NovelToon NovelToon

Mengulang Kembali Waktu Untuk Balas Dendam Yang Sempurna

Chapter 1

“Alicia Anderson, kau benar-benar bodoh, ya?”

Aku menatap nanar ke arah sosok yang selama ini selalu kupercayai. Dari mana semua kesalahan ini bermula? Aku benar-benar tidak tahu.

Semua yang kulakukan selama ini terasa sia-sia. Semua perjuangan yang kulakukan selama ini tidak ada artinya sama sekali.

Di dalam hatiku aku benar-benar bingung dan bertanya-tanya: “mengapa semua yang kuperjuangkan selama ini terasa tidak berarti sama sekali di matamu?”

“Maaf, ya, Kak.”

Lucy, adikku tercinta, yang selalu kupercayai selama ini, nyatanya menusukku dengan cara paling menyakitkan.

Dor!! Dor!!

Timah panas menembus rongga dadaku sebelah kiri. Terasa begitu perih dan panas. Air mataku bahkan sampai keluar karena tidak sanggup menahan rasa sakitnya.

Buk!!

Aku menatap nanar tiga orang yang paling kupercayai, kucintai dan kuandalkan selama ini. Ketiganya tertawa terbahak-bahak sambil melihat ke arahku yang telah terkapar tidak berdaya di atas lantai dengan tubuh berlumuran darah.

“Ke...na...pa?? Uhukk....Uhuk....” tanyaku kepada mereka dengan tatapan kecewa dan bingung.

“Alicia sayang, kamu masih belum mengerti situasi saat ini? Apa kamu terlalu naif atau terlalu bodoh? Sejak awal kami tidak pernah menyukaimu.”

Kedua mataku terbelalak mendengarkan perkataan Timothee Jordan, tunanganku yang selalu kucintai selama ini. Orang yang membuatku rela untuk menyerahkan segala milikku padanya.

“Aku hanya memanfaatkanmu selama ini.” Ia tersenyum meremehkan ke arahku.

Pandanganku mulai kabur, tapi aku masih bisa melihat dengan jelas bagaimana mesranya ia mengecup kening Lucy, adikku.

Mengapa? Dadaku tidak hanya terasa nyeri akibat luka tembakan yang dibuat oleh tunanganku sendiri, tapi juga sakit karena pengkhianatan yang aku terima dari mereka yang selalu kupercayai dan kucintai dengan sepenuh hati selama ini.

“Dengan begini, seluruh kekayaan keluarga Anderson akan jatuh ke tangan kami. Kami benar-benar berterima kasih atas kebodohanmu selama ini.”

Ketiganya tertawa cekikikan seolah-olah tujuan mereka benar-benar sudah tercapai.

Kesadaranku semakin menurun. Penglihatanku mulai menggelap, tapi aku masih bisa mendengar suara tawa ketiganya.

Jauh di lubuk hatiku yang terdalam, aku memanjatkan sebuah permohonan pada Sang Ilahi agar aku bisa selamat dari semua ini. Aku ingin sekali membalaskan rasa sakit yang sudah kualami saat ini.

“Andai saja waktu bisa diulang, aku tidak akan pernah memaafkan kalian,” gumamku sebelum seluruh pandanganku menjadi benar-benar gelap.

***

Aku terbangun dengan menatap langit-langit yang terasa tidak asing. Ini adalah langit-langit kamarku sebelum usaha ayahku mengalami kebangkrutan dan hanya menyisakan tumpukan hutang yang melimpah. Iya, melimpah dengan kesengsaraan.

Sebenarnya kami tidak akan begitu sengsara seandainya Lucy dan ibunya tidak begitu boros. Mengapa aku mempertahankan mereka di sisiku padahal mereka hanya seperti benalu selama ini? Benar kata mereka, aku benar-benar bodoh.

“Apa ini akhirat?” gumamku.

Langit-langit yang tidak terasa asing ini membuatku berpikir bahwa akhirat ternyata sama saja dengan dunia tempatku tinggal. Hanya saja tempat ini setidaknya membuatku kembali mengingat kenangan-kenangan indah yang tersimpan di dalam memoriku sebelum aku mengingat sakitnya pengkhianatan yang aku terima menjelang ajalku.

“Alicia, apa kamu sudah bangun?”

Aku tersentak begitu mendengar suara yang tidak asing masuk ke dalam indra pendengaranku. Suara yang membuatku merasakan rasa sakit yang teramat sangat di dalam rongga dadaku sampai kematian menjemputku. Suara yang sangat kubenci sampai aku menaikkan permohonan pada Sang Ilahi agar aku bisa membalaskan rasa sakitku ini.

“Alicia!”

Tanpa perlu mengetuk pintu ataupun permisi, wanita paruh baya itu masuk setelah membuka pintu kamarku. Aku menatap tajam ke arahnya meskipun dalam benakku aku mempertanyakan keberadaannya di dalam rumahku saat ini.

“Kenapa kamu masih berbaring? Cepat siap-siap. Kamu tahu kan hari ini ada pembicaraan yang penting dengan keluarga Jordan?” katanya sambil menyilangkan kedua lengannya di depan dada.

Mengapa aku tidak pernah sadar sedari awal? Dari cara ia menatapku saja sudah jelas ia tidak pernah menyukaiku. Apa sebegitu inginnya aku dengan sosok seorang ibu sampai buta bahwa yang di depanku itu jelas-jelas bukanlah figur seorang ibu yang selalu aku idam-idamkan selama ini?

“Cepat mandi dan berdandan yang cantik. Kamu bahkan terlalu beruntung sampai bisa dijodohkan dengan putra kedua dari keluarga Jordan. Meskipun bukan pewaris, tapi ia masih diberikan kekayaan yang melimpah oleh keluarganya. Andai saja Lucy bisa seberuntung kamu. Benar-benar tidak adil.”

Aku hanya menatap tidak suka ke arahnya sampai wanita itu keluar dari dalam kamarku. Aku benar-benar membencinya.

Entah dari mana ayahku mendapatkan wanita j4l4ng seperti itu untuk dinikahi. Apalagi wanita itu memiliki seorang putri yang usianya hanya berbeda satu tahun dariku.

Andai saja ibuku tidak meninggal usai melahirkanku, semua ini tidak akan pernah terjadi. Ibuku pasti jauh lebih baik dibandingkan dengan dua parasit yang selama ini menggerogoti kekayaan keluargaku.

Tidak, bukan dua. Lebih tepatnya tiga. Aku masih ingat dengan jelas alasan mereka mempermainkan dan membunuhku. Semua karena kekayaan keluargaku.

“Benar-benar membuat jijik. Apa yang membuatku buta sampai aku berpikir mereka mencintaiku sama seperti aku mencintai mereka? Aku benar-benar bodoh.”

***

Aku berjalan menuruni tangga dengan malas. Aku benar-benar tidak ingin perjodohanku dan Timothee kembali terulang. Aku tidak ingin kembali bernasib sama. Tapi aku tidak tahu apa yang harus kulakukan agar aku bisa terbebas dari perjodohan sialan ini.

“Kamu sudah datang, sayang?”

Ayahku menyambutku yang baru turun dari tangga dengan wajah sumringah. Itu adalah wajah yang sangat kurindukan di kehidupanku dulu. Aku bahkan hampir menangis karena bisa melihat wajah itu lagi.

Dia tampak lebih muda dan masih sehat. Ini adalah masa-masa di mana ayahku masih belum sakit-sakitan dan akhirnya meninggal.

“Ke sini.” Ayahku menuntunku dengan lembut sampai aku duduk di kursi yang berseberangan dengan Timothee, laki-laki yang sudah mengkhianatiku dan berselingkuh dengan Lucy, adikku.

Aku bisa melihat ekspresi kurang suka yang dipancarkan laki-laki itu. Aku tidak begitu peduli, lagi pula aku juga tidak menyukainya.

***

“Ayah,” panggilku dengan sedikit merengek.

“Aku tidak ingin menikah.”

Prang!!

Sendok dan garpu yang sedang digenggam oleh ayahku tiba-tiba terjatuh ke atas lantai. Ia menatapku dengan ekspresi tidak percaya dan mulut menganga.

Aku memang tidak begitu mengerti mengapa aku kembali ditempatkan dalam situasi ini. Awal dari semua kemalangan yang kualami. Tapi aku tidak ingin semua terjadi sama seperti sebelumnya.

Jika aku benar, berarti waktu telah terulang kembali ke lima tahun yang lalu. Tapi aku masih ingin memastikannya. Caranya adalah melakukan hal yang tidak pernah kulakukan selama ini, yakni menjadi pembangkang.

Di kehidupanku kali ini, aku tidak ingin menjadi si bodoh yang penurut. Aku tidak ingin hanya dimanfaatkan, lalu mati dengan menyedihkan. Setidaknya di kehidupan kali ini, aku ingin melawan takdir yang sudah digariskan di hidupku sebelumnya.

Aku tidak ingin mati dengan menyedihkan kali ini.

"Tunggulah kalian bertiga!" gumamku.

Chapter 2

“Ayah,” panggilku dengan sedikit merengek.

Sikap manja yang kukeluarkan saat ini dengan harapan Ayahku akan mengabulkan permohonan yang akan kuajukan.

“Aku tidak ingin menikah.”

Prang!!

Sendok dan garpu yang sedang digenggam oleh ayahku tiba-tiba terjatuh ke atas lantai. Ia menatapku dengan ekspresi tidak percaya dan mulut menganga.

Acara makan siang yang sebelumnya berlangsung dengan penuh khidmat tiba-tiba terhenti. Aku bisa merasakan tatapan tajam dari orang-orang yang duduk di seberang kursiku.

“Apa??”

Ibu Timothee menaikkan nada suaranya dengan tatapan menusuk seakan-akan ingin membunuhku saat ini.

“Ini benar-benar penghinaan untuk kami.”

“Tidak, Nyonya. Putriku mungkin hanya sedang lelah saja. Dia pasti salah bicara tadi,” kata Ayahku panik.

Aku menatap heran ke arah Ayahku yang tampak tidak ingin menghiraukan keinginanku barusan.

“Ayah,” panggilku.

Itu adalah kali pertama aku melihat ekspresi marah yang ditujukan Ayahku kepadaku. Ekspresi penuh ancaman yang membuatku tidak jadi memohon padanya untuk membatalkan rencana perjodohan hari ini.

“Usianya masih delapan belas tahun, jadi masih labil. Perjodohan akan tetap berjalan seperti yang direncanakan. Dia tadi hanya salah bicara,” ulang ayahku.

***

Plak!

Sebuah tamparan keras melayang ke pipiku. Pipiku tidak hanya merah dibuatnya, sudut bibirku bahkan sampai luka karena tamparan itu.

Aku menatap nanar sosok yang selalu kurindukan selama ini. Sosok yang selama hidup kupercaya selalu menyayangiku tanpa syarat. Sosok yang saat ini menatapku dengan wajah merah karena sedang marah.

“Kamu tahu apa yang baru saja kamu lakukan?! Kamu tahu tidak keluarga Jordan itu siapa?!”

Suara bentakan keras dari Ayahku kembali menyadarkanku kalau yang selama ini kulihat itu tidaklah benar. Aku benar-benar telah dibutakan selama ini.

“Keluarga Jordan sudah berencana berinvestasi ke perusahaan Ayah jika perjodohan kalian berhasil!”

Aku menatap nanar ke arah sosok yang selalu kubanggakan itu. Sosok yang kini sedang menjualku kepada laki-laki yang akan membunuhku di masa depan.

“Meskipun kamu darah dagingku sekalipun, kamu tidak punya hak untuk melakukan hal itu. Makanan enak yang kamu nikmati setiap hari, pakaian mewah, tempat tinggal dan lain-lain, itu semua adalah hasil keringatku. Kamu seharusnya sedikit tahu diri untuk membalas budi padaku yang sudah membesarkanmu dengan susah payah!”

Di dalam lubuk hatiku yang terdalam, aku benar-benar berharap semua ini hanyalah mimpi. Sama seperti pengkhianatan dan kematian yang kualami, tapi rasa sakitnya terlalu nyata untuk sekedar mimpi.

“Kamu harus diberikan hukuman atas perbuatanmu tadi. Untung keluarga Jordan masih mau berbaik hati agar perjodohan ini tetap berlangsung. Tapi sebagai hukuman, kamu dilarang keluar dari kamar selama satu minggu. Uang jajan juga tidak akan diberikan selama satu minggu.”

Setelah berkata demikian, Ayahku meninggalkan kamarku dengan membanting pintu. Aku bahkan bisa mendengar suara ketika ia mengunci pintu kamarku dari luar.

“Aku benar-benar berharap semua ini hanya sekedar mimpi.”

***

Kedua mataku membola begitu menatap langit-langit kamarku. Aku baru saja diberikan tamparan dan hukuman oleh Ayahku, tapi entah bagaimana ceritanya, aku saat ini kembali dalam posisi berbaring di atas tempat tidur sama seperti sebelumnya.

“Alicia, apa kamu sudah bangun?”

Suara ibu Lucy kembali menggema di sepanjang jalan menuju kamar tidurku seperti tadi pagi.

“Alicia!”

Ia masuk ke dalam kamarku tanpa mengetuk pintu dan tanpa permisi. Ia membentakku yang masih terbaring di atas tempat tidur. Semua sama persis dengan apa yang terjadi tadi pagi.

“Kenapa kamu masih berbaring? Cepat siap-siap. Kamu tahu kan hari ini ada pembicaraan yang penting dengan keluarga Jordan?” katanya sambil menyilangkan kedua lengannya di depan dada.

Aku menatapnya heran. Bukankah pembicaraan itu sudah selesai dan aku sedang dalam masa hukuman saat ini?

“Cepat mandi dan berdandan yang cantik. Kamu bahkan terlalu beruntung sampai bisa dijodohkan dengan putra kedua dari keluarga Jordan. Meskipun bukan pewaris, tapi ia masih diberikan kekayaan yang melimpah oleh keluarganya. Andai saja Lucy bisa seberuntung kamu. Benar-benar tidak adil.”

Setelah berucap demikian, ia keluar dari dalam kamarku. Semua sama persis dengan apa yang ia lakukan tadi pagi.

Begitu melihat jam yang menempel di dinding kamarku, aku sadar bahwa waktu telah kembali ke pagi hari saat pertemuan resmi antara keluargaku dan keluarga Jordan untuk membicarakan perjodohan belum dimulai.

“Apa maksudnya ini?”

***

Aku menuruni tangga dengan penuh keraguan dan kebingungan. Sesuatu tampaknya sudah mengulang kembali waktu ke pagi hari, tapi aku tidak tahu apa penyebabnya.

“Kamu sudah datang, sayang?”

Ayahku menyambutku yang baru turun dari tangga dengan wajah sumringah. Aku menerima sambutannya dengan ekspresi bingung. Sekali lagi, semua benar-benar persis dengan apa yang terjadi pagi tadi.

Satu-satunya yang berbeda adalah tidak ada lagi rasa haru dan kerinduan yang kurasakan dari sosok itu. Semua menguap entah ke mana. Hanya ada rasa kecewa yang mendalam di dalam rongga dadaku saat ini.

“Ke sini.” Ayahku menuntunku dengan lembut sampai aku duduk di kursi yang berseberangan dengan Timothee, Aku masih bisa melihat ekspresi tidak suka yang ditampakkan oleh laki-laki itu.

Kami kembali melakukan kegiatan makan siang untuk membicarakan perjodohanku dengan Timothee. Kali ini aku tidak akan membantah dengan mengatakan: “aku tidak ingin menikah,” atau sejenisnya.

Aku sadar bahwa sekalipun aku menolak perjodohan saat ini, itu tidak akan berarti apa-apa. Aku hanya akan mendapatkan rasa sakit dan kecewa sementara perjodohan kami akan tetap berlangsung.

“Timothee benar-benar tampan bukan?” goda Ayahku.

Aku tidak menjawab apa-apa. Aku hanya menunduk.

“Dia tampaknya malu-malu.”

Semakin banyak Ayahku berbicara, semakin sakit kurasakan di dalam rongga dadaku. Rasa kecewa yang tidak terlukiskan ada di dalam benakku saat ini. Ini bahkan terasa lebih menyakitkan dibandingkan ketika aku dikhianati oleh Timothee, Lucy dan ibunya. Bahkan lebih menyakitkan dibandingkan dengan saat-saat kematianku.

Penglihatanku mulai buram karena air mata, tapi aku ingin menahannya. Aku tidak boleh menangis di sini. Ayahku pasti tidak akan memaafkanku jika aku sedikit saja mencoreng nama baiknya di sini.

Lantas siapa lagi yang bisa kujadikan sandaran saat ini? Tidakkah takdir terlalu kejam denganku?

Ketika aku kembali mengangkat wajahku, aku bisa melihat senyum meremehkan yang dilemparkan Timothee padaku. Aku benar-benar merasa terhina, tapi aku tidak sanggup berbuat apa-apa.

Aku mulai ragu dengan niatku untuk membalas dendam. Sekedar melepaskan diri dari perjodohan yang mengikatku saja aku kesulitan apalagi untuk balas dendam.

Lantas apakah aku menyerah? Tidak. Aku sama sekali tidak ada niatan untuk menyerah. Aku hanya harus mencari cara lain untuk membebaskan diri dari perjodohan sialan ini. Aku sudah membulatkan tekadku sejak awal untuk balas dendam, aku tidak bisa mundur. Hanya kematian yang akan kutemui jika aku mundur dari tujuan awalku.

Chapter 3

Aku menatap pantulan bayanganku di depan cermin. Tidak ada bekas tamparan di pipiku. Sudut bibirku juga tidak terluka. Seakan-akan semua itu hanya sekedar mimpi buruk semata. Tapi rasa sakit dan kecewanya begitu nyata untuk sekedar mimpi.

Kuusap pipiku yang kuyakini memerah dan bengkak karena bekas tamparan dari Ayahku. Lalu beralih ke sudut bibirku yang seharusnya terluka.

“Aku tidak pernah membayangkan Ayah akan menamparku seperti itu. Ternyata di matanya aku tidaklah lebih dari sekedar alat semata.”

Kuraih ponselku yang terletak di atas nakas. Aku benar-benar yakin bahwa waktu telah berputar dua kali setelah aku mengecek tanggal hari ini.

“Berarti aku masih harus menyelesaikan kuliahku saat ini.”

Senyuman miris terukir di wajahku. Aku ingat di masa-masa ini aku memiliki cukup banyak teman. Tapi suatu hari mereka justru berbalik menjadi musuhku hanya karena kesalahpahaman tentangku dan rumor buruk yang beredar tentangku. Aku tidak tahu siapa dalang di balik rumor itu sampai aku lulus dari bangku kuliah.

Drrtt... Drrtt...

Getaran dari ponselku menyadarkanku dari lamuanku. Tertera nama Giovano di sana.

“Halo.”

“Kamu di mana? Kamu tidak masuk hari ini?”

“Hah?”

“Hari ini ada kuis.”

Aku terdiam sejenak. Jika ini adalah kuis yang kuhindari karena ingin lebih dekat dengan Timothee sesuai rencana Ayah, maka ini adalah hari di mana rumor buruk dan tidak berdasar tentangku mulai menyebar di kampus.

“Alicia! Kamu tidak ada rencana apa-apa kan hari ini? Lebih baik kamu menghabiskan waktumu dengan Timothee hari ini agar kalian lebih cepat akrab.”

Sesuai dugaanku, Ayahku muncul dari balik pintu kamarku. Ia bahkan tidak mengetuk sama seperti ibu Lucy.

“Aku akan ke sana segera. Kuisnya sudah dimulai?”

“Okay. Belum, kuisnya belum dimulai. Pak Jordan juga belum datang pagi ini.”

Sambungan telepon terputus begitu aku selesai berbicara dengan Giovano.

“Hari ini aku ada kuis, Ayah.”

“Kalau begitu biarkan Timothee mengantarmu sampai ke kampus.”

Tidak ada bantahan yang terlontar dari mulutku. Sia-sia saja jika aku menolak saran dari Ayahku. Aku takut dia akan kembali meledak dan memukuliku.

“Baik, Ayah.”

***

“Terima kasih sudah mengantarku.”

“Iya. Kalau sudah selesai kabarin ya! Kamu nggak ada rencana apa-apa kan hari ini?”

“Iya. Sepertinya aku belum ada rencana apa-apa hari ini.”

Aku meninggalkan Timothee dan mobilnya di parkiran. Aku segera masuk ke gedung fakultasku.

Meskipun laki-laki itu tampak tidak menyukai perjodohan ini, ia tetap melakukan perannya dengan baik. Sayangnya semua kepalsuannya itu terlalu tampak untuk mataku saat ini yang seperti sudah mendapat pencerahan.

***

“Alicia!”

Giovano menyambutku begitu aku memasuki ruang kelas.

“Kukira kamu tidak akan masuk hari ini. Bisa gawat. Kamu nanti harus mengulang mata kuliah ini tahun depan.”

Tampaknya Tuhan sedang berpihak padaku kali ini. Belum lama setelah aku masuk, Pak Alexander Jordan masuk ke dalam ruang kelas.

Aku tersenyum melihat laki-laki yang berbeda delapan tahun denganku itu. Ia adalah kakak dari Timothee Jordan yang selalu memberikan rasa rendah diri pada tunanganku.  Laki-laki kebanggaan keluarga Jordan.

Solusi untuk balas dendamku kini ada tepat di depan kedua mataku saat ini. Solusi balas dendam yang pantas untuk tunanganku yang brengsek dan selingkuhannya.

Senyuman centil terukir di wajahku ketika Alexander menatap ke arahku. Meskipun ia membalas senyumanku dengan sorotan tajam penuh intimidasi, senyuman centil yang kuberikan padanya tidak luntur.

“Sesuai janji saya sebelumnya, hari ini kuis.”

Aku bisa mendengar suara d3sahan pasrah dari sekelilingku. Mereka mulai merapikan buku-buku mereka dan hanya membiarkan satu pulpen di atas meja mereka.

***

Di kehidupanku sebelumnya, Alexander Jordan adalah pewaris terkuat dari keluarga Jordan. Timothee selalu memiliki inferior kompleks terhadap kakaknya karena tidak pernah bisa menjadi pewaris dari JJ Group yang dikelola oleh keluarganya.

Alexander Jordan sebenarnya sudah memiliki tunangan, tapi sebelum mereka menikah, pertunangan mereka dibatalkan. Aku tidak tahu alasan di baliknya karena tidak pernah diungkap oleh media dan tidak pernah bocor ke publik.

Sampai di hari di mana kematian menghampiriku, ia belum kunjung menikah. Itu adalah peluang yang sangat bagus untukku di kehidupan kali ini. Setidaknya aku tidak perlu bertingkah murahan seperti Lucy yang merebut tunangan orang lain. Meskipun aku tidak yakin bahwa jalan yang kutempuh untuk mendapatkan laki-laki itu benar-benar suci dan bersih. Lagi pula niatku memang adalah balas dendam, bukan berniat menjadi sosok yang suci dan bersih.

“Kelas hari ini selesai.”

Laki-laki itu melangkahkan kedua kakinya keluar dari dalam kelas. Ketegasan dan wibawanya sebagai dosen mengikuti tiap langkah kakinya.

Terkadang aku bertanya-tanya alasan ia memilih menjadi dosen di kampus ini, padahal ia memiliki masa depan yang terjamin. Di sisi lain aku juga bersyukur, karena posisinya sebagai dosen di fakultasku membuatku lebih mudah untuk bertemu dengannya.

“Dewi Fortuna tampaknya sedang berpihak padaku.”

***

“Kamu selesai lebih lambat dari yang kubayangkan.”

Aku melirik malas ke arah Timothee yang duduk di balik kemudi. Aku ingin menghindari pertemuan dengannya, tapi aku harus memiliki alasan yang bagus untuk itu.

Sudut mataku menangkap siluet laki-laki yang kukenali. Senyuman mengembang di wajahku begitu aku tahu ia adalah Alexander.

“Tunggu sebentar!” Gerakan tanganku menghentikan pergerakan Timothee yang akan menyalakan mesin mobilnya.

“Aku punya sesuatu untuk dikerjakan hari ini. Tampaknya aku tidak bisa pulang denganmu hari ini.”

Sekilas, aku bisa melihat raut tidak suka yang ditampakkan oleh Timothee. Tapi ia langsung menghilangkan ekspresi itu dan menggantinya dengan senyuman ramah yang selalu menipuku selama ini.

“Apa  sepenting itu?”

“Iya,” jawabku mantap.

“Aku tidak masalah menunggumu sampai selesai.”

“Jangan!”

Ia terkejut dengan suaraku yang tiba-tiba meninggi.

“Aku akan sangat merepotkanmu. Aku mungkin selesai lebih lama dari yang kamu bayangkan. Aku akan meminta sopir di rumahku untuk menjemputku.”

“Jangan khawatir. Aku tidak masalah. Lagi pula kamu adalah tunanganku. Sudah sewajarnya aku berbuat demikian.”

‘Iya, tapi kau tetap membunuhku di masa depan,’ batinku.

Rasa panik menyergapku begitu melihat Alexander masuk ke dalam mobilnya. Ia melajukan mobilnya keluar dari parkiran fakultasku tanpa sempat aku cegah.

Aku menghela nafas kasar begitu kesempatan yang kuharapkan lenyap di depan kedua mataku.

“Apa urusanmu itu dengan kakakku?”

“Iya.”

Jawaban yang keluar dari mulutku tanpa kusadari membuat Timothee memicingkan matanya penuh curiga ke arahku. Aku bisa melihat genggamannya pada kemudi mengeras.

“Dia dosen di fakultasku. Tentu aku memiliki urusan dengannya terkait mata kuliah yang ia ajar.”

Ekspresinya mulai melembut. Genggaman tangannya di kemudi juga mulai mengendur.

“Tapi dia sudah pergi. Itu artinya kamu sudah tidak ada urusan lain setelah ini bukan?”

Tidak ada bantahan yang keluar dari mulutku. Lagi pula aku memang tidak memiliki urusan lain selain menemui kakaknya. Tentunya itu bukan karena masalah akademik milikku.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!