NovelToon NovelToon

He Is My Cinderella

PROLOG

Happy Reading !

Author POV

Di sebuah rumah besar hidup lah satu keluarga yang harmonis. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu, dan anak laki-laki semata wayang mereka.

Walau mereka hanya memiliki satu orang putra, hidup mereka sangat bahagia.

Hidup mereka nyaris sempurna. Semua serba berkecukupan, tidak ada pemberitaan miring dan semakin hari hubungan suami-istri tersebut semakin harmonis.

Pada awalnya mereka menikah karena suatu perjodohan, namun benar kata orang. Cinta akan tumbuh dengan sendirinya, Seiring berjalannya waktu.

Ya itu memang benar. Mereka menikah dan saling mencintai hingga pada akhirnya pasangan tersebut dikaruniai seorang putra yang manis dan tampan disaat yang bersamaan. Bayi itu diberi nama Oxello Deovanno. Kelahiran Oxel pun disambut dengan rasa sukacita oleh kedua orangtuanya.

Mereka berharap suatu saat nanti Oxel dapat menjadi lentera bagi orang - orang disekelilingnya.

"Selamat datang ke dunia Oxel. Ibu berharap dirimu menjadi anak yang cerdas dan selalu rendah hati, nak," harapan ibunya.

"Ayah berharap kamu menjadi anak yang tangguh," ucap sang ayah.

.................................................................

Seiring berjalannya waktu, Oxel tumbuh menjadi anak yang periang dan penuh kasih sayang. Ia juga menjadi anak yang rendah hati, sopan dan memiliki empati yang tinggi.

Setiap hari ia selalu dijaga dan dirawat penuh oleh kedua orangtuanya, hingga membuatnya sedikit manja jika dengan kedua orangtuanya.

"Hai sayang, bagaimana harimu?" tanya sang ibu.

"Aku baik, Ibu. Lihat tadi aku menggambar keluarga kita. Ada ayah-ibu dan aku." jawab Oxel sembari menunjukkan hasil gambarnya.

"Coba sini Ibu lihat." pinta sang ibu.

Oxel menyerahkan hasil gambarnya pada sang ibu.

"Wah! Gambarnya bagus sekali, nak?" tanggapan Cindy, ibu Oxel.

"Hehe." Oxel hanya menunjukkan giginya yang seputih susu.

"Putra Ibu sangat hebat dan berbakat. Nah, sebagai hadiahnya. Bagaimana jika ibu akan memasakkan makanan kesukaan Oxel. Kau mau?" tanya ibunya.

"Benarkah? Sungguh?" tanya Oxel dengan bola mata yang berbinar.

"Tentu saja sayang." jawab ibunya sambil mengusap kepala Oxel.

“YEAAAYYY! Aku akan menunggunya ibu, masakan Ibu adalah yang terbaik!" puji Oxel lalu ia berlari ke ruang tengah dan melanjutkan gambarannya.

Cindy tersenyum melihat tingkah putranya yang aktif itu. Ia segera menyelesaikan masakannya yang tertunda.

Selesai memasak, Cindy pun menghidangkannya di meja makan. Dia menghampiri putranya yang masih asyik dengan kegiatan menggambarnya itu.

“Putra Ibu belum selesai menggambarnya?" tanya Cindy.

“Belum. Aku harus membuat gambar ini sebagus dan secantik mungkin Ibu. Karena aku ingin menunjukkan gambarnya pada semua orang!" ucap Oxel dengan penuh semangat dan sangat antusias.

“Bisakah dilanjutkan nanti? Kita akan segera makan. Sebentar lagi ayah pasti akan segera pulang dari bekerja,"ujar sang ibu.

“Baik Ibu!"ujar Oxel sembari membereskan alat-alatnya untuk menggambar.

Benar saja tak lama sang kepala keluarga pun sudah pulang dari bekerja. Oxel pun berlari dan menerjang ayahnya dengan sebuah pelukan.

“Ayah! Ayah sudah pulang?"tanya si kecil Oxel.

“Tentu jagoan, karena Ayah sudah sangat merindukan Oxel, maka dari itu Ayah segera pulang ke rumah agar Ayah bisa memeluk putra kesayangan Ayah," jawab ayahnya dengan senyum. 

“Oxel juga merindukan Ayah, selalu!" jawab Oxel dengan riang.

“Benarkah kau merindukan Ayah, nak?" tanya sang ayah dengan lembut. Oxel hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

Cindy menghampiri kedua orang tercintanya.

“Nah, karena Ayah sudah pulang, bagaimana jika kita makan sekarang?" usul Cindy.

“Ayo Ayah kita makan bersama. Nanti ada yang ingin Oxel tunjukkan pada Ayah." ujar Oxel sembari menarik pelan tangan ayahnya.

Alexander dan Cindy tersenyum melihat tingkah aktif putra semata wayang mereka tersebut. Mereka semua makan dengan tenang. Sesekali sang ibu melirik putranya yang makan dengan lahap.

“Pelan-pelan saja. Tidak ada yang akan merebut makanan itu darimu, Nak," tutur sang ibu.

“Ibu, masakan Ibu lezaaat.. sekali! Oxel mau tambah lagi." pinta Oxel pada ibunya sambil menyodorkan piring.

“Baiklah. Makanlah yang banyak hari ini. Ibu akan senang melihatmu menghabiskan masakan Ibu," ucap ibunya.

“Tentu!" jawab Oxel semangat.

Sebuah senyuman tak lepas dari wajah orang tua Oxel. Mereka bahagia jika melihat Oxel bahagia dan ceria seperti itu.

Terlebih jika mereka melihat wajah menggemaskan Oxel ketika makan, dimana pipinya menggembung karena mulut yang penuh terisi makanan.

Selepas dari makan bersama Oxel sedang bersantai ditemani oleh ayah dan ibunya.

“Ayah, lihat ini." ujar Oxel sembari menunjukkan gambarnya pada sang ayah.

“Kau menggambar sesuatu, Nak?" tanya Alexander yang dibalas anggukan semangat dari sang putra yang nampak menggemaskan.

“Coba bawa kemari, Ayah akan melihatnya," pinta Alexander.

Oxel membawa hasil karyanya ke hadapan sang ayah.

“Ini Ayah, ini adalah gambar Ayah, Ibu, dan aku juga Vick anjing kesayangan kita," jelas Oxel.

“Putra Ayah sangat luar biasa! Ayah bangga padamu, Nak." ujar Alexander sembari mengelus surai anaknya yang hitam kelam, sekelam malam itu.

”Kau ingin ikut pelajaran melukis untuk memperdalam bakatmu?" tawar Alexander.

“Atau Oxel ingin ikut kelas memasak? Bukankah Oxel juga suka memasak bersama Ibu?" sambung ibunya.

“Tapi Oxel juga suka kelas musik dan bernyanyi," ujar Oxel menyuarakan pendapatnya.

“Kau menyukai musik dan bernyanyi?" tanya Cindy. Oxel mengangguk sebagai jawaban.

“Jika begitu. Bisakah kau bernyanyi untuk kami?" pinta Cindy.

Oxel melakukan pemanasan sebelum bernyanyi. Lalu ia pun menyanyikan sebuah lagu.

Suaranya terdengar sangat merdu untuk anak seusianya, padahal selama ini setahu orangtuanya Oxel tidak pernah ikut kelas menyanyi. Mungkin itu adalah bakat alami yang dimiliki putra kesayangan mereka.

Selesai bernyanyi ayah dan ibunya bertepuk tangan sembari memuji nyanyian merdu Oxel, “Suaramu sangat bagus, sayang! Kami tak pernah menyangka kau bisa bernyanyi dengan suara yang begitu merdu,"

“Terima kasih. Hehe..." jawab Oxel dengan senyum lima jarinya.

Begitulah keseharian Oxel yang penuh dengan keceriaan dan limpahan kasih sayang.

Namun seiring berjalannya waktu kesehatan Cindy mulai menurun dan tidak menunjukkan tanda-tanda lekas membaik. Meski begitu Cindy tetap tersenyum dan berusaha kuat demi suaminya terutama demi pangeran kecilnya Oxel.

Oxel si bocah cerdas ini mengerti situasi. Dia juga ikut merawat ibunya yang tengah sakit keras. Dia terus berdoa agar ibunya segera diberikan kesembuhan.

“Ibu, ayo makanlah dahulu ini sudah waktunya makan siang. Setelah itu barulah Ibu minum obatnya," ujar Oxel.

Saat memasuki kamar ibunya, Oxel melihat ibunya tengah tertidur, maka dari itu Oxel berinisiatif untuk membangunkan ibunya.

“Ibu." panggil Oxel sembari mengguncang badan ibunya yang tengah tertidur akan tetapi tak ada sahutan atau respon dari sang ibu. Oxel pun mencobanya sekali lagi namun hasilnya tetap sama.

Ia meraih tangan ibunya, tangan sang ibu terasa begitu dingin. Oxel merangkak naik dan mencoba menempelkan telinganya ke dada sang ibu.

Tak ada detak jantung yang terdengar. Oxel merasa takut kemudian ia berteriak memanggil bibi untuk dipanggilkan dokter. Tak lupa sang bibi juga menghubungi sang tuan besar mereka memberitahukan kondisi sang nyonya besar.

Ketika semuanya telah berkumpul termasuk dokter yang sedang memeriksa kondisi Cindy. Sang dokter pun menemui tuan rumah dengan raut wajah lesu.

“Dokter, bagaimana kondisi istri saya?" tanya Alexander.

“Maafkan saya Tuan. Saya dengan berat hati mengatakan jika Nyonya Cindy sudah berpulang. Tuhan lebih menyayangi beliau. Saya mengucapkan turut berdukacita atas meninggalnya Nyonya Cindy," jelas dokter itu.

Tubuh mereka menegang kala mendengar kabar dukacita dari dokter tersebut. Seketika Oxel langsung menangis meraung-raung.

“DOKTER! DOKTER PASTI BOHONG, KAN? IBU OXEL MASIH HIDUP, KAN DOK? IBU MASIH HIDUP! IBU JANJI TIDAK AKAN MENINGGALKAN OXEL SENDIRIAN!" raung Oxel dan berlari menuju ranjang ibunya.

“IBU, BANGUN IBU. IBU SUDAH BERJANJI TIDAK AKAN MENINGGALKAN OXEL, TAPI KENAPA SEKARANG IBU INGKAR? Hiks... HUWAAAAA!!!...." tangis Oxel meledak.

Alexander merasa sangat terpukul dengan kondisi Oxel akibat kepergian sang istri.

“Oxel, tenanglah. Ayah akan selalu berada di sisi Oxel, sayang. Ikhlaskan kepergian ibumu. Mungkin ini yang terbaik untuk kita dan untuk ibu. Ibu tidak merasakan sakit lagi, Nak," ujar Alexander namun Oxel masih menangis.

Singkat cerita setelah dua tahun kepergian sang ibu. Ayah Oxel menikah lagi dengan seorang janda anak dua. Oxel kecil tidak keberatan karena dengan begitu dia tidak akan merasa kesepian lagi.

Awalnya Oxel mengira semuanya akan baik-baik saja, akan tetapi perhatian sang ayah mulai teralihkan pada kedua adiknya hingga ia merasa tersisihkan.

Sampai pada akhirnya berita duka kembali menyelimuti Oxel dan keluarganya. Sang ayah meninggal dunia akibat kecelakaan saat hendak pulang dari bekerja.

Tentu Oxel merasa sedih karena ia harus kembali merasakan yang namanya kehilangan.

Lalu bagaimana kehidupan Oxel setelah kedua orangtuanya tiada?

Author POV end

Oxello Deovanno kecil

Versi Dewasa

Satu

Happy Reading!

Oxel POV

Namaku Oxello Deovanno, umurku sudah 26 tahun. Aku memiliki seorang ibu dan dua orang adik laki-laki. Entahlah aku bisa menyebutnya sebagai ibu atau tidak, jika perlakuannya terhadapku tidak seperti seorang ibu. Juga adik laki-laki? Ah.. mereka berdua juga sama saja dengan ibu mereka. Ya, perempuan itu bernama Maria Cecilia.

Perempuan yang puluhan tahun lalu datang pada ayahku dengan kedua anak mereka. Si sulung berusia 6 tahun kalau tidak salah ingat, atau aku juga tak berniat mengingatnya.

Intinya mereka datang dan menjadi bagian dari keluarga kami. Maria, ya perempuan itu berperan seolah-olah dia adalah malaikat penolong bagiku yang masih membutuhkan sosok ibu di hidupku.

Dia baik, bahkan sangat baik tetapi saat ayah masih ada. Dia dan anak sulungnya yang bernama Michael merebut semua perhatian ayah dariku, hingga aku merasa tersisihkan.

Hingga pada suatu hari, ayahku mengalami kecelakaan parah hingga menyebabkan beliau tewas.

Semenjak itu Maria berubah, dia menjadi sosok ibu yang kasar padaku. Para maid di rumah kami dipecat dan rumah ayah dijual.

Kami semua pindah ke rumah kecil dan sederhana. Dan aku, aku yang menggantikan tugas para maid yang tidak pernah kukerjakan sebelumnya. Sebut saja mulai dari memasak, mencuci, mengepel, dan masih banyak lagi yang kukerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya.

Sementara Maria dan anak-anaknya?

Ck.. jangan ditanya tentu saja mereka hanya duduk manis dan tidak melakukan apapun layaknya tuan muda dan nyonya besar, atau jika tidak mereka hanya bisa berbuat onar dan menimbulkan kekacauan di mana-mana. Miris sekali.

Jangan tanya mengapa aku tidak memanggilnya dengan sebutan 'ibu' karena aku tidak akan sudi sampai kapanpun untuk memanggilnya ibu.

Ah dan semakin beranjak dewasa ini akulah yang menjadi tulang punggung keluarga untuk ketiga bayi besar tidak tahu diri itu.

Apa kalian bertanya, apa pekerjaanku?

Ya, pada pagi hari aku mengantarkan susu dan koran ke rumah-rumah di komplek perumahan-perumahan. Siang harinya aku bekerja di toko bunga milik seorang bibi,  bibi itu tinggal sendirian suaminya telah meninggal dunia dan anaknya bekerja di kota besar.

Entah apa pekerjaan anaknya tapi, dari apa yang kudengar anaknya adalah seorang pilot. Wow! Pasti kalian bertanya mengapa sang bibi tidak tinggal bersama anaknya saja, jika anaknya telah sukses?

Ha-ha-ha.. sama aku juga punya pemikiran seperti itu, aku bahkan pernah menanyakannya. Tahu apa jawabannya?

Dia berkata, “Aku tidak ingin merepotkan anak dan menantuku, jika aku ikut bersama mereka, meskipun mereka tidak merasa keberatan, tapi aku ingin menghidupi diriku sendiri selama aku masih mampu."

Benar-benar orang tua yang baik dan pengertian serta luar biasa! Tidak seperti ibu tiriku yang bisanya hanya berpangku tangan dan menyusahkan saja.

Apa kalian juga ingin mengetahui latar pendidikanku juga? Jika iya, akan kuberitahu. Aku hanya mengenyam pendidikan hingga sekolah menengah atas.

Masuk universitas? Hanya sekedar angan-angan saja. Jika aku masuk universitas dan berkuliah, lalu siapa yang akan bekerja banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluargaku? Mereka saja tak bisa diharapkan.

Lagi pun aku tak memiliki biaya yang cukup untuk masuk universitas, memang, mungkin aku bisa mendapatkan beasiswa, akan tetapi lagi-lagi mereka menjadi penghalang untukku.

Hah.. mungkin memang sudah nasibku seperti ini. Terjebak dengan orang-orang aneh yang hanya bisa mengkhayal hidup mewah bak dalam drama korea.

Maka dari itu aku hanya bisa bekerja serabutan untuk menyambung hidup. Dengan penghasilan yang pas-pasan, aku tetap bersyukur karena setidaknya aku masih bisa merasakan sesuap nasi, mungkin (?)

Seperti saat ini aku sedang membantu bibi mengurus toko bunga miliknya, sambil merangkai bunga untuk dijadikan buket. Entahlah ini sebuah pesanan seseorang, barangkali untuk menyatakan perasaannya pada seseorang atau melamar (?)

“Oxel, apa kau sudah selesai dengan buket bunganya?" tanya bibi.

“Sebentar lagi aku sudah selesai," jawabku.

“Jika sudah selesai pulanglah terlebih dahulu. Bibi tahu jika ibumu pasti sudah menunggu."

Aku menghela nafas. Ya, aku memang mendapatkan izin pulang sejenak untuk mengurus sang bayi besar itu. Memasak saja mereka tidak bisa, bagaimana mau makan?

“Iya Bibi, setelah ini aku pasti akan pulang untuk memasak," ujarku dengan sebuah senyuman.

“Aku tahu kau adalah anak yang baik," ujar bibi itu memujiku yang hanya kutanggapi dengan sebuah senyuman.

...********...

Aku pulang ke rumah begitu sudah selesai dengan tugasku di toko bunga. Namun sesampainya di rumah justru disambut dengan raut wajah masam.

“Jam berapa sekarang? Apa kau tidak tahu jika jam makan siang lewat 1 jam yang lalu?" gerutu Maria.

Aku hanya memutar bola mataku.

“Jika begitu mengapa Nyonya tidak memasak sendiri? Apa Nyonya juga tidak tahu jika aku masih ada pekerjaan?" balasku sinis.

“YAK! BERANI KAU MENJAWAB UCAPANKU?!" teriak Maria lagi.

Ya ampun kenapa orang tua ini hobi sekali berteriak? Apa dia pikir orang lain itu tidak memiliki telinga? Aish...

“Maaf," jawabku singkat.

Aku segera melangkah menuju dapur untuk memasak daripada mendengarkan ocehan nenek sihir itu.

Tak perlu berlama-lama karena aku hanya masak yang sederhana saja. Tumis kangkung dan tempe goreng.

Tak ada buah, susu atau apapun seperti yang kalian bayangkan. Setelah selesai aku menghidangkannya di meja makan.

Kulihat nenek sihir itu menatap hidangan yang sudah tersaji di meja makan sepertinya ini akan menjadi ceramah yang panjang.

“Kenapa kau hanya memasak ini?" tanyanya.

Nah, kan dia mulai protes kembali. Dasar orang tua tidak pernah bersyukur.

“Itu bukan salahku. Aku sudah memberimu uang untuk kau kelola, Nyonya, tetapi kau sendiri yang memberikan aku sedikit uang untuk berbelanja. Uang tersebut hanya mampu  ku belanjakan itu."

“Sayur apa ini? Aku tidak pernah menyantap hidangan seperti ini. Ini hanya untuk orang miskin. Aku tidak mau menyantapnya," ujarnya lagi.

“Itu terserah Anda, jika Anda tak ingin menyantapnya. Saya masih ada urusan pekerjaan. Saya pergi, selamat siang." jawabku sambil melangkah ke luar rumah.

“YA! KAU TIDAK BISA MELAKUKAN INI PADAKU, DASAR ANAK TIDAK TAHU DIUNTUNG," teriaknya. Yah, aku masih bisa mendengar suara teriakan nenek sihir itu dari jauh.

Apa katanya tadi? Anak tidak tahu diuntung? Bisa-bisanya dia membicarakan dirinya sendiri.

Seharusnya dia berkaca terlebih dahulu sebelum membicarakan orang lain. Dasar orang aneh. 

Sesampainya di toko bunga aku langsung mengerjakan tugasku tanpa perlu berlama-lama lagi.

*******

Tak terasa hari sudah mulai sore, Aku pun bergegas pulang setelah membantu toko berkemas untuk tutup.

Ini adalah hari yang cukup melelahkan untukku. Untunglah hari ini toko bunga sedang ramai. Setidaknya pendapatan untuk hari ini ada tambahan sedikit daripada biasanya.

Sesampainya di rumah aku melihat mereka menatap tajam ke arahku. Aku menghela nafas untuk kesekian kali berusaha sabar.

“Ada apa?" tanyaku pada mereka.

“Kau masih bertanya ada apa untuk sesuatu yang seharusnya kau sudah tahu? Luar biasa!" jawab Michael.

Ah.. Si jelmaan tanaman bonsai itu sudah mau mulai berulah lagi kali ini.

“Jika kalian hendak protes dengan menu makanan hari ini, salahkan saja pada ibu kalian mengapa hanya memberikanku sedikit uang untuk berbelanja."

Kulihat wajah siluman tanaman bonsai itu mengeras kala mendengar jawabanku.

“Hei! Jangan salahkan ibuku, itu semua salahmu mengapa kau tidak bisa mengatur uang untuk kebutuhan sehari-hari," katanya.

“Aku? Tidak bisa mengatur uang? Ha-ha-ha... Ha-ha-ha.... Michael, apa matamu itu buta? Apa kau tidak bisa melihat jika aku menerima gaji, gajiku semuanya kuberikan pada ibumu? Jadi siapa sebenarnya yang tidak dapat mengatur keuangan? Aku atau ibumu?" kataku dengan nada sinis.

Sepertinya Michael tidak terima jika aku mencemooh ibunya, terlihat sekali bola matanya yang melotot seakan ingin ke luar dari tempatnya. Namun sekali lagi aku tidak peduli.

Ku langkahkan kakiku menuju kamar bersiap untuk bekerja kembali.  Pada malam hari aku bekerja sebagai penyanyi cafe.

Selepas mandi dan bersiap aku mulai berangkat menuju cafe tempatku bekerja. Tidak ada waktu untuk beristirahat.

Mungkin bisa saja aku beristirahat di rumah, akan tetapi hal itu justru membuatku semakin tertekan karena keberadaan mereka di rumah. Itu bisa membuat ku stress.

Dan keadaan stress itu tidak baik untuk kesehatan mental dan tubuh. Maaf saja ya, aku masih ingin hidup sehat. Aku tidak mau mati muda.

Perjalanan menuju cafe hanya membutuhkan beberapa menit dengan sebuah bus.

Tak lama aku telah sampai di tempat yang ku tuju.

Aku langsung bergegas masuk dan bersiap sebelum mulai.

Beginilah kehidupanku sehari-hari. .

Bagaimana denganmu?

Oxel POV END

Dua

Happy Reading!

Author POV

Sebuah cafe sudah mulai ramai banyak pengunjung yang berdatangan karena adanya live music. Mereka tidak sabar menanti penampilan penyanyi cafe idola mereka. Ya, kalian benar Oxel sudah menjadi idola cafe kecil ini karena suaranya yang merdu dan indah.

“Hey Oxel, kau sudah makan?" tanya salah satu teman Oxel.

“Aku? Tentu saja sudah saat di rumah tadi," jawab Oxel beralasan.

Sebenarnya ia merasa lapar tapi ia tak mau merepotkan orang lain. Maka dari itu dia menjawab sudah makan walau nyatanya belum.

Kawannya itu hanya melirik dan bertanya, “Kau yakin?"

Oxel hanya menganggukkan kepalanya. Badannya terasa sangat lelah. Tetapi ia tak bisa berhenti sejenak untuk istirahat.

“Kau tahu Oxel? Kau adalah anak baik, dan anak baik itu tidak pintar untuk berbohong," ujar kawannya dengan senyum meledek.

Oxel hanya mendengus melihat raut wajah temannya.

Temannya meletakkan sekotak bekal dan menyodorkannya pada Oxel.

“Makanlah! Aku tahu kau belum makan apapun hari ini," katanya lagi. Oxel pun menerimanya dengan riang kemudian mulai makan bekal itu.

Banyak teman-temannya yang mengetahui kehidupan Oxel, oleh karena itu tak jarang banyak teman yang membantu Oxel.

Tapi memang dasar Oxel yang keras kepala dia enggan menerima uluran bantuan dari teman-temannya. Dengan beralasan tidak ingin merepotkan temannya.

Oxel masih menyantap bekal dengan lahap hingga ia selesai makan. Perutnya terasa penuh dan kenyang sekali.

“Bagaimana bekalnya?" tanya temannya.

“Ini enak. Terimakasih ya bekalnya! Aku mencintaimu."ujar Oxel sembari mengembalikan kotak bekalnya pada kawannya itu tak lupa ia memberikan kedipan mata.

“Ewh.. itu menggelikan," ujar kawannya yang bergidik ngeri melihat tingkah Oxel.

“Ha-ha-ha..." tawa Oxel menggema.

“Dasar anak itu,"gumam temannya seraya tersenyum.

Oxel naik ke atas panggung mini ketika semua pemain telah siap dan dia mulai menyapa para pengunjung cafe.

“Selamat malam semuanya," sapa Oxel dengan senyum ramah.

Hal itu membuat kaum hawa mulai memekik karena mereka terpesona oleh senyum manis nan menawan milik Oxel.

“Malam ini saya akan membawakan sebuah lagu. Atau mungkin dari pengunjung di sini bisa meminta request lagu?" tawar Oxel.

Tak lama kemudian ada seorang gadis mengangkat tangannya.

“Iya Nona. Ada lagu yang ingin Anda request?" tanya Oxel. Gadis itu mengangguk.

“Apa aku boleh naik ke panggung untuk membisikkannya padamu?"

“Tentu saja boleh. Silahkan naik ke atas panggung," Oxel mempersilakan gadis itu.

Sontak saja gadis itu naik ke atas panggung menghampiri Oxel dan membisikkan lagu yang ia request.

Oxel hanya menganggukkan kepalanya tanda ia mengerti.

“Apakah kalian bisa?" tanya gadis itu penuh harap.

“Sepertinya bisa," jawab Oxel, lalu Oxel memberi instruksi pada rekannya.

“Baiklah, apa kau mau bernyanyi bersamaku atau menikmati lagu yang aku bawakan?" tawar Oxel pada gadis itu.

“Aku duduk saja. Suaraku tak se-merdu suaramu," jawab gadis itu malu-malu.

“Ha-ha-ha... Suaraku biasa saja, jangan terlalu memuji. Silahkan kembali duduk, Nona. Aku akan menyanyikan lagu ini untukmu," ujar Oxel.

Gadis itu turun dari panggung dan duduk kembali di mejanya.

“Baiklah, tanpa perlu berlama-lama lagi, saya akan membawakan lagu yang sudah di request oleh Nona cantik tadi. Kali ini saya akan membawakan lagu Lavender yang dipopulerkan oleh Kim Jaejoong? Apa aku benar?" tanya Oxel tak pasti.

“IYA!" jawab pengunjung cafe.

“Okay, selamat menikmati pertunjukan kami," ujar Oxel.

Musik pun mulai mengalun dengan merdu. Oxel tampak menghayati lagu yang ia nyanyikan, agar pesan lagu itu tersampaikan kepada para pengunjung.

Todokanu omoi wa kesshite tsugeru koto wa naku

kono mama kareru made shimatteokimashou

himeta senchimento kizuiteiru no wa

murasakiiro shita rabendaa dake

konna ni chikaku demo

naze konnanimo tooi no?

nakitaku naru anata no koe ga

mimi ni (zutto) haritsuita mama

Alunan musiknya sangat pas dengan suara Oxel

Para pengunjung mulai terhanyut dengan lagu yang dibawakan oleh Oxel.

Bahkan para pengunjung pun mulai ikut bernyanyi bersama Oxel.

Bahkan saat nada tinggi pun. Oxel bisa menyanyikannya

Nada tinggi Oxel berhasil membius atensi pengunjung cafe.

Oxel menutup lagunya dengan suara yang lembut, merdu dan menenangkan.

Teramat syahdu lagu milik Lavender yang menceritakan kisah seseorang yang diam-diam memiliki perasaan terhadap sahabatnya. Akan tetapi, sang sahabat tidak mengetahuinya. Maka dari itu orang tersebut menyimpan perasaan itu untuk dirinya sendiri.

Para pengunjung yang menyaksikan live music tersebut memberikan tepuk tangan akan penampilan Oxel.

“Terima kasih... Terima kasih..." ucap Oxel sembari membungkukkan badannya.

“Wah! Suaranya sangat merdu."

“Sungguh indah."

“Jika dia menjadi penyanyi, aku pasti akan membeli albumnya."

Dan masih banyak lagi bisik-bisik pengunjung lainnya.

Oxel pun masih berlanjut mengisi live music hingga cafe akan tutup.

Kini jam buka cafe sudah berakhir, Oxel dan kawan-kawan segera membereskan dan merapikan alat-alat musik.

“Bagaimana perasaanmu, hari ini?" tanya pemilik cafe pada Oxel.

“Melihat mereka bahagia dengan penampilanku, aku ikut senang."

“Suaramu memang begitu menenangkan Oxel."

“Terima kasih atas pujiannya. Aku menghargai itu."

“Terima kasih untuk hari ini. Berkatmu cafe milikku menjadi ramai pengunjung. Aku sangat berterima kasih padamu."

“Aku yang seharusnya berterima kasih padamu, Pak karena aku telah diterima kerja disini, meski hanya menjadi penyanyi cafe," ucap Oxel.

“Kalau begitu kau pulanglah, Oxel. Aku tahu kau pasti lelah."

“Baiklah, aku akan pulang sekarang terima kasih. Anda juga, jangan lupa istirahat, Pak."

“Tentu," jawab pemilik cafe.

Oxel pun bergegas pulang. Ia pulang dengan berjalan kaki. Biasanya, Oxel menggunakan sepeda, akan tetapi karena sepedanya rusak jadi terpaksa ia harus menggunakan bus.

Tetapi untuk perjalanan pulang, sudah pasti dia jalan kaki, mana ada bus yang beroperasi hingga dini hari?

Hebatnya dia tak pernah mengeluh. Ah.. mungkin pernah tapi hanya sesekali.

Setelah membutuhkan waktu hampir satu jam lamanya, akhirnya dia berhasil sampai di rumah.

”Ah, hari yang sangat melelahkan," gumam Oxel pelan. Para penghuni itu pasti sudah tertidur pulas.

Dia pun turut memejamkan matanya setelah selesai dengan urusan pribadinya sebelum tidur.

...******...

Alarm dari alam sudah berbunyi meski langit masih gelap dan matahari belum keluar dari peraduannya, Oxel tetap harus bangun pagi.

Ya, dia harus mengantarkan koran dan susu untuk orang-orang pada pagi hari.

Beruntung pemilik pabrik susu itu mau meminjamkan sepeda padanya.

Setelah mengambil susu yang harus dia hantarkan, dia mengayuh sepedanya untuk mengambil koran.

Selesai mengambil koran dia segera berkeliling dari rumah ke rumah mengantarkan susu dan koran tersebut.

Lelah? Sudah pasti.

Mengantuk? Iya.

Tapi, apakah dia mempunyai waktu untuk mengeluh untuk itu semua? Jelas tidak.

Memang siapa yang sudi mendengarkan keluhan orang lain di zaman individualisme, ini?

Dia terus mengayuh sepedanya dan berhenti dari rumah ke rumah tanpa mengenal lelah. Meski matahari masih enggan menampakkan dirinya tapi dia tetap semangat melakukan pekerjaannya.

Dia harus cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya ini. Sebelum ibu tirinya bangun dan menceramahinya dengan suara yang memekakkan telinga.

Langit sudah berganti menjadi kemerahan, tanda matahari akan bangun.

”Tinggal satu lagi semangatlah, Oxel!" Oxel berujar pada dirinya sendiri.

Akhirnya setelah berhenti di rumah terakhir, rumah besar milik keluarga kaya itu, Oxel langsung mengayuh sepedanya dengan semangat 45.

Di sisi lain ada seorang wanita sedang mengendarai mobil, namun wanita itu tampak mengantuk dan tidak memperhatikan jalan.

“Hoam... Aku mengantuk sekali rasanya. Ah dasar tumpukan dasar dokumen-dokumen sial! Mengganggu waktu istirahatku saja. Hoam."

Wanita itu terus menggerutu tanpa memperhatikan jalan hingga akhirnya

CKIIIT.......

BRAK.....

Author POV end

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!