnya kembali ke kantin.

"Ayo kita makan, hari ini aku yang traktir!"

Part 3 ~ Asa & Altair

Langkah kecil Ara terus saja bergerak setelah turun dari taksi, senyuman tidak pernah dia lupakan hanya untuk memperlihatkan rasa bahagianya untuk saat ini.

Asa memekik setelah berhasil masuk ke rumah mewah yang selama ini dia tinggali bersama Ayah, bunda dan adiknya. Langkahnya memutar menuju ruang tamu melihat ayah Samuel duduk sambil membaca majalah.

"Ayah, Asa punya kabar baik buat Ayah," ucapnya antusias. Duduk di samping Samuel lalu langsung memeluk lengannya.

Sayang, pria paruh baya itu malah menjauhkan lengannya pada tangan Asa. Namun, Asa tetap tersenyum meski ada rasa kecewa di hatinya.

"Coba tebak Asa ketemu siapa hari ini!" pintanya dengan pupi eyessnya, tapi yang diajak bicara tampak acuh dan masih fokus pada majalah.

"Eh, putri bunda udah pulang ternyata."

Asa lantas membalik tubuhnya dan melempar senyum pada bunda Ara.

"Kelihatannya bahagia banget, kenapa Sayang?" tanya Ara lagi penuh kelembutan.

"Coba tebak tadi Asa ketemu sama siapa, dan kabar gembira apa yang mau Asa sampaikan!" pintanya pada sang bunda.

Hatinya menghangat saat tangan lentik bunda Ara menyentuh pipinya.

"Aduh otak bunda kalau soal tebak-tebakan nggak bisa jalan. Tapi intinya pasti orang itu, orang yang sangat Asa sayang dan nantikan kehadirannya, benarkan?"

"Iya Bunda, Asa senang karena ...."

"Ayana pulang!" pekik gadis manis yang usianya sedikit muda dari Asa terdengar.

Langkah itu kian mendekat dan mendaratkan tubuhnya tepat di samping kiri ayah Samuel, sebab di samping kanan ada Asa.

Tatapan Asa tidak pernah lepas dari keduanya. Ayana melakukan hal yang sama bahkan lebih, tapi ayah Samuel tidak merubah posisi apapun, bahkan pria itu membalas pelukan Ayana penuh kasih sayang.

"Gimana sekolahnya, Nak?"

"Baik Ayah, dan lagi-lagi Ayana juara kelas!"

"Pintar banget anak ayah." Samuel mumuji Ayana terang-terangan di depan Asa.

Sakit? Jangan ditanya bagaimana sakitnya hati seorang anak jika diperlakukan tidak adil oleh ayahnya sendiri.

Asa bergeming, masih menatap interaksi ayah dan adiknya yang membuat dirinya iri. Atensinya baru teralihkan saat tepukan bunda Ara mendarat di pundaknya.

"Bunda lagi buat puding di dapur, ayo bantu!" ajak Ara.

Asa mengangguk antusias, lantas berdiri dan mengikuti langkah bundanya menuju dapur. Sesekali melirik ayah dan anak yang masih setia bertukar cerita.

Asa terhenyak saat tubuhnya dipeluk sangat erat oleh sang bunda setelah sampai di dapur.

"Kenapa Bunda peluk Asa?" tanyanya karena heran.

"Memangnya salah meluk putri sulung sendiri?"

"Nggak salah, tapi aneh karena tiba-tiba. Kalau bunda merasa kasihan sama Asa, nggak usah dipeluk. Soalnya Asa nggak sedih kok. Ayah sayang sama Ayana karena Ayana itu adik, iyakan Bunda?"

"Iya, Sayang," gumam Ara masih memeluk putrinya. Sebenarnya bukan Asa yang sedih, tapi Ara.

Sejak Asa terbangun dari koma, suaminya tidak pernah memberikan perhatian sedikitpun pada Asa. Dia sebagai ibu gagal menyatukan dua jiwa yang berbeda.

"Asa mau ganti baju dulu terus bantu Bunda buat puding," ucap Asa mendorong tubuh bundanya.

Berjalan sambil bernyanyi menuju kamar. Nyanyian dan senyuman untuk menutupi luka dan terlihat baik-baik saja di depan semua orang.

"Baiklah karena ayah suka anak yang pintar, Asa bakal belajar lebih rajin lagi. Asa juga bisa kayak Ayana yang selalu jadi juara. Bedanya Asa malas sementara Ayana rajin," gumam Asa yang bicara sendiri di kamar mandi sambil memainkan air hangat di dalam Bathtub.

Awalnya Asa hanya ingin ganti baju tapi karena gerah dia memilih untuk mandi sekalian.

Tidak ada yang perlu Asa khawatirkan tentang hidupnya, terlebih ada sosok pria tampan yang sangat menyayangi Asa di luar sana.

Asa meraba dadanya dan merasi detak jantung yang kian tidak normal, padahal dia hanya berlari beberapa meter tadi karena sangat bahagia.

"Kok Asa sesak nafas ya?" gumam Asa mengatur nafasnya yang memburu secara tiba-tiba.

Lebih terkejut lagi saat darah menetes sampai menodai air yang dia pakai untuk berendam.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!