NovelToon NovelToon

Obat Cinta Pak Dokter

BAB 1

Patah hati itu seperti apa?

Mungkin pertanyaan itu pernah terselip di benak Alesha, tapi dia tidak pernah mengira dia akan patah hati setelah menjalin hubungan selama dua tahun bersama Dirga. Dia hanya bisa menatap nanar dua sejoli yang sedang bercumbu mesra di sebuah teras rumah. Tepatnya, rumah sahabatnya yang bernama Kiara.

Alesha melangkahkan kakinya mendekat lalu menarik lengan Dirga agar dia menjauh dari Kiara dan menampar pipinya dengan keras. "Ternyata benar apa yang dibilang Ari dan Reza tentang lo. Lo selama ini selingkuh sama Kiara. Gue bodoh udah percaya sama lo selama dua tahun!"

"Sha, aku bisa jelasin." Dirga menahan tangan Alesha saat dia akan pergi.

"Jelasin apalagi?" Alesha berusaha menarik tangannya agar terlepas dari Dirga.

"Lesha, aku gak mau kehilangan kamu."

"Tapi kenapa lo selingkuh?"

"Karena selama dua tahun kita pacaran, kita gak pernah ngapa-ngapain. Kamu selalu menolak saat aku mau cium kamu dan kamu sangat sulit aku ajak jalan berdua."

Satu tamparan keras mendarat lagi di pipi Dirga. "Jadi itu yang ada dipikiran lo selama ini." Alesha mengusap asal air matanya yang tidak bisa berhenti mengalir. "Gue sangat bersyukur, semua kebusukan lo terungkap. Mulai sekarang, gue gak mau lagi kenal kalian berdua!" Kemudian Alesha berlari meninggalkan mereka berdua.

Dia terus mengusap air matanya agar berhenti mengalir tapi air mata itu terus menetes. Semua kenangannya bersama Dirga berputar di dalam ingatannya. Dia jadian dengan Dirga saat masih kelas sepuluh. Mereka berdua sudah memutuskan untuk berpacaran secara sehat. Tapi ternyata setelah dua tahun menjalani, Dirga merasa bosan dan selingkuh dengan sahabatnya sendiri.

"Aku gak boleh nangis gini. Harusnya aku bahagia, Allah sudah menunjukkan aku, siapa Dirga sebenarnya.”

Kemudian Alesha pergi ke rumah Reza untuk berkumpul dengan teman-temannya. Mungkin saja rasa sakit hatinya akan berkurang.

"Gimana? Mereka berdua beneran selingkuh kan?" tanya Reza saat Alesha sudah sampai di rumah Reza.

Alesha menganggukkan kepalanya lalu memeluk Caca. "Gue gak nyangka mereka berdua tega khianati gue. Thanks ya info kalian."

"Iya, iya. Udah lo jangan sedih. Cowok kayak Dirga gak pantas lo tangisi gini."

Alesha menganggukkan kepalanya. Kemudian dia ikut bergabung dengan teman-temannya sampai larut malam.

"Sha, lo mau tahu gak cara paling ampuh buat usir kesedihan lo," kata Ari yang memberi kode pada Reza.

Reza kini mengeluarkan sebotol minuman keras. "Nih, dikit aja langsung fly."

"Jangan rusak anak orang lo." kata Rena. "Gue tahu kita udah biasa kayak gini tapi Lesha gak pernah minum ini."

"Nggak, nggak, gue juga gak mau. Kalau Ayah sampai tahu, gue bisa dicoret dari KK.” tolak Alesha.

"Dikit aja. Nih, coba." Caca justru menuang minuman itu di gelas dan menyodorkannya ke Alesha.

Alesha menggelengkan kepalanya tapi Caca dan Reza kini memaksa Alesha.

"Kalau lo udah rasain, dalam sekejap rasa sakit hati lo pasti akan hilang." Akhirnya satu gelas minuman keras telah habis diminum Alesha.

Alesha membungkukkan dirinya karena perutnya terasa panas. Rasa manis dan pahit bercampur menjadi satu di lidahnya. Sekarang perutnya seperti diaduk-aduk. Kepalanya pusing, dan badannya seperti melayang. Alesha berusaha berdiri tapi kakinya sudah tidak bisa menopang tubuhnya dengan benar.

"Baru juga segelas kecil udah mabuk."

"Ini udah malam, anterin Lesha pulang." Rena menahan tubuh Alesha yang akan roboh lagi. "Za?"

"Ar, lo anterin aja pakai mobil sama Rena," suruh Reza.

"Oke, tapi gue gak ikut ke rumahnya. Takut sama Ayahnya Lesha."

Kemudian mereka berdua segera membawa Alesha masuk ke dalam mobil. Beberapa saat kemudian mobil itu melaju menuju rumah Alesha.

Wajah Alesha sudah memerah. Sekarang dia terasa melayang di angkasa. Bahkan dia mulai berbicara sendiri. "Dirga, gue pasti akan balas perbuatan lo."

"Waduh, gawat nih anak orang. Kita turunin di gangnya aja," kata Ari. Dia kini menghentikan mobilnya di depan gang menuju kompleks perumahan Alesha

Rena sebenarnya ragu, tapi dia juga takut jika harus berhadapan dan menanggung kemarahan orang tua Alesha seorang diri. Akhirnya dia membuka pintu mobil itu dan menurunkan Alesha. "Maafin gue ya, Sha. Lo jalan lurus aja. Rumah lo udah deket." Rena memutar tubuh Alesha agar menghadap ke arah rumahnya. Setelah Rena menutup pintu, mobil itu segera melaju meninggalkan Alesha.

Alesha menahan perutnya yang terasa semakin diaduk-aduk. Bukannya berjalan ke arah rumahnya tapi Alesha justru berjalan ke tepi jalan raya dengan sempoyongan. Akhirnya dia terjatuh di tepi jalan.

Beberapa saat kemudian ada sebuah mobil yang berhenti di dekat Alesha. Pemilik mobil itu turun dan memegang pundak Alseha. "Kamu kenapa?" Dia kini berjongkok di depan Alesha.

Mendengar suara itu Alesha mendongak. Alesha justru tersenyum menatap pria itu. "Ganteng banget, kamu mau jadi pacar aku? Aku mau tunjukkan pada mantan aku bahwa aku juga bisa dapatkan pacar yang lebih baik dari dia."

Pria itu mengernyitkan dahinya. "Kamu mabuk?"

Tapi Alesha justru meraba pipi pria itu. “Apa semua cowok selalu ingin menyentuh ceweknya? Hem? Apa demi itu harus selingkuh? Iya?” Alesha semakin tidak bisa mengontrol dirinya.

Pria itu berdiri dan akan kembali ke mobilnya tapi dia tidak mungkin tega meninggalkan Alesha sendirian di pinggir jalan. Bagaimana kalau benar-benar ada orang jahat yang memanfaatkan keadaannya. Akhirnya dia membawa masuk Alesha ke dalam mobilnya dan membantunya duduk di kursi depan.

"Rumah kamu dimana?" tanya pria itu yang kini telah duduk di kursi pengemudi.

Alesha semakin mendekat, dia menatap lekat wajah pria itu. “Ayo, kita pacaran. Kamu boleh sentuh aku sepuasnya, agar kamu tidak selingkuh.” Alesha semakin tidak sadar dengan perkataannya.

Pria itu menahan tangan Alesha yang terus menyentuhnya.

Sepertinya aku pernah melihat gadis ini, tapi dimana?

Pria tampan yang sekarang berprofesi menjadi Dokter itu bernama Devan. Dia terus mengamati paras cantik Alesha karena sepertinya wajah itu tidak asing di matanya.

Apa gadis ini baru saja patah hati? Tidak ada obat atau resep untuk menyembuhkan hati yang terluka.

Pandangan mata Devan buyar saat Alesha muntah di kemejanya.

"Astaga." Devan mendorong Alesha agar kembali duduk di tempatnya, kemudian dia melepas kemejanya hingga tubuh atletis yang menggoda itu kini terekspos.

Alesha menyipitkan matanya melihat pemandangan itu. Tangannya kini menyentuh otot perut Devan. "Apa aku harus rela disentuh untuk mempertahankan seorang cowok?" Alesha kini menangis dan memeluk Devan. "Aku udah berusaha jadi cewek baik-baik tapi mengapa ini yang aku dapat."

"Dek, jangan gini. Ayo, saya antar pulang ke rumah kamu." Devan sudah berusaha mendorong Alesha tapi pelukan Alesha semakin kuat.

Beberapa saat kemudian ada beberapa warga yang menggedor pintu mobil Devan. Devan sangat terkejut saat melihat mobilnya sudah dikepung warga.

"Apa yang kalian lakukan di dalam? Buka!"

💕💕💕

.

Jangan lupa jadikan favorit dan rate bintang ⭐⭐⭐⭐⭐

BAB 2

"Apa yang kalian lakukan di dalam? Buka!"

Devan mendorong tubuh Alesha hingga Alesha melepas pelukannya lalu dia memakai snellinya. Dia kini membuka kaca mobilnya.

"Kamu mau berbuat mesum di sini?" tanya salah satu warga dengan keras.

"Kamu seorang Dokter tapi tingkah laku kamu seperti ini. Benar-benar merusak citra Dokter."

"Bukan seperti itu, Pak. Saya bisa menjelaskan, sebenarnya..." Belum selesai Devan berbicara, tiba-tiba Alesha memeluknya. "Dek, jangan gini. Mereka semakin salah paham." Devan kembali melepas pelukan Alesha.

"Loh, ini kan putrinya Pak Aslan. Wah, tidak bisa dibiarkan. Ayo, kita selesaikan sekarang juga ke rumah Pak Aslan."

Devan menghela napas panjang. Apes sekali malam itu. Dia berniat menolong tapi justru dituduh telah berbuat asusila. Dia akhirnya keluar dari mobil karena warga terus memaksanya keluar. Dia masih menahan tubuh Alesha sambil berjalan menuju rumah Alesha.

Sampai di depan rumah Alesha, warga menekan bel rumah dan menggedor pagar yang menjulang tinggi itu. Beberapa saat kemudian ada satpam yang membuka pagar itu.

"Dimana Pak Aslan?" Tanpa menunggu jawaban dari satpam, mereka semua masuk ke dalam teras rumah Aslan.

Seketika Aslan dan istrinya keluar. "Ada apa?" Tapi pandangannya kini tertuju pada putrinya yang sudah setengah sadar dan berada dalam rengkuhan Devan. "Lesha, kamu kenapa?" Aslan menarik tubuh putrinya. Bau alkohol sangat menyengat di hidungnya. "Lesha! Kamu bandel sekali! Kamu minum minuman keras!" Alesha sudah tidak merespon perkataan Ayahnya.

"Astaga, Lesha. Mama sedari tadi telepon kamu tapi gak kamu angkat!"

Alesha tak menjawabnya, dia justru menutup mulutnya dan muntah lagi.

"Ma, bawa ke kamar. Siram pakai air dingin sekalian biar sadar." Aslan menghela napas panjang. Dia tidak mengira anaknya berani meminum minuman haram itu. Dia kini menatap Devan dan para warga setelah istri dan putrinya masuk ke dalam rumah.

"Pak, kita tidak bisa terima dengan tingkah laku putri Pak Aslan. Dia hampir berbuat me sum dengan Dokter ini!"

Aslan kini menatap tajam Devan. "Kamu sudah apakan anak saya?"

"Saya..." Devan yang sedari tadi menundukkan pandangannya, kini menatap wajah Aslan. Dia ingat betul dengan wajah itu, "Pak Aslan, suami Bu Fara?"

"Iya, kamu jawab dulu, jangan mengalihkan pembicaraan! Apa yang sudah kamu lakukan?"

"Sebenarnya saya akan menolong putri Bapak yang terjatuh di pinggir jalan tapi dia justru muntah di kemeja saya jadi saya melepas kemeja saya dan putri Bapak memeluk saya yang membuat warga salah paham. Saya berani bersumpah, saya tidak menyentuh putri Pak Aslan."

"Itu hanya alasan!" Warga kembali riuh.

"Bapak-bapak tenang dulu, kita bicarakan ini di dalam rumah. Bisa diwakilkan saja oleh Pak RT dan Pak Rahmad, yang lainnya tolong bubar. Ini sudah malam,” kata Aslan berusaha membubarkan mereka semua.

"Pokoknya mereka harus menikah! Agar nama kampung kita tidak tercemar."

"Iya, betul!"

"Bapak-bapak, biar saya yang menyelesaikan masalah ini dengan Pak Aslan," kata Pak RT setempat. "Iya, saya pastikan mereka akan segera menikah."

Devan melebarkan matanya. Dia tidak bisa menerima pernikahan itu begitu saja. "Tapi tidak bisa begitu juga. Ini tidak adil bagi saya. Saya benar-benar tidak ada niat jahat sedikitpun pada putrinya Pak Aslan."

"Kita bicarakan saja di dalam."

Devan akhirnya masuk ke dalam rumah Aslan. Kini Pak RT dan satu saksi duduk berdampingan. Sedangkan Devan kini duduk di dekat Aslan.

"Kamu seorang Dokter?" tanya Aslan.

"Iya, saya seorang Dokter Umum. Nama saya Devan. Saya salah satu anak didik Bu Fara 14 tahun yang lalu. Mungkin Pak Aslan masih mengingat saya," jelas Devan.

Aslan berusaha mengingat Devan. 14 tahun yang lalu bukan waktu yang singkat. Ditambah umurnya yang sudah tidak muda lagi membuatnya pelupa. "Mungkin istri saya yang mengingat kamu."

"Jadi putri Bapak ini namanya Alesha?" tanya Devan memastikan. Dia masih ingat betul dengan Alesha.

"Iya. Namanya Alesha. Dia memang bandel. Dia terpengaruh oleh circle pertemanannya. Kalau memang ini kesalahan anak saya, saya akan menghukum dia."

"Tapi Pak, untuk masalah seperti ini memang seharusnya mereka dinikahkan saja agar warga tidak meributkan lagi masalah ini, dan kita juga harus memberi contoh hukuman nyata agar tidak ada yang meniru perbuatan mereka." jelas Pak RT.

Aslan menghela napas panjang dan berpikir. "Masalahnya putri saya masih sekolah. Meskipun dia sudah berumur 18 tahun. Dan kamu Devan, apa kamu sudah mempunyai istri?"

Devan menggelengkan kepalanya. Tentu saja dia masih melajang. Dia tidak sempat memikirkan pasangan bahkan sampai umurnya hampir kepala tiga.

"Ya sudah, saya akan menikahkan putri saya besok. Pak RT dan Pak Rahmad bisa menghadirinya besok pagi sebagai saksi."

Devan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Entah dia harus menolak atau menerima pernikahan itu.

"Baik Pak. Kalau begitu kami permisi dulu," kata Pak RT.

"Iya Pak, saya mohon maaf atas keributan yang disebabkan oleh putri saya." Aslan menjabat tangan Pak RT dan Pak Rahmad kemudian kedua bapak itu keluar dari rumah Aslan.

"Maaf Pak, apa tidak meminta pendapat Alesha dulu?" kata Devan.

"Tidak, saya harus memberi hukuman Pada Lesha. Apa kamu bersedia menikah dengan putri saya? Tapi jika kamu keberatan, ya, kita bisa mengatur dengan cara lain untuk menutup mulut warga." Tentu saja dengan uang mereka semua pasti akan diam.

Devan terdiam dan berpikir. Beberapa saat kemudian akhirnya Devan mengangguk. "Iya, saya bersedia." Dia kini telah yakin dengan keputusannya itu meski awalnya sempat menolak.

"Yah, gimana?" Fara kini duduk di samping Aslan setelah keluar dari kamar Alesha. "Alesha tidur, gak bisa dibangunin."

"Ya udah biarin aja, Ma. Aku udah mutusin menikahkan mereka berdua."

Fara terkejut dengan keputusan itu. "Hah? Tapi..."

"Mama ingat Devan?" Aslan memotong perkataan istrinya.

"Apa kabar Bu Fara?" tanya Devan.

"Devan yang dulu pernah jadi murid saya dan dekat dengan Lesha?"

"Iya, Bu."

Fara menghela napas panjang. "Kalau sama kamu, saya gak ragu lagi. Kamu sekarang sudah menjadi Dokter?"

Devan menganggukkan kepalanya.

"Hebat, perjuangan kamu benar-benar luar biasa. Jadi, kamu belum menikah?" tanya Fara. Dia juga harus memastikan bahwa Devan masih benar-benar lajang.

Devan menggelengkan kepalanya. “Saya belum menikah.”

"Mereka benar-benar dipertemukan oleh takdir lagi." Fara tersenyum. Dia yakin, Devan jodoh terbaik untuk putrinya. Meskipun umur mereka terpaut sebelas tahun, pasti Devan bisa membimbing Alesha.

"Iya. Biarkan Lesha mendapat hukuman ini. Semoga saja sikap Alesha bisa berubah setelah menikah.” Begitulah harapan Aslan. Sebagai seorang Ayah, dia sangat ingin putrinya menjadi pribadi yang baik.

"Tapi jangan bilang sama Alesha kalau saya adalah Devan yang dulu. Biarkan dia mengenal saya dari awal lagi. Saya juga akan berusaha menjaga dan mengawasi Alesha,” pesan Devan.

"Baik. Kalau begitu kamu sekarang pulang dulu dan minta restu pada orang tua kamu. Biar saya atur ke penghulu dan lain-lainnya. Nanti hubungi saya kalau seandainya kamu berubah pikiran. Saya akan menghargai keputusan kamu."

Devan menganggukkan kepalanya. Kemudian dia berdiri dan bersalaman dengan kedua orang tua Alesha.

"Saya permisi dulu. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Kemudian Devan keluar dari rumah Alesha. Dia berjalan menuju mobilnya yang terparkir di tepi jalan.

Lesha kecil, kita dipertemukan kembali oleh takdir.

.

💕💕💕

.

Like dan komen ya...

.

Masih ingat Aslan dan Fara?? 🤭

BAB 3

Saat matahari sudah memancarkan sinarnya, Alesha baru membuka kedua matanya. Dia meregangkan ototnya yang terasa pegal. Kepalanya juga terasa sangat berat.

Beberapa saat kemudian Mamanya masuk ke dalam kamar Alesha sambil membawa kebaya berwarna putih yang masih berhanger.

Alesha kini duduk dan menatap Mamanya. "Apa itu, Ma?"

Fara duduk di samping putrinya sambil menunjukkan kebaya itu. "Ya kebaya buat ijab qabul kamu."

Alesha mengernyitkan dahinya. Dia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Mamanya. "Maksud Mama gimana?" Alesha mengucek matanya. "Ini masih mimpi?"

"Kamu gak ingat apa yang kamu lakukan semalam? Ayah kamu marah besar sama kamu."

Alesha berusaha mengingat kejadian semalam. "Semalam Lesha dipaksa minum sama teman-teman." Alesha mulai bercerita.

"Terus?"

"Aku setengah sadar. Seingat aku, Rena antar aku sampai depan gang. Terus..." Alesha menutup bibirnya. "Iya, aku bertemu dengan pria yang ganteng, Ma."

"Terus apa yang kamu lakukan sama dia." Fara terus memancing pengakuan putrinya.

"Seingat aku, dia buka baju terus aku peluk. Astaga! Dia gak lecehkan aku kan Ma." kata Alesha dengan histeris.

Fara mencubit pipi Alesha saking gemasnya. "Justru kamu yang sudah melecehkan Pak Dokter itu."

"Pak Dokter?"

"Iya, kamu peluk Pak Dokter itu lalu digrebek warga. Warga menuntut kamu dan Pak Dokter untuk segera menikah. Kalau tidak, kamu akan diusir dari kampung ini." Fara tertawa dalam hatinya. Dia sengaja membesar-besarkan masalah agar putrinya merasa jengah dan tidak berbuat nakal lagi.

"Kok nikah, Ma? Lesha kan masih sekolah. Gak bisa gitu, Ma. Lagian Pak Dokter itu juga gak berkurang apapun aku sentuh." Alesha mulai menggembungkan pipinya.

Fara kini beralih menjewer telinga putrinya. "Makanya kamu jangan bandel. Untung Pak Dokter itu baik, tidak memperpanjang masalah ini. Kamu bayangin aja kalau namanya sampai tercemar gara-gara digrebek sama warga. Bisa-bisa gak ada pasien yang mau berobat ke dia."

Alesha memegang telinganya yang terasa sakit karena jeweran Mamanya. "Tapi kan Lesha gak cinta sama Dokter itu. Masak iya, Lesha mau nikah sama orang yang gak aku cinta dan juga gak aku kenal."

"Nanti cinta bisa tumbuh seiring berjalannya waktu. Lagian Mama yakin kalau Dokter itu baik."

Alesha akhirnya menyingkap selimutnya lalu mengikat rambutnya yang berantakan. "Dia umur berapa, Ma?" tanya Alesha.

"Sekitar umur 29 tahun."

Seketika Alesha melebarkan kedua matanya. "Mama, serius Lesha nikah sama om-om. Itu tua banget. Usia kita terpaut sebelas tahun."

"Kata kamu tadi dia ganteng?"

"Ya iya sih, Ma. Di bawah kesadaran Lesha aja tahu kalau dia ganteng. Tapi habis putus sama Dirga masak iya nikah sama om-om."

Seketika senyum Fara semakin mengembang. Sepertinya mereka memang ditakdirkan untuk berjodoh. "Jadi kamu galau kemarin karena habis putus sama Dirga. Syukurlah, itu tandanya kamu beneran jodohnya Pak Dokter." Kemudian Fara berdiri dan menggantung kebaya itu di dekat lemari Alesha. "Sekarang kamu mandi dulu lalu sarapan. Nanti Mama bantu kamu make up."

"Tapi Ma..."

"Sssttt, udah gak usah tapi-tapian. Daripada Ayah kamu yang bertindak. Ayah kamu udah marah banget. Kamu pilih nurut atau dimarahi Ayah?" ancam Fara.

Alesha menekuk wajahnya sambil memanyunkan bibirnya. Dia tahu, Ayahnya kalau marah sangat menakutkan.

"Udah cepat mandi!" Kemudian Fara keluar dari kamar Alesha dan menutup pintu.

Alesha kini mengambil ponselnya. Banyak chat di grup solid yang menanyakan kondisinya sekarang. Dia masih kesal dengan teman-temannya yang memaksanya untuk minum minuman beralkohol itu. Kini hidupnya sudah hancur hanya karena minuman itu. Dia tidak pernah membayangkan menikah di usia muda seperti ini, apalagi menikah dengan om-om meskipun tampan dan berprofesi Dokter sekalipun.

Kalian semua tega menghancurkan hidup gue! Gue undur diri dari grup ini.

Kemudian Alesha keluar dari grup itu. Dia melempar ponselnya ke ranjang. Dia kini mengambil boneka beruangnya lalu memeluknya dengan erat.

"Bear, kenapa sih hidup aku kayak gini? Dirga selingkuh dengan Kiara, dan sekarang aku harus nikah dengan orang yang gak aku kenal. Hati aku rasanya masih sakit, tapi sekarang ditambah masalah ini. Hidup aku makin tambah kacau.”

Air mata Alesha kini mengalir di pipinya. "Bear, ih, diem aja." Alesha kembali merebahkan dirinya. Dia ciumi kepala beruang itu. "Andai Kak Devan masih ada di sini pasti dia akan menghiburku saat aku menangis."

Alesha kini memejamkan matanya. Meskipun telah 14 tahun berlalu tapi dia masih mengingat satu kenangan bersama Devan.

"Dek Lesha, ini boneka buat kamu soalnya Kakak sudah tidak bisa sering-sering ke rumah kamu. Jangan cengeng lagi ya. Kalau Dek Lesha sedih peluk saja boneka ini."

Alesha masih mengingat kalimat terakhir itu.

Kak Devan, apa kita bisa bertemu lagi?

...***...

Pagi hari itu, Devan duduk termenung di teras rumahnya. Benarkah keputusannya untuk menikahi Alesha? Apakah Alesha nanti mau dia ajak pulang ke rumahnya karena dia tidak mungkin bisa meninggalkan ibunya yang sering sakit-sakitan?

"Ada masalah apa, Nak? Kamu semalam pulang sangat larut,” tanya Ibunya. Bu Rahma berjalan dengan tongkatnya lalu duduk di dekat Devan. Bu Rahma baru saja sembuh dari stroke. Meskipun kakinya belum bisa melangkah sempurna, tapi Bu Rahma sudah bisa berjalan.

Seketika Devan berlutut di hadapan Ibunya dan bersimpuh di pangkuannya. "Ibu, jika aku menikah hari ini, apa Ibu akan merestui?"

Seketika Bu Rahma tersenyum. Dia kini menyugar rambut tebal Devan. "Sudah waktunya kamu menikah dan menjalani kehidupan kamu. Kamu jangan terlalu memikirkan Ibu. Pikirkan juga kebahagiaan kamu."

Devan hanya menganggukkan kepalanya.

"Dengan siapa? Mengapa kamu tidak pernah mengenalkannya pada Ibu?" tanya Bu Rahma.

Devan mendongak dan menatap wajah Ibunya yang sudah terlihat tua itu. "Sebenarnya semalam aku dituduh warga telah melecehkan seorang gadis. Tapi sumpah demi Allah, aku tidak melakukan itu. Demi nama baik kita semua, aku harus menikahi dia."

"Tidak apa-apa. Mungkin itu jodoh yang dikirimkan Allah untuk kamu,” kata Bu Rahma dengan lembut. Dia tahu, putranya anak yang baik. Tidak mungkin melakukan hal yang dilarang agama.

"Tapi, mungkin dia tidak sempurna seperti yang Ibu harapkan. Mungkin dia juga belum bisa merawat Ibu dan mengerjakan pekerjaan seorang istri. Karena dia masih sekolah. Masih sangat muda."

Bu Rahma menarik lengan Devan agar duduk di sampingnya. "Apa kamu yakin akan menikah?"

Devan menganggukkan kepalanya. "Ada satu alasan yang membuat aku yakin menikahinya."

"Ya sudah, Ibu merestui kamu."

Seketika Devan memeluk Ibunya. "Terima kasih, Ibu."

"Semoga kebahagiaan selalu tercurah untuk kamu."

"Amin."

.

💕💕💕

.

Like dan komen ya...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!