"Aku akan segera sampai," ucap seorang lelaki lewat sambungan teleponnya. Wajah yang terlihat lelah, namun tidak bisa menutupi struktur tampan yang sangat kentara.
"Ibu tidak perlu menjemputku! Aku bukan lagi anak kecil!" Kali ini suara lelaki itu terdengar agak tegas, keadaan di dalam pesawat yang bising. Karena suara mesin, menambah perasaan yang jengkel menyeruak begitu saja.
"Ibu hanya mengkhawatirkanmu, Sat."
Lelaki itu membuang nafas panjang, dia memahami keadaan wanita yang berada di seberang sana. Perhatian kecil itu, terdengar biasa. Namun, sangat berarti. Dimana Satria Lubis yang merupakan korban dari keegoisan kedua orang tuanya yang bercerai, harus menerima kehidupan yang berat sedari kecil.
"Baiklah, Mom. Tunggu, aku di bandara."
Setelah mengatakan hal itu, lelaki tampan dengan struktur wajah yang tegas dan rahang yang keras. Memutuskan sambungan teleponnya, kali ini dia akan tinggal dengan ibunya yang bernama Viktoria. Tujuan Satria adalah negara X, tempat wanita itu tinggal.
Selama di dalam pesawat, Satria hanya menatap kearah keluar jendela. Dia memperhatikan awan yang terus berubah-ubah setiap detiknya, berada dalam keluarga yang broken home. Membuat Satria Lubis menjadi pribadi yang kuat, tinggal dengan sang ayah. Hanya membuat Satria menjadi orang lain yang berbeda.
"Entah sampai kapan, aku bisa bertahan?" gumam Satria dan mulai memejamkan matanya.
Perjalanan lewat udara yang ditempuh oleh lelaki itu, memakan waktu hampir 18 jam lamanya. Dari kota Z ke kota X dengan jarak tempuh sekian juta kilometer, membuat lelaki itu harus menyiapkan energi ekstra. Sebelum bertemu dengan wanita yang telah melahirkannya ke dunia.
***
Waktu terus berjalan, sering dengan itu. Tidak terasa, langit yang biru kini berubah menjadi gelap. Satria telah sampai dibandara kota X, lelaki itu menyeret kopernya dan menuju ke luar. Dia memperhatikan keadaan sekitar, mencari keberadaan sang ibu.
Hingga, sudut mata Satria melihat seorang wanita yang menuliskan namanya dengan besar dan berteriak-teriak. Dia sedikit terkejut dengan perubahan ibunya yang sangat jauh berbeda, sejak perpisahan mereka beberapa tahun silam.
"Mom!" teriak Satria dan menghampiri Viktoria. Wanita itu memeluk Satria dengan erat dan meneteskan air mata, nampak sekali ada perasaan rindu yang tersirat dari raut wajah wanita itu.
"Kamu semakin dewasa? Apakah, sudah memiliki pacar?"
Satria hanay tersenyum kecil, menanggapi apa yang ibunya katakan. Bagi Seorang Satria Lubis, wanita hanyalah makhluk yang menyusahkan. Dia tidak ingin membuat suatu hubungan yang sulit dengan seorang wanita, karena memiliki trauma atas perceraian kedua orang tuanya.
"Bisa 'kah, aku beristirahat dulu, Mom?" pinta Satria mengalihkan perhatian ibunya dan mereka pun berjalan meninggalkan bandara.
Satria mengerutkan dahinya, ketika masuk ke dalam mobil sang ibu. Dengan keadaan wanita itu yang menyetir, dia tidak menyangka. Setelah sekian tidak bertemu, bukan terlalu banyak hal yang berubah terjadi kepada ibunya. Bukan dari segi wajah saja, kini Victoria memiliki mobil mewah dengan gaya klasik.
"kenapa?"
Satria menatap ke arah sang ibu yang bertanya, tanpa melirik kearahnya sama sekali.
"Mom bekerja apa, sekarang?" tanya Satria yang penasaran, sebab terakhir kalinya. Dia mengetahui, jika ibunya bekerja sebagai pedagang disebuah pasar dengan menjual hasil laut.
Namun, Satria merasa. Tidak mungkin, jika ibunya bisa membeli sebuah mobil mewah dengan pekerjaan tersebut.
"Memangnya, kenapa, Sat? Seharunya, Mom yang menanyakan hal itu, bukan?"
Bukannya menjawab pertanyaan satria, Victoria malah berbalik bertanya. Membuat lelaki yang kini tengah duduk di sampingnya memutar bola mata malas.
Satria hanya diam, dia malas menjawab pertanyaan sang ibu. Karena, dirinya telah menjadi pengangguran sejak lama.
"Deddymu mengatakan, jika ... kamu memerlukan pekerjaan?"
Pernyataan tiba-tiba yang dikatakan oleh sang ibu, menarik perhatian Satria dan kembali menatap wanita itu nanar. Dengan perasaan yang tidak percaya.
"Apakah? Deddy masih mau berhubungan dengan, Mom?"
Sebuah pertanyaan yang sensitif, membuat Victoria diam seribu bahasa. Dia hanya akan bertukar kabar dengan ayahnya Satria. Jika, menyangkut sang putra saja.
Keheningan tercipta, mereka berdua sama-sama diam dengan pemikiran masing-masing. Hingga, mobil yang dikendarai oleh Victoria memasuki halaman rumah yang sangat luas dan megah. Satria berdecak kagum dan tidak menyangka, jika ibunya akan membawanya ke tempat tersebut.
"Ini merupakan kediaman keluarga Cooper, Mom bekerja disini. Sebagai pengasuh putri keluarga Cooper, Mom akan memasukan kamu. Agar bisa bekerja di sini."
Setelah menjelaskan hal itu, Victoria keluar dari mobil dan diikuti oleh Satria dengan menyeret koper miliknya.
Satria tidak berhenti-hentinya mengagumi tempat tersebut yang sangat mewah. Dengan gaya klasik dan model kuno, namun tidak menghilangkan kesan moderen. Di Setiap sudut bangunan tersebut.
"Selamat pagi, Ibu Victoria," sapa seorang lelaki berpakaian rapi.
"Selamat pagi, Pak. Kebetulan, orang yang saya ceritakan telah datang," jelas Victoria dan memperkenalkan Satria. Sebagai, supir baru untuk putri Alice.
Namun, wanita itu tidak menjelaskan status dirinya dengan Satria dan menyerahkan putranya kepada kepala rumah.
"Terimakasih, Ibu Vitcoria. Saya akan ambil alih dari sini," terang lelaki itu dan berjalan perlahan.
Victoria pun meminta Satria untuk mengikuti sang kepala rumah, sebagai seroang ibu. Wanita itu hanya ingin putranya selalu berada dalam pengawasan matanya.
Satria yang terus mengikuti langkah lelaki yang berada di hadapannya, tanpa sengaja melihat seroang gadis cantik yang tengah bermain pedang di sebuah ruangan.
Sat
Sat
Suara pedang yang terus bergesekan, membuat Satria menghentikan langkahnya dan menatap takjub kepada gadis itu.
Hingga, dia tidak menyadari. Jika, sang kepala rumah telah menghilang dari penglihatannya. Sampai suara seorang lelaki menegurnya.
"Kamu siapa?"
Satria langsung menatap orang yang berbicara tersebut, terlihat dari cara pakiannya. Lelaki yang kini menatap kearahnya dengan sorot mata tidak bersahabat. Bukanlah orang sembarangan.
"Saya—"
"Ada apa, Yah?"
Suara Satria tercekat di leher, ketika dia mendengar suara gadis yang sebelumnya dikaguminya berbicara dengan mengatakan sesuatu yang membuat tubuhnya beku seketika.
"Siapa dia?" Kali ini, pertanyaan tersebut di barikan lelaki itu. Kepada seroang gadis cantik yang berjalan mendekat.
Tubuh Satria semakin memebeku, untuk bernafas saja. Lelaki itu merasa kesulitan, seolah terjadi perubahan asmofir yang tengah terjadi.
"Mungkin, dia pengawal baru."
Satria menonggakkan kepalanya dan menatap gadis tersebut, dia agar terkejut dengan kata yang diucapkan olehnya.
"Pengawal, baru?"
Kalimat itu terus berputar di dalam benak Satria, hingga suara kepala rumah datang dan langsung memarahinya.
"Satria! Belum, apa-apanya! Kamu sudah lancang!"
Suara yang dipenuhi oleh emosi, kemudian kepala rumah tersbeut meminta maaf kepada lelaki yang masih berdirii dihadapan Satria.
"Maafkan keteledoran saya, Tuan."
Dari apa yang kepala rumah katakan, menyatakan dengan jelas. Jika, lelaki tersebut merupakan tuan yang beratri pemilik rumah ini.
"Aku tidak masalah! Asalkan, dia," katanya dengan menujuk Satria.
"Tidak mendenkati, putriku," tambahnya dan berlalu bergitu saja bersama gadis yang sebelumnya Satria kagumi.
"Jika, kamu tidak ingin kepala terpisah dari badan? Maka, jangan dekati putri Alice!" ancam sang kepala rumah.
"Jadi, namanya Alice?" batin Satria.
Keluarga Cooper merupakan keluarga yang paling di segani, dimana keluarga tersebut memiliki perusahaan dan pemegang saham terbesar di negara X. Tidak ada yang berani berurusan dengan keluarga Cooper, bahkan ada rumor yang mengatakan. Jika, mereka bukan Manusia biasa.
Satria diseret oleh sang kepala rumah Cooper yang Antonio tersebut, lelaki itu marah besar kepada Satria yang telah lancang berbicara dengan Antonius Cooper.
"Kamu mendegarkan saya berbicara, atau tidak!" bentak Antonio dengan keras dan menyeentakkan Satria yang ternyata melamun.
"Iya, Pak," jawab Satria dengan cepat dengan dada yang bergemuruh.
"Ikuti saya! Jika, bikan Ibu Vicoria yang mengajakmu ke sini? Mungkin, kamu sudah saya hidangkan kepada Bulgon!" kecam lelaki itu dan mempercepat langkah kakinya.
Satria hanya mengikuti langkah lelaki itu, tanpa niat membantah sama sekali. Dia sudah terbiasa dengan tekanan yang diberikan oleh orang-orang disekitarnya.
Bagi Satria, itu bukan hal yang berarti. Hingga, mereka memasuki ruangan yang sanagt luas dengan banyak sekali pintu-pintu yang berjejer.
Ditambah dengan lukisan-lulisan dinding yang menghiasai, setiap sudut dinding. Satria seolah berada di zaman kekaisaran Romawi kuno.
"Jangan berfikir, jika hidupmu akan tenang disini."
Satria menatap heran lelaki yang berbicara tanpa menatap kearahnya itu, Antonio merupakan lelaki yang aneh di mata Satria.
"Masuk!" perintahnya kepada Satria.
"Jangan pernah keluar kamar! Sebelum ada yang menejmputmu!?" tambahnya lagi.
Satria hanya mengangguk kecil dan langsung masuk kedalam ruangan yang ternyata kamar tidur, lengkap dengan ranjang kecil dan lemari.
Satria meletakan kopernya didekat ranjang dan membuka jendela, lagi dan lagi. Dia melihat Alice, namun kali ini. Gadis itu berubah dratis, dengan pakaian yang minim dan terkesan elegan.
"Mau apa, dia?" batin Satria penasaran dan terus memperhatikan apa yang dilakukan oleh Alice.
Gadis itu ternyata sedang bermain dengan Bulgon, jantung Satria terasa hampir jatuh. Melihat Alice berasama monster yang mirip seperti kadal besar.
Namun, tidak ada perasaan takut sama sekali. Gadis itu dengan nyamanya menyentuh kulit bersisik Bulgon, dengan perhatian.
"Binatang, apa itu?" gumam Satria.
Untuk pertama kalinya dia mengijakan kaki ditempat tersebut. Satria telah menemui hal-hal yang aneh dan tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Karena, perasaannya yang sangat penasaran dengan Alice. Satria mengeluarkan kepalanya dan berteriak kepada gadis itu.
"Hey!"
"Kamu bisa dimakan oleh Monster itu!"
Teriakan Satria menarik perhatian Alice dengan mata biru dan tatapan sediringin es, gadis itu berlalu begitu saja.
Tanpa menghiraukan Satria, membuat lelaki tersbeut bernafas lega. Karena, dia berfikir. Jika, bulgon bisa saja memakan Alice.
Namun, tidak berapa lama. Pintu kamar Satria dibuka dengan kasar, terlihat Antonio kembali dengan raut wajah yang mengerikan.
"Apa yang saya katakan? JIka, kamu tidak ingin kepalamu terpisah dari badan! Maka, jauhi Putri Alice!"
Suara yang bergemuruh trsbeut, membuat tubuh Satria seakan terguncang dengan hebat. Dia menatap kearah Antonio yang, kini mencekram erat keraj bajunya.
"Saya, tidak—"
"Semuanya telah terlambat!"
Lelaki itu memotong ucapan Satria dan menyeretnya hingga keluar dari rumah tersebut, bahkan Satria tidak bisa melihat keberadaan ibunya yang entah berada di mana sekarang.
Nasib sial menimpa Satria yang tidak sengaja menyinggung Putri dari keluarga Cooper, yaitu Alice Cooper.
Membuatnya harus menerima hukuman yang berat, sesuai dengan peraturan di keluarga Cooper. Siapapun yang berani mendekati Putri Alice, maka harus dipenggal kepalanya.
"Lepaskan dia!" teriak Alice tiba-tiba dan memasuki ruangan esakusi. Dimana, Satria akan dipenggal kepalanya oleh Antonio.
"Maaf, Putri Alice. Dia telah lancang berteriak kepada—"
"Aku tahu, akan hal itu!" balas Alice dengan cepat dan menatap kearah Satria yang kini sudah bersujud dengan luitutnya sebagai penopang tubuh.
Antonio hanya diam, dia tidak bisa melawan kedudukan Alice. Sekalipun dia orang yang penting di keluarga Cooper.
"Paman Antonio, biarkan aku saja yang menghukumnya," kata Alice yang entah mengapa ingin menyelamatnkan Satria begitu saja. Walaup[un, dia tahu. Hal ini akan menghancurkan reputasinya.
Namun, ketika Alice masuk ke dalam rumah. Setelah Satria berteriak kepadanya, dia tanpa sengaja melihat Victoria yang menangis dan mengatakan. Jika, Satria kan dihukum oleh Antonio.
"Apa, Putri Alice yakin?"
Terdengar nada keraguan dari apa yang baru saja Antonio ucapkan, membuat Alice mendekati lelaki yang dipanggilnya paman itu.
Alice tanpa ragu, menghunuskan pedang miliknya kepada Antonio. Hal itu dilihat oleh beberapa pengawal yang berada di sana, terlebih Satria.
Mata Satria terbelalak, melihat apa yang dilakukan oleh Alice yang dia pikir gadis yang manis, namun kenyataannya. Gadis itu sangat sadis.
"Anda tidak akan membunuh, paman sendirian?" kata Antonio. Dia merasa tertekan dengan apa yang Alice lakukan.
"Tentu saja, tidak Paman! Tapi ... jika, Paman keberatan? Maka, tidak salahnya aku mencoba Brongsi, bukan?" tanya Alice dengan aura yang mengerikan. Membuat keadaan di dalam ruangannya tersebut mencekam seketika.
Antonio tidak bisa berkata-kata lagi, jika Alice telah menyebut 'Brongsi' yang merupakan nama pedang gadis itu.
"Lepaskan, dia!" perintah Antonio kepada pengawal dan Satria pun mereka bebaskan.
"Putri Alice, saya tidak akan mengatakan hal ini. Kapada ayah anda," ucap Antonio sebagai tekanan kepada Alice.
Gadis itu sangat mengerti dengan ucapan yang dikatakan oleh Antonio, namun dia hanya menatap sekilas sang paman dan berlalu.
Jika, Antonio mengatakan hal itu. Maka, hal sebaliknya yang akan lelaki itu lakukan.
"Kamu tidak akan bertahan hidup lebih lama, lagi!" suara penuh penekanan, Antonio tujukan kepada Satria yang membuat lelaki itu berlari dan menyusul Alice.
"Aku tidak akan membiarkan, serangga kecil. Hinggap di tamanku," kata Antonio dengan geram dan menatap nanar punggung Satria.
Sedangkan, Satria dengan susah payah. Akhinya bisa menysul Alice dan ingin mengucapkan terimakasih. Karena gadis itu telah menolongnya.
"Terimakasih, Putri Alice," kata Satria dnegan nafas yang tersengal-sengal.
"Kamu harus membayarnya dengan mahal! Bukan hanya dengan uicpan terimakasih!" balas Alice dengan tatapan dingin, seolah ingin menguliti lelaki yang ada dihadapannya itu hidup-hidup.
"Aku tidak memiliki uang, aku hanya orang miskin yang terdampar di negara ini," jelas Satria dengan jujur.
Apalagi, dia hanya seroang pengangguran. Baru saja dia menjejakan kakinya di negara X. Nayawanya sudah hampir melayang, ditambah dia harus membayar hutang budi kepada Alice. Hal apa ayng bisa di berikan.
"Ikut aku!" ajak Alice dan berjalan dengan cepat, menuju ke mobilnya.
Satria segera mengikuti langkah gadis itu, tanpa bertanya sedikit pun. Hingga di dalam mobil pun, Satria hanya diam.
Baginya, tidak apa-apa mengikuti Alice. Daripada di kembali ke rumah dan bertemu dengan Antonio. Bisa habis riwayatnya saat itu juga.
Mobil yang dikendarai oleh alice melaju dengan kecepatan tinggi, meninggalkan rumah megah dan menuju kesuatu tempat yang asing di mata Satria. Namun, dia tidak bertanya sama sekali.
Hingga, bintang yang sebelumnya berasama Alice mengikuti mereka dari belakang. Tentu saja, hal itu membuat Satria merasa ketakutan.
"Kita akan mati!" teriak Satria panik.
Mobil yang dikendarai oleh Alice melaju dengan kecepatan tinggi, meninggalkan rumah megah dan menuju kesuatu tempat yang asing di mata Satria. Namun, dia tidak bertanya sama sekali.
Hingga, bintang yang sebelumnya bersama Alice mengikuti mereka dari belakang. Tentu saja, hal itu membuat Satria merasa ketakutan.
"Kita akan mati!" teriak Satria panik.
Namun, tidak dengan Alice. Gadis itu dengan tetang mengemudian mobilnya, tetapi teriakan Satria membuatnya merasa risih.
"Putri Alice! Binatang itu!" teriak Satria ketakutan, melihat Bulgon yang semakin mendekat.
"Dia Bulgon! Binatang metalogi! Dia peliharaan keluarga Cooper!" jelas Alice, agar Satria berhenti berteriak dan membuat telinganya menjadi terasa panas.
"Makhluk metalogi?" tanya Satria dengan tatapan tidak percaya.
Di zaman moderen seperti saat ini, makhluk metologi hanyalah sebuah dongeng yang diceritakan oleh seorang sastrawan.
Tentu saja, Satria tidak percaya dan malaahn tertawa mengejek Alice. Menambah perasaan geram gadis itu.
"Hahahaha ... tolong, jangan bercanda! Ini tidak lucu!" terang Satria dengan memengangi perutnya yang terasa dikocok.
"Aku akan membuatmu, menjadi cemilan Blugon!" teriak Alice dan mengentikan laju mobilnya. Kemudian menendang Satria dengan kasar, hingga terpental ke luar.
Alice juga ikut keluar dan menatap sinis kearah Satria yang mengeluh kesakitan, lalu memanggil Bulgon dengan cara bersiul. Membuat binatang tersbeut segera mendekat.
Hal itu membuat Satria semakin merasak ketakutan, ditambah Bulgon yang datang dengan menyemburkan nafas apinya.
Alice mengelus binatang tersebut dan mulai berinteraksi, seolah tengah berkomunikasi. Lewat sentuhan tanganynya, menambah perasaan tidak nyaman Satria yang melihat hal itu.
"Apa yang kamu lakukan?" tanyanya dnegan suara bergetar.
Namun, tiba-tiba saja. Bulgon menghampirinya dan langung menggigit baju yang di kenakan oleh Satria dan membawa lelaki itu.
"Aaaaa ... tolong!" teriak Satria ketakukan. Akan tetapi, tidak ada yang mendengar suara teriakannya tersebut.
Bulgon terus membawa Satria, menyelusuri tebing-tebing yang tinggi dan curam. Binatang tersbeut bergerak dengan cara menempel seperti cicak.
Hal itu membuat Satria semakin ketakutan, dia mengira. Jika, hidupnya benar-benar habis. kalau dia mengetahui kejadian yang akan terjadi seperti ini.
Maka, dia lebih memilih untuk kembali kerumah besar. Daripada harus, menjadi santapan seekor kadal raksasa.
Bruk
Tubuh Satria Bulgon lemparkan begitu saja dan membuat Satria berguling-guling. Menerjang rujang yang curam dan tersangkut dei sebuah pohon tuimbang yang besar.
"Uhuk."
Satria terbatu dan merasakan sakit yang sangat luar biasa, bahkan tubuhnya telah dipenuhi oleh luka. Bukan hanya itu, dia sempat memuntahkan darah.
"Apa aku benar-benar akan mati?" batin Satria dan duduk sejenak dia atas pohon yang tumbang.
Ini merupakan hari paling buruk yang pernah terjadi di dlaam hidupnya, baru saja dia bertemu dengan sang ibu dan kini tertimpa banyak sekali hal yang mau meregut nyawanya.
Satria memeprhatikan keadaan sekitar, hingga dia mendengar deru nafas keras. Membuatnya segera bersembunyi di dalam lubang pohon, karena satria yakin. Jika itu adalah Bulgon yang tadi.
Bruss
Suara deru naafs itu semakin kuat, Satria menutup mulutnya dengan kedua tanganya. Ketika, matanya menangkap sosok yang seolah tengah menyarinya.
Bulgon tersebut menjilati bekas darah yang sempat keluar dari tubuh Satria dan mendekati tempat dirinya tengah bersembunyi.
Satria berusaha menahan nafasnya, serta tubuh yang bergetar hebat. Karena, merasa ketakutan. Apalagi, jarak Bulgon tersebut yang semakin dekat.
Sruuttt
Hingga, sebuah siulan terdengar dan membuat Bulgon tersebut pergi menjauh. Satria yakin, jika itu suara siulan dari Alice.
"Dia benar-benar ingin membunuhku," gumam Satria dan segera keluar dari tempat persemunyiannya. Lalu, menyelusuri jurang yang ternayta di bawahnya terdapat sungai.
Satria mengambil arah yang berlawanan dengan Bulgon, agar tidak bertemu dengan binatang tersebut lagi.
Karena darah yang terus menetes, dari luka yang berada di tubuhnya. Membuat Satria berjalan perlahan dan menuju tepi sunggai. Untuk membersihkan tubuhnya dan meneguk air disana. Karena, tenggorokannya yang terasa kering.
Disaat Satria yang telah berada di sungai dan mulai meminum air, tiba-tiba saja ada sebuh anak panah yang terbang entah dari mana dan mengagetkannya.
"Aaaa!" teriak Satria menghindar, seolah anak panah tersebut sengaja dilepaskan kearahnya.
Namun, Satria tidak melihat siapa pelakuknya. Lalu, segera mengambil anak panah tersebut dan memperhatikannya dengan seksama.
Dia mengingat-ingat kembali, apakah anak panah tersebut beracun atau tidak. Hingga, suara seseorang membuatnya terkaget.
"Apa yang kamu lakukan anak muda?"
Satria memeprhatiakn lelaki paruh baya yang berbicara tersebut, tanpa mengedipkan matanya sama sekali. Sampai lelaki itu kembali bertanya, "Ada apa? Apa, kamu tengah tersesat?"
Karena, tidak ada hal yang mencurgigakan dari lelaki itu. Ditambah keadaannya yang terluka dan kelaparan, Satria berusaha meminta pertolongan lelaki tersebut.
"Saya baru saja di serang oleh binatang buas, saat ini saya terluka dan merasa kelaparan," terang Satria dengan jujur apa adanya.
Lelaki itu menatap Satria dari bawah, sampai ke atas dan mendekat. Dia bisa melihat dengan jelas, jika Satria tidak berhohong.
"Binatang apa yang menyerangmu?" tanyanya dengan tatapan mata yang sulit diartikan.
Satria kembali mengingat-ingat nama binatang metalogi yang sebelumnya di sbeut oleh Alice.
"Bulgon," balas Satria.
Terlihat dengan jelas, wajah lelaki di hadapanya berubah drastis. Bahkan, telihat memucat. Membuat Satria merasa, jika hal buruk akan terjaid lagi padanya.
"Apa benar?"
Pertanyaan itu, membuat Satria mengaggukan kepalanya cepat.
"Ikut aku! Sebelum mereka datang!" terang lelaki itu.
Satria seegra mengikuti langkah lelaki tersebut, dia tidak memikirkan hal lainnya. Terpenting bisa keluar dari hutan dan tidak akan bertemu dengan monster itu lagi.
Keadaan hutan yang lebat, membuat Satria agak kesulitan mengimbangi langkah lelaki paruh baya tersbeut.
Padahal, usianya telahg tua. Namun, gerak tubuhnya snaagt gesit. Terbanding terbalik dengan Satria yang masih muda, tetapi geraknya lambat.
"Tunggu dulu, Pak! Saya lelah!" teriak Satria yang sudah tidak sanggup berjalan lagi.
Darah segar yang masih mengalir, membuatnya merasakan pusing di kepala. Sebisa mungkin, Satria menahan tubuhnya dengan bertopang pada kakinya yang kini mulai terasa lemas.
"Jika kamu ingin dimakan Bulgon? Silahkan, kamu berdiam diri sana."
Kata-kata itu, membuat Satria merasa takut. Apalagi, sebelumnya dia melihat Bulgon yang menjilati darahnya. Dia yakin, jika binatang itu akan bisa melacak keberadaannya.
Satria memaskaskan dirinya dan terus berjalan, dengan tertatih-tahi. Hingga, mereka keluar dari hutan dan memasuki jalan setapak.
"Pak! Apakah masih jauh?" tanya Satria yang mulai kesulitan untuk bernafas, ditambah kepalanya yang terus terasa berdenyut sakit.
"Sedikit lagi."
Kata itu, diulang terus-menerus oleh lelaki tersebut. Satria telah mendengarnya ber–puluhan kali, tetapi mereka masih saja belum sampai.
"Pak! Saya tidak kuat untuk berjalan lagi! Jika, saya mati di sini? Maka, sampaikan permintaan maaf saya kepada Ibu Victoria," jelas Satria yang sudah tidak terdaya.
Lelaki itu pun segera mendekat dan menetesakan sebuah cairan ke mulut Satria, sampai keajaiban pun terjadi.
Tubuh Satria yang penuh luka dan darah, kini sembuh seketika. Bahkan, tenanganya kembali pulih dengan seketika.
Tentu saja, hal ini membuat Satria merasa heran dan menatap nanar lelaki paruh baya yang baru ditemunya beberapa waktu yang lalu.
"Anda siapa, Pak?" tanya Satria pemasaran dan juga kesal. Kenapa lelaki itu baru memberikannya sebuah cairan yang bisa menyembuhkannya dalam sekejap, tidak sedari tadi.
"Kamu akan mengetahuinya, sebentar lagi."
Satria hanya menatap nanar lelaki yang penuh misteri itu dan membantin, "Apa aku akan mati ditanganya, juga?'
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!