...My Majesty...
Hai... Hai... Hai...
Jumpa lagi dengan Anggi Marlinda, kali ini aku mau menceritakan tentang sang Majesty, atau bisa di sebut yang Mulia.
Berbau-bau Vampir sih ya kayaknya, jadi sedikit gitu deh jalan cerita dan adegannya, bagi yang tidak berkenan bisa get out hehe... maaf bukan nggak sopan tapi dari pada kalian nggak enak otak, untuk yang suka cerita kuno berbaur dengan masa kini ayok kita lanjut ke perkenalan tokoh iya say...
1.Benjamin Almero.
Seorang mahasiswa fakultas kedokteran, dengan bantuan beasiswa, anak yatim piatu yang diasuh oleh paman dan bibinya.
Benjamin Almero ini suka sekali dengan buah tomat yang rasanya agak asam-asam manis, tinggi 178cm, umur 20tahun, tampan, sopan, penurut, dan penyayang, tentunya ramah dan suka menolong, berjiwa sosial tinggi, Benjamin Almero cocok untuk menjadi dokter masa depan yang mana para pasien tidak takut dengan jarum suntik karena terpaku akan ketampanannya, hehehe...
Ya sudah, cukup untuk Benjamin Almero, kita lanjut ke cewek cantik kita...
2.Freya Victoria
Gadis dengan garis keturunan darah murni, yup betul sekali, dialah Vampir cantik yang akan tergila-gila dengan ketampanan Almero, ups keceplosan, ok karena dia yang cinta sama Almero, dia yang ngejar-ngejar Almero jadi author bikin penasarannya di gimana sikejam Freya ini bisa jatuh cinta dengan anak laki-laki yang sopan, halus dan baik?
Nah jangan lewat kan setiap episodenya ya...
Karena Freya ini random banget anaknya, manja di depan Ayah si bangsawan Victor, tapi kejam dengan bawahan dan lawannya, sabarnya setipis tissue, gadis berdarah murni ini begitu licik jika sudah berurusan dengan rantai makanan, bahkan kecantikannya sering ia jadikan tipu muslihat.
Tinggi 170cm terlihat cantik dengan kaki-kaki jenjang yang jarang ia tapak kan di atas tanah, umurnya belum begitu tua baru berusia 300tahun.
Sudah ya kenalannya, sama dua protagonis kita ini?
Gimana? Mau lanjut ke part selanjutnya? Ok say bestie kooh, kita masuk ke jalan ceritanya yah, cek it dot...
...My Majesty...
London, malam hari di sebuah kastil kuno kerajaan Vampir, terlihat laki-laki dengan baju kebangsaannya tengah mondar-mandir di dekat meja makan yang kosong.
Tuk... tuk... tuk...
Suara langkah kaki ringan terdengar menuruni anak tangga, yang mana itu membuat laki-laki yang tak lain adalah Victor menolehkan kepalanya, semburat sorot merah matanya melihat raut ketidak bahagian gadis kecilnya yang sudah berumur 300tahun.
Ya... Freya Victoria anak gadis satu-satunya setelah dua orang kakak laki-laki yang lahir lebih dulu darinya.
"Baby?" suara berat itu terdengar menggema di dalam ruangan yang sepi itu.
"Hem?" malas bernada manja Freya masih berjalan di atas anak tangga.
Victor dengan kemampuannya berpindah tempat, ia kini sudah berada di depan anak gadisnya, "Ada apa dengan wajah cantik putri Daddy ini?" raut kekhawatiran Victor tunjukkan.
"Freya ingin makanan lain Daddy, Freya bosan dengan makanan asam itu, sedikitpun tidak ada manis-manisnya, lihat saja bau Freya sudah mirip buah tomat yang sering dikonsumsi manusia saja," mengerucut bibir mungil yang berwarna merah itu.
"Lalu apa mau mu?" tanya Victor masih tetap sabar menghadapi gadis nakalnya itu.
"Freya mau berburu!" terdiam sejenak Victor kala mendengar keinginan anak gadis satu-satunya itu.
"Tapi sayang, kau masih..."
"Kecil? Benarkah Daddy akan bilang seperti itu? Tapi bukan kah anak-anak perlu belajar? Jadi kapan Freya belajar?" sambil menghentak-hentakkan kakinya Freya akhirnya mendapatkan ijin dari sang ayah.
"Baiklah, Daddy beri kesempatan untukmu belajar, " berbinar kedua bola mata merah darah itu setelah mendengar keputusan sang ayah.
"Aaaa I love you Daddy!" teriaknya dengan memeluk sang ayah dengan begitu erat.
"Tapi dengan syarat!" bernada dingin Victor, ia membelai rambut putri cantiknya itu...
"Hem, Freya akan mendengarkan syarat dari Daddy," sahutnya manja dengan mengusakkan kepala di dada bidang sang ayah.
"Pertama yang harus kamu setujui, kedua kakak mu Alvin dan Alan akan ikut!" tersentak Freya, dia kira ia hanya akan bersama beberapa pengawal saja. Berusaha tidak berontak demi ijin yang diturunkan.
"Kedua, kau tidak boleh memangsa manusia, jika dia tidak bersalah..."
"What?! Oh ayolah Dad, semua manusia itu suka melakukan kesalahan!" sela Freya seraya melepaskan pelukannya.
"No Baby! Tidak semua jahat! Masih ada manusia berhati baik yang bertahan hidup dibelahan dunia ini," menghela napas Freya dengan memutar bola matanya setelah mendengar sang ayah lagi-lagi membela kaum manusia.
"Lalu yang ketiga, ini poin paling penting sepanjang hidup mu dan juga berlaku untuk semua kaum kita..."
"Iya iya cepat katakan!" sedikit malas Freya kala ia mendengar basa-basi sang ayah yang menurutnya hanya akan membebani dirinya untuk pergi berbaur dengan para mangsanya.
Freya pikir ia akan terjun ke dunia manusia dan betapa menyenangkannya jika kita berdampingan hidup dengan banyak makanan, jika kita lapar tinggal comot satu, jika kita bosan tinggal cari yang lain lagi haaaaahhh... betapa bahagianya hidup tanpa takut kelaparan, tapi apa? Victor sang ayah malah seolah melarang-larangnya dengan segala syarat yang diberikannya.
"Jangan sampai kau jatuh cinta dengan kaum manusia! Entah itu yang baik atau pun yang jahat!" syarat terakhir sudah terucap dan itu membuat Freya tersenyum miring, seolah ia tak mengindahkan kata cinta.
"Heh, tenang saja Daddy, manusia tidak akan mampu menembus kriteria Freya yang sangat tinggi, bukan kah bulan lalu Freya pernah menolak pangeran Bastian yang kebanyakan para bangsawan mengatakan bahwa dia sangat tampan? Tapi itu bukan tipe Freya!" cetus Freya dengan congkaknya.
"Baiklah, kau memang putri Daddy yang sangat pemilih, tapi tak apa, Daddy suka itu!" ucap Victor dengan mengecup kening sang putri.
"Wow! Adegan romantis apa ini?" tiba-tiba seorang vampir tampan datang di belakang Victor.
Senyum Victor ulas tipis melihat kedatangan putra pertamanya, lalu di susul oleh kemunculan putra keduanya.
"Ada apa Daddy mengundang kami?" sopan Alan bertanya, berbeda dengan Alvin yang datang lebih dulu.
"Freya, adik kalian ingin berburu ke dunia manusia, Daddy mau kalian menemaninya!" cetus Victor.
Sejenak kedua laki-laki tampan yang berstatus kakak beradik itu saling pandang satu sama lain.
"Daddy serius?" tanya Alan yang sedikit mengkhawatirkan adik cantiknya.
"Yes, Boy! Freya bilang, anak-anak perlu belajar..." memicingkan pandangan Alvin menatap sang ayah.
"Ini murni keinginan Freya, atau Daddy yang mau quality time sama Mommy? Atau jangan-jangan saat kita kembali akan ada bayi kecil bertaring di kastil ini?" pertanyaan konyol itu membuat Victor menarik telinga putra pertamanya.
"Aduh! Aduh! Sakit Dad!" protes Alvin kala telinganya memerah.
"Daddy serius Boys, kalian harus benar-benar menjaga adik kalian ini!" Victor kembali serius berucap.
Alan mengangguk patuh di ikuti Alvin yang mengangguk dengan mengelus telinganya.
Tersenyum Freya ia menghambur memeluk kedua kakaknya bersamaan, "Thanks my brothers, kalian emang the best!" bisik Freya.
"Lalu kemana kita akan berburu?" tanya Alvin kepada adik tercintanya.
"Kota dimana sinar matahari tidak akan menyakiti kita, kota dimana lebih banyak udara lembab ketimbang sinar hangat mentari yang menyakitkan," cetus Freya dengan menerawang jauh ke langit-langit kastil tua itu.
"Amerika?" tanya Alan.
"Ya, Wasington, kalau tidak salah di sana masih berdiri kastil milik Lord terdahulu," sahut Alvin dengan pengetahuannya.
"Lord? Yang menikahi gadis manusia?" tanya Victor dengan kilat mata yang memerah, seolah tersirat rasa yang mungkin susah di jabarkan.
"Sepertinya begitu, tapi bukan kah ada rumor bahwa beliau telah tiada? Menghilang tanpa jejak," sahut Alvin, yang memang suka sekali menelusuri sejarah atau cerita-cerita raja-raja dan kaisar terdahulu.
"Seperti apa ya? Jika beliau masih ada, dan memimpin kaum kita, ku dengar beliau sangat bijaksana dan tegas," kembali Alvin berceletuk dengan pandangan yang seakan menerawang.
"Yang pasti tidak terpecah belah, dan lebih baik dari Lord yang sekarang," cetus Victor, sedang ketiga putra putrinya menatap serius seolah meminta cerita lengkapnya.
"Sudah-sudah, Daddy mau menemui Mommy kalian, kalian hati-hati jika menempati kastil tua itu, mana tau di sana kalian menemukan sesuatu," canda Victor dengan terbang menuju lantai atas.
"Daddyyyyyyy!!!" teriak Freya dan Alvin yang sebenarnya sudah kepalang penasaran dengan cerita yang digantung oleh sang ayah.
Forks, Wasington.
Sebuah Universitas yang banyak dengan mahasiswa, di meja bundar kantin kampus terlihat lima orang mahasiswa dan mahasiswi tengah duduk melingkar, membahas rencana penelitian mereka.
"Jadi lo yakin kita ke hutan?" tanya Fani.
"Iya, ayah gue bilang di sana ada bangunan tua yang bisa kita jadikan tempat berteduh saat hujan turun, dan kita akan melakukan penelitian disaat hujan reda," sahut Rosie.
"Gue mah ok aja, gue bisa hidup dimana aja," tutur Alex.
"Lo gimana Al?" tanya Levin kala melihat salah satu temannya termenung.
"Hah? Gue ngikut kalian aja," sahut nya yang tak lain adalah Benjamin Almero.
"Ok besok kita berangkat!" cetus Alex sebelum mereka membubarkan diri untuk pulang ke kediaman masing-masing...
Rencana penelitian mereka lakukan bersama, kelima mahasiswa dan mahasiswi itu memulai perjalanan di pagi hari.
Cuaca bersahabat pagi ini ditemani oleh hangatnya sang mentari yang dengan cerahnya memberikan cahaya kepada bumi tempat manusia berpijak.
Mobil Jeep berwarna putih dengan paduan hitam di beberapa tempatnya telah terisi penuh dengan lima mahasiswa dari Universitas ternama George Wasington.
Perlahan merayap mobil yang dikendarai oleh Benjamin Almero bersama dengan keempat temannya mulai memasuki kawasan hutan, mulai dari sini sinar mentari hanya sedikit yang berhasil menerobos lebatnya dedaunan hijau yang rimbun.
"Kok jadi serem gini sih suasananya?" gerutu Fani yang memang sedikit manja, ia sengaja memeluk lengan Benjamin Almero yang kebetulan duduk di sampingnya.
"Cih lebay!" melirik sinis Rosalie kala ia menoleh kearah belakang.
"Hadeh, jangan jadiin gue obat nyamuk dong bro!" celetuk Levin yang kebetulan duduk di samping Almero.
Sedangkan Alex hanya menatap sekilas teman-temannya yang duduk di kursi penumpang bagian belakang melalui kaca spion tengah, karena ia harus fokus dengan jalanan yang mulai terasa licin, mungkin hujan baru saja mengguyur jalanan yang sekarang mereka lewati ini.
Terus melaju mobil Jeep itu hingga masuk kedalam hutan yang rimbun bahkan jalanan aspal sudah tidak lagi mereka lewati, kini hanya jalan setapak selebar mobil saja.
"Sorry Fan, gue mau ambil buku," alasan Benjamin Almero untuk lepas dari dekapan si gadis cantik namun genit itu.
"Em... ok deh, tapi gue takut," rengeknya manja, tapi walau bagaimanapun Fani tetap melepaskan lengan si tampan Almero.
Mengeluarkan buku catatan Benjamin Almero mulai mengamati suasana di luar mobil tanpa membuka kaca mobil.
Didalam kastil tua...
Tiga bersaudara itu baru saja menyantap hidangan yang berwarna merah, terlihat lahap Alvin dan Alan kala menikmati hidangan didepannya.
Tapi tidak dengan Freya, gadis bertaring runcing itu terlihat merengut, bahkan bibirnya terlihat mengerucut.
Alan yang melihat ekspresi sang adik meletakkan gelas heels yang ada di tangannya keatas meja.
"Kenapa? Kau tidak mau makan?" dingin dan datar pertanyaan yang Alan lontarkan.
"Hem, tidak enak! rasanya asam, sama seperti di rumah! Aku mau yang manis! Aku pergi dari rumah mau mencari yang lebih segar, lebih fresh! Bukan darah babi seperti ini!" gerutu Freya.
"Kalau kau tak mau biar ini ku makan!" ucap Alvin dengan meraih gelas heels yang masih terisi penuh dengan cairan darah babi.
Plak!!
"Enak saja kau makan! Lalu aku mau makan apa? Memakan mu pun aku tak berselera!" ketus Freya.
"Hus! Jaga bicaramu Fe! Tidak seharusnya kau berucap seperti itu!" Alan memperingatkan sang adik.
Bruuummm...
Ckkkkiiiiiiitttt...
Menoleh kearah pintu utama ketiga bersaudara itu kala mendengar suara deru mesin yang sepertinya berhenti didepan bangunan tua yang mereka tempati itu.
"Heemmmmm..." Freya terlihat menghirup udara dalam-dalam.
"Ini baru makanan yang enak!" celetuknya dengan melayang dan melesat menuju pintu utama, namun dengan cepat Alan menahannya.
"Tunggu Fe! Itu manusia tak bersalah!" cetus Alan.
"Tapi cepat atau lambat mereka akan melakukan kesalahan!" sergah Freya dengan menepis lengan sang kakak yang menahan tangannya.
SLAP!!
Alvin lebih cepat menghadang Freya, ia berdiri di depan daun pintu yang masih tertutup rapat.
"Stop Fe! Jika kau seperti ini, kau akan di pulangkan!" berusaha juga Alvin mencegah sang adik.
Masih tergiur Freya dengan aroma manis yang ia cari selama ini, "Fe!" Alvin menyentuh pundak sang adik, "Kita main cantik!" bisiknya dengan senyum miringnya.
Freya mengangkat salah satu alisnya kemudian tersenyum, "Baiklah!"
SLAP!!!
Menghilang gadis dengan taring runcing itu dari hadapan kedua kakaknya, kemudian Alvin dan Alan segera menyusul Freya yang ternyata bersembunyi di dalam lukisan yang menempel pada dinding ruang tengah kastil tua itu.
Brak!!
Menutup pintu mobil Alex segera menyusul teman-temannya yang sudah memasuki teras bangunan tua.
"Wooooaaaahhh... besar sekali rumahnya, apa ini ada cerita sejarah didalamnya?" tanya Fani sangat penasaran dengan cerita sejarah.
"Ada," sahut Alex yang baru tiba di samping Rosalie. Sontak semua mata tertuju pada sosok tampan dan macho itu.
"Cerita dong!" pinta Fani yang sudah berdiri di samping Alex.
"Konon ceritanya dulu di sini tempat tinggal bangsawan..."
"Vampir maksud lo?" tanya Levin yang mulai terpancing.
Alex hanya mengendikkan bahunya, "Bisa jadi,"
"Jadi mereka beneran ada?" Levin kembali menyeletuk.
"Ih diem dulu Vin! Lenjut Lex," cetus Fani yang tidak sabar dengan cerita Alex.
"Bangsawan itu terbunuh atau hilang, saat mengetahui sang istri yang terbaring di atas ranjangnya sudah tak bernyawa..."
"Ssshhhh argh!!" di tengah-tengah cerita Alex yang mulai membuat penasaran, Benjamin Almero merasakan dadanya nyeri, bahkan si tampan itu sampai menunduk dengan memegangi dada kirinya.
"Lo kenapa Al?" tanya Rosalie, yang kala itu tidak begitu tertarik dengan cerita Alex yang mungkin sudah sering ia dengar dari sang ayah.
"Woy Lex, udah dulu dongeng lo! Lagian itu kan cuma cerita dari orang tua! Lo pasti denger dari ayah, kan?!" tuding Rosalie.
"Mending kita masuk terus istirahat deh, ini kayaknya Almer kecapekan deh, dia pucat banget!" imbuh Rosalie.
Sedikit memutar bola matanya malas, Alex yang masih asik bercerita terpaksa berhenti dan membantu Benjamin Almero untuk dibawanya masuk dan beristirahat di dalam kastil tua itu. Dengan santainya mereka duduk di sofa yang tersedia, tak ada rasa khawatir, bahkan mereka tak merasa jika ada mata yang terus mengamati kegiatan mereka.
"Lihat! Mereka menceritakan tentang kita! Bahkan bingung akan mempercayai keberadaan kita atau tidak," cetus Freya yang sudah berpindah dan berdiri di lantai dua, dengan menatap kearah dimana kelima mahasiswa itu berkumpul.
Perlengkapan medis yang tersimpan didalam kotak p3k sudah Rosalie keluarkan, minyak angin ia berikan kepada Almero yang masih memegangi dada kirinya.
"Lo kenapa sih Al?" tanya Levin yang duduk di sampingnya.
"Entahlah, kaya ada yang nusuk di sini, kaya..." terdiam sejenak Almero tak sengaja mengedar pandangannya dan tanpa sengaja kedua padang mata itu bertemu.
Terbengong terbelalak Benjamin Almero menatap sosok cantik yang berdiri dengan bersedekap dada di lantai atas sana.
Dengan dress tanpa lengan yang berwarna merah dan panjang serta ada belahan di sisi kaki kirinya, membuat gadis itu terlihat anggun.
Rambut hitam kecoklatan yang tergerai ikal sepinggang menunjukkan kata indah untuk dipandang.
Bahkan dari jarak yang jauhnya sekitar empat meter gadis itu mampu memancarkan kecantikannya yang langsung seketika merampas juga merampok atensi si tampan yang pendiam.
"Lo liat apaan sih Al?" tanya Alex yang saat itu juga segera melihat kearah yang sama, yang Almero lihat.
"Lo jangan bikin gue parno dong! Baru juga nyampe, masa iya penghuninya udah mau kenalan aja!" celetuk Levin dengan mengusap tengkuknya.
"Nggak, nggak ada apa-apa kok," tersenyum Almero, ia lebih memilih menyimpannya sendiri bahkan rasa sakit di dadanya sudah berangsur menghilang.
Dilantai dua...
Saat kedua kakaknya bersembunyi dibalik pilar besar, Freya dengan memancarkan pesonanya menampakkan diri.
Tak percuma ia berusaha, nyatanya pemilik aroma manis yang ia hirup sedari tadi, berhasil ia curi atensinya.
Namun saat teman-temannya melihat kearahnya berada, gadis bertaring runcing itu sudah menghilang, menyembunyikan diri dibalik pilar besar.
"Si manis itu harus berhasil ku dapatkan, heeemmmm....hhhaaaahhh... aromanya saja sangat manis, bahkan dari jarak sejauh ini," gumam Freya dengan menghirup aroma manis itu dalam-dalam...
Semakin membaik kondisi Benjamin Almero, mereka memutuskan untuk berkeliling kastil tua yang sangat luas ini.
"Sementara barang-barang kita tinggalkan disini saja dulu!" ucap Alex.
"Siap!" sahut semuanya, mereka mulai berjalan menyusuri setiap lorong.
"Apakah sebelumnya ada yang pernah tinggal di sini?" tanya Fani.
"Sepertinya begitu," sahut Rosalie yang melihat satu gelas heels yang masih berisi penuh dengan cairan merah.
"Jangan-jangan mereka masih di sini?" sedikit merasa takut Fani menerka-nerka, takut jika yang menginap di sini ternyata orang jahat, penculik, pencuri, atau perampok, pikiran-pikiran buruk terus menggelayuti otak Fani.
Berbeda dengan Almero, jika mereka fokus dengan kondisi dalam rumah yang sepertinya ada penghuni lain, otak Almero masih terpaku dengan sosok cantik yang belum lama ini muncul di kejauhan.
Namun saat matanya menyapukan pandangan ke seluruh sudut ruangan, ia malah menemukan dinding yang berisikan lukisan.
Terlihat seorang laki-laki yang dengan gagahnya berdiri, dan di sampingnya ada seorang wanita cantik yang duduk.
Kehilangan satu temannya, keempat remaja itu kembali dan mendekati Almero, "Lo ngapain sih?!" Alex yang menyeletuk segera di tepuk pundaknya oleh Rosalie.
"Shut! Liat, ada lukisan!" bisik Rosalie.
Semua mata memandang kearah lukisan yang sedari tadi mengalihkan atensi Almero.
"Barang lukisan doang!" celetuk Levin.
"Eh tapi ngomong-ngomong, kok wajahnya mirip kayak lo ya Al, jangan-jangan ini bapak nya Almero," celetuk Levin dengan nada banyolan nya.
"Hish! Kalo ngomong! Ya mana ada dia bapaknya Almero! Dari model pakaiannya saja kaya jaman kerajaan gitu," sahut Fani.
Ditengah perdebatan Fani dan Levin, Almero malah tertarik untuk menyentuh lukisan sepasang kekasih itu.
Tersentuh permukaan kanvas yang dilapisi kaca, seketika Almero merasakan ada yang aneh di dalam otak dan juga hatinya.
Seperti ia mempunyai serpihan dan juga kepingan ingatan yang entah mengapa sulit sekali untuk ia ingat, sampai...
Brugh!!
"Almer!" teriak keempat remaja yang berdiri di samping Almero.
Benjamin Almero, terkapar tak berdaya, ingatan yang seolah minta di ingat membuatnya sakit kepala hingga pingsan lah hasil akhir dirinya.
Beruntung Almero mempunyai teman-teman yang sangat peduli padanya, mereka membuka salah satu kamar yang ada di lantai atas, diletakkannya tubuh lunglai Benjamin Almero di atas bad yang berwarna putih bersih.
"Fiks, gue yakin kastil ini nggak kosong!" cetus Rosalie secara tiba-tiba.
"Maksud lo?!" tanya Levin.
"Lo lihat ada debu nggak di sekitar sini? Nggak! Bukan hanya di sini, sedari kita masuk, cuma minim penerangan, kan? Semua tertata rapi bahkan ada minuman di meja tadi, kalian nggak punya firasat aneh gitu?"
Brak!!
Baru saja Rosalie mengungkapkan rasa tidak nyamannya, terdengar pintu dibanting dengan keras dari arah luar.
Tersentak mereka berempat, saling pandang satu sama lain, setelah mereka sepakat untuk melihatnya bersama-sama, mereka meninggalkan Almero yang masih belum sadarkan diri.
Sementara keempat remaja itu beriringan menuju lantai satu, sosok cantik bertaring runcing itu muncul berbaring di samping Almero.
"Heeemmm... Hhhhaaaaahhhh..." menghirup dalam-dalam aroma yang sedari tadi diincarnya.
"Tampan sekali, tapi sayang kau hanya makanan bagiku," bisik gadis bertaring yang tak lain adalah Freya, dengan kuku runcing nya yang menari-nari di atas pahatan wajah maha sempurna yang mendeskripsikan kata Tampan nan Rupawan.
Lihat dahi halusnya, lihat bulu mata lentik dan lebatnya, bahkan alis yang lebat menyempurnakan tatapan tajam ada di sana, lihat hidung bangirnya, lihat juga bibir merah segar yang mungkin belum terkontaminasi oleh nikotin-nikotin jahat.
Freya merayap perlahan di atas tubuh Almero, tepat di atas wajah tampan itu, Freya mengamati juga mengagumi calon makan malamnya, "Bisakah aku menyesap mu setiap hari? Oh ya ampun jika ada keinginan yang akan di kabulkan, maka aku ingin memakan mu tapi, kau jangan mati supaya aku dapat menikmati mu setiap hari," gumamnya.
"Sungguh ciptaan yang maha sempurna, jika kau termasuk kaum kami, maka kau pantas untuk di sebut The Majesty..." terhenti ucapan itu kala netra merah dengan bulu mata lentiknya bersitatap dengan mata hitam legam yang baru saja terbuka dari pejamnya.
"Ah ternyata lebih tampan saat terbuka matanya," sedikit terkejut tapi Freya pandai menguasai dirinya.
SET!!
...BRUGH!!...
"Ah..." dengan cepat Almero membalikkan posisi, kini ia yang berada di posisi atas, lengkingan manja keluar dari bibir merah Freya kala ia terkejut.
"Owh... ternyata suka yang sedikit kasar ya? Aku kira kau, lembut dan halus," bisik Freya dengan membelai rahang tegas milik Almero.
Terlihat mata Benjamin Almero mendelik sampai terlihat putihnya saja saat indera penciumannya menghirup aroma asam manis yang ingin sekali ia cicipi.
"Bisa kita mulai?" deep voice keluar dari bibir merah segar milik si tampan Benjamin Almero.
SET!!
...BRUGH!!...
"Ternyata kau sungguh tidak sabaran ya?" Freya kembali membalikkan posisi, dari atas tubuh kekar itu, perlahan Freya melepas kancing kemeja Benjamin Almero.
Mulai terekspos otot-otot kekar di sana, sementara satu tangan meraba otot kekar di dada, tangan yang lain membelai rahang tegas Almero dan sedikit Freya memiringkan kepalanya kemudian...
Perlahan Freya menghirup aroma ceruk leher Almero, dikecup nya dan JLEB!!!
Perlahan tapi pasti Freya menghisap darah lelaki tampan yang sudah sejak satu jam yang lalu di tunggu-tunggunya.
"Ahh..." Benjamin Almero seolah menikmati sentuhan itu, bahkan ia membelai surai ikal yang tergerai, sebelah tangannya memeluk pinggang ramping yang menggoda.
"Pandai juga kau melakukannya," bisiknya hingga membuat Freya menghentikan aktivitasnya.
Cukup kenyang ia menghisap darah manis seorang Benjamin, tapi kenapa laki-laki tampan itu sedikitpun tak tumbang.
Menatap bingung Freya masih terpaku diatas tubuh Benjamin Almero.
"Sudah?" tanya Almero dengan membelai wajah cantik Freya, bahkan ibu jari Almero mengusap noda darah yang tersisa di sudut bibir Freya.
Membuang jauh-jauh rasa bingungnya, Freya menganggap ini hanya keberuntungan nya atas do'anya tadi, kembali ia tersenyum miring, "Kau sangat manis," bisiknya, yang membuat Benjamin Almero menariknya kedalam pelukan.
Didekapnya erat tubuh seksi itu, perlahan Benjamin Almero menyibak rambut ikal yang menghalangi ceruk leher Freya.
"Jika kau sudah selesai, kini giliran ku!" bisik Almero dengan nafas panasnya yang menerpa permukaan kulit Freya.
"Mungkin awalnya akan sakit, tapi lama-lama akan terasa nikmat, apa kau siap?" si tampan Benjamin Almero masih berbisik di sekitar telinga dan ceruk leher.
Tak dapat menolak rasa gelanyar yang dia rasakan, Freya memejamkan matanya, menikmati setiap sentuhan, bahkan peluk erat lengan Almero, membuatnya terasa hangat dan terbakar gairah.
"Ini baru pertama kalinya bagi ku, apa kau akan melakukanya? Apakah kau tidak akan menyesal?" tanya Freya masih dengan bisik manjanya.
"Tidak, aroma mu begitu menggugah selera ku yang sudah lama tertidur," kembali hembusan napas Almero membuat Freya semakin hanyut di dalamnya hingga...
"Akh!!! Apa yang kau lakukan?!"
"Ini sakit! Hentikan! Kenapa kau...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!