Langit malam bergemuruh suara petir menyambar seakan-akan sedang mencambuk bumi, angin badai bertiup kencang membawa apa saja yang berada di muka bumi ini.
Suara manusia saling berteriak meminta pertolongan, hewan-hewan pun melolong sahut-menyahut berharap tuan mereka akan segera datang menolong, membawa mereka ke tempat yang aman.
Bumi mulai berguncang hebat menggetarkan seluruh pelosok negri, malam gelap gulita tidak ada cahaya sedikitpun. Membuat suasana semakin mencekam dan mengerikan.
Di negri Huacachina tepatnya di kota Shirakawa, badai petir melanda di tengah gelapnya malam, membuat semua penduduk menjadi panik dan berlomba-lomba mencari pertolongan, berbondong-bondong mereka pergi ke arah istana hendak meminta pertolongan dari raja mereka.
Tepat di saat itulah di sebuah kerajaan yang bernama Hua Kingyan, yang dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raja Shan Hua, memiliki seorang permaisuri yang bernama Ratu Yun Lie.
Ratu Yun Lie dinyatakan mandul setelah lima belas tahun usia pernikahan mereka tidak dikaruniai keturunan. Ratu Yun Lie sempat memohon kepada suaminya, Raja Shan Hua agar menikah kembali demi mendapatkan keturunan pewaris tahta kerajaan.
Namun, Raja Shan Hua menolak dengan alasan ia sangat mencintai dan tidak ingin menyakiti sang permaisuri yaitu, Ratu Yun Lie.
Akhirnya dalam lima belas tahun pernikahan mereka, hanya dilalui dengan rasa kesepian tanpa hadirnya buah hati mereka.
Akan tetapi, malam ini keajaiban pun terjadi. Disaat semua orang-orang di dalam maupun di luar istana sedang panik dengan terjadinya badai petir dan gempa yang melanda seluruh negri. Dan para penduduk di desa Shirakawa berbondong-bondong menuju ke istana untuk meminta pertolongan.
Pada saat itulah sang permaisuri melihat adanya kilatan cahaya putih keemasan melayang memasuki kamarnya, cahaya itu merasuk ke dalam perutnya dan tak lama kemudian ia merasakan suatu keanehan terjadi pada dirinya, tiba-tiba saja perutnya membesar. Semakin lama ratu Yun Lie merasa semakin kesakitan hingga membuatnya berteriak histeris.
Sang raja yang sedang berdiskusi dengan para petinggi istana terkejut ketika seorang pelayan menuju ke arahnya dengan nafas yang tersengal-sengal dilanda kepanikan.
"Ada apa pelayan, mengapa kau terlihat panik?" tanya raja Shan Hua dengan kedua mata menyipit.
"Ampun Yang mulia, permaisuri ratu Yun Lie saat ini sedang kesakitan di dalam kamarnya," jawab pelayan itu dengan kedua tangan yang saling bertangkup dan menundukkan kepalanya.
Pelayan itu terlihat gemetar karena takut mendapat kemarahan dari sang raja.
"Apa? Permaisuri Yun Lie kesakitan?" Raja Shan Hua bangkit dari duduknya lalu bergegas keluar dari ruang diskusi itu tanpa mempedulikan para petinggi istana yang menatapnya dengan penuh tanda tanya. Pelayan itu pun mengikutinya dari belakang.
Benar saja, di dalam kamarnya permaisuri Yun Lie sedang berteriak histeris seraya menangis lantaran tidak tahan menahan rasa sakit di dalam perutnya yang seakan merobek seluruh isi di dalam perutnya.
"Aaaaa!" teriak Ratu Yun Lie yang kini telah terjatuh dari atas tempat tidurnya. Wajahnya pucat pasi seputih kertas, seperti tidak dialiri darah sama sekali, titik-titik keringat memenuhi seluruh tubuhnya.
"Permaisuri! Apa yang terjadi? Ada apa dengan dirimu?" Raja Shan Hua menatap fokus pada perut Ratu Yun Lie yang telah membesar padahal sebelum ia tinggalkan perut permaisurinya masih datar saja.
Semua orang-orang di istana yang menyaksikan peristiwa yang tidak biasa itu hanya bisa melongo dengan kedua mata mereka yang membulat sempurna, serasa mereka tidak pernah berkedip sama sekali.
"Aaaaa, sakit…!" kembali Ratu Yun Lie berteriak, namun kali ini cairan kental berwarna merah mulai mengalir dari bawah tubuhnya.
"Pelayan cepat panggilkan tabib istana, suruh cepat kemari!" perintah Raja Shan Hua dengan suara yang bergetar karena dilanda kecemasan.
"Saya disini Yang mulia," sahut tabib istana yang baru saja tiba.
Mendengar suara ribut-ribut akhirnya tabib itu memutuskan untuk mencari arah sumber suara yang menuntunnya ke arah kamar ratu Yun Lie.
"Cepat periksa permaisuri ku, apa sebenarnya yang terjadi kepadanya?" Raja Shan Hua terlihat gusar.
"Baik, Yang mulia." Tabib istana segera memeriksa Ratu Yun Lie.
Dengan tangan gemetar dan penuh tanda tanya di dalam hatinya, Tabib istana meraba perut Ratu Yun Lie dengan perlahan. Setelah merasa yakin dengan apa yang dilihatnya melalui gejala yang terjadi, kecemasan dan kepanikan Tabib istana pun berubah menjadi sebuah senyuman.
"Permaisuri Ratu Yun Lie akan segera melahirkan," ucapnya, "mohon semua orang keluar kecuali Yang mulia,"
Mendengar berita yang diucapkan oleh Tabib istana, membuat semua orang merasa heran. Namun, senyum kebahagiaan terlihat menghiasi wajah mereka.
Sedangkan di luar istana badai petir masih bergemuruh dan goncangan bumi masih sangat terasa menggetarkan setiap sudut kota.
Kabar tentang permaisuri yang akan segera melahirkan segera menyebar luas dari dalam istana hingga ke pelosok desa. Membuat para penduduk mengucapkan rasa terimakasih kepada dewa yang telah memberi mereka kabar bahagia di tengah pekatnya malam gelap gulita dan badai petir yang menyambar-nyambar.
Pintu kamar sang permaisuri ditutup rapat sehingga tidak memungkinkan bagi semua orang penghuni istana yang setia menunggu, mengintipnya dari luar.
"Sekali lagi, ratu. Tarik nafas, hembuskan!" Tabib istana memberi aba-aba.
"Sekarang tarik nafas dalam-dalam dan dorong sekuatnya."
"Sakit, aku tidak tahan lagi, suamiku tolong aku!" pekik ratu Yun Lie sambil tangannya menggenggam erat tangan raja Shan Hua.
Keringat telah membasahi seluruh tubuh ratu Yun Lie, dan pada mengejan yang terakhir kalinya ratu Yun Lie berhasil melahirkan seorang bayi perempuan.
"Syukurlah Gusti," gumam tabib istana, "Yang mulia, Yang mulia dikaruniai seorang putri yang sangat cantik,"
Ratu Yun Lie bernafas lega setelah beberapa saat lamanya ia bertarung melawan rasa sakit yang tidak terhingga. Namun, dengan hadirnya sang buah hati rasa sakit itu tidak berarti apa-apa.
"Ini benar-benar sebuah keajaiban, ini karunia yang tidak pernah aku bayangkan selama hidupku." raja Shan Hua menitikkan air mata kebahagiaan.
"Namun, keanehan terjadi Yang mulia," ucap tabib.
Jelas ucapan tabib membuat raja dan ratu merasa heran dan menghilangkan senyum kebahagiaan mereka.
"Bayi ini terlahir tidak menangis dan tanpa ari-ari, bayi ini berbungkus sebuah kain yang belum pernah ada di muka bumi ini," ucap tabib itu melanjutkan perkataannya.
Kemudian memperlihatkan secarik kain yang sangat indah berkilauan seperti cahaya berlian berwarna merah menyala.
"Lalu, bagaimana keadaan putriku?" ratu Yun lie seakan tidak rela jika terjadi sesuatu kepada bayi yang baru saja dilahirkannya.
"Bayi ini sangat cantik dan sehat, Saya belum pernah melihat paras secantik ini sebelumnya, dan ini pertama kalinya Saya melihatnya." tabib istana mendekatkan bayi mungil itu ke arah ratu Yun lie.
"Putriku, aku tidak peduli dari mana asalmu, tapi aku yakin kamu adalah jelmaan sang dewi yang menjawab seluruh permohonan ku," bisik ratu Yun lie dengan lirih seraya meneteskan air mata kebahagiaan.
Begitu pula dengan raja Shan Hua yang juga merasa sangat bersyukur dengan kehadiran bayi mungil itu, ia berjanji akan selalu menjaga dan akan menjadikannya satu-satunya pewaris tahta kerajaan.
Sebenarnya raja Shan Hua merasa heran dengan permaisurinya yang tiba-tiba saja melahirkan tanpa mengalami masa hamil sebelumnya, ingin menuduh istrinya bermain gila di belakang itu tidak mungkin karena selama ini ratu Yun lie sangat setia kepadanya. Bahkan, ratu Yun lie rela tidak tidur ataupun makan dan minum ketika raja Shan Hua sedang bertempur dalam peperangan dan itu sering terjadi.
Maka dari itu raja Shan Hua sangat yakin kalau kehadiran buah hatinya adalah murni karunia dari para dewa yang telah mengabulkan permintaannya dan juga sang permaisuri.
Setelah melahirkan ratu Yun Lie kembali di buat terkejut dengan sesuatu yang kembali terjadi kepada dirinya, darah yang semula membasahi separuh tubuhnya, kini hilang lenyap begitu saja.
"Ya dewa, apa sebenarnya yang sedang terjadi?" Ratu Yun Lie tiba-tiba merasa semua rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya lenyap seketika.
Ratu Yun Lie pun berdiri dan berjalan seperti biasa, membuat raja Shan Hua kembali terheran-heran.
"Ini benar-benar sebuah keajaiban, terimakasih dewa, terimakasih atas semua karunia yang telah kau berikan kepada kami, kami berjanji akan selalu menjaga dan menyayangi putri kami dengan setulus hati kami." Raja Shan Hua mencium berkali-kali bayi perempuan yang sedang menatap wajahnya di dalam gendongannya.
Sedangkan si tabib istana tidak sadarkan diri ketika melihat ratu Yun Lie bisa berdiri bahkan berjalan seperti biasa, bahkan tidak terlihat seperti wanita yang baru saja melahirkan.
"Yang mulia, apa yang harus kita lakukan?" tanya ratu Yun Lie ketika melihat tabib itu terjatuh di samping tempat tidurnya.
"Biarkan saja, nanti juga akan sadar sendiri," jawab raja Shan Hua lalu melangkahkan kakinya menuju aula istana.
Sang permaisuri mengikuti langkahnya dari belakang.
Namun, baru saja mereka membuka pintu seluruh penghuni istana telah berkerumun, siap menyambut kedatangan sang Putri Mahkota.
Raja Shan Hua mengangkat sebelah tangannya, memberi isyarat agar mereka semua diam dan tidak menimbulkan keributan.
Kemudian raja Shan Hua kembali melanjutkan langkahnya menuju aula istana.
Dari ketinggian aula yang beberapa puluh meter, raja Shan Hua melihat ratusan atau bahkan jutaan rakyatnya yang telah siap menyambut kehadiran sang putri mahkota.
"Hidup raja Shan Hua!" teriak salah seorang pemimpin mereka.
"HIDUP!" sahut rakyat serempak.
"Hidup ratu Yun Lie!"
"HIDUP!"
Raja Shan Hua menjulurkan sebelah tangannya ke depan, memberi isyarat kepada rakyatnya agar diam. Melihat perintah dari raja mereka semua rakyat terdiam menantikan apa yang akan disampaikan oleh raja mereka.
"Terima kasih semua rakyatku, terima kasih atas kehadiran kalian semua," ucap raja Shan Hua, "malam ini adalah malam yang sangat bersejarah didalam hidupku dan dalam kehidupan kalian semua, sang pewaris tahta kerajaan yang selama ini kita nantikan telah terlahir ke dunia, ini adalah jawaban dari permohonan kita semua,"
Raja Shan Hua berpidato dengan penuh wibawa. Sedangkan ratu Yun Lie hanya tersenyum manis di samping raja.
"Inilah putriku tercinta, sang putri mahkota, Putri Quan Ling!" raja Shan Hua mengangkat tubuh putrinya ke udara dengan kedua belah tangannya.
Sorak sorai rakyat meramaikan suasana, malam yang semula gelap gulita disertai angin badai dan petir, kini tiba-tiba saja berubah menjadi malam yang cerah, bintang-bintang bertaburan di langit, sang rembulan pun menampakkan wajahnya menyinari tubuh mungil putri Quan Ling.
"Hidup Yang mulia putri Quan Ling!" teriak rakyat nya lagi.
"HIDUP!"
Seketika putri Quan Ling, yang sejak lahir hanya diam saja, kini menangis sejadi-jadinya, seakan menjawab semua panggilan rakyatnya yang mengelukan namanya.
"Terimakasih rakyatku tercinta, terimakasih," kemudian raja berlalu kembali ke dalam istananya.
Seluruh rakyat merasakan kebahagiaan dengan lahirnya sang putri Mahkota, karena mereka yakin kelahirannya akan membawa keberuntungan bagi seluruh jagad raya, walaupun jauh didalam lubuk hati mereka sedang bertanya-tanya, kapan sang ratu hamil, karena sebelumnya mereka tidak pernah mendengar kabar tentang kehamilan sang ratu.
'Atau, Jangan-jangan sengaja disembunyikan oleh Yang mulia raja? Tapi, mengapa? Apa alasannya?'
Berbagai macam pertanyaan dan dugaan tengah menyelimuti hati dan pikiran mereka, rakyat huacachina di desa shirakawa.
Sesaat kemudian tampak perdana menteri yang bernama Huan Chen datang menemui rakyat di alun-alun istana, yang dikawal oleh beberapa prajurit di belakangnya.
"Atas perintah Yang Mulia raja Shan Hua, kami akan memberikan kalian bahan makanan pokok, satu orang mendapatkan satu parsel," tutur perdana menteri.
"Pelayan, cepat bagikan parsel itu." Perdana menteri menunjuk ke arah belakang, dimana tampak ratusan karung goni yang berisi parcel.
"Baik, tuanku perdana menteri," sahut pelayan itu.
Kemudian bersama dengan beberapa teman sesama pelayan, dan juga dibantu oleh beberapa prajurit, mereka membagikan kepada rakyat yang telah berjejer rapi menantikan pembagian parcel pokok tersebut.
"Terimakasih kasih, tuanku," ucap salah seorang rakyat yang kemudian diikuti oleh yang lainnya.
"Terimakasih."
Setelah memakan waktu yang cukup lama, akhirnya pembagian parcel pokok itu pun selesai, dan semua rakyat kembali ke rumah masing-masing. Malam yang tenang semakin larut.
>>>>>>>>>>
Nyanyian fajar mulai menyingsing di ufuk timur, cahaya sang mentari menghalau rembulan yang telah bersinar semalaman.
Pagi ini suasana istana sangatlah berbeda, suasana yang biasanya sepi dan sunyi, kini telah ramai dengan suara tangisan putri Quan Ling.
Suaranya yang keras memenuhi seluruh ruangan istana,memekakkan setiap telinga yang mendengar suara tangisannya.
Dengan penuh kasih sayang, ratu Yun Lie mendorong ayunan yang tergantung di depannya. Berusaha menenangkan sang putri Mahkota.
Sayup-sayup terdengar suara dendangan lagu yang dinyanyikan oleh ratu Yun Lie.
"Tidurlah oh sayang… tidurlah sayangku… esok akan tiba… jemput hari indahmu…."
Namun, putri Quan Ling masih saja menangis tak menghiraukan sang ibu yang terus mendendangkan lagu untuknya.
"Putri ku, putri Quan Ling, apa yang kau inginkan?" keluh ratu Yun Lie karena merasa gagal menenangkan sang putri tercinta.
"Aku ingin keluar istana, aku ingin membantu rakyatku!" tiba-tiba saja suara itu terdengar dari mulut putri Quan Ling.
Mendengar putrinya bisa bicara, membuat ratu Yun Lie terkejut setengah mati.
"Put… putriku… kau kah yang bicara itu?" ratu Yun Lie seakan tidak percaya mendapatkan pengalaman itu di pagi ini.
"Benar, Ibu ratu, aku putri Quan Ling yang bicara," jawab putri Quan Ling yang langsung membuat ratu Yun Lie pingsan tidak sadarkan diri.
Beruntung saat itu tidak orang lain selain mereka berdua, sehingga tidak ada yang mengetahui apa sebenarnya yang telah terjadi saat ini.
Tubuh putri Quan Ling yang masih merah, melayang begitu saja. Tubuhnya terangkat dari dalam ayunan kemudian melayang keluar menembus jendela kaca.
Tubuh mungil itu kini berubah menjadi sebuah kilatan cahaya putih kebiruan, bagaikan cahaya berlian, yang terus melayang menuju ke arah desa Shirakawa.
Dimana di desa itu, tampak semua penduduk sedang berusaha membangun kembali gubuk mereka yang roboh akibat dari angin badai dan petir semalam. Bahkan banyak pepohonan yang mengering hangus karena terkena sambaran petir.
Putri Quan Ling yang memiliki kekuatan luar biasa, hanya dengan menjentikkan jari tangannya, mampu membuat semua gubuk yang tadinya roboh menjadi tegak kembali seakan tidak pernah terjadi apapun. Semua kembali ke posisi semula.
"Ya dewa, terima kasih atas pertolonganmu!" seru seorang penduduk dengan rasa bahagia bercampur heran.
"Aku rasa, ini karena kelahiran putri Quan Ling, satu per satu keajaiban terjadi diantara kita," sahut yang lain.
"Apapun itu, kita sungguh beruntung. Hidup putri Quan Ling!" teriak yang lain laku diikuti dengan ucapan yang sama oleh penduduk yang lainnya.
Melihat semua rakyatnya memuji mengelukan namanya, membuat putri Quan Ling merasa senang. Walaupun kehadirannya tidak di sadari oleh rakyat nya, namun dengan bisa membantu mereka merupakan kebahagiaan tersendiri bagi putri Quan Ling.
Sementara itu di dalam istana semua terlihat khawatir, terlebih lagi raja Shan Hua yang melihat istrinya sedang tidak sadarkan diri.
Kedua dayang istana sedang memijat kaki dan tangan ratu Yun Lie, dengan patuh mereka melakukan tugasnya.
"Putriku!" pekik ratu Yun Lie ketika ia mulai tersadar.
"Permaisuri ku, kau sudah sadar?" raja Shan Hua yang sejak tadi hanya mondar-mandir di dalam ruangan itu, menghampiri sang ratu.
"Putri kita, putri kita!" pekiknya lagi dengan penuh kekhawatiran.
"Ya, memangnya kenapa dengan putri kita?" raja Shan Hua merasa heran dengan perkataan permaisurinya.
"Dia, pergi keluar istana dia berbicara padaku," ucap ratu Yun Lie yang langsung ditertawakan oleh suaminya.
"Mengapa tertawa?" Ratu Yun Lie menautkan kedua alisnya menatap raja Shan dengan rasa kesal.
"Permaisuri ku, lihatlah, kalau putri kita keluar istana lalu siapakah yang berada di dalam ayunan itu?" Raja Shan menunjukkan dengan tangannya.
"Hah? Bagaimana mungkin?" kedua mata indah milik ratu Yun Lie membulat. Ekspresi ia sedang terkejut. Seketika ratu Yun Lie bangkit dari ranjangnya memindai pandangannya ke arah ayunan yang terletak di samping ranjangnya.
Tampaklah putri Quan Ling sedang tertidur pulas, dengan kedua mata yang sedikit terbuka bergulir kekanan dan kekiri, senyuman indah menghiasi bibirnya yang unik. Entah ia sedang bermimpi apa.
"Bukankah putri kita baru semalam dilahirkan? Jadi bagaimana bisa kau sampai berpikir putri kita akan pergi dari istana, apa kau kira putri kita sudah bisa berjalan berlari kesana kemari?"
Ratu Yun Lie terdiam.
'Apa mungkin aku sedang berhalusinasi?' Ratu Yun Lie bermonolog.
Melihat sang permaisuri yang sedang kebingungan, raja Shan Hua membelai lembut rambut istrinya lalu mencium puncak kepalanya agar ratu Yun Lie agar menjadi lebih tenang.
"Sudah lah, mungkin karena semalam kau kurang tidur, sehingga membuat mu, sedikit berhalusinasi." Senyum indah dan menawan menghiasi bibir raja Shan Hua menambah akan wibawanya.
Melihat senyum itu hati ratu Yun Lie merasa lebih tenang, ia mendekatkan dirinya ke arah suaminya lalu menyandarkan kepalanya di dada sang raja.
Dengan hati yang masih diliputi rasa heran, ratu Yun Lie berusaha berpikir secara logika.
Sedangkan yang sebenarnya terjadi adalah, putri Quan Ling yang telah menyelesaikan tugasnya di desa Shirakawa, segera melesatkan tubuhnya di udara, secepat kilat ia berhasil memasuki kamarnya kembali.
Kemudian kembali tidur didalam ayunan nya sebelum semua penghuni istana menemukan Ibunya yang sedang pingsan.
Sungguh sebuah keajaiban yang nyata.
>>>>>>>>>
Di sebuah kerajaan Shengshi yang di pimpin oleh Raja Fan Kris Wu, di dampingi oleh sang ratu yang bernama ratu Yan Yikhu, mereka memiliki dua orang putra mahkota yang bernama Zhou Yhan putra pertama dan Shin Haein putra kedua.
Kehidupan di Kerajaan itu sangat memprihatinkan, sangat berbanding terbalik dengan kerajaan Hua Kingyan. Dimana di kerajaan itu kaum lelaki lebih berkuasa dan menindas kaum perempuan. Banyak dari para istri yang mengeluh dengan perlakuan suami mereka.
Jika di kerajaan Hua Kingyan, para istri di perlakukan dengan lembut, maka tidak disana.
Setiap hari para istri di paksa bekerja keras mencari nafkah, sedangkan suami mereka hanya tinggal meminta uang untuk minum arak dan berjudi. Dan itu berlangsung selama puluhan tahun.
Ratu Yan Yikhu yang juga merasakan hal yang sama, hanya bisa berdiam diri dengan perlakuan sang raja, Fan Kris Wu yang sering semena-mena kepadanya.
Seringkali ratu Yan Yikhu menangis meratapi nasibnya dan nasib para perempuan di sana. Namun, apalah daya mereka hanya bisa menangis dan menangis menyesali takdirnya.
Tidak ada jalan lain selain pasrah, karena semua kebiasaan buruk itu berada di bawah kekuasaan suaminya sendiri, raja Fan Kris Wu.
Seperti biasanya, raja Fan Kris Wu selalu melatih kedua putranya di balairung istana. Ia menginginkan kedua putranya menjadi Ksatria terhebat di dunia.
Oleh karena itu Zhou Yhan dan adiknya Shin Haein dilatih bertarung adu kekuatan dengan di pandu oleh sang Ayah.
Mereka yang baru saja berusia lima tahun Zhou Yhan dan tiga tahun Shin Haein, telah berlatih bertarung dengan menggunakan beberapa senjata, seperti pedang dan panah.
Walaupun masih kecil Zhou Yhan dan Shin Haein telah mahir memainkan dua senjata itu.
"Ingatlah, sebagai seorang Ksatria kalian harus siapkan mental dan kekuatan fisik kalian adalah yang utama!" seru raja Fan Kris Wu.
Saat itu ia sedang duduk di tepi balairung menyaksikan kedua putranya saling adu kekuatan.
Keduanya sama-sama tangguh, hingga walau latihan telah berlangsung cukup lama belum ada tanda-tanda siapa yang menang dan siapa yang kalah.
TING.. TING.. TING…
Bunyi pedang saling berdentam dan bergesekan. Jika Zhou Yhan yang menyerang maka Shin Haein dengan lihai menangkis serangannya, begitu pun sebaliknya.
Raja Fan Kris Wu merasa sangat senang melihat kehebatan putra-putranya. Ia bersorak menyemangati Zhuo Yhan dan Shin Haein yang sedang bertanding. Mendapatkan dukungan dari Ayahnya, membuat mereka semakin gencar menyerang satu sama lain.
"Yang mulia, hentikan mereka! Ini sudah sangat lama." Ratu Yan Yikhu memberanikan diri, karena ia tidak tega melihat kedua putranya yang sedang bergulat tanpa henti.
"Biarkan saja, jika lelah mereka akan berhenti sendiri," sahut Raja Fan Kris Wu masih terus menikmati pergulatan dua putranya.
"Yang mulia, mereka putra-putra kita, mereka bukanlah hewan yang bisa kau nikmati pergulatan mereka dengan sepuasnya!" suara ratu Yan Yikhu lebih tinggi dari sebelumnya.
Dan itu membuat raja Fan Kris Wu tersulut emosi. Dengan tangan kekarnya raja Fan Kris Wu mencekik leher istrinya dengan cukup keras sehingga membuat ratu Yan Yikhu terbatuk-batuk.
"Berani kau melarang ku, aku tidak segan-segan menghabisimu!" suara raja Fan Kris Wu menggelegar.
"Ampun, suamiku maafkan aku," rintih ratu Yan Yikhu dengan suara tertahan diselingi batuknya.
Membuat Shin Haein yang sedang bertarung menghentikan perlawanannya.
"Ibu!"
Akibatnya ia terkena pukulan Zhou Yhan tepat mengenai pelipisnya.
"Aaaaaa!" teriak Shin Haein.
Seketika membuat raja Fan Kris Wu mengalihkan pandangannya dan melepaskan cekikan tangannya di leher istrinya.
"Shin Haein! Apa yang kau lakukan? Sudahkah aku katakan tetap fokus pada lawan!" raja Fan Kris Wu memarahi Shin Haein, tanpa peduli pelipis putranya yang mengeluarkan darah.
"Ibu!" tanpa mempedulikan raja Fan Kris Wu, Shin Haein berlari kearah Ibunya yang terjatuh di tanah.
"Ibu, ibu tidak apa-apa?" tanya Shin Haein dengan cemas.
"Tidak, Shin Haein, Ibu tidak apa-apa, dahimu berdarah, Nak." tangan ratu Yan Yikhu meraba kening Shin Haein.
"Dasar laki-laki lemah!" gerutu raja Fan Kris Wu dengan penuh kemarahan menyaksikan sikap lembut Shin Haein kepada Ibunya.
"Kau harus menjadi laki-laki hebat, kuat dan tidak di pengaruhi oleh perasaan, jangan seperti adikmu, lemah." geram raja Fan Kris Wu.
Saat itu raja Fan Kris Wu masih berdiri di tengah balairung bersama Zhou Yhan, yang mewarisi sifat sombong dan angkuhnya.
Zhou Yhan mengangguk, merasa puas dengan pujian yang diberikan oleh Ayahnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!