NovelToon NovelToon

Ketika Aku Menyerah

Bab 1 Hari Pernikahan

Sekuel dari Tawanan Hati Sang Musuh.

Assalamu Alaikum readers tersayang, author datang lagi nih menyambung kisah kita yang belum usai eyaak 🤭.

Ya emang benar 'kan? Kita masih saling merindu, dan menanti kisah halu yang lebih cetar membahana.

Okeh deh kita lanjut, masih ingat dengan Ardina Rezky Sofyan? Saudara tiri PRILYA SOFYAN, tokoh utama pada novel Tawanan Hati Sang Musuh?

Ingat dong? Kalau gak tahu dan belum kenal, boleh lah mampir di sana dulu baru kesini. Author gak akan kemana-mana kok. Masih disini nungguin, hehehe.

Gadis ini sedang berusaha meraih cinta Praja Wijaya yang ternyata belum juga bisa move on dari sang kakak tiri, Prilya Sofyan. Padahal gadis itu sudah menikah dan memilki kehidupan baru bersama dengan keluarga kecilnya.

Berhasilkah Ardina meraih hati seorang Praja Wijaya yang mempunyai hati yang sudah beku bagaikan lemari pendingin itu? Atau ia malah memutuskan untuk mengibarkan bendera putih dan menyerah kalah?

Ikuti kisahnya yuks, happy reading.

🌹

Brakk

Ardina Rizky Sofyan terlonjak kaget dengan suara pintu yang baru saja dibanting di hadapannya. Ia lantas mengangkat wajahnya dan menatap pria yang baru saja masuk melalui pintu itu. Ya, pria itu adalah Praja Wijaya, pria yang sudah sah menjadi suaminya.

Praja Wijaya melempar kunci mobilnya ke atas meja kaca dihadapannya dengan sangat keras sehingga menimbulkan bunyi gesekan yang cukup nyaring.

Pria itu ternyata belum juga bisa meredakan perasaan marah dan bencinya pada Ardina Rezky Sofyan yang sudah ia nikahi itu meskipun ia sudah berkeliling kota untuk mencari kesegaran.

"Kamu perempuan brengsek Din!" teriak pria itu seraya mengepalkan tangannya disisi kiri kanan tubuhnya. Rasanya, ia begitu ingin melayangkan tangannya ke wajah gadis itu karena kesalnya. Ardina hanya bisa menundukkan wajahnya menekuri ujung kuku kakinya.

"Aku benar-benar gak nyangka kalau kamu berani melakukan ini padaku Din! Aku kini sangat membencimu!" Pria itu menatap tajam sang istri seakan ingin menghancurkannya hanya dengan tatapan nya saja.

Pernikahannya dengan Ardina Rizky Sofyan baru saja terjadi dan otomatis ia sudah menjadi seorang suami bagi gadis itu.

Akan tetapi ia sangat tidak bahagia dengan apa yang telah menimpanya ini. Ia merasa dijebak oleh seorang gadis yang sudah ia tolong dengan hati yang tulus ikhlas karena mengingat hubungan baiknya dengan ayah gadis itu.

Dan apa balasan dari gadis itu padanya? Ardina Rezky Sofyan malah menjebaknya dengan sebuah permainan murahan yang sangat ia benci. Pria itu sungguh sangat kecewa sekarang.

"Maafkan aku kak," ucap gadis itu dengan mata berkaca-kaca. Ia mengaku salah.

Dua tahun sudah ia bekerja di sebuah perusahaan dibawah pimpinan CEO Praja Wijaya tapi hati pria itu belum juga ia dapatkan. Dan bahkan pria itu malah terang-terangan menjauh darinya, untuk itu ia mencari cara untuk melakukan sedikit permainan murahan agar pria itu bisa ia miliki.

"Kamu baru meminta maaf sekarang? Ketika aku sudah berhasil mengucapkan ijab kabul atas namamu?! Dasar tidak tahu malu. Kamu adalah perempuan tidak tahu terima kasih Din, dan aku sangat membencimu!" Pria itu menunjuk wajah Ardina dengan bibir terangkat.

"Kak, aku mencintaimu sejak dulu, jadi kumohon padamu, tolong terima aku menjadi pendampingmu. Dan lagipula, pernikahan ini sudah terjadi. Mau tidak mau kita sudah resmi menjadi suami istri." Ardina berucap dengan tangan berusaha meraih tangan sang suami.

"Pernikahan ini bukan karena keinginan aku Din, kamu sendiri yang menginginkannya. Jadi aku tidak bisa menjanjikan apapun padamu. Kalau perlu kamu anggap saja aku ini tidak ada dalam hidupmu." Praja Wijaya berucap tanpa perasaan. Gadis itu seperti mendapatkan tamparan yang sangat keras pada seluruh tubuhnya.

"Kak, kamu tega padaku!" teriak Ardina marah.

"Kamu yang sangat tega padaku! Kamu mempermalukan aku! Dan yakinlah bahwa surga tidak akan kamu dapatkan di sini. Aku akan membuatmu menderita!" Pria itu menatap sang istri dengan mata berkilat penuh amarah.

Ia pun kemudian segera berjalan ke tempat tidurnya dan membaringkan tubuhnya di sana.

"Ingat! Kamar ini adalah kamarku. Tempat tidur ini adalah milikku. Semua yang ada disini adalah milik aku. Kalau kamu mau tidur atau beristirahat, carilah tempat lain disudut kamar ini atau keluar!"

Ardina merasakan dadanya sangat sesak. Airmata mulai menetes satu-satu dari kelopak matanya. Ia tidak menyangka sebesar itu Praja Wijaya membencinya hanya karena pernikahan ini.

Gadis itu pun berdiri dari duduknya. Ia mengangkat ujung gaun pengantinnya yang panjang menjuntai untuk mencari pakaian gantinya. Malam sudah larut dan ia baru bisa bergerak mengganti pakaiannya setelah suaminya itu datang.

Sebuah koper besar ia buka untuk mencari pakaian tidur yang sudah ia siapkan. Sebuah lingerie ia sentuh dengan hati yang sangat pedih. Rencananya untuk memakai pakaian itu dimalam pernikahannya kini tak mungkin lagi ia pakai jika harus tidur di lantai.

Ia pun mencari pakaian tidur lain yang lebih tertutup dan nyaman untuk dipakai melalui malam panjang yang pastinya akan sangat dingin.

Tarikan nafas berat ia lakukan untuk melonggarkan sedikit dadanya yang terasa sangat sesak. Setelah itu ia membersihkan tubuhnya dan mencari tempat untuk tidur.

"Aku akan tidur di sofa ini saja, dan mudah-mudahan setelah pagi datang, emosi kak Praja sudah tidak seperti ini lagi," ucap Ardina kemudian membaringkan tubuhnya di atas sofa itu. Ia benar-benar berharap, hanya malam ini ia tidur di tempat seperti itu.

🌹

*Bersambung.

Hai readers tersayangnya othor, jangan lupa Yap favorit dulu ya, klik like dan ketik komentar untuk memberikan dukungan padaku.

Berikan juga bintang lima dong, 🤭 hadiah bunga atau kopi juga bolehlah.

Nikmati alurnya dan happy reading 😊.

Eh, ini nih visual untuk mereka ya gaess.

Ardina Rezky Sofyan

Praja Wijaya

Bab 2 Pagi Pertama

Praja bangun dari tidurnya pagi itu dengan perasaan yang masih sangat buruk. Tidur dalam keadaan marah ternyata membuat urat-urat syarafnya merasa tegang dan sangat tak nyaman. Ia pun meregangkan otot-ototnya kemudian turun dari ranjang king Size miliknya.

Tanpa sengaja ekor matanya melihat Ardina, istri yang tidak diinginkannya itu sedang meringkuk di atas sofa dengan sangat nyenyak.

"Dasar perempuan murahan!" umpatnya seraya melanjutkan langkahnya ke dalam kamar mandi. Setelah membersihkan dirinya dengan mandi ia pun keluar dari sana dan langsung memakai pakaian kerjanya. Hari ini ia ada meeting penting yang harus ia hadiri.

Sekali lagi ia melihat kearah sofa kemudian segera berangkat.

"Praja, kamu tidak sarapan sayang?" tanya ibunya yang kebetulan sedang berada di depan rumah mengurusi bunga-bunga kesayangannya.

"Gak ma. Saya sedang buru-buru." Pria itu langsung mencium punggung tangan perempuan yang telah melahirkannya itu dan segera naik ke atas mobilnya. Dewinta maklum. Putra tunggalnya itu memang sangat disiplin dengan pekerjaan yang sedang ditekuninya dan tidak pernah menyia-nyiakan waktu yang tersisa.

"Ardina gak ikut?!" tanya Dewinta dengan tatapan serius.

"Itu bukan urusan saya!" Praja menjawab seraya melajukan mobilnya meninggalkan rumah itu.

Dewinta tersenyum miring. Ia tahu kalau putranya itu sangat kesal pada Ardina karena pernikahan ini begitupun dengan dirinya sendiri. Niatnya untuk menjodohkan Praja dengan gadis lain kini harus dikubur dalam-dalam karena pernikahan yang tidak diinginkan ini.

Perempuan itu meninggalkan taman dan segera masuk ke dalam rumah. Ia harus melihat menantu barunya itu, apakah sudah bangun atau tidak.

Membuka pintu kamar sang putra, ia melihat Ardina sudah bangun dan sedang merapikan kamar tidur itu. Ia pun masuk dan menatap keadaan ranjang. Ia ingin tahu apakah terjadi sesuatu di ranjang itu semalam atau tidak.

"Mama, maaf aku gak lihat mama datang, udah lama ya?" ucap Ardina pada sang mama mertua saat ia berbalik dan melihat perempuan itu berdiri tak jauh dari dirinya.

"Nggak kok. Baru saja. Setelah membersihkan kamar ini kamu bersihkan kamar mama juga ya," jawab Dewinta dengan wajah datar.

"Ah iya ma. Saya akan ke kamar mama setelah ini selesai," ucap Ardina seraya melipat selimut yang dipakai oleh suaminya semalam. Dewinta tidak menjawab lagi tapi langsung meninggalkan kamar itu.

Ardina tersenyum, kalaupun suaminya marah padanya ia masih bersyukur karena mama mertuanya sepertinya tidak begitu kejam padanya. Ia yakin, ia akan meraih hati perempuan itu agar mau mendukungnya untuk mendapatkan hati sang suami.

Bantal dan selimut ia rapikan begitupun pakaian kotor yang telah dipakai oleh Praja. Setelah itu ia pun segera keluar dari kamar itu menuju kamar sang mama mertua.

"Assalamualaikum ma, bisa saya masuk?" ucap Ardina setelah pintu kamar itu terbuka.

"Waalaikumussalam, masuklah," jawab perempuan itu seraya membuka pintu untuk sang menantu.

Ardina pun masuk dan melihat kamar perempuan paruh baya itu dengan mata melotot kaget. Kamar itu seperti baru saja terkena gempa. Kekacauan terjadi di mana-mana.

Ardina menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia sungguh tidak percaya kalau rumah yang sangat besar, indah dan bersih dengan pembantu yang sangat banyak bisa meninggalkan satu kamar yang sangat hancur seperti ini.

"Duduklah, dan rapikan semua kekacauan ini. Mama lagi ada urusan di luar bersama dengan papa," titah Dewinta kemudian pergi meninggalkan ruangan kamar itu dengan senyum miring diwajahnya.

"Rasakan! Itu baru hukuman pertama untukmu gadis tidak tahu terimakasih!" ujarnya dengan perasaan yang sangat marah. Ia tidak suka gadis itu dan harus ia berikan pelajaran yang berharga padanya.

Ardina langsung duduk di lantai dan menatap tumpukan pakaian setinggi gunung di hadapannya. Kekacauan yang sepertinya sengaja diciptakan untuk memberinya banyak pekerjaan di rumah itu.

"Hum, baiklah. Anggap ini adalah sambutan selamat datang untukku sebagai menantu di rumah ini," ucap gadis itu untuk menghibur dirinya sendiri. untuk menghemat waktu Ia pun segera melipat pakaian-pakaian itu dan memasukkannya ke dalam lemari.

Krukk

Perutnya berbunyi menandakan bahwa ia sangat lapar sekarang. Jam di dinding kamar itu sudah menunjukkan pukul 9 pagi.

"Pantas saja, aku sudah sangat lapar, ini sudah siang banget," gumamnya seraya menatap seluruh ruangan kamar yang sudah hampir selesai ia bersihkan.

Gadis itu ingat kalau kemarin pun ia tidak sempat makan setelah acara pernikahan selesai dan pagi ini perutnya benar-benar sangat butuh untuk diisi. Ia pun keluar dari kamar itu untuk mencari makanan di dapur. Pokoknya ia harus mengisi tenaganya agar ia bisa menyelesaikan tugasnya membersihkan kamar yang sangat luas milik mertuanya itu.

"Eh nyonya muda, silahkan sarapan. Semuanya sudah siap di atas meja," sambut seorang perempuan paruh baya yang ia tahu adalah kepala pelayan di rumah besar itu.

"Terimakasih banyak ya Bu Ani. Saya memang sangat lapar," ucap Ardina seraya menarik kursi di depan meja makan itu.

Wajahnya tampak berbinar senang saat melihat begitu banyak menu makanan di atas meja. Tanpa ba-bi-bu lagi ia langsung mengambil piring kemudian mengisinya dan makan dengan lahap. Tak perlu lagi ia menjaga image-nya di depan orang-orang seperti kebiasaannya selama ini jika berkunjung ke rumah itu.

"Wah makannya lahap sekali ya, padahal kamar mama belum bersih," tegur Dewinta yang tiba-tiba sudah berada di dalam ruangan makan itu.

"Mama pikir setelah kembali dari luar, kamar sudah bagus dan rapih, eh ini malah enak-enakan makannya." Dewinta kembali berucap dengan maksud menyindir.

"Eh mama. Maafkan saya, rencananya kamar Mama akan saya bersihkan lagi setelah makan. Saya lapar sekali ma." Ardina menjawab dengan wajah tak nyaman. Nafsu makannya tiba-tiba jadi hilang karena kedapatan makan saat mempunyai tugas.

"Keluarga ini adalah keluarga yang sangat disiplin. Tidak ada yang boleh makan atau bersantai seperti ini jika pekerjaan yang sedang dikerjakan itu belum selesai.

"Kamu lihat sendiri 'kan Praja saja tidak sempat makan di rumah karena lebih mementingkan pekerjaan daripada urusan yang lain tidak seperti kamu." Dewinta semakin berani menunjukkan rasa tak sukanya pada sang menantu. Andaikan Praja senang dengan pernikahan ini maka ia akan setuju saja, akan tetapi sepertinya putranya sendiri pun sangat tidak menginginkan pernikahan ini meskipun yang ia tahu Praja dan Ardina cukup akrab selama ini.

"Baiklah ma. Saya akan melanjutkan pekerjaan saya yang belum selesai. Maafkan saya ma. Saya tidak akan mengulangi kesalahan ini lagi." Ardina pun bangkit dari duduknya dan segera membawa piring kotor sisa makannya ke dalam dapur untuk dicucinya sendiri.

"Nyonya gak usah cuci piringnya. Disimpan saja." Bu Ani langsung melarang gadis cantik itu untuk mencuci piring kotor yang sedang dibawa oleh Ardina.

"Biarkan saja Bu Ani. Rumah ini bukan milik orang tuanya, jadi tak apa ia kerjakan sendiri." Dewinta langsung menimpali dari arah pintu dapur.

Deg

Hati Ardina merasakan sakit dengan kata-kata sang mertua. Ia tidak menyangka kalau ia juga sangat tidak diinginkan di rumah ini oleh perempuan paruh baya itu.

Dengan mata berkaca-kaca, ia pun mencuci piring-piring kotor itu kemudian melanjutkan pekerjaannya di kamar sang mertua.

Hari pertama pernikahan ini, ia lalui dengan kesedihan yang berlipat-lipat tetapi ia masih bersemangat karena ia sangat mencintai suaminya.

Ini adalah tes awal. Tak apa, yang penting aku bisa mendapatkan hati kak Praja

🌹🌹🌹

Hai readers tersayangnya othor, jangan lupa like dan komentar ya gaess.

Berikan Semangat untuk Ardina Rezky Sofyan agar ia bahagia meskipun sedih eh 🤭

Nikmati alurnya dan happy reading 😊

Bab 3 Hanya Ada Kesedihan

Sudah dua bulan pernikahan ini terjadi, tapi Praja Wijaya belum juga menunjukkan kalau ia bisa menerima status mereka. Hubungan yang dipaksakan ini sepertinya memang harus dijalani oleh Ardina dengan sabar.

Setiap saat hanya wajah dingin dan tatapan tak suka dari suaminya yang ia dapatkan. Menangis adalah caranya melepaskan rasa sakit hati yang ia rasakan. Apalagi mama mertuanya juga semakin menunjukkan sikap penolakan yang sangat jelas padanya.

Ia dijadikan pembantu padahal ada banyak pekerja yang digaji sangat tinggi di rumah itu. Ia pun tidak boleh makan kalau belum melakukan perintah sang mama mertua. Ia baru ikut makan bersama jika papa mertuanya ada di rumah karena hanya pria itu yang menunjukkan wajah bersahabat padanya.

Dan begitu hebatnya ia karena tidak pernah menceritakan ini pada Asna, ibu kandungnya. Ia bertekad untuk bersabar dan bisa meraih hati semua orang di rumah itu.

"Jangan bersedih ya Din. Tinggal di rumah orang yang tidak menginginkanmu itu ya seperti ini. Kamu harus kuat atau menyerah. Syukur-syukur sih saya masih mau satu atap denganmu." Dewinta berucap seraya melempar beberapa pakaian kotor di wajah perempuan cantik itu.

Ardina terdiam. Ia tidak ingin melawan, ia cukup tahu diri. Semua ini karena kesalahannya sendiri yang ingin mendapatkan hati dan tubuh Praja Wijaya.

"Lagian kenapa sih kamu itu rakus banget. Putraku sudah banyak membantumu tapi apa yang kamu lakukan padanya hah?"

"Saya mencintai kak Praja ma. Dan ingin jadi istrinya." Ardina menjawab dengan wajah menunduk. Meskipun semua orang mengecamnya ia tetap ingin mengatakan alasannya kalau ia rela melakukan ini semua atas nama cinta yang mungkin belum berbalas.

"Tapi gak gini caranya. Kamu mempermalukannya di depan umum. Kamu benar-benar tidak tahu malu. Entah kenapa kamu itu berbeda sekali dengan Prilya. Saudara tirimu sangat baik hati dan juga mampu menjaga dirinya sedangkan kamu? Jauh banget. Hum, sayangnya Prilya bukan jodoh putraku."

Ardina kembali diam. Hatinya kembali sangat sakit. Prilya kembali dibandingkan lagi dengannya dan itu adalah hal yang sangat menyakitkan. Ia pun menundukkan wajahnya menangis. Ia segera membawa pakaian kotor mertuanya itu ke belakang atau ia akan mendapatkan lagi kata-kata yang lebih menyakitkan dari ini semua.

"Nyonya, jangan menangis," ucap Ibu Ani seraya meraih pakaian kotor itu dan memasukkannya ke dalam mesin cuci. Ardina tersenyum seraya menyusut airmatanya. Hanya perempuan itu dan papa mertuanya yang baik padanya di rumah ini.

"Saya tidak menangis kok Bu Ani. Air mata ini saja yang selalu ingin keluar hehehe," jawabnya terkekeh berusaha untuk mempert

"Keluarga ini semuanya baik kok. Gak usah pedulikan kata-kata nyonya besar, ibu mertua emang biasa seperti itu, tapi aslinya Nyonya Dewi itu baik kok." Bu Ani tersenyum menghibur.

"Iya Bu Ani. Terimakasih banyak, untungnya Bu Ani sangat baik padaku. Andaikan tidak, saya mungkin sudah lama pergi dari rumah ini."

"Eh jangan berkata seperti itu Nyonya, yang penting tuan muda Praja sangat mencintaimu pasti semuanya baik-baik saja." Perempuan itu menatap Ardina dengan tatapan serius. Ardina langsung menundukkan wajahnya. Ia juga berharap semua itu benar adanya.

"Nyonya?" Bu Ani memanggil namanya agar perempuan itu mengangkat wajahnya.

"Saya sangat berharap itu benar Bu Ani. Ah Iya, saya belum menyiapkan pakaian kak Praja. Saya kembali ke kamar dulu ya Bu An," ucap Ardina untuk menghindari percakapan yang lebih serius dengan perempuan paruh baya itu.

"Ah iya silahkan nyonya. Biar Mbak Siti yang melanjutkan cucian ini."

"Terimakasih banyak Bu An," ucapnya dengan senyum diwajahnya. Ia pun segera pergi dari tempat itu menuju kamarnya untuk mempersiapkan pakaian yang akan dipakai oleh suaminya.

Bu Ani hanya menarik nafas dalam-dalam ikut trenyuh dengan apa yang dialami oleh perempuan itu. Ia tahu betul bahwa hubungan suami istri itu juga sangat tidak harmonis sejak hari pertama pernikahan. Akan tetapi ia berusaha untuk tidak tahu dan selalu memberikan hiburan kepada Ardina karena ia menganggap bahwa perempuan itu seperti anaknya sendiri.

Ingin ia mengatakan untuk mundur saja dan mencari kebahagiaan sendiri tapi perempuan itu masih sangat gigih bertahan ditengah penderitaan ini.

Ardina meletakkan setelan jas suaminya di atas ranjang sembari menunggu pria itu keluar dari kamar mandi. Ia tak pernah lelah menyiapkan semua perlengkapan Praja Wijaya meskipun tak pernah pria itu menggunakan atau memakai apa yang ia siapkan.

Perempuan itu duduk dengan tenang seraya menggulir layar handphonenya, ia ingin mendengar kabar dari grup chat perusahaan yang sudah tiga bulan ini tidak ia datangi.

Perempuan itu tersentak kaget karena tiba-tiba saja pakaian yang siapkan tadi melayang di atas kepalanya.

"Aku sudah bilang untuk tidak menyentuh pakaianku, kamu tidak mengerti ya?!" ujar Praja Wijaya dengan tatapan tajam pada Ardina.

"Kak, aku istrimu. Itu adalah kewajibanku melayanimu," ucap Ardina seraya meraih setelan pakaian itu dari atas kepalanya.

"Cih! Istri! Jangan bikin aku semakin muak padamu ya! Kamu tahu betul kalau kamu mendapatkan status itu karena terpaksa! Kamu mendapatkan itu secara kotor! Sampai sekarang aku masih belum bisa mengangkat wajahku di depan orang-orang karena perbuatanmu itu!"

"Kak, hentikan! Aku mengaku kalau aku bersalah. Aku sengaja menjebakmu waktu itu karena aku tidak bisa menahan rasa cintaku padamu, hiks." Ardina menutup kupingnya. Ia tak sanggup menerima lagi cacian dari suaminya.

"Perempuan murahan! Tidak bisa menjaga kehormatan dirinya sendiri hanya karena alasan cinta. Kamu tahu? Dengan perbuatanmu waktu itu semua orang menganggap aku ini Laki-laki kotor! Laki-laki yang suka tidur dengan perempuan. Lihat tatapan Prilya padaku waktu itu? Dia pasti menganggap aku ini apa?!"

"Kak, kenapa selalu perasaan kak Prilya yang kamu pikirkan. Ia tidak mencintaimu. Ia sudah punya suami dan keluarga bahagia. Lalu apa salahnya aku memperjuangkan cintaku sendiri?!"

"Lalu bagaimana jika itu orang lain? Dan tidak mau bertanggung jawab padamu hah?!" Praja Wijaya menunjuk wajah Ardina dengan tatapan tajam. "Mungkin kamu akan menjual dirimu di jalanan. Sungguh, aku tidak menyangka kalau kamu seburuk ini. Kebaikanku padamu kamu balas dengan sangat kejam seperti ini."

"Kak, hanya padamu aku berani menyerahkan diriku. Itu karena aku sangat mencintaimu. Jadi kumohon buka hatimu untukku kak Praja," mohon Ardina Rezky Sofyan pada sang suami dengan penuh harap. Air matanya pun sejak tadi sudah menganak sungai di pipinya.

"Maafkan aku Din, tapi sayangnya namamu belum bisa menggantikan Prilya di hatiku. Jadi belajarlah untuk menikmati kesalahanmu ini atau kamu pergi saja dari hidupku!" Balas Praja Wijaya tanpa perasaan sedikitpun. Ardina Rezky Sofyan menghapus airmatanya dengan hati perih. Ia pun pergi dari hadapan suaminya menuju kamar mandi. Ia ingin menumpahkan perasaan sedihnya di sana. Sedangkan Praja Wijaya hanya bisa mendengus kesal. Entah kenapa ia begitu benci pada istrinya itu.

🌹🌹🌹

*Bersambung.

Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like dan ketik komentar agar author semangat updatenya oke?

Nikmati alurnya dan happy reading 😊

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!