NovelToon NovelToon

Ketika Cinta Bertasbih

Bab 1 - Prolog

Bagi sebagian orang, lulus saat sekolah adalah hal paling dinantikan dan membahagiakan. Dimana setiap anak menginginkan sekolah untuk menuntut ilmu, mencari teman sebanyak-banyaknya, banyak hal pula yang ingin di ketahui kala di usia remaja.

Namun terkadang bagi sebagian orang sekolah bukan hal yang utama demi bisa mendapatkan sebuah materi yang ingin di capai. Sebagian banyak yang meninggalkan sekolah kala ekonomi tidak memungkinkan.

Tapi, keberuntungan salah satu pria muda ini merupakan hal yang paling di syukuri. Memiliki orang tua yang lengkap, Ayah, dan Bunda yang selalu ada di sampingnya hingga menjadikan seorang pria bernama Muhammad Azriel Alfauzi menjadi salah satu murid teladan dengan segala prestasinya.

Sorak tepuk tangan mengiringi langkah pemuda tampan nan mempesona dengan hidung bangir, dan juga mata yang tajam nan bening.

Senyum bangga dari kedua orangtuanya mampu mengiringi langkah Azriel untuk berjalan kearah podium yang ada di depan mereka, kala nama Muhammad Azriel Alfauzi di sebut sebagai juara satu umum kelas dua belas.

Dengan langkah yang tegap, Azriel menaiki satu persatu anak tangga dan berdiri diantara jajaran para murid lainnya. Ucapan selamat untuknya di ucapkan oleh guru yang memberikan hadiah kepada Azriel atas keberhasilan sebagai juara satu umum kelas dua belas.

"Selamat ya, Nak Azriel," ucap guru kepala sekolah sambil memberikan hadiahnya pada Azriel.

Pria itu menerimanya, lalu tangan kanannya menyambut uluran tangan sang guru dan mengecupnya sebagai tanda hormat dan baktinya kepada guru. "Terima kasih, Pak. Ini juga berkat Bapak dan guru-guru lainnya yang selalu membimbing saya," tutur Azriel menyudahi salimnya.

Dan beberapa saat kemudian, acara pembagian hadiah sudah selesai. Para murid sudah kembali turun dan juga kembali ke tempat duduknya masing-masing.

Azzura dan Azzam yang kebetulan hadir karena mendapat undangan dari sekolah ikut bangga pada putra pertama mereka.

"Selamat ya sayang, Bunda bangga sama kamu. Semoga kamu mampu mengamalkan segala ilmu yang kamu miliki dan tetap rendah hati ya, Nak." Azzura tersenyum terharu di balik cadarnya. Tangannya memeluk putra yang ia sayangi. Meski bukan darah dagingnya, Azzura sangat menyayangi Azriel layaknya anak kandung. Terbukti dari Azriel yang juga terlihat menyayangi bundanya.

"Makasih Bunda. Makasih sudah menjadi Bunda terhebat yang selalu ada untukku dan selalu menjadi Bunda paling luar biasa. Makasih juga atas didikan Bunda dan kasih sayang yang Bunda berikan padaku. Ini ku persembahkan buat Bunda," ucap Azriel melepaskan pelukannya dan menunjukan piala yang ia pegang.

"Makasih sayang, kamu juga anak Bunda yang terhebat."

"Terus aku enggak gitu?" celetuk seorang perempuan cantik mengenakan hijab sedang memberenggut manyun sambil melipatkan kedua tangannya di dada.

"Kamu juga hebat, Khanza. Kalian sama-sama terhebat," ucap Azzam mengusap kepala putrinya.

KHANZA FATHARANI ALFAUZI, adalah anak kedua dari pasangan Azzura dan Azzam.

"Iya, Nak. Kalian bertiga adalah anak-anak Bunda yang hebat, yang paling bunda banggakan, dan paling bunda sayangi," sambung Azzura yang sedang menggendong anak bungsu mereka yang masih berusia dua tahun.

Waktu berjalan sore, acara perpisahan sekolah telah selesai di selenggarakan, semua murid dan para orangtua satu persatu meninggalkan tempat itu.

"Bunda, Ayah, bolehkah Azriel berkumpul di rumah teman dulu? Salah satu teman Azriel ada yang mengadakan kumpulan syukuran di rumahnya dan kebetulan Azriel di undang ke sana." Azriel meminta izin.

"Boleh sayang, tapi ingat kata Ayah, jangan macam-macam di sana dan kamu harus pulang setelah acara selesai." Azzam menasehati.

"Iya Ayah, Azriel akan ingat pesan Ayah dan Bunda. Makasih sudah mengizinkan." Senyum senang terpancar dari wajah tampan Azriel.

******

Tempat berbeda.

Seorang gadis cantik berambut hitam panjang tengah berkutat di dapur menyiapkan makanan untuk orangtuanya. Gadis cantik berwajah bulat memiliki mata bulat dengan bulu mata lentik serta alis hitam terukir rapi, hidung mancung dan bibir tipis berwarna merah alami, begitu lihai dalam memainkan setiap barang yang ada di dapurnya.

Gadis yang sering disapa Naura itu tengah mempersiapkan menu spesial buat ibunya. Masakan kuliner Nusantara untuk menyambut hari lahirnya sang ibu. Dengan senang hati dan riang gembira, Naura memasak sepenuh hatinya. Hingga beberapa saat telah berlalu, masakan yang di buat Naura sudah siap di hidangkan.

"Akhirnya beres juga. Tinggal menata ke piring lalu siapkan ke atas meja," ucap Naura sambil mengusap bulir keringat di dahinya menggunakan punggung tangan.

"Hmm wangi sekali masakannya, masak apa?" tanya seorang pria berperawakan tinggi tiba-tiba berada di belakang Naura. Pria dewasa seumuran dengan ibunya.

Gadis cantik berusia delapan belas tahun yang baru saja lulus sekolah menengah atas itu terkejut dengan kedatangan pria yang di sapa Om secara tiba-tiba.

"O-Om! Sejak kapan ada di sini?" Naura menggeser posisi tubuhnya ke samping, ia tidak nyaman berada di dekat pria itu. Pria yang baru saja menikah dengan ibunya sekitar dua Minggu yang lalu.

"Baru saja. Sepertinya masakan kamu enak semua. Boleh Om mencicipinya cantik? Tapi Om mau kamu yang melayani Om, Naura." Tangan Pria itu ingin menyentuh pipi Naura, matanya pun menatap nakal gadis remaja yang sangat terlihat menggoda di matanya. Naura menghindari, ia merasa tidak nyaman atas keberadaan pria yang seringkali di sapa Bara

"Maaf Om, tapi Naura masak ini buat menyambut kedatangan ibu. Nanti saja jika Om mau bisa makan sama ibu." Naura tidak ingin melayani pria kurang ajar. Ya, menurut Naura pria itu sangatlah kurang ajar karena sudah berani menatap nakal dirinya. "Dan tolong buang tatapan nakal itu padaku!"

Mata tajam Bara terus menatap Naura, ia yang memiliki sifat keras dan ingin mendapatkan apa yang ia mau merasa marah atas perkataan Naura.

Brak!

Bara menggebrak meja makan. Naura terlonjak kaget.

"Jadi kamu tidak mau melayani saya? Saya ini suami ibu kamu dan kamu harus menurut apa kata saya. Jangan mentang-mentang saya baik, kamu seenaknya bicara tidak sopan sama saya, hah."

Naura tidak mau berurusan dengan Om Bara, ia hendak pergi tapi langkahnya di hadang oleh Bara.

"Mau kemana kamu? Pergi dari sini? Tidak akan saya biarkan kamu pergi sebelum kamu mau menjawab pertanyaan saya!" Bara mencekal pergelangan tangan Naura.

"Lepaskan aku Om! Aku tidak mau menjawab hal tidak penting!" Naura memberontak, ia mencoba melepaskan cekalan tangan Bara. Aura Bara terlihat sangat menakutkan bagi Naura, ia tidak ingin ada hal lain terjadi yang akan membuat ibunya marah.

"Enak saja kamu mau pergi. Kali ini saya tidak akan membiarkanmu keluar dari sini karena hari ini kamu akan menjadi milikku." Bara menyeringai menatap lekat wajah Cantik Naura.

"Maksud Om?"

Bab 2 - Melarikan Diri

"Jangan sok polos, Nau. Saya tahu kamu juga sama seperti ibumu itu, seorang wanita malam." Bara berbisik menyeringai dengan tatapan mata yang berkilau gairah.

"Jaga bicara mu Om!" Naura membentak keras dan menghentakkan tangannya secara kasar guna melepaskan cekalan tangan Om Bara.

"Hahaha kamu marah saya bicara seperti itu? Kamu merasa tersinggung saya berkata demikian? Ayolah Naura sayang, jangan munafik. Saya tahu kalau diam-diam kamu sering memperhatikan saya. Saya tahu pesona saya mampu membuatmu tertarik."

Naura menatap benci pria di hadapannya. "Asal Om Bara tahu, aku memperhatikan Om bukan karena aku tertarik pada pria tua seperti Om, tapi aku tidak suka Om menikah dengan ibuku! Sekalipun aku anak dari wanita malam, bukan berarti saya juga seperti mereka. Ingat itu baik-baik!" Kehidupan Naura tidaklah normal layaknya kehidupan para remaja seusianya. Memiliki orang tua lengkap, kehidupan yang layak, terlahir dari keluarga baik-baik, hidup terlihat baik-baik saja, tapi tidak dengan Naura.

Naura memang lahir dari rahim wanita yang bekerja di klub malam sebagai salah satu wanita penghibur. Dibesarkan pula di tempat kotor yang di mana sekeliling tempatnya kebanyakan para pekerja malam, pemabuk, bahkan ada para pecandu narkoba. Naura juga tidak memiliki ayah alias terlahir dari hasil hubungan gelap ibunya dengan salah satu pelanggan.

Kehidupan yang terbilang jauh dari kata baik-baik membuat Naura sering bermain dengan orang pemabuk, bahkan teman-temannya kebanyakan sering terjun ke dunia gelap. Dari segi penampilan pun terlihat seperti wanita nakal. Jadi tidak heran kalau teman-temannya banyak yang sudah tidak virgin lagi demi kata uang.

"Benarkah begitu? Saya tidak percaya, hahaha." Lalu Bara memperhatikan penampilan Naura dari atas sampai bawah. Penampilan yang cukup terbuka untuk anak seusianya Naura.

Dress tanpa lengan bermotif bunga-bunga sakura berwarna pink dengan panjang seatas lutut. Rambut panjang yang di cepol asal dengan beberapa helai rambut menjuntai di area wajah menambah kesan manis pada diri Naura.

Sejak pertemuan pertama dengan Naura, Bara tertarik pada gadis itu. Namun, ia belum berani menunjukkan ketertarikannya karena ia hanya sebatas gigolo ibunya Naura. Namun, dengan adanya pernikahan antara Bara dan ibunya Naura membuat Bara perlahan menunjukkan rasa sukanya. Seakan lupa pada usianya yang sudah berkepala empat, Bara tidak memperdulikan hal itu. Nafsu inggin menjadikan Naura wanita simpanan sangatlah diinginkannya.

Merasa tatapan Bara semakin menjadi, Naura berlari. Namun lagi-lagi Bara mengejarnya. "Mau lari lagi dari saya? Tidak akan ku biarkan! Kamu dan ibumu sama saja, sama-sama seorang wanita malam jadinya sekarang kamu layani saya!" Bara menarik tangan Naura menyeret paksa ke sebuah ruangan.

"Lepaskan aku!" Aku tidak sudi! Ibuku akan pulang akan ku adukan sikap mu yang brengsek ini Om, lepaskan!" Naura berteriak melindungi dirinya sendiri dari tarikan paksa Bara.

"Kalau kamu nggak mau saya paksa lebih baik kamu terima tawaran saya. Jadilah kita simpanan saya?" Bara menghempaskan tangan Naura secara kasar sampai gadis itu tersungkur ke lantai kamar.

"Cuihh, sampai kapanpun aku tidak sudi menjadi wanita simpananmu. Dari awal aku sudah yakin kalau kau bukan pria baik untuk ibuku! Mendingan kau pergi dari rumah ini!" sergah Naura mencoba berdiri hendak melarikan diri dari pandangan mata jahat Bara.

"Saya tidak akan pernah meninggalkan rumah ini. Ayolah Naura sayang, Om ini menyukaimu, kita jadi partner di ranjang saja, kalau perlu menikah saja. Saya tertarik sama kamu cantik." Bara menyeringai sambil membuka setiap kancing baju yang di kenakannya.

Naura bertambah panik, ia mundur memutar dengan harapan bisa keluar dari kamar itu. Dalam hatinya berdoa semoga ibunya cepat pulang dan melihat kelakuan suaminya yang bejad. Naura tidak akan membiarkan pria gila itu menguasai dirinya. Naura juga tidak akan membiarkan Bara menyentuh dirinya meski hanya seujung kuku.

Naura memperhatikan kondisi sekelilingnya guna mencari barang untuk melindungi diri dari tindakan tak senonoh dari Bara. Pandangannya tertuju pada sebuah benda tajam yang sering di gunakan menggunting barang. Tangan Naura cepat-cepat menggapainya lalu mengarahkannya pada Bara.

"Jangan coba-coba mendekatiku atau gunting ini aku tusukkan pada Anda!" Naura mengancam Bara dengan harapan pria gila itu tidak berani melawan.

"Ow ow ow, berani sekali melawan saya." Bara mengangkat tangannya, namun ia tidak semudah itu menyerah untuk mendapatkan Naura, gadis cantik incarannya.

"Mundur atau aku bunu h kau!" Sungguh Naura di buat ketakutan oleh sikap Bara yang sudah sangat keterlaluan.

"Uhh takut," ledek Bara sambil tangannya menepis tangan Naura kemudian mencekal kedua tangan Naura, lalu menguncinya di belakang.

"Aw!" Naura memekik kesakitan tangannya di pelintirkan ke belakang. "Lepaskan aku, Om! Aku mohon lepaskan! Ingat ada ibu yang sudah menjadi istrimu!" Naura memohon seraya menahan sakit di pergelangan tangannya.

"Tidak semudah itu sayang." Bara semakin menjadi, ia mengendus leher Naura yang terasa harum menggoda.

Naura menghindar, ia jijik kepada pria tua itu. Tubuh Naura terus memberontak melakukan perlawanan. Kakinya menginjak kasar kaki Bara sampai pria tua itu memekik melepaskan cekalannya.

"Aw! Brengsek! Beraninya kamu melawanku hah!"

Naura cepat-cepat keluar dari kamar itu dan berlari melarikan diri.

"Naura, kemari kamu!" Bara pun tidak tinggal diam, ia tidak ingin Naura mengadu pada ibunya dan ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

Naura menoleh ke belakang, hari yang sudah gelap membuat penerangan di sekitar tempat remang-remang.

"Ya Tuhan, aku tidak mau pria tua itu macam-macam padaku, lindungi aku, ya Tuhan," ucapnya sambil berlari menjauhi Bara.

"Brengsek, dia kabur. Saya tidak akan membiarkan itu terjadi. Naura harus membayarnya." Bara mengambil motornya, ia mengejar Naura menggunakan motor.

Lari di menggunakan kedua kakinya dengan lari menggunakan motor lebih cepat pakai motor. Meski Naura sudah sekuat tenaga berlari, tapi nyatanya ia bisa di kejar oleh Bara.

"Dia mengejar ku."

Ckiiit.

Motor yang di kendarai Bara menghalangi Naura. Gadis itu terjengkang terduduk saat kuda besi itu hampir saja ia tubruk.

"Mau lari kemana kau? Ikut saya!"

"Aku tidak mau!" sentak Naura.

"Kamu melawanku, hah?" sentak Bara semakin murka dan melayangkan tamparan keras ke pipi Naura.

Plak!

"Aw." Naura merintih kesakitan. Untuk pertama kalinya ia mendapat tamparan dari orang dan itu dari pria gila yang menjadi suami ibunya.

"Lebih baik aku mati daripada menjadi wanita simpanan pria gila seperti mu. Sudah tua seharusnya mikirin neraka bukan malah jadi pendosa!" sentak Naura menatap benci pria tua di hadapannya.

"Kurang ajar! Kau semakin menjadi." Bara tersulut emosi, dia ingin memukul Naura lagi, tapi tiba-tiba tangannya ada yang mencekal.

"Jangan pernah sekalipun Anda melayangkan tamparan pada wanita!"

Naura mendongak.

Deg

Bab 3 - Terima kasih

Cafetaria.

Sesuai ucapan Azriel pada kedua orang tuanya yang meminta izin bertemu dengan teman-temannya, kini pria tampan berwajah tampan meski di usia masih muda, tengah merayakan perpisahan mereka di sebuah cafe.

Banyak para teman-teman seperjuangan Azriel hadir di acara kumpulan setelah perpisahan. Baik perempuan dan pria datang silih berganti memadati area meja yang sudah di pesan oleh salah satu temannya Azriel.

"Aku tidak menyangka hari ini telah tiba. Hari yang di mana kita semua bakalan berpisah juga. Tiga tahun kita menjalankan peran sebagai siswa-siswi menengah atas, tingkat kita naik satu derajat. Kira-kira kalian semua sudah berencana melanjutkan kuliah ke mana?" tanya pria bernama Bram, dia salah satu teman dekat Azriel.

"Kalau aku sih niat lanjut di dalam kota saja. Soalnya orang tua aku tidak mau berjauhan sama anaknya."

"Kalau aku ingin melanjutkan studi ke London Inggris."

"Wih keren, bakalan jauh dong dari kita-kita semua? Pasti pulangnya hanya satu semester sekali."

"Ya mau bagaimana lagi, ini cita-cita ku dan tentunya keinginan orangtua aku juga. Meskipun jauh, ya, aku tempuh demi masa depan yang lebih baik lagi."

"Kalian hebat ada niatan melanjutkan pendidikan. Lah aku? Aku kayaknya tidak bisa." Salah seorang dari mereka menunduk sedih, dia seorang wanita.

"Kenapa? Kamu kan cukup pintar, pastinya mudah cari beasiswa buat kuliah."

"Masalahnya orangtuaku tinggal Ibu dan sudah tua pula. Aku tidak ingin membiarkan dia terus bekerja mencari uang hanya untuk membiayai pendidikan aku. Jujur, sebagai anak, aku ini merasa tidak berguna dan tidak berbakti pada ibu. Lebih baik aku cari pekerjaan dan membantu ibuku memikul beban perekonomian yang seharusnya menjadi tanggungjawab ku sebagai anak pertama."

"Jika begini kita bisa apa selain bisa membantumu dengan doa dan mendukung setiap langkah kebaikan yang kamu pilih," kata Azriel yang sedari tadi diam mendengarkan teman-temannya bicara.

"Aamiin, semoga kalian semua juga menemukan kebahagiaan di manapun kalian berada. Ilmu yang kalian dapat semoga bermanfaat dunia dan akhirat, dan semoga kita semua diberikan umur panjang serta kesehatan badan. Dan pastinya berharap bisa berkumpul kembali di sini." Doa tulus Salas satu dari mereka ucapkan pada semua teman-temannya.

"Aamiin yarobbal'alamiin," ucap semua orang bersamaan mengaminkan doanya.

"Ngomong-ngomong kamu mau lanjut kemana, Azriel?" tanya Bram pada sahabatnya.

"Insyaallah aku mau lanjut kuliah ke Kairo." Azriel tersenyum, ini adalah keinginannya kuliah ke Kairo. Salah satu cita-citanya untuk menuntut ilmu di negara sebrang demi mewujudkan mimpi menjadi salah satu santri dengan harapan bisa menambah ilmu dunia dan akhirat, bermanfaat bagi semua orang dengan ilmu-ilmunya, dan berharap menjadi muslim yang taat kepada Tuhan-NYA.

"Masyallah, Azriel. Kamu memang teman yang paling luar bisa. Dari sekian banyak tan yang aku kenal hanya kamu yang paling luar biasa."

"Kamu bisa saja, aku tidak luar biasa seperti itu Bram. Kita semua sama-sama luar biasa, yang membedakan hanya amal kebaikan," jawab Azriel.

"Beda kalau sudah bicara sama calon pak ustadz mah, pasti ucapannya begitu merendah."

"Tapi ngomong-ngomong Kapan berangkatnya?"

"Kurang lebih satu bulan lagi. Istirahat dulu di rumah dan menghabiskan waktu dulu bersama keluarga. Soalnya pulang hanya akan sebentar dan pastinya selama kuliah bakalan menetap di sana sampai waktu yang tidak bisa ditentukan," jelas Azriel.

"Hmm, di mana pun kita menuntut ilmu, sejauh apapun tempatnya, seberapa lamapun waktunya, jika ilmu yang kita dapatkan tidak diamalkan maka tidak akan ada manfaatnya. Terpenting adalah, ilmu yang kita cari bermanfaat bagi semua orang. Azriel mau mencari ilmu di Kairo, Sari mau cari ilmu di London, dan ada pula yang mau cari ilmu di kota sendiri, yang penting ilmu pengetahuan yang kalian pelajari bermanfaat bagi nusa dan bangsa."

"Aamiin, tumben perkataan mu benar, Bram? Tahulah bagaimana sikap Bram yang suka gak jelas."

"Yee, gini-gini juga gue bisa benar kali."

Dan mereka semua menikmati kebersamaan bersama sebelum menempuh pendidikan ke jenjang berikutnya. Waktu yang tidak akan atau bahkan jarang terulang mereka nikmati selagi bersama.

Hingga tidak terasa langit berubah gelap, adzan isya pun berkumandang. Azriel dan teman-teman nya menunaikan ibadah di salah satu musholla dan mereka mulai berpencar pulang.

Namun ketika Azriel pulang, ia tidak sengaja melihat seorang wanita dan pria bertengkar di jalan. Wanita yang terlihat masih muda meronta.

"Mau di apain wanita itu?" Azriel memberhentikan kendaraannya, lalu menghampiri.

Kebetulan tangan Bara hendak menampar Naura, lalu Azriel mencekal tangannya.

"Jangan pernah sekalipun Anda melayangkan tamparan pada wanita! Apa Anda lupa jika Anda dilahirkan dari rahim seorang wanita?"

Naura mendongak, ia tertegun menatap kagum pria itu. Pesona Azriel mampu membuat Naura terpana meski pada pandangan pertama.

"Minggir kau! Jangan ikut campur urusan saya!" Bara menarik tangannya sendiri.

"Aku akan ikut campur jika Anda berbuat kasar terhadap wanita. Dan aku tidak akan minggir sampai Anda sendiri berhenti mengganggu gadis ini."

"Hei, anak kecil. Jangan ikut campur urusan saya! Atau kau akan tahu akibatnya." Bara mengangkat jari telunjuknya tepat di depan wajah Azriel.

"Akibatnya apa? Anda mengancam aku? Baiklah, kalau begitu jangan salahkan aku melaporkan Anda ke polisi." Tak ada ketakutan dalam diri Azriel, justru ketegasan dan juga keberanian terlihat dari sosok Azriel.

"Dia ini istri saya, jadi Anda yang jangan ikut campur, mengerti!" sentak Bara.

"Bohong! Dia berbohong, dia itu orang asing yang sedang memaksa saya ikut dengannya, dia itu penculik." Naura kaget saat pria tua itu bilang istri, dan Naura pun terpaksa berbohong demi melindungi dirinya sendiri.

"Kau ... kau yang berbohong, ikut saya!" Bara kembali ingin menarik tangan Naura, tapi Azriel menghalanginya.

"Aku tidak percaya pada Anda. Pria seperti Anda lebih pantas menjadi ayahnya daripada menjadi suaminya. Dan aku tidak akan membiarkan Anda membawa dia!" ucap Azriel tidak kalah tegas.

"Kau ... Brengsek!" Bara menatap bengis penuh kekesalan. "Ingat Naura, saya tidak akan membiarkan kamu pergi. Kali ini saya mengalah, tapi jika kau pulang lihat saja nanti." Pria tua itu menaiki motornya, lalu pergi dalam keadaan marah. Cara menjalankan motornya pun terlihat ugal-ugalan.

Naura menghela nafas panjang, ia bernapas lega bisa terbebas dari Om Bara. Namun tidak tahu nasibnya nanti. "Terima kasih," ucap Naura tulus.

"Sama-sama. Lain kali jangan keluyuran sendirian, tidak baik untuk wanita seperti mu." Azril tidak memandang Naura, ia menatap lurus ke depan.

"Aku tidak keluyuran. Justru aku sedang di kejar om-om gila itu. Kalau kamu tidak ada, aku tidak tahu nasib aku seperti apa. Makasih ya."

"Sama-sama. Sekarang kamu pulang, sudah malam!" Azriel berjalan ke arah motornya.

"Eh tunggu!" Naura mengikuti Azriel. "Aku ikut kamu ya. Aku tidak mau pulang."

Azriel mengerutkan keningnya. "Aku tidak mengenalmu dan itu adalah hal yang tidak baik. Maaf aku harus pergi." Azriel pun menyalakan motornya kemudian pergi.

"Tunggu, hei! Aduh, bagaimana ini? Kalau aku pulang sekarang pastinya pria tua itu akan kembali melecehkan ku. Aku tidak mau itu terjadi."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!