"Kau pulang malam lagi Mas dan kau sama sekali tidak mengabari aku!" Ucap Riana Anggraeni Hermawan, seorang istri yang tak pernah diakui oleh suaminya sendiri, Steve Revano Lewis. Pasalnya mereka menikah karena wasiat dari mendiang istri Steve, yang merupakan sahabat dari Riana.
"Aku tidak memintamu untuk menungguku, sudah kukatakan kau tidur saja," ucap Steve ketus.
"Tapi Mas aku ini istrimu, apa kau sama sekali tidak bisa mengabariku atau menghargaiku sedikitpun? Aku sudah memasak makanan untukmu, aku juga sudah mengabarimu tadi. Bahkan aku menunggumu pulang untuk makan bersama," ucap Riana yang terlihat begitu kecewa.
"Riana, aku ini baru pulang kerja. Aku sangat lelah dan ingin istirahat, apa kau tidak bisa melihat saat ini sudah jam berapa? Ini sudah jam 22.00 WIB, apa kau pikir aku masih menginginkan untuk makan. Aku juga sudah makan tadi di kantor, jadi lebih baik sekarang kau masuk saja ke kamar. Malam ini aku akan tidur bersama Alana," ucap Steve yang langsung saja meninggalkan istrinya itu.
Riana terduduk lemas di ruang makan, masih teringat jelas saat 1 tahun yang lalu Steve mengucapkan ijab kabul di depan Devina yang merupakan sahabatnya dan juga istri Steve di detik-detik terakhir hidupnya saat di rumah sakit. Masih terngiang-ngiang di telinganya saat Devina memohon untuk memintanya menerima Steve dan Alana, anak mereka menjadi bagian dari hidupnya.
Ya Devina lah yang meminta Steve dan Riana menikah di depan matanya hingga ia menghembuskan nafas terakhirnya di saat sahabat dan suaminya itu resmi menikah. Meskipun pernikahan yang mereka lakukan mendadak dan terpaksa, tetapi Riana mencoba untuk ikhlas menerima semuanya. Apalagi ia juga sudah menyayangi Alana seperti anaknya sendiri karena ia juga belum memiliki keturunan meskipun ia merupakan seorang janda.
Awalnya Riana menganggap wajar jika Steve tidak bisa menerimanya karena masih saja terus mengingat mendiang istrinya itu. Ia mencoba untuk bersikap sabar menghadapi Steve yang selalu bersikap dingin padanya, tapi pada kenyataannya meskipun mereka sudah menikah 1 tahun lamanya, Steve masih tetap saja tak pernah menganggapnya ada. Jangankan untuk menerimanya menjadi istri, berbicara dengannya saja hanya seperlunya. Sangat jarang Steve menyentuh makanannya atau menerima jika Riana menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Steve memang selalu memberikan nafkah lahir, akan tetapi ia tak pernah memberikan nafkah batinnya sebagai seorang suami, sehingga membuat Riana pun benar-benar merasa tersiksa menjalani rumah tangga bersama dengannya.
*****
Keesokan hari, setelah apa yang terjadi Riana pasti melupakannya dengan sangat mudah. Ia menyiapkan sarapan seperti sediakala untuk suami dan anaknya yang akan beraktivitas. Di saat itu pun terlihat Alana dan Steve yang berjalan menghampirinya di ruang makan. Sebelum membuatkan sarapan tadi, Riana memang sudah dulu menyiapkan segala kebutuhan Alana.
"Pagi Sayang, Pagi Mas, kalian sudah siap," ucap Riana memberikan senyum terbaiknya di pagi hari.
"Ya pagi," jawab Steve dengan wajah datar.
"Pagi Ma, Mama buat sarapan apa hari ini?" Tanya Alana. Anak kecil berusia 6 tahun itu sudah menganggap Riana sebagai ibu kandungnya sendiri, bahkan di saat ibu kandungnya dulu masih hidup. Sikap manis Alana kepadanya lah yang menyebabkan Riana sampai sekarang masih bertahan di rumah tersebut.
"Mama buatkan nasi goreng kesukaan Kamu dan Papa, yuk sekarang kita sarapan," ajak Riana.
"Aku ada meeting pagi, jadi tidak sempat sarapan di rumah. Kau dan Alana saja yang sarapan, nanti minta supir yang mengantar Alana pergi ke sekolah," ucap Steve.
"Papa … jadi Papa tidak mengantarku ke sekolah lagi. Kenapa Papa selalu sibuk, kapan Papa ada waktu untuk mengantarku? Aku iri sama teman-teman yang selalu saja diantar sekolah oleh Papa dan Mamanya," protes Alana yang merasa kecewa terhadap ayahnya.
"Sayang, kamu jangan seperti itu dong. Papa harap Alana mengerti ya, Papa ini bekerja mencari uang untuk Alana. Nanti kalau Papa tidak sibuk, Papa janji akan mengantar Alana pergi ke sekolah," ucap Steve mencoba memberi pengertian kepada anaknya.
"Mas, masa sih pagi-pagi seperti ini kau sudah ada meeting. Ini juga bukan pertama kalinya kau memberi alasan seperti ini hanya karena menghindari untuk sarapan bersamaku. Kau tidak kasihan dengan Alana, sekali-sekali lah Mas kau menyempatkan waktu untuk mengantar Alana ke sekolah. Alana sangat menginginkan papanya langsung yang mengantarnya," ucap Riana yang merasa kasihan terhadap Alana.
"Sudah aku katakan aku ada meeting pagi Riana. Kenapa kau tidak mengerti?" Tukas Steve yang mendadak emosi.
"Mama, Papa, kalian jangan berantem. Aku nggak apa-apa kok, aku pergi sama supir aja. Tapi Papa janji ya, nanti kalau Papa ada waktu Papa harus antar aku ke sekolah," ucap Alana yang sangat pintar, tak ingin melihat orang tuanya bertengkar.
"Alana saja bisa mengerti," hardik Steve. "Iya Sayang, Papa janji," ucapnya tersenyum kepada sang anak.
Lalu Riana dan Alana pun mencium punggung telapak tangan Steve, hingga pria tersebut pergi meninggalkan rumah dan sudah tak terlihat lagi dari pandangan mata anak dan istrinya.
"Sayang, jangan sedih ya. Bagaimana kalau Mama ikut supir mengantar Alana ke sekolah," ucap Riana.
"Hore … iya Ma, aku mau. Terimakasih ya Ma," ucap Alana, lalu mencium pipi ibu tirinya itu dengan sangat lembut, membuat Riana pun begitu bahagia.
*****
"Mami? Mami kenapa ada di sini?" Tanya Riana yang cukup terkejut melihat ibu mertuanya ada di sekolah Alana. Padahal jika diminta tolong untuk menjemput cucunya, Laras selalu saja mencari alasan.
"Memangnya kenapa? Mami ini 'kan omanya, memang salah jika Mami menjemput cucu Mami sendiri," tukas Laras dengan ketus.
Selain Steve yang tidak mengakui Riana sebagai istrinya, ibu mertuanya itu juga sama sekali tak menyukai menantunya. Bahkan waktu itu Laras terang-terangan menentang saat Steve akan menikahi Riana, hingga pada akhirnya ia terpaksa menyetujui karena merupakan permintaan terakhir menantu kesayangannya sebelum menutup mata. Akan tetapi setelah itu Laras selalu bersikap acuh tak acuh terhadap Riana, bawaannya selalu saja emosi saat berbicara dengan menantu barunya itu.
"Sama sekali tidak salah Mi. Tapi kenapa Mami sama sekali tidak mengabariku, jadi aku tidak tahu dan aku datang ke sini juga mau menjemput Alana Mi," tutur Riana.
"Meminta izin padamu? Sepertinya sama sekali tidak penting. Mami sudah meminta izin kepada Steve anak mami sendiri, jadi Menurut Mami tidak perlu lagi izin denganmu," ujar Laras yang menatap sinis.
"Tapi kalau seperti ini jadinya bentrok Mi," ucap Riana.
"Sudahlah Riana, kenapa kau jadi repot begini sih. Apa kau lupa ya jika Alana itu bukan Anakmu. Lagipula Mami datang ke sini hanya mau menjemput cucu Mami sendiri, tapi kenapa sepertinya kau tidak menyukainya," ucap Laras mulai tampak emosi.
"Bukan seperti itu maksud aku Mi-"
"Oma … Mama … "
Tiba-tiba saja terdengar suara Alana memanggil, sehingga membuat ucapan Riana terhenti dan keduanya pun langsung saja menoleh ke arah Alana serta sama-sama membentangkan tangan menyambut anak kecil yang sangat menggemaskan itu.
Siapakah yang dipilih oleh Alana terlebih dahulu untuk membalas sambutan pelukan tersebut? Sedangkan Laras dan Riana sama-sama yakin jika diri mereka lah yang pasti akan menjadi pemenangnya.
Bersambung …
Riana Anggraeni Hermawan.
Steve Revano Lewis.
Alana berlari kecil dan tersenyum lalu menatap ke arah nenek dan ibunya itu secara bergantian. Sehingga di saat itu Alana terlebih dahulu membalas pelukan yang diberikan oleh Riana. Tentu saja hal tersebut membuat Laras begitu kesal, ia sangat tidak suka karena cucunya malah lebih memilih ibu tirinya daripada dirinya sebagai Oma kandungnya sendiri.
"Sayang, kamu jangan lari-lari gitu dong. Nanti kalau jatuh gimana," sergah Riana yang menunjukkan rasa peduli dan rasa sayangnya itu terhadap Alana.
"Iya Ma, tapi aku baik-baik aja kok. aku janji lain kali nggak gitu lagi," ucap Alana, lalu ia pun melepaskan pelukannya dan beralih memeluk sang nenek.
"Oma, Oma juga jemput aku hari ini? Aku senang deh karena selain dijemput Mama, aku juga dijemput Oma," ucap Alana.
"Iya Sayang, kebetulan Oma lagi ada waktu. Oma juga tadi lewat sini jadi sekalian saja jemput Alana," terang Laras.
"Oh … gitu, ya udah kalau gitu kita mampir ke restoran dulu mau nggak. Aku pengen makan siang sama Oma, Mama dan juga Papa. Mama bisa 'kan telepon Papa untuk ke restoran menyusul kita," tutur Alana yang membuat Riana pun tampak terdiam.
Riana tampak berpikir, jika ia menghubungi Steve, sudah pasti suaminya itu akan akan marah padanya dan merasa terganggu.
"Sayang, kamu ikut mobil Oma saja ya, nanti Oma yang telepon Papa kamu, gimana?" Ujar Laras terlebih dulu.
"Memangnya Oma nggak bareng Mama ya?" Tanya Alana.
"No Sayang, Oma datang ke sini sama supir Oma seperti biasa. Jadi gimana, kamu mau nggak? Lagipula katanya Mama Riana hari ini ada urusan, jadi dia tidak bisa ikut dengan kita. Kamu tidak masalah 'kan kalau hari ini pulang dengan Oma saja. 'Kan kamu sudah setiap hari ketemu dengan Mama Riana," ucap Laras asal, sudah sangat terlihat jika ia tidak mau Riana mengganggu momen kebersamaannya bersama sang cucu kali ini.
Meskipun tampak kecewa, tetapi pada akhirnya Alana pun mengangguk menyetujuinya. Sedangkan Riana juga terlihat pasrah karena ia juga tidak mungkin bisa menyangkal ucapan ibu mertuanya itu, sudah pasti akan menambah masalah baru.
"Mama, Mama beneran nggak bisa ikut kami?" Tanya Alana untuk memastikan, sangat berharap jika ibu tirinya itu akan berubah pikiran.
"Iya Sayang, kamu sama Oma aja ya. Mama harus pergi sekarang," ucap Riana.
"Iya Ma. Mama hati-hati ya," ucap Alana.
"Iya Sayang, kamu dan Oma juga hati-hati ya," ucap Riana pula, lalu keduanya pun saling bergantian mencium pipi dan berpisah.
*****
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Riana terlihat melamun meratapi kesedihan yang terjadi dalam dirinya. Sudah 1 tahun lamanya, tetapi ia belum pernah merasakan bahwa dirinya ada seorang istri. Jika mengingat pernikahan pertamanya dulu, ia merasa lebih dihargai saat pertama-tama mereka menikah. Hanya saja semakin lama mantan suaminya itu terlihat begitu kasar memperlakukannya, selalu bermain fisik, sehingga pada akhirnya ia pun memilih berpisah. Berbeda dengan pernikahan keduanya, memang Steve tidak pernah bermain kasar tetapi ia mendapatkan siksaan jiwa yang lebih-lebih menyakitkan daripada pernikahannya dulu.
"Devina, Alana, aku nggak tahu sampai kapan aku akan kuat. Hingga saat ini aku bertahan semata-mata hanya demi kalian, mudah-mudahan aku masih bisa sanggup untuk bertahan sehingga aku bisa menjalankan amanahmu dengan baik Devina," batin Riana menahan perih di dadanya.
Drt … drt … drt …
Tiba-tiba saja ponsel Riana bergetar, ada panggilan masuk dari Steve. Tanpa berlama-lama segera saja Riana menjawab telepon tersebut, yang sudah pasti sangat penting jika suaminya itu menghubunginya.
"Halo Mas, ada apa?" Tanya Riana dengan sangat lembut.
"Kau ada dimana? Kau benar-benar keterlaluan Riana! Bisa-bisanya kau menyuruh Mami untuk menjemput Alana dan kau malah pergi entah kemana. Untung saja Mami bisa menjemput Alana tepat waktu, kalau tidak entah bagaimana nasib Alana. Apa maksudmu seperti itu?"
Suara teriakan serta tuduhan dari seberang telepon, membuat Riana sontak terkejut dan tak mengerti.
"Apa maksudmu Mas? Aku tidak mengerti," tanya Riana meminta penjelasan.
"Sudahlah Riana, Alana sendiri yang mengatakan jika kau terburu-buru sehingga tidak bisa mengantarnya pulang. Kau mau beralasan apa lagi ha?" Ujar Steve yang terdengar sangat emosi.
Aku minta maaf Mas, nanti di rumah aku akan menjelaskannya," ucap Riana yang langsung saja memutuskan panggilan telepon, tak peduli bagaimana tanggapan Steve padanya. Menjelaskannya saat ini pun tidak akan ada gunanya, Steve juga pasti tidak akan pernah mempercayainya. Apalagi saat ini pasti suaminya itu sedang bersama dengan ibunya.
*****
Waktu berjalan dengan cepat, hingga tidak terasa waktu pun telah menunjukkan pukul 17.30 WIB. Di saat itu terdengar suara mobil di depan rumah, yaitu suara mobil Steve yang baru saja pulang dari kantor membawa Alana bersamanya. Sehingga di saat itu pun Riana langsung saja keluar rumah, menyambut kepulangan mereka.
"Mama … !" Teriak Alana begitu antusias dan langsung saja memeluk ibunya seperti biasa.
"Iya Sayang, kamu pulang sama Papa? Oma mana?" Tanya Riana.
"Oma ada di rumahnya Ma, tadi Papa jemput aku ke rumah Oma," jawab Alana apa adanya.
"Oh … gitu, ya udah kamu masuk dulu ya, langsung mandi sama Bibi," titah Riana.
Alana yang mengerti itu pun langsung mengangguk dan mengikuti perintah sang ibu. Lalu Riana langsung saja mengambil tas tenteng yang selalu dibawa oleh suaminya itu serta menyalami dan mencium punggung telapak tangan Steve yang sudah menjadi kegiatan rutinnya, meskipun tanggapan pria tersebut selalu datar.
"Mas, aku minta maaf soal tadi siang. Tapi aku bisa jelaskan," ucap Riana.
"Tidak perlu, aku capek. Aku mau mandi," tukas Steve ketus.
"Iya Mas, ya sudah aku siapkan air panasnya dulu ya," ucap Riana, lalu keduanya pun melangkahkan kaki secara bersamaan masuk ke dalam rumah.
Di saat Steve sedang mandi, tak lupa Riana menyiapkan pakaian untuk suaminya lalu menuju ke dapur untuk menyiapkan makan malam mereka.
------
Saat makan malam berlangsung, suasana di meja makan tampak hening, hanya terdengar suara sendok dan garpu yang saling beradu dan sesekali terdengar suara Alana jika menginginkan sesuatu dan meminta kepada ibunya. Meskipun demikian, Riana merasa senang karena pada akhirnya Steve bisa pulang cepat dan menikmati makan malam bersama dengan mereka setelah beberapa bulan terakhir ini Steve selalu saja sibuk dan pulang larut malam.
"Mama, aku mau udangnya lagi dong," pinta Alana.
"Oh iya Sayang, tunggu ya Mama kupaskan dulu ya," jawab Riana yang langsung saja mengambil udang di dalam piring.
"Alana kamu sudah makan udang berapa banyak dari tadi? Kamu lupa ya kalau kamu itu tidak bisa mengkonsumsi udang berlebihan, nanti kamu akan alergi," sergah Steve yang langsung menjauhkan udang tersebut.
"Tapi Pa-"
"Tidak ada tapi-tapian, kalau Papa bilang tidak boleh, ya tidak boleh," ujar Steve yang mencela ucapan anaknya begitu saja, sehingga membuat Alana pun menundukkan wajahnya, ia tampak sedih dan juga merasa kecewa.
"Mas, kau ini apa-apaan sih. Alana itu baru makan udangnya 3 ekor, apa salahnya kalau hanya 2 atau 3 ekor lagi, itu tidak banyak. Dokter itu mengatakan tidak boleh makan banyak kalau sampai berpuluh-puluh ekor," tutur Riana yang mengingatkan.
Memang mereka berdua selalu saja berselisih paham soal pendapat, apalagi soal Alana, Steve memang selalu terlihat overprotektif jika sudah menyangkut anak kesayangannya itu.
"Diam! Kau itu tahu apa-apa soal Alana. Alana ini anakku, bukan anakmu!" Bentak Steve.
"Stop! Kenapa sih Mama dan Papa selalu saja berantem gara-gara aku. Aku minta maaf dan aku nggak mau makan udangnya lagi Ma," ucap Alana yang langsung saja beranjak dari tempat duduknya lalu segera meninggalkan ruang makan.
"Mas kamu lihat itu. Alana jadi sedih dan sangat kecewa karena ulah kamu," kata Riana yang ikut beranjak dari tempat duduknya lalu menyusul Alana. Sedangkan Steve tampak terdiam di meja makan dan memikirkan sesuatu.
Di saat itu pun Riana menyusul anaknya yang menuju ke kamarnya. Riana tak langsung masuk ke dalam kamarnya, ia hanya mengintip dari celah pintu dan sangat terkejut melihat apa yang dilakukan oleh Alana di dalam kamarnya itu.
Bersambung …
"Ma, aku kangen banget sama Mama. Aku sedih ma melihat Mama Riana dan Papa berantem hanya gara-gara aku, maaf ya Ma aku sudah jadi anak nakal. Aku sayang Mama, Mama tenang ya di surga," ucap Alana menangis sembari memegang pigura yang terdapat fotonya bersama ayah dan ibu kandungnya
Riana sangat sedih melihat akan hal itu, hingga ia pun membuka pintu kamar Alana dan masuk ke dalam sana.
"Mama," ucap Alana yang cukup terkejut dan memandang ke arah Riana.
"Sayang, maaf ya soal ucapan Papa kamu tadi. Itu semua salah Mama, seandainya saja Mama mengerti kondisi kamu pasti Papa tidak akan marah. Maaf juga ya akhir-akhir ini Mama dan Papa suka berantem di depan kamu," ucap Riana yang saat ini sudah duduk di samping Alana.
"Mama nggak salah Ma, yang salah itu Alana. Aku yang sudah buat Mama dan papa berantem. Maafkan aku ya Ma, aku nggak bisa jadi anak yang baik," ucap Alana dengan tangis sesenggukan.
"Sayang, kamu sama sekali nggak salah. Kamu adalah anak yang baik, anak pintar, kamu anak kebanggaan Mama Devina, Mama Riana dan Papa. Mama yakin sebenarnya Papa itu tidak marah sama kamu, Papa hanya khawatir takut kamu kenapa-napa karena Papa sangat menyayangi Alana. Papa juga sedang kecapean aja setelah seharian bekerja, makanya jadi terbawa emosi," ucap Riana mencoba untuk menenangkan hati sang anak.
"Beneran Ma? Jadi Papa nggak marah sama aku?" Tanya Alana.
"Nggak Sayang, Mama yakin nanti pasti mood Papa akan baik lagi. Jadi Alana jangan sedih ya, jangan menangis lagi dong, hapus air matanya," ucap Riana sembari mengusap air mata Alana dengan lembut.
"Terimakasih ya Ma," ucap Alana.
Riana mengangguk lalu meraih tubuh Alana ke dalam dekapannya. Setelah itu pun Riana menemani Alana, sampai bocah tersebut tertidur barulah ia keluar dari kamar anaknya dan langsung menuju ke kamarnya.
Saat masuk ke dalam kamar, Riana melihat Steve yang sudah berada di kamar terlebih dulu. Tidak seperti biasa jika habis bertengkar ia akan lebih memilih tidur di sofa atau tidur bersama dengan anaknya. Kali ini ia sudah berada di kamar, meskipun mereka selalu menjaga jarak saat di tempat tidur dan Steve yang selalu membelakangi Riana. Karena Riana menganggap Steve sudah tidur, setelah mencuci wajahnya dan menggunakan serangkaian skin care malam, Riana langsung merebahkan dirinya di samping pria tersebut.
"Bagaimana keadaan Alana?" Tanya Steve tiba-tiba.
"Kau belum tidur Mas? Sekarang Alana baik-baik saja kok, dia sudah tidur. Tadi aku menemani Alana dulu sebentar, kasihan dia terlihat sangat sedih karena kau tadi memarahinya dan juga karena melihat pertengkaran kita akhir-akhir ini. Seharusnya kau bisa lebih bersabar sedikit Mas, kasihan Alana kalau dia terus saja melihat pertengkaran kita hanya masalah sepele yang tidak ia mengerti. Aku nggak tahu ya kenapa akhir-akhir ini kau mendadak menjadi emosian, kau selalu bersikap dingin dan sekarang kau jadi pemarah Mas. Kau sangat berbeda saat dulu masih hidup bersama dengan Devina, tidak seperti sekarang saat hidup bersamaku. Bahkan dulu kau juga bersikap baik padaku sewaktu aku masih menjadi sahabatmu, tapi sekarang kau seolah-olah menganggap semuanya salah, Alana yang masih kecil saja selalu menjadi korbannya," ucap Riana yang membuat emosi Steve tiba-tiba saja memuncak.
"Apa maksudmu berbicara seperti itu? Jadi kau menyalahkanku yang membuat Alana menjadi sedih. Kau itu siapa Riana berani berbicara seperti itu. Jangan mentang-mentang aku menikahimu dan selama ini aku mencoba untuk bersikap sabar bertahan hidup bersamamu, kau malah bersikap ngelunjak ya. Kau semakin tidak sadar diri, bahkan kau berani sekali menceramahiku soal anak kandungku. Perlu aku tegaskan sekali lagi, kau itu hanya istri yang aku nikahkan karena keinginan mendiang istriku, bahkan sampai sekarang ini aku masih sangat mencintainya. Jadi jangan pernah berharap jika kau bisa menggantikan posisinya dan 1 lagi kau sama sekali tidak berhak untuk mengaturku mendidik Anakku sendiri, apalagi mengatakan hal menyangkut Alana adalah hal sepele, kau tidak merasakannya karena kau tidak memiliki anak. Jika kau sudah tidak tahan lagi hidup berumah tangga denganku, kau bisa pergi dari rumah ini!" Bentak Steve yang saat ini posisinya sudah berdiri dan menatap ke arah Riana dengan tajam, tentunya Riana juga sudah berdiri di saat melihat Steve terbangun dari tempat tidurnya tadi.
"Ya Mas, aku sadar posisiku di rumah ini. Aku hanyalah ibu sambung Alana dan seorang istri yang tak diakui oleh suaminya sendiri, statusku adalah seorang istri tetapi aku sama sekali tidak pernah mendapatkan hakku sebagai seorang istri. Aku sadar itu, tapi aku menyayangi Alana dan aku juga istri yang sah. Kau tidak lupa 'kan Mas waktu itu kau menikahiku di depan penghulu dan juga di depan para saksi, jadi apa tidak bisa sama sekali, sedikitpun, kau menghargaiku, menerimaku sebagai layaknya seorang istri. Waktu itu aku juga terpaksa menikah denganmu karena mengikuti permintaan Devina, tapi aku berusaha ikhlas untuk menjalaninya. Kenapa kau sama sekali tidak bisa seperti itu Mas? Jika sampai saat ini kau masih mencintai Devina, sama sekali tidak bisa belajar untuk mencintaiku, untuk apa kita mempertahankan rumah tangga ini. Toh bayang-bayangan dirinya selalu saja ada di dalam pikiranmu. Aku juga sama sekali tidak bermaksud untuk menggeser posisi Devina di hati kamu ataupun Alana, tapi paling tidak kamu terima aku Mas, aku yang sekarang istri kamu, Devina juga sudah tidak ada, dia tidak akan pernah kembali," tukas Riana yang akhirnya mengeluarkan unek-unek di dalam hatinya selama ini.
Steve mengepal erat kedua tangannya menahan emosi yang kian memuncak karena mendengar ucapan-ucapan yang keluar dari mulut istrinya itu. Akan tetapi Steve tak menjawab apapun lagi, ia langsung saja keluar dari kamar serta membanting pintu dengan sangat kuat. Sedangkan Riana duduk di tepi ranjang dan menangis sejadi-jadinya.
"Ya Tuhan, apa aku masih bisa bertahan? Apakah salah jika nantinya aku tidak kuat dan pergi meninggalkan ini semua," batin Riana menahan perih yang begitu mendalam, rasanya siksaan jiwanya itu sama sekali tak pernah henti malah semakin bertambah.
*****
Pagi-pagi sekali setelah menyiapkan sarapan, sebelum steve dan Alana bangun karena hari ini merupakan hari libur, Riana sudah pergi ke rumah orang tua Devina yang sudah menganggapnya seperti anak sendiri. Karena memang Devina merupakan anak tunggal, sehingga hanya Riana lah yang dapat mengobati rasa rindu kedua orang tuanya itu.
"Terima kasih Ma, seharusnya nggak usah repot-repot seperti ini, aku bisa kok buat sendiri," ucap Riana di saat ibu angkatnya itu membuatkan minuman untuknya.
"Sama-sama, ini sama sekali tidak merepotkan kok Sayang. Sayang, kenapa kau tidak mengabari Mama dulu mau ke sini, jadinya Mama bisa menyiapkan sarapan untukmu. Mama tahu kau pasti belum sarapan 'kan?" Ujar Lily yang merupakan ibunya Devina.
"Nggak perlu Ma, lagipula aku datang ke sini pagi-pagi hanya merindukan Mama saja," ungkap Riana yang merasa jika hanya Lily lah yang bisa membuatnya hatinya lebih tenang. Rasanya ia sudah tidak sanggup lagi untuk menyimpan masalah sendirian.
"Mama juga merindukan kamu Sayang. Lalu dimana Alana dan Steve? Kenapa mereka tidak ikut, padahal ini 'kan hari libur," tanya Lily.
"Mereka belum bangun Ma," jawab Riana apa adanya.
"Ri, kamu kenapa? Kamu sedang ada masalah dengan Steve?" Tanya Lily yang sudah bisa menebaknya.
Riana menganggukkan pelan kepalanya, "Iya Ma, tadi malam kami bertengkar hebat. Sampai saat ini Steve masih belum bisa menerima kehadiranku, apa yang aku lakukan selalu saja salah di mata Steve apalagi soal mendidik Alana. Ma, apa aku salah kalau aku hanya ingin meminta hakku sebagai seorang istri. Selama ini aku bertahan, aku berusaha mencoba untuk mengerti disaat Steve terus saja membanding-bandingkan aku dengan Devina, aku mengerti karena bagaimanapun juga Devina adalah istri yang sangat dicintai Steve waktu itu bahkan sampai sekarang. Tapi sudah setahun lamanya dan sekarang aku adalah istri sahnya. Aku saja bisa berusaha untuk ikhlas menjalaninya rumah tangga bersamanya menerima Alana sebagai anak Aku sendiri meskipun awalnya itu sama sekali nggak mudah. Tapi kenapa Steve sama sekali tidak bisa melakukan hal yang sama? Aku minta maaf Ma, aku sama sekali tidak bermaksud untuk menggeser posisi Anak Mama di hati Steve ataupun di hati Mama dan Alana, aku hanya minta kehadiranku diterima," ucap Riana dengan air matanya yang tak dapat lagi di bendung, sehingga mengalir deras begitu saja bak air sungai.
Tanpa sadar Lily juga ikut menangis karena ia merasa sangat sedih atas apa yang menimpa anak angkatnya itu. Lalu ia pun meraih tubuh Riana ke dalam rekapannya, mengusap pundaknya dengan lembut, mencoba memberikan kenyamanan agar anak angkatnya itu merasa lebih tenang.
"Kau ada di sini Riana?"
Suara seseorang telah mengejutkan Riana hingga melerai pelukan mereka.
Bersambung …
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!