NovelToon NovelToon

Ijinkan Aku Mencintaimu (Versi Revisi)

Suara Seksi Yang Menggetarkan Hati

Seorang gadis yang bernama Rania Buana tampak termenung dan menatap kertas hasil lab dengan pandangan kosong. Gadis cantik berkulit putih yang masih berumur delapan belas tahun itu merasa syok dengan hasil yang tertera di atas kertas itu, Positif Leukimia stadium satu.

"Kenapa Tuhan tidak adil padaku? Aku terlahir tanpa seorang Papa, aku terlahir tanpa cinta seorang Mama, dan sekarang aku terkena Leukimia stadium satu. Aku masih delapan belas tahun, Tuhan. Kenapa Tuhan suka bercanda padaku seperti ini?" Gumam Rania sambil berulangkali mengusap air mata yang berderai di pipi.

Mamanya Rania masuk ke dalam ruang one day care dengan napas terengah-engah.

Rania dan mamanya saling pandang dalam diam.

Dokter UGD yang masuk bersama dengan mamanya Rania langsung angkat bicara, "Putri Anda positif leukimia stadium satu"

Mamanya Rania terhenyak kaget dan bergumam lirih, "Apa masih bisa disembuhkan?"

"Masih bisa disembuhkan. Asalkan rutin melakukan pemeriksaan dan menjalani metode pengobatan" Sahut dokter UGD tersebut.

"Dokter yang paling bagus. Pilihkan dokter yang paling bagus di sini kalau tidak ada, maka aku akan bawa Putriku ke luar negeri" Mamanya Rania mencengkeram kerah jubah dokter UGD tersebut dengan wajah frustasi. Mamanya Rania kemudian menangis terisak dan kembali bergumam lirih, "Selamatkan Rania. Aku akan lakukan apapun untuk kesembuhan Rania"

Rania tertegun melihat mamanya menangis dan mempedulikan dirinya. Baru kali ini dia melihat mamanya menangis dan mempedulikan dirinya.

Saking terharunya melihat mamanya t rus menangis, Rania merosot pelan dari atas bed lalu saat Rania berjalan pelan mendekati mamanya, ia jatuh pingsan.

Mamanya Rania berteriak, "Rania!" Dan wanita cantik itu berhasil menangkap tubuh Rania.

Dokter UGD langsung menolong Rania dan merebahkan Rania dengan perlahan dia Aya bed sambil berkata,"Dokter Dario adalah dokter spesialis kanker yang terbaik bukan hanya di rumah sakit ini, tapi Dokter Dario juga dokter terbaik se-Asia di bidang kanker"

"Kalau begitu aku mau dokter Dario yang menangani Rania"

"Besok adalah jadwalnya Dokter Dario praktek di sini. Saya sarankan Putri Anda besok datang ke sini untuk mulai menjalani metode pengobatannya Dokter Dario. Saya akan langsung mendaftarkan Putri Anda sekarang juga*

"Baiklah. Daftarkan Rania sekarang juga" Sahut mamanya Rania dengan secercah harapan di wajah cantiknya.

Di hari kedua Rania datang ke rumah sakit swasta nomer satu di kota J, ia diharuskan mulai menjalani pemeriksaan dan perawatan. Rania harus berada di ruangan one day care selama satu jam untuk mengikuti metode pengobatan yang bisa menekan pertumbuhan sel kanker.

Di hari itu Rania diantar dan ditunggui oleh bibi Gumiar. Bibi Gum yang selama ini merawat dan menemani Rania sejak Rania lahir sampai Rania berumur delapan belas tahun. Sementara Mamanya Rania seperti biasanya sibuk bekerja.

"Nia bisa masuk sendiri, Bi. Bibi tunggu saja di luar"

"Baik, Non" Sahut Bibi Gum.

Rania masuk ke dalam kamar one day care dan langsung berbaring di sana lalu memejamkan mata.

Tidak menunggu lama, pintu ruangan one day care tersebut terdengar dibuka, namun Rania enggan membuka mata.

Beberapa detik kemudian, Rania merasakan stetoskop di dadanya, lalu ia merasakan pucuk kepalanya disentuh, dibelai dengan lembut.

Pijatan dan belaiannya di rambut embut banget dan bisa membuatku nyaman lalu hatiku merasakan kedamaian. Batin Rania.

Di menit berikutnya, ia merasakan kedua tangannya diperiksa secara bergantian.

Dia membelai dan memijat telapak tanganku dengan kelembutan juga. Tangannya kokoh dan hangat. Rania mulai merasakan ada gelitikan kecil di perutnya. Saat itulah ketahuan kalau Rania ridak tidur karena kelopak mata dan ujung kakinya Rania bergerak-gerak.

Lalu, Rania merasakan tangannya kembali diletakan di samping badannya.

Kenapa dokter ini diam saja? Kenapa tidak menyuruhku untuk membuka mata dan nggak nanya-nanya apa yang aku rasakan? Tapi dia memeriksaku dengan sangat sopan dan lembut. Biarkan saja ia memeriksa ku dalam keheningan. Paling nggak aku aman karena ia bukan dokter mesum. Batin Rania.

Tiba-tiba terdengar suara, "Tolong bangun dan duduklah dengan memeluk erat kedua lutut kamu! Aku akan menyuntikkan obat di punggung kamu dan akan terasa sakit" Suara itu mampu membuat hati Rania berdesir hangat. Rania langsung duduk, membuka mata, menekuk kedua lututnya dan memeluk lutut itu.

"Jangan menoleh ke belakang! dan jangan bergerak sedikit pun Kalau terasa sakit kamu harus menahannya dan gigit saja apa yang ada di depan mata kamu!"

Rania menganggukkan kepalanya dengan hati berdesir hangat. Dia jatuh cinta dengan suara itu Tanpa melihat wajah pria itu, dia sudah mencintai pria itu karena suaranya.

"Tahan! Jangan bergerak! Gigit apa yang ada di depanmu atau kau boleh teriak! sebentar lagi selesai"

Rania menggigit kerah bajunya untuk menahan rasa sakit yang sukup luar biasa itu.

Kenapa tidak terasa sakit lagi? Apa sudah selesai? Kenapa dia diam saja kalau sudah selesai? Batin Rania.

Akhirnya Rania bertanya, "Apa sudah selesai?"

"Hmm" Hanya sahutan singkat yang Rania dengar.

"Apa aku sudah boleh menegakkan badan dan menoleh ke belakang?"

"Hmm" Hanya sahutan singkat yang kembali terdengar.

Rania menoleh ke belakang untuk melihat wajah dokter yang memiliki suara dalam yang merdu dan kebapakan. Suara yang sudah membuat Rania jatuh cinta untuk yang pertama kalinya.

Rania sedikit kecewa saat ia menemukan dokter itu memakai masker. Namun, ia yakin banget kalau dokter itu pasti berwajah tampan karena dokter itu memiliki perawakan yang sangat bagus. Badannya tinggi tegap dan atletis, rambut cokelatnya sedikit bergelombang dan sedikit gondrong, lalu bola matanya berwarna biru.

"Siapa nama dokter?" Rania bertanya karena dokter itu membalik nametag-nya.

"Maaf aku harus segera memeriksa pasien yang lainnya lagi"

"Paling nggak katakan dulu siapa nama........."

Dokter berbola mata biru itu berbalik badan dan pergi meninggalkan Rania tanpa pamit dan tanpa memberitahukan namanya ke Rania.

Rania merosot turun dari atas ranjang dan ingin mengejar dokter itu, tapi seketika langkahnya terhenti dan ia meringis kesakitan. Punggungnya kembali terasa nyeri dan dengan terpaksa Rania kembali duduk di tepi ranjang dan merebahkan diri di sana.

Setelah satu jam tergenapi, Rania bangun dan duduk di tepi ranjang. Pintu ruangan one day care itu kembali dibuka oleh seseorang dan mata Rania seketika membulat sempurna dengan harapan yang muncul dari balik pintu adalah dokter berbola mata biru yang tadi memeriksanya. Namun, Rania harus menelan kekecewaan karena yang muncul dari balik pintu adalah seorang suster yang berwajah bulat dan cukup ramah.

"Anda sudah boleh pulang, Nona cantik. Ini obat untuk Anda. Balik lagi ke sini bukan depan, ya?! Semoga di bulan depan nanti Anda sudah bersedia menjalani rawat inap intensif di sini" Ucap suster berwajah cukup ramah itu sambil membereskan meja yang ada di samping ranjang.

Rania merosot turun dan langsung bertanya, "Apa suster tahu nama dokter yang tadi memeriksa saya?"

Suster tersebut membereskan ranjang sambil berkata, "Apakah Dokter yang Anda maksud berambut hitam lurus dan sedikit gondrong dan memiliki bola mata biru?"

"Iya, benar!" Rania memekik kegirangan dan melompat kecil saking senangnya akhirnya ia bisa mengetahui nama dokter yang telah membuatnya merasakan cinta pada pandangan pertama.

"Di mana ruang prakteknya? Apa saya bisa menemuinya di ruang prakteknya?" Wajah Rania penuh senyum dan terlihat sangat antusias.

Suster tersebut tampak terkejut kemudian ia menegakkan badan dan menghadap ke Rania dengan perlahan untuk berkata, "Dokter Dario sudah pulang. Ia hanya beberapa jam saja di rumah sakit ini. Ia merupakan seorang dokter spesialis kanker dan ahli hortikultura yang berbakat. Dia suka menyendiri di vilanya yang berada di puncak untuk meneliti dan membuat obat herbal untuk berbagai macam penyakit kanker. Dokter itu tidak ramah. Dia memiliki kepribadian dingin dan cuek. Saya sarankan Anda jangan mengusik Dokter Dario" Suster ramah dan baik hati itu memberikan informasi dan penjelasan terkait dokter Dario ke Rania dengan sangat lengkap.

Rania langsung menghapus senyumannya dan berkata dengan nada dan wajah lesu, "Terima kasih, Sus, untuk infonya" Lalu, Rania melangkah pergi meninggalkan suster tersebut dengan langkah malas-malasan.

Akhirnya Ku Menemukanmu

Rania adalah pewaris tunggal Grup Buana. Grup Buana menguasai banyak sektor bisnis dan dipimpin oleh CEO wanita yang adalah mamanya Rania.

Mamanya Rania mendapatkan Rania dari hasil perkosaan. Untuk itulah ia tidak peduli sama Rania sejak lahir. Meskipun dia tidak menggugurkan janinnya dan mau melahirkan bayi itu, tapi mamanya Rania tidak mau merawat dan mengasuh Rania sejak Rania lahir. Mamanya Rania bahkan selalu mengurung Rania di dalam istananya dan mendatangkan guru untuk mengajari Rania berbagai macam norma kesopanan dan ilmu yang ada di dunia ini.

Rania yang lahir tanpa ayah dan terbiasa hidup sendiri di rumah mewah bak istana karena mamanya sangat sibuk dan tidak pernah peduli padanya, tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik tetapi pendiam.

Mamanya Rania yang bernama Senja Buana hanya bisa ditemui oleh Rania tiga bulan sekali, itu pun hanya selama satu Minggu. Kepulangannya selama seminggu itu pun tidak digunakan oleh mamanya Rania untuk mengobrol dengan Rania. Jadi, mau mamanya pulang atau tidak, sama sekali tidak ada bedanya bagi Rania.

Penyakit Rania ditemukan tepat di umur Rania yang kedelapan belas. Leukimia itu masih bisa disembuhkan dengan menjalani pemeriksaan intensif dan Rania harus dirawat inap di rumah sakit selama satu bulan penuh. Namun, Rania masih enggan menjalaninya. Dia masih ingin bebas melakukan hobinya melukis di dalam kamarmya yang luas.

Meskipun mamanya Rania menolak Rania dan selalu mengabaikan Rania, naluri seorang Ibu tetap lah ada. Akhirnya mamanya Rania memutuskan untuk bekerja dari dalam negeri detik itu juga dan meskipun dia akan pulang larut malam, paling nggak dia bisa melihat dan memantau kondisinya Rania setiap hari di malam dan pagi hari.

Bibi Gum bangkit berdiri saat wanita berumur empat puluh lima tahun itu melihat Rania keluar dari dalam ruang one day care.

"Kita pulang sekarang, Non?"

"Sebentar, Bi. Bibi duduk aja lagi! Aku masih ada urusan ke ruang informasi. Bentar aja" Sahut Rania.

"Baik, Non" Bibi Gum kembali duduk.

Rania ingin berlari dan segera sampai ke bagian informasi rumah sakit swasta yang sangat besar itu, tapi apa daya fisiknya lemah saat ini. Akhirnya Rania hanya bisa melangkah lebar semaksimal yang ia mampu.

Setelah berjalan selama sepuluh menit, Rania akhirnya sampai di depan meja melingkar yang di atasnya ada tulisan tebal dan besar, Bagian Informasi.

Rania meletakkan kedua lengannya di atas meja dan bertanya ke petugas yang berjaga di balik meja informasi itu, "Saya adalah pasiennya Dokter Dario. Dokter dengan bola mata biru dan......"

"Iya, saya tahu Dokter Dario. Lalu, apa yang bisa saya bantu?" Sahut petugas di bagian informasi yang terlihat tidak ramah itu.

Rania menatap wanita bertubuh subur dan berwajah jutek itu dengan menghela napas kesal, kemudian ia kembali bertanya, "Apakah saya boleh meminta alamatnya Dokter Dario?"

"Dokter Dario berpesan ke semua karyawan yang ada di bagian informasi untuk tidak memberikan alamat beliau ke pasiennya atau ke siapa saja yang menginginkan alamat beliau"

Rania kembali menghela napas kesal dan mencoba usahanya yang terakhir, "Kalau nomer teleponnya? Atau nomer ponselnya?"

Petugas di balik meja informasi itu langsung bangkit berdiri dan berkata, "Dengar Nona kecil, kalau kamu ingin bertanya-tanya soal penyakit kamu ke Dokter Dario, maka bertanyalah pas kamu diperiksa sama beliau, titik nggak pakai koma. Beliau tidak mengijinkan siapa pun membagikan nomer ponselnya juga alamatnya, titik nggak pakai koma lagi"

Rania merapatkan bibirnya untuk menahan umpatan dan langsung pergi dari meja bagian informasi dengan langkah lebar dan wajah cemberut.

Namun, pas ia berdiri di depan bibi Gum, Rania langsung mengulas senyum di wajah cantiknya.

"Sudah selesai, Non? Kita pulang sekarang?" Tanya Bibi Gum sambil bangkit berdiri dengan senyuman.

"Sudah, BI. Ayo kita pulang" Sahut Rania.

Saat Rania hendak melangkah, Rania tiba-tiba merasa mual dan ia segera berlari masuk ke dalam ruangan one day care lalu segera melesat masuk ke toilet. Dia masuk ke bilik yang kosong dan muntah-muntah di dalam bilik itu. Dia kemudian menutup kloset memencet tombol di kloset untuk mengguyur muntahannya. Lalu, gadis cantik berambut hitam panjang sebahu yang sangat indah, bertubuh ramping dengan tinggi badan seratus enam puluh lima centimeter yang sangat ideal, duduk di atas kloset itu untuk melepaskan lelah sejenak.

Tiba-tiba terdengar pintu toilet dikunci dan terdengar suara pria dan wanita tertawa cekikikan. Kemudian terdengar suara dua orang terngah-engah. Rania menutup mulutnya yang ternganga lebar.

Mereka sedang bercinta di toilet ini? Nekat bener mereka. Batin Rania.

Lalu terdengar pekik keras pria dan wanita. Si wanita lalu berkata dengan napas terengah-engah, "Enak sekali, Dok"

Dokter? Lalu, apakah wanita itu juga seorang dokter? Rania membuka pelan pintu bikin toilet untuk mengobati rasa penasarannya. Dia melihat seorang pria tampan memakai jubah dokter dan seorang wanita memakai seragam perawat.

Rania menutup kembali bilik toilet saat wanita itu berkata, "Sampai ketemu nanti malam, Dok"

Aku yakin banget kalau mereka bukan pasangan suami istri. Tapi, Bodo amat dengan urusan mereka. Ah, Aku bisa memanfaatkan momen ini untuk meminta nomer ponsel dan alamatnya Dokter Dario ke mereka. Rania membatin dengan seringai lebar.

Rania kemudian membuka bilik toilet lebar-lebar dan kedua pasangan yang habis bercinta itu menoleh ke Rania dengan wajah kaget.

Rania langsung berkata dengan wajah acuh tak acuh, "Saya tidak akan melaporkan Anda berdua.Tapi ada syaratnya"

Wanita yang memakai baju perawat langsung berlari keluar dari dalam toilet dengan wajah memerah malu.

"Apa yang kamu mau, anak kecil?" Pria berjubah dokter langsung menyahut.

"Apa Anda tahu nomer ponsel dan alamat dokter Dario? Dokter dengan bola mata biru dan memiliki timbre suara yang dalam" Sahut Rania.

"Kau hanya minta nomer ponsel dan alamatnya Dokter Dario?" Tanya pria berjubah dokter.

"Hmm" Sahut Rania singkat.

"Wah, boleh juga nyali kamu, bocah ingusan. Kau memergoki aku bercinta dengan seorang perawat di toilet ini dan akan tutup mulut kalau aku........"

"Cepat berikan!" Rania membuka telapak tangan kanan di depan pria berjubah dokter itu dengan mata melotot dan nada meninggi

"Sial! Berani benar anak ingusan seperti kamu memelototi aku dan........"

"Nggak mau berikan? Oke, aku akan keluar dan aku akan........."

"Iya! Baiklah!" pria berjubah dokter itu merogoh saku dalam jas kedokterannya untuk mengeluarkan buku memo kecil dan menulis di atas buku memo kecil itu dengan pensil yang selalu ia bawa di saku jasnya.

"Nih!" Dokter itu kemudian meletakkan secarik kertas kecil di atas telapak tangan kanan Rania yang masih terbuka.

Rania menggenggam kertas itu dan langsung berbalik badan meninggalkan pria berjubah dokter itu

"Janji jangan bocorkan ke siapa pun kejadian yang ada di toilet ini" Teriak dokter pria tersebut.

Rania langsung mengangkat tangan kanan ke atas dan melambaikannya tanpa menghentikan langkahnya dan tanpa menoleh ke belakang.

Dokter pria itu meraup wajah tampannya dengan kasar dan bergumam, "Sial Nyali anak ingusan itu besar juga, cih!"

Akhirnya Rania masuk ke dalam mobil dan mendekap tas selempangnya sambil bergumam di dalam hatinya, akhirnya ku menemukanmu, Dokter Dario.

Dua jam kemudian, Rania dibopong oleh Pak Pramono, supir pribadinya Rania ke kamar karena Rania ketiduran. Pak Pramono yang sudah menganggap Rania seperti putrinya sendiri karena ia mengikuti tumbuh kembangnya Rania sejak bayi, membaringkan Rania di atas ranjang dengan perlahan.

Lalu, Pak Pramono menoleh ke Bibi Gum, "Aku kembali ke depan, Bi. Kalau ada apa-apa langsung panggil aku"

"Baik, Pram. Terima kasih" Sahut Bibi Gum.

Bibi Gum kemudian meninggalkan Rania sendirian di dalam kamar.

Riang Gembira

Rania nekat datang ke rumah sakit meskipun di hari ini dia tidak ada jadwal pemeriksaan. Namun, Rania yang datang sendirian di hari ini memilih untuk duduk sebentar di taman yang berada di sisi timur rumah sakit swasta karena ia menyukai suara burung dan keindahan burung untuk itulah Rania memilih duduk sebentar di taman sebelum masuk ke dalam rumah sakit. Ia ingin melukis sebentar di sana untuk mengurai sedikit sesak di dadanya.

Rania meletakkan buku sketsa gambar dan pensilnya di atas bangku kamar lalu ia bangkit berdiri. Gadis cantik itu kemudian berjalan mundur untuk mendapatkan sudut gambar yang bagus dan tepat. Karena terus berjalan mundur tanpa melihat ke belakang, tiba-tiba, bruk! Rania terjatuh tepat di dalam pelukan hangat seorang pria.

Rania mengerjap kaget dan sontak mematung di dalam pelukan pria itu.

Pria itu langsung menegakkan badan Rania sambil bertanya, "Apa yang kau lakukan di sini?"

Rania melihat pria itu melepaskan bahunya. Lalu, Rania menurunkan pandangannya untuk melihat nametag yang tidak berada dalam posisi terbalik saat ini. Bola mata Rania sontak membeliak riang dan membatin, Dario, dia Dario dan dia baru saja memeluk aku.

Mulut Rania kemudian ternganga, Apa yang harus aku katakan? Sial! Kenapa dia tampan sekali. Batin Rania sambil menutup mulutnya yang terbuka lebar dengan dua telapak tangan.

Dario menatap gadis cantik di depannya dengan wajah penuh tanda tanya.

Melihat kesempurnaan makhluk Tuhan yang paling seksi di hadapannya, degup jantung tak beraturan dan panas matahari yang cukup terik membuat kepala Rania tiba-tiba terasa pening. Lalu, Bruk! Rania jatuh pingsan di depan pria tampan pujaan hatinya.

"Hah?!" Rania membuka mata dengan kaget dan ia langsung bangun. Saat ia duduk bersila di tengah ranjang, ia melotot dan ternganga lalu memekik, "Astaga! "Kenapa kamu bisa ada di kamarku? Apa ini fantasiku? Oh My God!"

"Buka mata kamu lebar-lebar untuk bisa melihat dengan jelas kamu ada di mana sekarang ini" Pria tampan itu tampak mendengus kesal.

"Ka.....kamu bisa bicara? Berarti aku tidak sedang berfantasi dan........"

Dario menggeram kesal, "Apa maksudmu dengan berfantasi, hah?! Kau gila atau apa? Lihat dulu kau ada di mana sekarang ini!"

Rania langsung mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar lalu ia bergumam, "Aku ada di rumah sakit?"

"Sudah jelas kau ada di mana sekarang?"

Rania menoleh perlahan ke depan dan langsung meringis saat ia teringat kembali dirinya jatuh pingsan di depan Dario.

Gadis cantik itu kemudian merosot pelan dari atas ranjang. Saat ia berdiri tegak di depan pria tampan yang sudah membuat jantungnya berdebar-debar itu, Rania berkata, "Aku pasien kamu, Dok"

"Aku jauh lebih tua dari kamu kenapa kamu memakai bahasa informal padaku?" Dario tampak menautkan kedua alisnya.

Rania melompat ke depan dan berkata dengan wajah ceria, "Karena aku merasa kita sudah saling kenal di masa lampau. Aku gadis yang datang dari masa lampau untuk menemui kamu. Apa kamu percaya padaku?" Rania mengerjapkan mata dengan senyum lebar.

Dario mundur selangkah karena Rania berdiri sangat dekat dengannya dan dada Rania hampir menempel di tubuhnya.

"Kenapa kamu melangkah mundur?"

Gadis ini gila atau apa? Tapi, kata dokter Leon, dokter UGD, gadis ini pasienku. Tapi, aku spesialis kanker bukan spesialis kejiwaan, lalu kenapa gadis gila ini bisa masuk ke daftar pasienku? Batin Dario.

Sosok pria tampan pujaan hatinya Rania menatap Rania dan Rania tersenyum senang. Rania menyisir rambut panjangnya dengan jari sambil bertanya, "Kenapa menatapku terus? Sudah ingat kalau kita pernah berjumpa di kehidupan yang sebelumnya? atau kau menatapku karena aku sangat cantik?"

Pria tampan pujaan hatinya Rania itu menghela napas panjang lalu berkata dengan suara dalam, "Seharusnya aku yang bertanya kenapa kamu melukis di taman rumah sakit bukan di rumahmu sendiri?"

"Aku pasien kamu, Dok. Makanya aku melukis di taman rumah sakit tadi sambil menunggu Dokter datang"

"Aku tak suka dipanggil dokter oleh orang yang aku rasa bukan pasienku. Kau salah dokter mungkin. Kau......"

"Aku benar-benar pasien kamu, Om" Sahut Rania dengan cepat lalu Rania kembali memamerkan deretan gigi putihnya di depan Dario.

"Om?!" Dario tersentak kaget, "Sejak kapan aku jadi adiknya Mama kamu?" Dario mendelik kesal.

"Aku ke sini karena kamu adalah......."

"Kenapa kau memakai bahasa santai denganku? Kita baru saja bertemu"

"Baru saja bertemu? Kita bertemu beberapa jam yang lalu di taman rumah sakit. Lalu, kemarin kita juga bertemu. Karena kamu sudah memegang rambutku dan memegang tangan juga kakiku, lalu kamu juga sudah melihat punggungku, maka aku rasa kita sudah akrab dan aku tidak perlu....... hmppthhhh!"

Dario langsung membungkam mulut Rania sambil menggeram, "Jangan bicara sembarangan. Kalau ada yang mendengar ucapan kamu barusan, orang bisa salah paham" Dario lalu menarik tangannya dengan wajah sangat kesal. Pria tampan itu kemudian mengusapkan tangan yang baru saja ia pakai untuk membungkam Rania di celana kainnya sambil berkata, "Aku tidak ingat dengan kamu"

"Harus berapa kali aku bilang? Aku ini pasien kamu, Kak"

"Kita bukan saudara kenapa memanggilku, Kak?"

"Maafkan aku, Mas!"

"Hei! Kau bukan pacarku. Jangan manggil Mas!" Pria tampan dan seksi itu menatap Rania dengan wajah semakin kesal.

Sial! Dia ternyata sangat susah untuk diajak ngomong. Dia ini manusia goa atau manusia yang muncul dari jaman batu? Susaaahhhhhh bangeeetttttt diajak ngomong! Rania membatin sambil meremas kedua ujung roknya.

"Minum obat yang ada di meja itu dan pulanglah!"

"Tunggu, Dario!" Pekik Rania secara spontan.

Dario menghentikan langkahnya dan menoleh ke Rania, "Kau tahu namaku?"

"Tahu, dong, aku!" Rania menepuk bangga dadanya.

Dario menghadap ke Rania dan bertanya, "Kau memanggil namaku begitu saja?"

"Kenapa emangnya? Kau melarangku memanggil Dok, Om, Kak, Mas. Aku putuskan manggil kamu Dario saja dan titik nggak pakai koma" Rania menirukan ucapan perawat yang menyebalkan di rumah sakit tadi siang.

"Terserah kamu! Capek debat sama orang gila" Gumam Dario dan sambil melanjutkan langkahnya ia berkata, "Jangan lupa bawa tas kamu dan pulanglah! Kalau kamu beneran pasienku, jangan berkeliaran di rumah sakit kalau nggak ada jadwal periksa!"

Rania menoleh lalu meraih tasnya untuk ia selempangkan di bahunya. Lalu, ia menenggak habis segelas air putih sampai tak tersisa setetes pun. Setelah meletakkan gelas di meja, Rania menyeringai lebar sambil meletakkan telepon genggamnya di bawah bantal. Rania menepuk tangannya dengan senyuman penuh arti, lalu gadis kecil itu keluar dari ruang prakteknya Dario sambil berlari kecil.

Rania tersenyum senang saat ia melihat Dario berdiri di depan pintu.

Rania bertanya dengan penuh semangat dan wajah semringah, "Kau menungguku?"

"Tidak"

"Kalau tidak kenapa berdiri di depan pintu?"

Dario hanya menghela napas panjang.

"Ini daftar pasiennya, Dok" Seorang perawat menyerahkan berkas ke Dario dan Dario langsung masuk ke dalam ruangan tanpa menoleh ke Rania.

Rania mengikuti arah perginya Dario dengan senyum lebar dan membatin, Sial! Bahkan dipandang dari arah samping pun, dia sangat tampan.

Rania kemudian melangkah dengan riang ke depan lalu meminta tolong ke satpam rumah sakit, "Pak, Tolong pesankan taksi online, ya?"

"Baik, non" Sahut satpam rumah sakit yang berwajah ramah itu.

Rania akhirnya masuk ke dalam taksi online. Gadis cantik itu terus mengulas senyum lebar dan bergumam, "Sebentar lagi aku bisa bertemu lagi dengan Dario"

Sementara itu, mamanya Rania secara diam-diam mengatur perjodohan untuk putri satu-satunya karena ia tidak ingin Rania hidup tanpa seorang laki-laki seperti dirinya. Untuk itulah selama beberapa tahun terakhir mamanya Rania mulai mencari calon suami yang bibit, bebet, dan bobotnya sempurna. Pilihan mamanya Rania akhirnya jatuh di putra tunggal konglomerat ternama. Putra tunggal konglomerat itu bernama Anzel Adhitama. Anzel berumur dua puluh lima tahun lulusan S2 dari universitas bergengsi di Inggris. Masih muda, sangat cerdas, dan tampan. Cocok sekali untuk Rania. Batin Senja.

"Bagaimana? Kamu suka nggak sama putrinya Tante?" Senja, mamanya Rania, menatap pemuda tampan di depannya yang tengah mengamati fotonya Rania.

"Kalau dilihat dari fotonya, saya menyukainya. Putri Tante memiliki wajah yang sangat cantik dan anggun" Sahut pemuda tampan itu sambil mengembalikan foto Rania ke mamanya Rania.

"Besok kita ketemuan di restoran Mango, Tante akan pertemukan kalian berdua, mau, kan, Anzel?"

"Tentu saja mau" Sahut Anzel.

Setelah sampai di rumahnya, Rania langsung berlari masuk ke kamarnya kembali dan setelah menyelesaikan makan malam lalu meminum obatnya, Rania bergegas mengambil telepon genggam miliknya yang jarang sekali ia pakai. Telepon genggam itu hanya ia pakai pas musim belajar dan mengajar sudah dimulai.

Rania langsung duduk di tepi ranjang dan memencet nomer telepon genggamnya yang satu lagi yang sengaja ia tinggalkan di kamarnya Dario dengan seringai senang.

Dia merindukan suara Dario dan sebentar lagi ia akan mendengarkan suara seksi pria pujaan hatinya. Rania menunggu teleponnya diangkat dengan menggigit kuku ibu jarinya.

Lima kali Rania melakukan panggilan, akhirnya terdengar suara, "Halo?"

Rania langsung menjatuhkan kepalanya di ranjang, menggerak-gerakkan kakinya ke atas dengan wajah riang dan jantungnya berdebar-debar.

"Halo?" Terdengar suara seksi pria itu lagi.

Rania langsung menyahut, "Ini siapa, ya? Aku lupa menaruh ponselku. Ini siapa dan di mana.........."

"Ambil ponsel kamu besok sore di ruanganku!" Klik! Pria itu langsung mematikan panggilan telepon itu.

Karena masih ingin mendengar suara pria pujaan hatinya, Rania mencoba menelepon kembali ponselnya dan terdengar suara sang operator, "Nomer yang Anda hubungi tidak aktif........" Klik! Rania mematikan ponselnya dengan kesal.

Gadis cantik itu kemudian bangun lalu menari-nari dengan cerianya sambil bergumam, "Besok aku bisa ketemu lagi dengan Dario. La,la,la,la!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!