NovelToon NovelToon

Kisah Yang Tertinggal

01 ~ Bertemu Kembali

"Kalau enggak enak badan, enggak usah kuliah dulu! Minta izin lagi aja!" seru Asha, bundanya Bunga dari dapur saat melihat Bunga telah bersiap hendak berangkat kuliah.

"Bunga udah sehat kok, Bun. Lagian udah tiga hari Bunga izin. Kelamaan izin, nanti Bunga ketinggian banyak materi," ucap Bunga yang kini telah duduk di meja makan.

Tak berselang lama, Askara sang ayah menarik sebuah kursi yang ada di depan Bunga. "Kamu yakin udah mau kuliah? Udah sehat?" tanyanya untuk memastikan kesehatan Bunga.

Bunga yang merasa sudah membaik mengangguk dengan pelan. "Bunga udah sehat, Yah. Udah istirahat tiga hari, masa enggak sehat," ujar Bunga.

"Ya udah kalau udah sehat gak apa-apa. Yang penting enggak usah dipaksakan. Kalau masih sakit, minta izin lagi aja!"

"Iya, Ayah. Tapi saat ini Bunga udah sehat. Jadi Ayah sama Bunda enggak usah khawatir. Bunga enggak akan kenapa-napa." Sebisa mungkin Bunga menyakinkan kedua orang tuanya jika kesehatan sudah membaik.

Sudah hampir setengah tahun kesehatan Bunga menurun. Wanita usia 23 tahun itu sering merasa pusing dan sering merasa lelah. Bahkan jika sudah kelelahan tekadnya hidung mengeluarkan darah. Namun, Bunga tak pernah memberitahukan tentang kesehatannya pada orang ayah dan bundanya. Dia tidak ingin membuat keduanya terus menerus mengkhawatirkan dirinya.

"Tapi wajah kak Bunga masih terlihat pucat," celetuk Galang yang baru saja bergabung di meja makan.

"Masa sih?" Bunga langsung mengambil sebuah kaca kecil yang selalu stay didalam tasnya. "Biasa aja, kok. Ini sisa sakit kemarin, karena enggak kena sinar matahari. Nanti siang juga udah normal, kok."

"Ya udah, sekarang makan yang banyak. Ibu masakin sayur bayam dan goreng tempe kesukaanmu. Makan yang banyak biar kuat," seloroh bundanya.

Meskipun merasa tak selera makan, tetapi Bunga berusaha untuk tetap menghabiskan sarapannya. Dia tak ingin memperlihatkan ketidakberdayaan didepan keluarganya.

Setelah selesai sarapan, Bunga berangkat kuliah bersama dengan Galang, satu-satunya adik yang dimilikinya. Saat ini Galang masih duduk di bangku SMA kelas 11.

Setiap pagi Galang akan mengantarkan kakaknya ke kampus terlebih dahulu, baru dia melaju ke sekolahnya. Sudah satu demi terakhir ini Bunga tak lagi mau untuk membawa mobilnya sendiri. Dia lebih sering menumpang pada adiknya, atau ayahnya dengan alasan malas untuk menyetir.

"Kak, kayaknya nanti sore aku enggak bisa jemput kak Bunga. Aku adalah kelas extra kulikuler di sekolah," ucap Galang sebelum sang kakak turun dari mobil.

"Iya, gak papa. Nanti aku naik taksi aja."

Setelah sang kakak turun, Galang segera melajukan mobilnya untuk menuju ke sekolahnya.

***

Bunga berjalan santai menuju ke ruang kelasnya. Sebenarnya tubuh Bunga masih terasa lemas, tetapi dia tak ingin menunjukkan kelemahannya pada orang lain, termasuk keluarganya.

"Bunga!" seru seorang pria yang memakai kemeja kotak-kotak. Dia tak lain adalah Candra, satu-satunya teman dari jaman SMA.

"Candra," gumam Bunga dengan pelan.

Candra yang melihat Bunga hendak masuk kedalam ruang kelas, berusaha untuk mengejar agar keduanya masuk bersama.

"Udah sehat?"

Bunga mengangguk dengan pelan. "Udah."

"Syukurlah. Sorry, aku belum sempat jenguk kamu, soalnya aku lagi sibuk dengan persiapan magang. Mana aku enggak dapat rekomendasi dari kampus lagi. Jadi aku harus cari tempatnya sendiri," cerita Cakra yang seolah sedang mengadu pada Bunga.

Bunga hanya tersenyum kecil. Dia tidak memusingkan lagi dimana dia akan magang. Tentu saja Bunga akan magang di perusahaan milik ayahnya sendiri.

Baru saja kaki Bunga hendak melangkah ke dalam ruangan, tiba-tiba sesosok dari belakang menerobos diantara Bunga dan Candra yang hendak masuk.

"Aduh .... " Bunga mengaduh karena bahunya terasa sedikit sakit akibat ditabrak begitu saja.

Tak ada kata maaf, seorang pria yang menabrak Bunga langsung nyelonong untuk duduk ditempatnya.

"Bunga, kamu gak papa kan?" Candra memastikan.

Bunga menggeleng dengan pela sambil mengelus bahunya. "Aku enggak apa-apa, kok. Siapa sih, dia? Kayak aku gak pernah liat dia di kelas ini deh," gumam Bunga.

"Dia anak baru, tapi songong," celetuk Candra. Karena kesal tak ada permintamaafan dari mahasiswa baru, Candra langsung berteriak, "Hei ... anak baru, jangan sok belagu! Minta maaf enggak sama Bunga!"

"Udahlah, Can! Aku enggak apa-apa." Bunga berjalan pelan untuk menuju ke bangkunya.

Sejenak, mata Bunga langsung terperanjat saat melihat sosok yang dikatakan mahasiswa baru oleh Candra. Sosok yang begitu familiar untuknya. Dari bentuk wajah, bola mata hingga bibir, Bunga masih bisa mengenalinya, meksipun telah lima belas tahun berlalu. Kali ini Bunga tidak salah untuk mengenali, karena tak banyak yang berubah dari pria itu.

Seketika jantungnya berdetak lebih kencang saat menyadari jika mahasiswa baru itu tak lain adalah teman semasa kecilnya dulu. Bibirnya terasa kelu untuk menyebut nama Alvaro.

"Ngapain kamu lihatin aku?" ketusnya pada Bunga.

Bunga hanya bisa menelan kasar salivanya. Belum sempat Bunga bersuara, dosen pengajar sudah masuk kedalam ruangan. Ingin sekali Bunga menyapa Alvaro dan menanyakan bagaiman kabarnya. Dengan siapa dan dimana dia tinggal saat ini. Sungguh segudang pertanyaan memenuhi kepalanya.

"Bunga kamu baik-baik aja kan?" tanya Chandra yang merasakan kegelisahan Bunga.

"Aku enggak apa-apa kok, Can," jawab Bunga dengan gugup.

Bersamaan dengan itu mahasiswa yang tak lain adalah Alvaro hanya melirik sekilas kearah Bunga yang kebetulan duduk di sampingnya.

Alvaro yang ternyata juga masih mengingat wajah Bunga, tak sedikitpun ingin menanyakan kabar Bunga. Bahkan Alvaro terlihat seperti orang yang tak mengenali Bunga.

Kenapa aku harus bertemu dengannya lagi. Jika aku tau dia kuliah disini, aku tidak akan pindah ke universitas ini.

Hampir 45 menit Bunga menahan diri dan ketika materi telah usai, dia pun segera menghadap kearah Alvaro yang sedang mengemasi perlengkapannya.

"Kamu Alvaro kan? Masih ingat sama aku enggak? Aku Bunga, teman sewaktu kita sekolah di TK." Bunga berusaha menyapa Alvaro lebih awal karena kepalanya sudah tak sanggup untuk menampung berbagai pertanyaan yang dipikirkan.

Dengan ketus, Alvaro menjawab, "Maaf, aku enggak ingat." Kemudian dia pun beranjak pergi meninggalkan Bunga.

Dada Bunga kembali berdenyut. Rasanya sangat nyeri hingga ulu hati. "Mengapa Varo tidak mengingatku? Apakah aku telah banyak berubah hingga dia sama sekali tak mengenaliku?" pikir Bunga dengan heran.

...#BERSAMBUNG#...

Halo, selamat datang di novel baru teh ijo yang berjudul KISAH YANG TERTINGGAL. Ini adalah kisah Bunga ( Anaknya Asha ) dan Alvaro dari novel KISAH KITA BELUM USAI. Semoga cerita receh ini bisa menghibur kalian ya. Tetap dukung novel ini agar othornya tetap semangat 🤭 Jangan lupa tinggalin jejak kalian di kolom komentar, siapa tau ada kejutan tak terduga dari othor 😆

...SALAM SAYANG...

...BORAHAE 💜...

02 ~ Masih Membenci

"Heeei! Bengong aja!" seru Candra saat menghampiri Bunga di meja kantin.

Hampir lima belas menit Bunga masih terpaku pada sosok pria yang duduk diseberang. Siapa lagi jika bukan Alvaro. Dalam diam rasanya ingin sekali Bunga menyapa Alvaro lebih jauh, tetapi melihatnya yang terus acuh, membuat Bunga mengurungkan niatnya dan memilih untuk melihatnya dari kejauhan.

Hampir lima belas tahun mereka berdua berpisah dan putus komunikasi, karena Alvaro dibawa menetap di luar negeri orang orang tua angkatnya.

"Candra," gumam Bunga yang kini mengalihkan pandangan matanya pada Candra, satu-satu teman dekatnya.

"Kamu ngapain bengong disini? Mikirin tempat magang?" tanya Candra dengan asal.

"Enggak juga." Bibir Bunga tersenyum tipis. "Hari ini tuh aku sedang bahagia, Can. Kamu tau enggak kalau aku baru aja ketemu teman lama yang sering aku cerita sama kamu itu, tapi .... " Bunga menjeda ucapannya saat mengingat jika Alvaro sama sekali tak mengenalinya.

"Tapi apa?" Kening Candra langsung mengernyit.

"Dia sama sekali nggak ingat sama aku," ucap Bunga dengan lemah.

"Kok bisa gitu? Apakah kamu yakin jika kamu sedang tidak salah untuk mengenali seseorang kan? Atau mungkin dia pangling sama kamu. Emangnya kamu ketemu dia dimana?" tanya Candra ingin tau.

Sejenak Bunga terdiam dengan pandangan yang kini telah menatap kearah Alvaro lagi. Rasa bahagia yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata karena bisa melihat Alvaro lagi setelah lima belas tahun berpisah.

"Aku bertemu dengannya di ... " Belum sempat Bunga menjelaskan tentang pertemuannya dengan Alvaro, tiba-tiba pesanan Candra datang.

"Terima kasih," ujar Candra saat semangkok mie telah disodorkan untuknya.

Karena pandangan Bunga untuk memantau Alvaro sempat terhalang oleh embak-embak pelayanan, akhirnya Bunga kehilangan jejak Alvaro. Pria yang sejak tadi di pantau telah lenyap tak berjejak.

"Varo kemana, ya?" lirih Bunga dengan pelan, tetapi masih bisa didengar oleh Candra.

"Kamu nyari siapa?" tanyanya.

Bunga yang sempat celingukan untuk mencari keberadaan Alvaro langsung tersentak. "Ah, enggak. Aku enggak nyari siapa-siapa kok. Em ... aku ke toilet dulu ya!"

Candra hanya mengangguk kepalanya dengan pelan. "Iya udah sana! Jangan lama-lama!"

Bunga berjalan pelan menuju ke toilet. Namun, baru saja hendak masuk ke toilet wanita, tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang dari samping.

Jantung Bunga berdetak lebih kencang, bahkan bola matanya membulat dengan lebar. Ketakutan akan tindakan pelecehan, membuat tubuh Bunga bergemetar dengan hebat. Namun, setelah melihat siapa pelakunya, Bunga langsung mengelus dadanya.

"Varo," ucapnya dengan pelan saat mengetahui pelakunya adalah Alvaro.

Alvaro masih terdiam tanpa kata, tetapi tatapannya begitu tajam dan menusuk. Seolah rasa benci yang dimilikinya selama lima belas tahun yang lalu kembali memuncak.

"Aku tidak tau kenapa aku harus bertemu denganmu lagi, padahal aku sudah berdoa agar tak lagi dipertemukan denganmu," ujar Alvaro dengan bengis.

Seketika Bunga terbelalak dengan lebar dengan penjelasan Alvaro. Itu artinya Alvaro masih mengingat dan mengenali dirinya.

"Varo, kamu masih mengenaliku aku?" Bunga langsung membungkam mulutnya dengan telapak tangan karena saking terkejutnya.

Mata Alvaro masih menatap Bunga dengan tatapan tajamnya.

"Bagaimana aku tidak mengenalimu sementara tak wajahmu saja masih sama," datar Alvaro.

Jantung Bunga kian bergemuruh dengan kencang. Ternyata teman lamanya masih mengenali dirinya. "Tapi mengapa tadi kamu mengatakan jika kamu tidak mengingatku. Varo ... selama ini kamu kemana? Mengapa setelah hari perpisahan sekolah saat itu kamu langsung menghilang? Ayah dan Bunda sampai menyiarkan hilangnya kamu di stasiun televisi. Berharap ada yang menemukan keberadaanmu. Namun, nyatanya tak membuahkan hasil. Tak ada satu orang pun menemukan keberadaanmu." Sekilas Bunga menjelaskan ingatan masa lalunya.

Meskipun telah lima belas tahun berlalu, tetapi wajah Alvaro tak mengalami banyak perubahan. Dan kini malah terlihat lebih bersinar. Bunga saja hampir tak bisa bernapas saat menatap Alvaro dengan jarak dekat.

"Tak perlu kamu tahu dimana selama ini aku berada dan jangan pernah sekalipun kamu membahas masa lalu, karena aku sudah menguburnya!" tegas Alvaro.

"Iya, aku minta maaf. Aku berjanji tidak akan membahas masa kecil kita."

"Bagus! Satu lagi .... jangan pernah mengatakan kepada siapapun jika aku dan kamu pernah saling mengenal. Jangan sok akrab denganku, karena aku tidak suka dengan sikapmu yang sok baik itu!" tegas Alvaro lagi.

Kenapa Varo ... kenapa kamu masih menyimpan rasa benci itu padaku? Apa salahku sehingga rasa benci yang kamu miliki masih bertahta? Padahal semua sudah berlalu selama lima belas tahun, tetapi rasa bencimu masih tersimpan

"Iya, aku tahu. Tapi Varo .... " Bunga menjeda ucapannya. Susah payah dia menelan kasar salivanya. Ingin sekali mengeluarkan segala unek-unek dalam hati, mengapa sampai sat ini Varo masih membenci dirinya.

"Apa?" datar Varo yang masih menatap mata Bunga dengan tatapan tajam.

"Ah, itu ... apakah masih ada yang ingin dibahas lagi? Aku ingin ke toilet."

Alvaro membuang napas kasar dan segera membuang tatapannya. "Tidak ada. Aku hanya ingin mengatakan itu saja padamu. Anggap saja kita tak pernah mengenal dan aku juga ingin kamu tidak udah sok akrab denganku!"

"Iya, aku mengerti." Bunga pun kemudian berlalu meninggalkan Alvaro dengan dada yang terasa sesak.

Sebenarnya banyak yang ingin ditanyakan pada AlVaro, tetapi Bunga hanya bisa memendam dalam benaknya.

Varo ... tidak bisakah saat ini kita berteman dan melupakan apa yang telah terjadi di masa kecil kita? Bukankah kamu menginginkan jika kita tak saling mengenal sebelumnya. Varo ... aku hanya ingin bertemu denganmu

Bunga langsung membasuh wajahnya agar tak terlihat jika matanya telah berkaca-kaca karena menahan air mata agar tak membasahi pipinya.

Bunga ... jangan menangis! Bukankah kamu sudah berjanji untuk tidak mengeluarkan air mata lagi? Ingat Bunga, kamu harus bahagia

Setelah mengelap wajahnya dengan tisu, Bunga langsung mengoles pipinya dengan bedak, agar tak terlihat pucat.

"Varo ... selamat datang kembali. Meskipun kamu tidak pernah menganggap aku sebagai teman, tetapi kamu adalah temanku. Aku berharap suatu saat kamu bisa menerimaku sebagai temanmu," ucap Bunga sebelum meninggalkan toilet.

...#BERSAMBUNG#...

03 ~ Lima Belas Tahun Berlalu

Sepanjang malam bayangan Bunga kembali muncul dalam ingatan Varo. Lima belas tahun berlalu, tetapi sifat yang dimiliki oleh Bunga masih sama. Masih sok akrab dan sok peduli pada orang lain. Namun, entah mengapa dadanya berdegup dengan kencang saat teringat wajah ayu yang hampir lima belas tahun tak terlihat olehnya. Bibirnya terangkat tipis. Ternyata semakin dewasa Bunga semakin terlihat sangat cantik.

"Astaga ... apa yang aku pikiran!" tepis Varo saat menyadari apa yang sedang dia bayangkan.

Helaan napas panjang terdengar begitu berat. Kini Varo benar-benar tidak bisa tidur karena bayangan Bunga yang terus memenuhi kepalanya. Padahal selama ini Varo sudah melupakan sosok Bunga yang paling dibenci semasa kecilnya. Namun, ternyata takdir harus mempertemukan mereka kembali.

Malam yang sunyi terasa begitu panjang karena Varo tidak bisa memejamkan matanya. Akhirnya Varo memutuskan untuk ke balkon untuk mencari sedikit pasokan udara agar dadanya tidak terasa sesak.

Matanya langsung menatapnya langit malam yang membentang luas. Kemerlap-kemerlip bintang di angkasa membawanya pada ingatan semasa kecil, dimana rasa sakit yang harus di jalani saat tinggal bersama dengan ibu dan saudara tirinya. Hampir setiap hari Varo mendapatkan amukan dari ibu tirinya. Bahkan Varo juga disalahkan atas kematian ayahnya.

Hatinya kembali berdenyut. Seharusnya Varo sudah tau konsekuensi apa yang harus dia hadapi saat kembali ke negara kelahirannya setelah sekian lama menetap di Australia bersama dengan orang tua angkatnya.

Siang itu ...

Setelah kepergian sang ayah untuk selamanya, Varo langsung diusir oleh ibu tirinya. Padahal saat itu Varo masih berusia enam tahun.

Dibawah terik matahari, Varo berjalan tanpa arah dan tujuan. Perutnya yang terasa mengisap dan kepalanya yang terasa pusing tak dirasakan. Dia tetap berjalan menyusuri trotoar. Namun, semakin lama Varo menahan rasa sakitnya, tubuhnya tak mampu untuk diajak bekerja sama. Pandangan Varo tiba-tiba kabur sebelum pada akhirnya tubuhnya terjatuh.

Beruntung saja Varo langsung ditemukan oleh orang baik dan dibawanya ke rumah sakit. Setelah sadar Varo menceritakan apa yang sedang dia alami. Karena merasa kasian, pasangan suami istri yang menemukan Varo langsung mengangkat Varo menjadi anaknya. Sejenak saat ini Varo mempunyai keluarga baru dan tinggal di Australia.

"Ayah ... Varo pulang, tetapi Varo belum sempat ke rumah ayah. Maafkan Varo yang tak pernah mengunjungi ayah, karena ayah dan ibu mempunyai kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan. Ayah, berbahagialah di surga." Varo membuang napas beratnya. Jika mengingat masa kecilnya, rasanya Varo tidak ingin kembali pulang.

Namun karena orang tua angkatnya memutuskan untuk pulang ke Indonesia, Varo tidak bisa berbuat apa-apa. Dia harus ikut kemanapun orang tua angkatnya berlabuh karena orang tua angkatnya tak miliki anak, selain dia.

"Teruntuk kamu Bunga ... sampai kapanpun aku tidak akan pernah mau berteman denganmu! Karena kamu, aku dijauhi oleh teman-teman. Bahkan kamu juga merebut apa yang seharusnya aku dapatkan. Bunga, mari kita lihat, siapa yang paling unggul sekarang. Aku akan mengalahkanmu!"

Salah satu alasan Varo membenci Bunga karena Bunga dianggap telah mempengaruhi teman-teman untuk menjauhinya. Bahkan Bunga dianggap telah merebut posisi murid berprestasi. Hal itulah yang membuat Varo membenci Bunga. Tidak hanya itu saja, Varo membenci Bunga karena Bunga sok akrab dan sok peduli dengan kehidupannya yang menyedihkan saat itu.

***

Disisi lain, perasaan yang sama juga dialami oleh Bunga. Wanita itu tak bisa memejamkan mata karena terus-menerus memikirkan sosok Varo yang baru saja ditemui setelah lima belas tahun tak bertemu.

Seharusnya Bunga merasa bahagia, karena bisa dipertemukan lagi dengan Varo teman semasa kecilnya yang hilang bak ditelan bumi saat itu. Namun, pada kenyataannya dia harus bersedih karena Varo yang masih membencinya tanpa alasan.

"Varo ... aku bersyukur bisa melihatmu kembali. Tapi aku juga sedih karena kamu sama sekali tak berubah. Kamu masih sama meskipun telah lima belas tahun berlalu. Aku tidak tahu kesalahan apa yang telah aku lakukan sehingga membuatmu sangat membenciku sekalipun telah lima belas tahun berlalu." Bunga menghela napas panjangnya.

Waktu yang seharusnya digunakan untuk beristirahat malah digunakan untuk menulis tentang perasaannya di sebuah buku diary. Meskipun sempat kecewa tetapi Bunga merasa sangat bahagia bisa dipertemukan kembali dengan Varo.

Dear Varo ...

Setelah sekian lama kamu menghilang, akhirnya kamu kembali pulang. Aku sangat bahagia saat melihatmu setelah sekian lama aku menunggu tentang kabarmu. Ingin sekali aku bertanya padamu, apakah selama ini kamu makan dengan baik? Tidur dengan baik dan melewati hari-harimu dengan baik? Tapi aku yakin selama lima belas tahun ini kamu hidup dengan baik. Lihatlah, tubuhmu yang berisi. Bahkan kamu semakin terlihat tanpa. Aku bahagia karena kamu baik-baik saja.

Varo ...

Aku tidak tahu alasan apa yang membuatmu membenciku hingga teramat dalam. Padahal aku merasa tidak pernah melakukan sebuah kesalahan, tetapi kamu membenciku. Varo, bisakah aku meminta satu permintaan? Bisakah kita berteman. Aku ingin berteman denganmu Varo. Tapi sepertinya itu hanya angan-angan ku saja, karena kamu tak akan pernah mau berteman denganku. Tapi sudahlah, tak bisa berteman denganmu tidak apa-apa, yang penting mulai sekarang aku bisa melihatmu setiap hari.

^^^ttd : Bunga^^^

Setelah mengungkapkan isi hatinya pada buka diary, Bunga langsung menyimpan kembali buku itu dalam laci. Bibirnya mengulum senyum, berharap malam segera berlalu karena Bunga sudah tak sabar untuk bertemu kembali dengan Varo.

...#BERSAMBUNG#...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!