Galih Pradana menggoyangkan jarinya maju mundur cantik dalam rangka mempermainkan lubang surgawi yang ada dihadapannya itu. Wajahnya yang tampan tersenyum puas saat partner ranjangnya itu mendesis nikmat dan mencapai orgas*me berkali-kali.
"Sayang, aku ingin lebih aaaaakh," rengek gadis itu dengan wajah memohon.
Ia benar-benar berharap pria tampan itu mau memberinya kepuasan lebih dari ini. Galih hanya tersenyum miring kemudian meninggalkan gadis itu ke kamar mandi.
Pria itu membuang kaos tangan silikonnya di tempat sampah kemudian berdecak kesal.
"Dasar Gadis murahan!" ujarnya seraya mencuci tangannya dengan sabun antiseptik. Pria itu pun segera memakai pakaiannya dan segera pergi dari kamar hotel itu.
"Sayang! Kok aku ditinggal sih?" teriak gadis itu dengan perasaan yang sangat kesal.
Galih selalu saja meninggalkannya ketika ia sudah berada dipuncak hasrat. Akan tetapi ia tak pernah kapok dan selalu saja mau menyerahkan semuanya pada pria Cassanova itu.
Tatapan dan senyuman pria itu membuat siapapun meleleh. Apalagi rayuan mautnya, semua gadis pasti akan lupa diri dan memberikan segalanya.
Nara dan puluhan gadis lainnya di kota ini selalu diperlakukan sangat manis sampai mereka dibuat melambung ke kayangan setelah itu mereka ditinggalkan dengan sangat menyakitkan.
Galih Pradana, pemilik Pradana Grup berusia 30 tahun. Seorang Cassanova tengil yang suka bermain-main dengan gadis-gadis cantik.
Merayu mereka sampai jatuh ke dalam pelukannya kemudian ia tinggalkan begitu saja tanpa ada perasaan sama sekali.
"Sayang, gimana ini?!" Nara berteriak sekali lagi dengan perasaan tak nyaman. Ia sedang berada di atas puncak hasrat tapi ditinggalkan begitu saja.
Rasa kesalnya kini semakin memuncak saja tapi ia tidak bisa berbuat banyak karena Galih akan selalu seperti itu.
Ia akan ditinggalkan sendirian di tempat itu seperti orang bodoh sementara Galih pergi entah kemana.
"Dasar pria aneh!" Nara berteriak sekali lagi untuk menutupi rasa kesalnya. Setelah itu ia akan menangisi nasibnya yang mau saja memperlihatkan semua yang ada pada dirinya sedangkan pria itu tak tersentuh sama sekali.
"Aaaaa, kesal! Tapi kenapa aku mau saja jatuh pada pesonanya! Aaaa aku benci kamu Galih!" Gadis itu menjambak rambutnya sendiri karena kesal dan marah.
"Entah siapa nanti yang bisa merasakan tubuhmu yang sangat luar biasa itu, aaaaa kesal. Kamu akan menyesal Galih Pradana!"
Nara berubah jadi gadis gila karena sangat marah dan juga kesal.
Seorang pria pun ia hubungi untuk melanjutkan perjalanan yang masih sangat panjang ini ke nirwana bersama.
Sementara itu Galih Pradana pulang ke rumahnya untuk menemui sang mama tercinta, seorang perempuan tangguh yang menjadi single parent puluhan tahun ini.
Ia yang merawat dan membesarkan dirinya sendiri karena papanya telah direbut oleh pelakor.
Ia benci perempuan selain mamanya. Dan ia ingin membalas perempuan-perempuan penggoda itu dengan balasan yang sangat menyakitkan.
"Mama aku pulang," ucapnya setelah sampai di depan pintu kamar sang mama. Ia langsung duduk di lantai tepatnya dibawah kaki perempuan paruh baya itu dan meletakkan kepalanya di paha sang mama.
Perempuan yang masih sangat cantik itu menyambutnya dengan tersenyum.
"Darimana saja sampai baru pulang selarut ini hem?" tanya sang mama seraya menyimpan sebuah buku yang ia baca di atas meja. Tangannya pun mengelus lembut rambut sang putra.
"Kamu tidak lelah kerja seharian kemudian menambah lagi waktu kerjamu di tempat lain?" lanjut Sofiya dengan suaranya yang sangat lembut.
"Ah tidak ma. Aku 'kan justru bersenang-senang setelah bekerja. Aku harus menjaga kewarasan dan ketampananku ini dengan bermain-main sedikit." Galih menjawab dengan seringai diwajahnya.
Ia tidak berbohong. Ia memang baru saja mempermainkan perasaan beberapa gadis.
"Pokoknya mama gak usah khawatir, aku cuma bermain-main dengan permainan yang sangat menyenangkan."
"Main apa hah?!" tanya Sofiya curiga.
"Jangan bikin mama curiga ya," lanjutnya dengan perasaan yang mulai tidak nyaman.
"Ah gak ma, cuma main di pinggir hutan aja sih. Aku belum berminat untuk masuk menjelajah," jawab Galih tersenyum.
"Hutan? Jangan ngaco kamu. Mana ada hutan di kota ini Galih!" Sofiya semakin curiga saja.
"Eh, bukan hutan tapi main di bibir pantai trus nyicip-nyicip kerang darat, hehehe," jawab Galih cengengesan. Sofia semakin bingung dibuatnya, dahinya sampai berkerut penasaran.
"Tadi bilang hutan, terus pinggir pantai dan sekarang kerang darat, kamu itu maksudnya apa sih? Jangan bilang kamu sengaja mempermainkan mama ya!!"
Sofiya meraih bahu putranya itu agar mau melihatnya. Ia menatap Galih dengan tatapan tajam menelisik.
"Mama, udah ya. Capek. Aku mau tidur. Besok acaranya Pak walikota. Aku juga harus berada disana untuk membantu suksesnya acara itu."
Pria itu langsung berdiri dari duduknya untuk kemudian bersiap menuju kamarnya. Hari ini ia begitu banyak pekerjaan yang menguras emosi dan juga tenaganya, untuk itu ia ingin beristirahat yang cukup.
"Galih, berhentilah bermain-main dengan gadis-gadis nak. Menikahlah. Pak walikota saja sudah menikah untuk yang kedua masak kamu mau kalah?" ucap Sofiya dengan wajah serius.
"Entahlah ma. Rasanya semua perempuan itu sama saja. Gak ada yang istimewa kecuali mama," ucap pria itu kemudian memeluk dan mencium pipi perempuan kesayangannya itu.
"Itu karena kamu belum menemukan yang cocok sayang." Sofiya berucap seraya mengelus lembut pipi putranya yang sedang menempel padanya.
"Ah sudahlah ma. Gak usah ngomongin tentang pernikahan lagi, aku cuma ingin makan kerang yang bermutu."
"Kerang apaan sih? Dari tadi ngomongin kerang lho," tanya perempuan itu dengan wajah bingung.
"Gak apa-apa ma, selamat tidur dan gak usah mikirin perkataan aku," balas Galih kemudian meninggalkan mamanya untuk kembali ke kamarnya. Rasa kantuk sudah mulai menyerangnya dan ia benar-benar butuh tidur sekarang.
"Anak itu tidak sedang membicarakan tentang gadis-gadis nakal di luar sana ya? Dan istilah icip-icip kerang. Oh ya Allah, semoga saja Galih tidak seperti papanya." Sofiya langsung meraba dadanya dengan perasaan yang sedikit takut.
Ia begitu khawatir kalau-kalau putra tunggalnya yang sangat tampan itu jadi melakukan hal-hal yang tidak benar dibelakangnya.
Oh Tuhan, semoga saja ada perempuan baik-baik yang bisa menjadi pendamping Galih, aamiin.
🌹🌹🌹
*Bersambung.
Hai hai hai, jumpa lagi kite di judul yang baru yang merupakan sekuel dari Mendadak Halal. Kisah ini khusus bercerita tentang si Cassanova resek, Galih Pradana dan si dokter cantik perfeksionis Nadia Gazali.
Selamat menikmati.
Eh, jangan lupa kasih bintang lima dong, like dan komentar juga hehehe.
Kirim hadiah bunga, kopi, ads juga boleh. Eh, lupa lagi, tap favorit juga ya 😉
Galih Pradana, semoga cocok ya genks.
Dokter cantik kita, Nadia Gazali
Nadia Gazali menutup layar laptopnya karena sudah tidak bisa lagi menahan kantuknya. Ia menekan batang hidungnya dengan jempol dan juga telunjuknya untuk mengusir sedikit rasa lelah nya dengan pekerjaan yang lumayan menguras waktu dan tenaganya.
"Astaga, ini sudah jam 10 malam. Aku harus pulang. Besok pagi aku akan menghadiri pelantikan kak Ali," ucapnya dengan bergegas memasukkan semua barang-barangnya ke dalam tasnya.
Kunci mobil ia raih dari atas mejanya kemudian segera keluar dari ruangannya setelah merasa bahwa semua barang-barangnya sudah masuk ke dalam tas. Ia pun keluar dari ruangan itu dan menyusuri lorong-lorong ruangan yang nampak sangat sepi. Tak ada perawat atau dokter yang berlalu lalang lagi di tempat itu. Di jam seperti ini hanya yang bertugas jaga saja yang masih berada di meja kerja mereka.
"Dokter baru mau pulang ya?" tegur seorang perawat yang sedang ia temui di lorong sepi itu.
"Ah iya sus. Ini aku kelupaan kalau mau nginap di rumah hehehe," jawab Nadia terkekeh. Sungguh, ia benar-benar tidak ingat kalau ia dan keluarganya akan ke rumah jabatan walikota untuk acara pelantikan orang nomor satu di kota itu besok pagi.
"Dokter terlalu sibuk sih," ujar sang perawat berbasa-basi. Ia akui kalau dokter cantik itu kadang sering lupa pulang karena terlalu banyak pekerjaan yang ia kerjakan di ruangannya.
"Ah iya. Mari sus," ucap Nadia seraya melanjutkan langkahnya cepat-cepat ke arah lift. Ia harus pulang dan tidur cepat. Ia harus kelihatan fresh besok pagi tanpa kantung mata pada wajah cantiknya.
"Iya dokter hati-hati." Perawat itu pun melanjutkan langkahnya menuju ruangan jaga malam itu.
Ruangan itu kembali sepi. Nadia mempercepat langkahnya. Hingga hanya suara heelsnya saja yang kedengaran untuk menemaninya dimalam yang dingin itu.
Keadaan seperti ini sudah sering dialami jika ia lembur dengan pekerjaannya yang sangat banyak tetapi ia tidak pernah merasa takut karena ia sudah bertahun-tahun kerja di rumah sakit itu.
"Faster babe aaaaakh, mmmm aaaaakh!" Langkahnya ia hentikan karena tidak sengaja mendengar suara-suara aneh dari dalam ruangan yang ia lewati.
"Aaaaakh mmmm, I like it babe!" Nadia merasakan kulitnya meremang. Otak kecilnya mulai membayangkan yang tidak-tidak. Dan entah kenapa jiwa penasarannya memaksanya untuk melihat apa yang terjadi. Gadis itu pun pelan-pelan membuka sebuah ruangan perawatan yang selama ini hanya diisi untuk pasien khusus.
Dan betapa kagetnya ia melihat dokter Harry, yang selama ini selalu merupakan kekasihnya sendiri sedang melakukan sesuatu yang sangat menjijikkan dengan seorang perawat jaga.
Perutnya bergolak ingin muntah dengan perilaku menjijikan yang ia lihat sendiri di depan matanya.
Harry Zulkarnain yang berjanji akan menikahinya dalam waktu dekat kini telah menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya.
Ia benci pria itu. Semua janji manis dan cintanya ternyata palsu.
Dokter cantik itu ingin marah dan mempermalukan mereka berdua tapi hati kecilnya melarangnya. Ia akan mendiamkannya saja dan pura-pura tidak tahu karena ia tidak mau semua orang tahu betapa menyedihkannya perjalanan asmaranya
Ia pun menutup pintu itu dengan perlahan. Hatinya sungguh sangat hancur kini. Air matanya sudah siap tumpah. Ia pun segera berlari ke arah lift dan ingin menangis di dalam kotak besi itu saja.
"Sialan kamu Harry!" umpatnya seraya menyusut air matanya. Ia berteriak dan menangis dengan sangat kencang di dalam lift itu dan tidak menyadari kalau ia sedang terekam kamera yang terdapat dalam kotak besi yang ia tempati sekarang.
"Brengsek kalian!" geramnya emosi. Andaikan ia tidak menjaga imagenya serta karakternya sebagai dokter yang cantik dan sukses dalam semua hal dalam hidupnya, ia sungguh ingin menendang pria itu dan selingkuhannya.
Tring
Pintu lift terbuka, ia segera keluar dari tempat itu menuju ke tempat parkir. Andaikan bisa terbang, rasanya ia sudah tidak ingin menapaki bumi dan segera pergi dari tempat yang sangat menyakitkan itu.
Air mata mengiringi perjalanannya pulang. Rasa kantuk dan lelah telah hilang berganti rasa sakit hati yang memenuhi dadanya. Gadis cantik itu benci Harry dan juga benci sebuah hubungan. Dalam hati ia berjanji tak ingin lagi berpacaran apalagi menikah.
Ciiit.
Mobilnya berhenti tepat di depan rumahnya yang ia tempati bersama dengan kedua orangtuanya. Ia pun turun dengan membawa tas kerjanya berikut laptopnya.
"Nad, kamu baru pulang sayang?" tanya sang mama yang juga baru saja tiba dari rumah jabatan walikota.
"Asma dan yang lainnya nyari kamu lho. Sisa kamu yang tidak datang. Tapi mama bilang besok kamu juga pasti datang," lanjutnya tersenyum. Nadia menghela nafas kemudian menjawab, "Maafkan aku ma. Aku lagi banyak kerjaan. Aku ke kamar ya, capek banget."
"Nad? Kamu baik-baik saja kan sayang?" tanya sang mama seraya menatap wajah putrinya yang menunduk.
"Iya ma. Aku hanya sakit kepala dikit, mungkin kalau aku tidur rasa sakitnya bisa hilang." Nadia pun berlalu dari hadapan sang mama dengan perasaan remuk. Dunianya terasa sangat hancur kini, akan tetapi ia tidak ingin menceritakan masalah yang sedang menimpanya ini kepada kedua orang tuanya. Cukup ia saja yang tahu dan merasakannya.
Tak boleh ada yang tahu kalau ia adalah seorang yang sedang tak baik saja sekarang. Image harus selalu terjaga, karena semua orang tahu kalau ia adalah seorang dokter yang cantik, sukses, dan sempurna. Tak ada kekurangan dalam hidupnya. Semua sudah ia raih diusia yang masih sangat muda.
Membuka pintu kamarnya, ia langsung melemparkan dirinya ke atas ranjang empuk miliknya. Ia baru ingin menangisi nasibnya sekarang.
Lama ia membenamkan wajahnya pada bantal sampai ia merasa airmatanya sudah kering. Ia pun bangun dan melangkahkan kakinya ke arah sebuah lemari kaca 75 X 200 cm. Disana ia menyimpan semua pemberian Harry sejak mereka berpacaran.
Tangannya membuka lemari itu kemudian mengeluarkan semua isinya ke dalam sebuah kresek besar.
Ia akan menyumbangkan barang-barang mahal itu pada siapa saja yang membutuhkan karena apapun yang berhubungan dengan pria itu harus ia buang jauh-jauh.
Setelah semua emosinya ia keluarkan, ia pun masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dan berganti pakaian. Mulai malam ini, tak ada nama atau apapun yang berhubungan dengan Harry ada didalam kamar maupun hatinya.
Gadis itu naik ke tempat tidurnya dan berusaha untuk tidur tapi sayangnya rasa kantuk itu benar-benar telah pergi jauh. Akhirnya ia isi dengan kembali menangisi nasib asmaranya.
🌹🌹🌹
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like dan ketik komentar agar author semangat updatenya oke?
Nikmati alurnya dan happy reading 😊
"Aaaaaaa tidak!"
Nadia Gazali membuka matanya dengan nafas memburu. Wajahnya sampai dipenuhi peluh. Mimpi yang sangat buruk baru saja mendatanginya. Ia merasa seperti dikejar-kejar oleh seorang pria yang tidak dikenalnya.
Bangun dengan tergesa-gesa seraya menatap ke sekeliling ruangan kamarnya. Ia pun menarik nafas lega. Beginilah akibatnya kalau ia tertidur dengan dihantar oleh tangisan dan emosi dan bukannya dengan nama Tuhan.
"Alhamdulillah, semoga itu hanya mimpi buruk saja," ujarnya pelan. Ia bersyukur karena ternyata ia sedang berada di dalam kamarnya yang nyaman. Gadis itu pun bangun dan langsung ke kamar mandi.
"Tidak!!!!"
Terdengar suara teriakan histeris lagi dari dalam kamar mandi. Nadia menatap wajahnya di cermin dan benar-benar menemukan kantung mata di sana. Sesuatu yang sangat ditakutkannya kini terjadi dan ia sungguh tidak suka akan fakta itu.
Ia pun segera mandi dan tak lupa memeriksa dan merawat kelengkapan anggota tubuhnya yang sangat ia banggakan dan syukuri. Tiba-tiba saja ia berdecak kesal.
Bayangan perbuatan Harry dan perawat jaga itu membuatnya sangat jijik. Ia memandangi tubuhnya yang sangat sempurna itu dengan senyum miring,
"Untuk orang sekelas Harry brengsek. Tubuh ini tidak akan pernah rela disentuh olehnya. Enak saja!" ujarnya kesal.
"Dan ya, aku bersyukur karena semua ciptaan Tuhan yang indah ini akan terjaga dengan sangat baik dan tak akan tercemari oleh pria menjijikan seperti dia!" lanjutnya seraya memberikan sabun wangi untuk daerah pribadinya.
Membilas tubuhnya dengan air yang sangat segar ia pun melakukan ritual mandi itu dengan hati yang mulai tenang dan terhibur. Nama penghianat itu harus ia cuci dalam otaknya dan membuangnya bagaikan kotoran yang sudah masuk dalam saluran pembuangan.
Setelah sholat, ia pun segera melakukan perawatan pada wajahnya yang cantik. Pokoknya ia harus bahagia dan tidak boleh terpengaruh dengan masalah semalam.
Gadis itu pun mulai mengambil sebuah krim dan serum untuk ia pakai pada bawah matanya.
Memakai krim mata ini merupakan cara yang paling tepat ia lakukan meskipun biasanya ia menggunakan irisan timun atau kompres air es jika tidurnya tidak cukup 7-8 jam semalaman. Hanya saja sekarang ia tidak ingin keluar kamar untuk mencari timun ataupun air es di lemari pendingin. Ia tidak mau orang-orang di rumahnya melihat matanya yang juga membengkak karena terlalu lama menangis semalaman.
Jarinya pun mulai memijit bawah matanya dengan krim itu. Sebuah krim yang mengandung kafein dan hyaluronic acid yang sangat mahal dan khusus ia beli di Korea.
Selain membantu memperlancar aliran darah agar kantung mata kempis, kafein juga membantu mengecilkan pembuluh darah yang melebar sehingga tampilan hitam di kantung mata berkurang. Sedangkan kandungan hyaluronic acid akan membantu menghidrasi dan melembapkan kulit di area mata sehingga kulit tampak lebih halus dan cerah.
"Kak Nad, udah ditungguin mama tuh. Katanya mau berangkat ke rujab." Tiba-tiba saja Vania sang adik muncul di dalam kamarnya tanpa mengetuk pintu ataupun mengucapkan salam terlebih dahulu.
"Kalau masuk ke kamar orang biasa kan untuk mengetuk pintu Vania!" ujarnya dengan tatapan tajam pada sang adik.
"Maaf kak, aku tadi ngetuk kok, tapi cuma sekali sih. Eh, kakak matanya kenapa tuh kok kayak panda sedang kelaparan?!" Vania balas menatap sang kakak dengan wajah penasaran.
Gadis itu bisa melihat mata kakaknya yang bulat indah itu sekarang nampak merah, bengkak dan tentu saja berkantung seperti mata panda.
"Sana, kamu keluar! Bilang sama mama aku gak ikut. Mataku lagi sakit." Nadia meminta sang adik untuk keluar dari kamarnya karena sedang tak ingin membahas tentang penyebab matanya jadi bengkak seperti itu.
"Apa karena habis nangis kak?" tanya Vania menelisik. Gadis yang sedang jadi mahasiswi di sebuah Universitas itu menatapnya curiga.
"Aku bilang keluar ya kamu keluar. Pokoknya jangan bilang-bilang yang lain. Sama mama kamu bilang aku gak bisa ikut karena lagi kurang enak badan!"
"Lho kok gitu? Kakak kan bisa pakai kacamata. Kakak juga belum ketemu dengan mbak Laura, istrinya kak Ali."
"Nanti juga ketemu kok. Yang jelasnya aku gak mau keluar rumah kalau mata aku seperti ini."
"Ish. Padahal seksi lho kalau matanya kayak gitu kak," ujar Vania menahan untuk tidak tertawa.
"Keluar gak kamu sekarang juga!" Nadia kembali menatap tajam sang adik.
"Ada fulusnya gak?" tanya Vania seraya menyodorkan tangannya minta uang jajan seperti biasa.
"Ya ampun, kamu ya, cuma minta bilang itu aja masak harus bayar sih," ujar Nadya dengan wajah kesal.
"Jangan marah kak, nanti wajahmu berkerut lho dan ya berbaringlah dengan tenang. Biar aku saja yang ambil jajannya di tas kakak," balas Vania seraya tersenyum. Nadia hanya mendengus. Ia tak punya pilihan lain selain membiarkan sang adik membuka tasnya dan mengambil uangnya.
"Makasih ya kak. Semoga kakak cepat dapat jodoh," ujar gadis itu seraya melambaikan beberapa lembar uang bergambar presiden pertama negara ini.
"Ya ampun kamu ambil jajan banyak sekali Van!" Nadia kembali bertanduk tak rela. Ia yakin adiknya itu sudah berhasil merampoknya.
"Jangan khawatir kakakku sayang, kali ini aku tambah doanya, semoga jodoh kakak adalah sultan plus CEO yang baik hati dan tidak pelit, aamiin." Gadis itu pun segera keluar dari kamar sang kakak sebelum mendapatkan sebuah bantal yang melayang tanpa sayap.
Nadia tidak berkata-kata lagi. Hatinya saat ini sedang sakit dan tidak ingin membicarakan tentang jodoh atau sejenisnya.
Ia pun membaringkan tubuhnya dengan bantal yang lebih tinggi. Menutup matanya perlahan untuk mengizinkan krim itu bekerja dengan baik.
"Ti-dak!!" Kembali ia berteriak karena ia merasa pria aneh dan gila yang ada di dalam mimpinya seakan mengikutinya sampai di dunia nyata.
"Astaghfirullah. Siapa itu? Kenapa wajahnya tidak jelas. Tapi kenapa ia selalu mengikutiku?"
🌹🌹🌹
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like dan ketik komentar agar author semangat updatenya oke?
Mau bersedekah bunga se taman? Kopi se gentong juga boleh.
Nikmati alurnya dan happy reading 😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!